Data Loading...
119-Article Text-433-1-10-20200126 Flipbook PDF
119-Article Text-433-1-10-20200126
103 Views
444 Downloads
FLIP PDF 105.67KB
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
HAKIKAT ALAM SEMESTA MENURUT FILSUF ISLAM Siti Maunah1 [email protected]
Abstrak The purpose of this research is to find out the views of Islamic philosophers on the nature of the universe. The method used is a qualitative method with a literature study. Data collection is done by collecting literacy from various sources such as books, journals and other literacy. The results of this study are according to Al-Ghozali, the existence of nature begins from the non-existent so that nature is not qadim and created by Allah SWT. Al-Farabi and Ibn Sina stated that Nature was qadim because Allah created it from the beginning. According to Ibn Rushd, nature consists entirely of objects and forms which are essentially eternal (eternal eternal), but the divinity is far from the divine essence. Whereas according to Ibn Tufail, nature is entirely a result and created by God without time. Keywords: Universe, Islamic Philosophers.
A. Pendahuluan Alam semesta perlu dibahas karena Alam begitu istimewa, dan banyak yang bisa di pelajari didalamnya. Semakin jauh manusia mengungkap alam semesta beserta skala ruang dan waktunya yang luas serta keaneragaman objeknya yang tak terkira, semakin mereka sadar bahwa manusia sama sekali tidak istimewa dan hanya merupakan sebutir debu dalam lingkup semesta.2 Alam dalam bukunya Osman Bakar yang berjudul Tauhid dan Sains mengatakan bahwa alam adalah sumber berbagai jenis pengetahuan, matematika, fisika, metafisika, ilmiah dan spiritual, kualitatif dan kuantitatif, praktek dan estesis. Alam semesta merupakan realitas yang dihadapi oleh manusia, yang sampai kini baru sebagian kecil saja yang dapat diketahui dan 1
IAIN Salatiga Nidhal Guessoum. Islam dan Sains Modern, Terj. Maufur, (Bandung: Mizan Pustaka, 2011). h. 411. 2
1
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
diungkap oleh manusia. Bagi seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia diciptakan bukanlah untuk menaklukkan seluruh alam semesta, akan tetapi menjadikannya sebagai fasilitas dan sarana ilmu pengetahuan yang dapat dikembangkan oleh manusia. Banyak pandangan-pandangan tentang alam semesta menurut beberapa para ahli dan filsuf. Allah juga telah banyak menerangkanya di kitab Al-Qur’an. Namun terjadinya alam semesta hanya Allah SWT yang tahu. Bagi manusia alam semesta masih merupakan misteri, masih merupakan peristiwa yang gaib dan penuh rahasia. Meskipun demikian, para ahli ilmu pengetahuan alam masih terus mengadakan penelitian-penelitian untuk mengungkapkan misteri tersebut. Alam semesta adalah ciptaaan Allah Swt yang diperuntukkan kepada manusia yang kemudian diamanahkan sebagai khalifah untuk menjaga dan memeliharaan alam semesta ini, selain itu alam semesta juga merupakan mediasi bagi manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang terproses melalui pendidikan. 3 Artikel ini membahas tentang Hakikat alam semesta menurut Filsuf Islam, yang berisi tentang kosmologi, pengertian alam, proses penciptaan Alam Semesta, pandangan beberapa filosof tentang alam semesta, serta prinsip-prinsip alam semesta. Artikel ini menggunakan studi literatur untuk mengumpulkan data yang dilakukan dengan penggunaan literasi kepustakaan. Metode pengumpulan data menggunakan berbagai referensi teoridalam bidang kosmologi dan filsafat Islam yang berkaitan dengan penelitian. Adapun sumber data dalam penelitian ini berupa buku, jurnal, artikel laporan penelitian, dan situs-situs di internet. Output dari studi literatur ini adalah terkoleksinya referensi yang relefan dengan perumusan masalah.
3
Jamali Sahroni. Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Erfino Raya, 2011). h. 44.
2
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
B. Pembahasan 1. Kosmologi Secara Etimologis kata kosmologi berasal dari dua kata Yunani yaitu kosmos yang berarti dunia atau ketertiban dan logos yang berarti ilmu. Jadi kosmologi dunia, yang tersusun menurut peraturan dan bukan yang kacau tanpa aturan. Kosmos juga berarti alam semesta. Alam semesta juga berarti jagad raya. Kosmologi adalah ilmu yang membicarakan tentang realitas jagat raya, yakni keseluruhan sistem sistem alam semesta.4 Kosmologi termasuk bagian dari filsafat alam yang didalamnya membicarakan inti alam, isi alam, dan hubunganya satu sama lain dan dengan keberadaanya dengan yang ada mutlak. Dahulu ilmu yang mempelajari alam semesta disebut kosmogani, sekarang oleh para ahli astronomi modern, kosmogani yang mempelajari asal-usul dan evolusi alam semesta telah diperluas menjadi kosmologi. Kosmologi terbatas pada realitas yang lebih nyata, yaitu alam fisik yang sifatnya material. Naturalisme materialistik berpandangan bahwa kosmos dan segala isinya terjadi secara alamiah, semua terjadi secara evolusi. Mereka tidak percaya bahwa kosmos ada yang menciptakan. Semua terjadi akibat sebab akibat. Sedangkan menurut Idealisme absolut dari Plato dan filsafat yang bersumber pada religi bahwa jagat raya diciptakan oleh ide mutlak, yaitu Tuhan. Dasar pandangan diatas akan mewarnai dan mempengaruhi konsep pendidikan yang akan dilakukan manusia. Menurut naturalisme materialistis, pendidikan sekadar untuk kehidupan di alam dunia. Bagi Idealisme absolut dan filsafat yang bersumber pada religi, pendidikan akan memiliki tujuan yang lebih universal, yaitu ketertiban hidup manusia dengan kosmos dan dengan maha pencipta.Kosmos diciptakan oleh Allah sang Maha pencipta dan secara mutlak dalam pengaturan, pemeliharaan, dan pengawasan-Nya. Kajian kosmos alam semesta dan benda-benda yang terdapat didalamnya yang ada hubunganya mencangkup integrasi dan relasi atau tiga realitas 4
Uyoh Sadulloh. Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011). h. 79.
3
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
antara Allah, Makrokosmos, dan mikrokosmos. Makrokosmos merupakan sinonim dengan dunia yang didefinisikan dengan segala sesuatu selain Allah swt. Sehingga penggunaan istilah makrokosmos biasanya sebagai pengganti mikrokosmos. Mikrokosmos merupakan individu manusia yang melambangkan seluruh kualitas yang dijumpai dalam diri Allah. Dalam perspektif filsafat, pengkajian tentang alam dikategorikan dalam pembahasan metafisika. Metafisika secara umum dibagi dua yaitu metafisika umum yang digolongkan pada golongan ini adalah aliran idealism, materialism, dan naturalism.Metafisika khusus yang digolongkan pada golongan ini adalah aliran kosmologi dan teologi metafisika.5 2.
Pengertian Alam Semesta Alam merupakan segala sesuatu selain Allah yang ada di langit dan di bumi.6Secara filosofis,alam itu kumpulan substansi yang tersusun dari materi dan bentuk yang ada di langit dan bumi. Alam dalam pengertian ini adalah alam jagad raya, yang dalam bahasa Inggris disebut Universe.7 Menurut Muhamad Abdu, orang Arab sepakat bahwa kata “alamin” tidak digunakan untuk merujuk kepada segala sesuatu yang ada, seperti alam, batu dan tanah, tetapi mereka memakai kata alamin untuk merujuk kepada semua makhluk Tuhan, yang berakal, seperti alam manusia, hewan dan tumbuhan. Sirajuddin Zar merujuk alam dalam pengertian alam semesta itu menggunakan "assamaawaat wa al-ardh wa maa baynahumaa" yang disebutkan dalam Al-quran sebanyak 20 kali. Kata ini mengacu kepada dua alam yaitu alam fisik seperti manusia, hewan dan tumbuhan dan alam non fisik atau alam gaib, seperti alam malaikat, alam jin dan alam ruh.8 5
Jamali Sahroni. Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung, 2011). h. 40-41. Dedi Sahputra Napitupulu. Esensi Alam Semesta Perspektif Filsafat Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Islam. Vol. VI. No.1. h. 2. 7 John M. Echols dan Hasan Shadily. kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996). h. 618. 8 Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dan Pemikiran Islam, Sains dan Al-Quran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994). h. 21. 6
4
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
Menurut Abu Al-’Ainain menyebut alam semesta dalam filsafat dengan istilah al-kaun yang berarti segala sesuatu yang diciptakan Allah, yang mencankup nama segala jenis makhluk, baik yang dapat dihitung maupun yang dapat dideskripsikan saja. Al-kaun sebagai makhluk Allah dapat dibagi menjadi dua kategori, ‘alam al-syahadah (yang dapat dikenali melalui panca indera seperti langit dan bumi), dan alam al-ghoib (yang hanya dapat dikenali melalui wahyu ilahi, seperti alam malikat dan jin.). Di dalam Al-Qur'an kata yang berkaitan dengan alam adalah kata kerja “Khalaqa” untuk menciptakan dan kata benda “Kholaq” untuk ciptaan, kata itu disebut sebanyak 253 kali, menunjukan tindakan penciptaan sebagai kata kerja lebih banyak dari pada penciptaan sebagai kata benda. Menurut Hasan Hanafi, alam adalah bukan sebagai benda tetapi merupakan sebuah persepsi kebudayaan yang menentukan sikap manusia terhadap alam. Ariestoteles juga berpendapat, alam ini terbagi kedalam dua bagian: alam langit dan alam bumi. Seluruh alam ini bagaikan bulatan (bola) raksasa, berpusat pada bumi dan sekitarnya hingga ke orbit bulan, yang merupakan batas alam bumi. Sedangkan apa yang berada di atas bulan sampai ke bulatan langit pertama adalah alam langit.9 Dapat ditarik kesimpulan bahwa alam semesta bermakna sesuatu selain Allah Swt, maka apa-apa yang terdapat di dalamnya baik dalam bentuk konkrit (nyata) maupun dalam bentuk abstrak (ghaib) merupakan bagian dari alam semesta yang berkaitan satu dengan lainnya. 3.
Proses Terbentuknya Alam Semesta Alam semesta di ciptakan secara sengaja bukan secara kebetulan, alam semesta tidak bersifat abadi, tetapi tercipta dalam waktu dengan sebuah titik awal.Proses terbentuknya alam semesta bisa dijelaskan dengan teori big bang dan ayat-ayat Al-Qur’an.
9
Ahmad Fuad Al-Ahwani. Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985). h. 146.
5
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
a.
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
Proses terbentuknya alam semesta menurut teori Big Bang Alam diciptakan dari tiada (creatio ex nibilo) meskipun ketiadaan ini tidak harus dipahami dalam arti ketiadaan yang mutlak, tetapi ada sebagai potensi atau kemungkinan. Adapun tentang awal mula terbentuknya alam semesta didukung oleh penemuan teori astrofisika modern disebut peristiwa Big Bang menurut teori ini alam semesta berkembang secara evolutif.10 Semua massa atau benda-benda yang akan membentuk alam semesta seperti: galaksi,bintang, semua nebula,gas Matahari,seluruh planet, satelit maupun zat-zat kosmos lainya, berkumpul menjadi satu di bawah tekanan yang paling tinggi dan sangat kuat. Sehingga menyebabkan pecah dan runtuh berantakan, jadi berkeping-keping. Kepingan tersebut akhirnya menjadi bintang-bintang, matahari, planet, satelit, galaksi nebula dan benda-benda semesta lainya bertaburan memenuhi ruang kosong.11 Teori Big Bang juga menjelaskan bahwa alam semesta berkembang dengan sangat cepat dalam beberapa mikrodetik yang pertama. Dimulai dengan kabut hidrogen yang berputar melanda dan alam semesta berkembang dari suatu materi yang terdiri atas proton, elektron dan neutron yang berada dalam lautan radiasi dengan suhu yang sangat tinggi.12 Ketika alam mengembang, suhu materi semakin turun sehingga terbentuk banyak helium, deuterium, dan unsur ringan lainya dialam semesta. Kondisi ini sesuai dengan kenyataan yang terjadi di jagat raya. Alam dengan asapyang melimpah, yang merupakan 90% dari semua materi kosmos ini. Dengan gerak acak awan seperti itu, atom-atom kadang bergabung secara kebetulan untuk membentuk kantong-kantong gas yang padat. Dari peristiwa ini muncul bintang-bintang, demikianlah secara perlahan setelah melalui kira-kira dua puluh miliar tahun, akhirnya 10
Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006). Kurdi Ismail Haji ZA. Kiamat Menurut Ilmu Pengetahuan dan Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996). h. 19. 12 Jamali Sahroni. Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: 2011). h. 40-41. 11
6
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
b.
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
terbentuklah galaksi-galaksi yang terus berkembang, juga bintang-bintang, matahari serta planet planet yang mengitari bumi yang dihuni manusia. Inilah sebuah sistem planet dengan matahari sebagai pusatnya yang disebut tata surya. Permulaan alam seperti ini dalam filsafat Islam disebut gerak transuptansial yaitu gerak alam yang bukan horisontal, melainkan vertikal ke arah yang lebih sempurna. Proses terbentuknya alam semesta menurut Al-Qur’an Mengenai proses penciptaan alam semesta, Al-Qur’an telah menyebutkan secara gamblang mengenai hal tersebut, dan dapat dipahami bahwa proses penciptaan alam semesta menurut Al-Qur’an adalah secara bertahap. Hal ini dapat diketahui melalui firman Allah Swt dalam Surat Al-Anbiya ayat 30: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga yang beriman? Pemisahan langit dan bumi dari suatu keadaan yang padu terjadi dengan serta merta (kun fayakun) atas perintah Allah SWT sesuai keterangan pada Surat An’am ayat 73: Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan hak (benar), ketika dia berkata “Jadilah!” maka jadilah sesuatu itu Firmanya adalah benar, dan milik-Nyalah segala kekuasaan pada waktu sangkakala ditiup. Dan Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah Yang Mahabijaksana, Mahateliti. Penciptaan alam semesta juga berarti mengikuti proses yang telah ditentukan oleh Allah Swt yaitu selama enam masa sesuai dengan Surat Al-A’raf ayat 54: Sungguh Tuhanmu adalah allah yang menciptakan langit danbumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam diatas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan, bintang-bintang tunduk kepada 7
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah Tuhan seluruh alam. Enam masa penciptaan langit dan bumi terdiri atas penciptaan langit dan penciptaan bumi sendiri dilakukan secara bertahap selama dua masa seperti diterangkan dalam Surat Fushilat ayat 9 dan 12, sedangkan penciptaan makhluk di muka bumi dilakukan empat masa seperti diterangkan dalam surat Fushilat ayat 10. Tahapan masa kehidupan perkembangan makhluk di bumi di jelaskan lebih rinci pada pembahasan pada penciptaan makhluk di bumi.Langit yang diciptakan oleh Allah dibangun dengan kekuasaan-Nya dan diperluas secara terus menerus sesuai dengan keterangan pada surat Adz-Dzariyat ayat 47: Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan Kami benar-benar meluaskanya. Keterangan ayat tersebut didukung oleh data pengamatan yang dilakukan oleh ahli astronomi dari Amerika yang mengumpulkan dan menginterprestasikan data hasil observasi dengan menggunakan teleskopnya pada tahun 1929, bernama Edwin Huble. Ia menemukan bahwa bintang dan galaksi ternyata bergerak saling menjauh satu sama lain dengan menginterprestasi spektrum galaksi yang bergerak ke arah warna merah. Namun meluasnya alam ternyata terjadi semakin cepat.13 Apabila dikaitkan dengan sejumlah teori seputar terjadinya alam semesta menurut sains modern, maka konsep penciptaan semesta yang tertera dalam Al-Qur'an tidak dapat disangkal lagi kebenarannya. Ayat-ayat di atas Allah menganjurkan kepada hamba-Nya untuk melihat dan memikirkan fenomena alam, dan dengan melihat keteraturan dan koordinasi di dalam system penciptaan dan koordinasi di dalam sistem penciptaan dan keajaiban-keajaibanya akan lebih mendekatkan kepada-Nya. Diharapkan melalui pengetahuan tentang alam, akan melihat 13
Ridwan Abdullah Sani.Sains Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: 2015). h. 174.
8
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
kebesaran Allah sebagai pencipta. Pengakuan ini diikuti dengan mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya agar manusia tidak melakukan kerusakan di muka bumi. 4.
Tujuan Penciptaan Alam Tujuan penciptaan alam semesta menurut perspektif Islam pada dasarnya adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah 14 Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Dukhan ayat 38-39: Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui. Al-qur`an secara tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan alam semesta ini adalah untuk memperlihatkan kepada manusia akan tanda-tanda Allah Swt. Menurut Oliver Leaman, Allah merancang alam serta seluruh ciptaan-Nya adalah untuk kepentingan kita manusia, meskipun Dia tidak harus berbuat seperti itu, dan apa yang Dia minta sebagai tindak balasan-Nya hanyalah menyembah dan bertakwa kepada-Nya. Keberadaaan alam semesta merupakan petunjuk yang jelas tentang keberadaaan Allah SWT. Oleh karena itu dalam mempelajari alam semesta, manusia akan sampai pada pengetahuan bahwa Allah Swt adalah Zat yang menciptakan alam semesta. Seperti firman Allah dalam Surat Al-Fushilat ayat 53 yang artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? Ayat tersebut jelas menunjukan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Allah yang Maha Kuasa menganjurkan kepada manusia untuk melihat dan memikirkan fenomena alam, dan dengan melihat keteraturan dan koordinasi di dalam 14
Jamali Sahroni. Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: 2011). h. 43.
9
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
sistem penciptaan dan keajaiban-keajaibanya akan lebih mendekatkan diri kepada-Nya. 15 Melalui pengetahuan tentang alam akan melihat kebesaran Allah sebagai pencipta. Pengakuan ini diikuti dengan mematuhi perintah Allah agar manusia tidak melakukan kesalahan dan alam semesta ini tidak mengalami kerusakan. Dalam Surat Ar-Ruum ayat 41, Allah berfirman: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, Allah swt menghendaki supaya mereeka merasakan sebagiam dari perilaku mereka supaya,mereka kembali (Kejalan yang benar). Ayat tersebut menunjukan bahwa kerusakan di bumi disebabkan karena ulah tangan manusia, dan pastinya akan memberikan dampak buruk kepada manusia itu sendiri. Allah swt menyebut alam sebagai nikmat besar yang diberikan-Nya untuk manusia agar dimanfaatkan dalam kehidupan di dunia secara benar. 16 Manusia akan memperoleh manfaat dan keuntungan yang amat besar apabila manusia tersebut mampu dan mengerti dalam memanfaatkan apa saja yang terdapat di alam semesta ini secara bijaksana. Alam semesta diciptakan sebagai bahan dan sumber pelajaran serta pengamatan bagi manusia untuk menggali rahasia Allah Swt dengan akal dan pengamatan untuk dapat menyumbangkan suatu kebajikan dan faedah manusia seluruhnya yang pada akhirnya manusia akan memahami apa hakikat diciptakannya alam semesta ini. Hal ini tertera dalam surat Yunus: 4 Hanya kepada-Nyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah,Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya Kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka.
15
Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2006). h. 101-102. 16 Maslikhah. Alam Terkembang Menjadi Guru memotret Fenomena lingkungan Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup, (Salatiga: STAIN Salatiga Press: 2013). h. 6-7.
10
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
Alam semesta diciptakan Allah Swt untuk kepentingan manusia, keseimbangan antara alam dengan makhluk hidup berdampak pada kesejahteraan hidup manusia.17 Untuk memenuhi kebutuhan manusia selama hidup di permukaan bumi ini. Oleh karenanya alam telah ditundukkan oleh Allah Swt untuk mereka, sebagai tempat tinggal bagi manusia, ini dimaksudkan agar manusia mudah dalam memahami alam semesta dan tahu bagaimana cara memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. 5. a.
Pandangan Beberapa Filosof Islam Tentang Alam Semesta Al Ghazali Al-Ghazali mempunyai nama lengkap Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghozali yang lahir di Republik Islam Irak tahun 450 H atau 1058M.18 Al Ghozali adalah seorang tokoh yang kontroversial dengan para filsuf, hal ini dibuktikan dengan kritikannya kepada para filsuf lain. Al Ghazali juga pernah menulis buku yang berjudul Al Maqasid Al filasifah, kemudian melengkapinya dengan menulis buku keduanya yang berjudul Tahafutul Falasifa (ketidak beresan, kekaburan dari filsafat, yang lazimnya diterjemahkan dengan penghancuran filsafat). 19 Kitab Tahafut Al Falasifah tersebut terdiri dari 20 diskusi yang merupakan ajaran falsafah yang berbentuk semacam dialog tertulis diikuti bantahan-bantahan. Dari 20 persoalan filsafat yang ia tulis pada kitab tersebut hanya ada 4 yang disebutkan secara langsung tentang alam semesta seperti: 1) Persoalan tentang sanggahan atas pandangan para filsuf tentang eternitas alam. 2) Masalah penolakan terhadap keyakinan para filsuf atas keabadaian alam. 17
Ridwan Abdullah Sani.Sains Berbasis Al-Quran, (Jakarta:Bumi Akasara, 2015). h.
18
Yaya Sunarya. Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: Arfino Raya,2012). h. 87. Yaya Sunarya. Pengantar Filsafat. h. 87.
115. 19
11
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
3) Masalah ketidakjujuran para filsuf bahwa tuhan adalah pencipta alam dan penjelasanbahwa ungkapan tersebut hanya bersifat metaforis. 4) Penjelasan tentang ketidakmampuan para filsuf membuktikan eksistensi pencipta alam. Timbulnya reaksi dan perdebatan tentang qadimnya alam tersebut bermula dari kesimpulan para filsuf yang mengatakan bahwa alam itu qadim. Seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina yang mengatakan bahwa alam itu qadim sedikitpun tidak dipahami mereka sebagai alam yang ada dengan sendirinya. Alam itu qadim justru Tuhan menciptakanya sejak azali. Bagi mereka mustahil Allah Swt ada dengan sendirinya tanpa mencipta pada awalnya, kemudian menciptakan alam. Hal tersebut disanggah oleh Al-Gazali dengan mengatakan bahwa qadimnya alam membawa kepada kekufuran, ketika alam itu qadim, maka alam itu tidak bemula dan ada dengan sendirinya. Ketika alam semesta ini qadim dan Allah juga qadim menyebabkan ada dualisme yang qadim, dan ini bertentangan dengan akidah Islam, yang berujung pada kemusrikan atau politeisme. Al Ghazali kembali mengkoreksi kepada faham yang lebih umum. Selanjutnya dia mengkritik sejumlah dalil-dalil lain bukan sebagai suatu kekufuran, melainkan sebagai suatu bid’ah dan tidak logis. Dalam diskusi, Al Ghozali melawan ajaran ta’til dari mutazilah dan falsafah yang meniadakan adanya sifat-sifat nyata pada Tuhan. Al Ghozali juga menulis dalam beberapa argumen lain dengan memperbincangkan bukti tentang keberadaan Tuhan, keEsaan Tuhan, pengetahuan Tuhan, penciptaan dan persoalan mengenai jiwa manusia. Al-Ghozali juga menentang pernyataan yang lahir dari filsafat Aristotelian bahwa alam adalah kekal. Menurutnya, alam berasal dari ketiadaan menjadi “ada” karena ciptaan Tuhan. Dunia berasal dari iradat (kemauan) Tuhan semata-mata dan tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Iradat Tuhan bersifat mutlak dan terlepas dari ruang dan waktu, namun ciptaan Tuhan (dalam hal ini dunia/alam) dapat ditangkap oleh akal 12
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
manusia, karena dunia terbatas dalam ruang dan waktu. Tuhan bersifat transenden, namun kemauan (iradat) Tuhan adalah immanent dan merupakan sebab hakiki dari segala kejadian. Baginya hanya Allah yang qadim, artinya adanya Allah tidak diawali dengan tidak ada. Maka syahadat dalam teologi Islam adalah “La qadima illallah”, tidak ada yang qadim selain Allah. 20 Adanya alam diawali dengan tidak ada sehingga alam tidak qadim. Karena adanya adanya alam di ciptakan oleh Allah. Berdsarkan diskripsi tersebut Al-ghozali menampilkan sebuah koreksi yang berlandaskan pada alqur-an diantaranya Surat Asy-Syura ayat 29 yang artinya: Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nylangit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan kepada keduanya. Dan Dia maha kuasa mengumpulkan semuanya apabila dia kehendaki. Surat Az-zumar ayat 62 yang artinya Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha pemelihara atas segala sesuatu. Surat Al-Hasyr ayat 24 yang artinya: Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan dialah Mahaperkasa, Mahabijaksana. Adanya alam adalah hasil dari irodat Tuhan, karena sifat irodat dalam pandangan Al-Ghozali adalah sifat yang mutlak ada pada Tuhan, dengan kata lain, Tuhan memiliki kehendak dengan kebebasan yang tidak terbatas. Dia berkehendak untuk menciptakan atau tidak menciptakan. Namun demikian, meskipun pandangan dan pemikiranya bersumber pada Alquran tetap saja tidak luput dari kritikan. Seperti kritikan Ibnu Rusyd terhadap konsep Al-Ghozali tentang alam hadis, bahwa alam mempunyai 20
Yaya Sunarya. Pengantar Filsafat. h. 97
13
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
permulaan dalam zaman mengandung arti bahwa ketika Tuhan menciptakan alam tidak ada sesuatu disamping Tuhan. Tuhan dengan kata lain, ketika itu berada dalam kesendirianya. Tuhan menciptakan dari tiada menjadi nihil. Konsep tersebut kata Ibnu Rusyd tidak sesuai dengan kandungan Al-Quran. Di dalam Al-Quran digambarkan bahwa sebelum alam diciptakan Tuhan, Telah ada sesuatu disampingn-Nya. Penggalan Ayat 7 dari Surat Hud yang artinya: Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan Arsy-Nya di atas air… Jelas disebut dalam ayat tersebut, bahwa Tuhan menciptakan langit dan bumi telah ada unsur lain disamping Tuhan,yaitu air. Didsamping itu kata Khalaqa di dalam Al-Quran, kata Ibnu Rusyd menggambarkanpenciptaan bukan dari tiada (creatio ex nihilo) seperti yang dikatakan Al-Ghozali, tetapi dari ada, seperti yang dikatakan para filsuf. Contohnya adanya bumi dan langit “ada” yang berasal dati bentuk materi asal yang empat (api, uadara, air dan tanah) diubah Tuhan menjadi “ada” dalam bentuk bumi dan langit. Dan yang kodim adalah materi yang asal. Adapun langit dan bumi susunanya adalah yang baru (hadis). b. Ibnu Rusyd Ibnu Rusyd memiliki nama lengkap Abu Al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd yang lahir di Cordova tahun 520 H/1126M. 21 Ibnu Rusyd adalah orang yang sangat radikal mengenai filsafat alam dan banyak menimbulkan salah pengertian di kalangan ahli-ahli pengetahuan dan kaum agama. Mereka menuduh bahwa Ibnu Rusyd adalah seorang materialis, ateis dan naturalis yang tidak percaya akan Tuhan. Adapun pokok-pokok pikiran Rusyd yang di kemukakan dalam buku-buku komentarnya terhadap filsafat Aristoteles dan buku “Tahafut Al-falasifah “, adalah sebagai berikut: 21
Yaya Sunarya. Pengantar Filsafat. h. 133.
14
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
1) Alam semesta terdiri atas benda dan bentuk yang pada hakikatnya bersifat azali atau kekal abadi, tetapi keazalianya berbeda jauh dari azalinya Allah Swt 2) Sifat khusus bagi alam adalah “gerak”, dan karenanya memerlukan adanya “penggerak”, yaitu Allah, yang bergerak adalah alam dan yang menggerakan adalah Allah Swt. Gerakan itulah yang menimbulkan perubahan sepanjang zaman yang tiada henti. 3) Setiap benda diliputi oleh waktu dan tempat yang tidak akan habis bahkan waktu dan benda itu termasuk alam juga, yang adanya mendahului alam benda. 4) Antara Allah Swt dengan alam semesta terdapat seperti halnya hubungan negara dengan kepala Negara, karena kedudukan-Nya sebagai pencipta maka Allah itu berbeda dengan cosmos atau alam semesta. 5) Penghubung utama antara Allah Swt dengan alam ialah intellegensia, yang bertingkat, seperti susunan bintang-bintang di langit. Sesuai dengan keyakinan kaum teolog Muslim, Alam diciptakan Allah dari tidak ada menjadi ada, sementara itu menurut filsuf muslim, alam ini Kadim yang artinya alam ini diciptakan dari sesuatu materi yang sudah ada. Ibnu Rusyd dalam mendukung pendapat ahli filsof yang lain ia mengemukakan sejumlah ayat Al-Quran diantaranya sebagai berikut: 1) Surah. Hud ayat 7 yang artinya: Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan ‘Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya. Jika engkau berkata (kepada pendusuk Mekah).Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan setelah mati, niscaya orang kafir itu akan berkata, ini hanyalah sihir yang nyata. 2) Surah Al-Anbiya’: 30, yang artinya: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian kami pisahkan antara
15
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
keduanya dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa mereka tidak beriman? 3) Surah Fussilat ayat 11 yang artinya: Kemudian Dia menuju langitdan (langit) itu asih berupa asap, lalu dia berfirman kepadanya dan kepada bumi, datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa. Keduanya menjawab, kami datang dengan patuh. Menurut Ibnu Rusyd perbedaan diantara mereka disebabkan dalam memberi arti al-hadis dan qadim. Menurut kaum teolog muslim, Al-hadis berarti menciptakan dari tiada menjadi ada, sedang kan menurut kaum filsuf muslim berarti mewujudkan dari ada menjadi ada dari bentuk lain.22 Qadim menurut kaum teolog muslim adalah sesuatu yang mempunyai wujud tanpa sebab, sedangkan menurut kaum filsuf muslim adalah sesuatu yang kejadianya dalam keadaan terus menerus tanpa awal adan akhir. Dalam Fasl Al-Maqal, Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa perselisihan antara mereka tentang alam ini hanyalah perselisihan dari segi penanaman atau semantik. Mereka membagi bahwa yang ada ini terbagi menjadi tiga: 1) Jenis pertama, wujudnya karena sesuatu yang lain dan dari sesuatu dengan arti wujudnya ada pencipta dan diciptakan dari benda serta didahulii oleh zaman. Wujud ini mereka namakan dengan baru. 2) Jenis kedua, wujudnya karena tidak ada sesuatu, tidak pula dari sesuatu dan tidak didahului oleh zaman. Wujud ini mereka sepakat dan dinamakan dengan qadim. Wujud yang qadim inilah yang dinamakan dengan yang Allah. 3) Wujud yang ketiga adalah wujud yang berda di tengah-tengah kedua jenis di atas, yaitu wujud yang tidak terjadi bersal dari sesuatu dan tidak dapat di dahului oleh zaman,tetapi terjadinya karena sesuatu yang diciptakan. Wujud jenis ini adalah alam semesta. Wujud alam ini ada kemiripanya dengan jenis wujud yang pertama dan kedua. Di 22
Ibnu Rusyd.Tahafut, Tahaqiq Sulaiman Dunya, (Kairo: Dar Al-Maarif,1971). h. 362.
16
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
katakan mirip dengan yang pertama karena wujudnya dapat dilihat oleh panca indra, dan dikatakan seperti wujud yang kedua karena tidak didahului oleh zaman dan adanya sejak azali.23 Bagi Ibnu Rusyd, alam ini adalah qadim karena ia wujud dengan kemauan Tuhan, sedangkan kemauan-Nya tidak bisa ditolak dan tidak ada permulaan.Kadimnya alam tidak membawa pada politeisme atau ateisme karena kadim dalam pemikiran filsafat bukan hanya berarti sesuatu yang tidak diciptakan tetapi juga berarti sesuatu yang diciptakan dalam keaadaan terus menerus, mulai dari zaman yang tidak bermula pada masa lampau sampai ke zaman tak berakhir pada masa mendatang. Jadi Tuhan kadim berarti Tuhan tidak diciptakan, tetapi adalah pencipta. Dan alam kadim berarti alam di ciptakan dalam keadaan terus menerus dari zaman tak bermula ke zaman tak berakhir. c.
Al-Kindi Al-Kindi lahir di Irak pada tahun 801M/185 H dengan nama lengkap Abu Yusuf Ya’kub Ibnu Ishaq Ibnu Sabbah ibn ‘Imran Ibnu Ismail ,Ibnu Muhammad Ibnu Asy-Sya’at ibn Qais.24 Ia adalah salah seorang filosof yang menentang bahwa alam itu kodim, 25 yang didasarkan pada teori matematika dalam pandanganya mengenai alam, dan ia memastikan bahwa alam itu berakhir (mutanahin). Dalam bukunya “Rasa’il Al-Kindi Al-Falsafiyah”, menjelaskan bahwa alam ini di jadikan Tuhan dari yang tidak ada menjadi ada dan Tuhan yang mengendalikan, mengatur serta menjadikanya sebab yang lain. Ia juga mengemukakan tiga argumen, yakni gerak, zaman, dan benda. Benda menjadi ada harus ada gerak. Masa gerak menunjukkan adanya zaman. Adanya gerak tentu mengharuskan adanya benda. Mustahil kiranya ada gerak tanpa adanya benda. Ketiganya 23
Sirajuddin Zar. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004). h. 228. 24 M.M. Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung:Mizan, 1985). h. 11. 25 Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1988). h. 143.
17
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
sejalan akan berakhir di sisi lain, benda memiliki tiga dimensi, yaitu panjang, lebar dan tinggi. Ketiga dimensi ini membuktikan bahwa benda tersusun, dan setiap yang tersusun tidak dapat dikatakan qadim. Al-Kindi menolak secara tegas pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam terbatas oleh ruang, tetapi tak terbatas oleh waktu karena gerak alam seabadi penggerak tak tergerakan.26 Keabadian alam dalam pemikiran islam ditolak karena Islam berpendirian bahwa alam diciptakan . Ibnu Sina dan Ibn Rusyd dituduh sebagai ateis karena menganggap bahwa alam ini kekal. Masalah ini menjadi masalah penting dalam filsafat Islam, termasuk Al-Gazali yang menyebutkan dua puluh dari sanggahan terhadap para filsuf dalam dalam Tahaful Al-falasifah. d. Ibnu Tufail Nama lengkap Ibnu Tufail adalah Abu Bakar Muhammmad Ibnu ‘Abd Al-malik ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Tufail yang lahir pada tahun 506 H/1110M di Spanyol.27 Menurut Ibnu Tufail alam ini qadim dan juga baru. Alam qadim karena Allah menciptakan sejak azali, tanpa tidak didahului oleh zaman. Dilihat dari esensinya, alam adalah baru kerena terwujudnya alam (ma’lul) bergantung pada zat Allah. Pandangan Ibnu Tufail sama dengan pandangan Aristoteles yang menyatakan alam alam qadim dengan kaum ortodoks Islam yang menyatakan alam baru. Ibnu Tufail untuk memperjelas pendapatnyamemberikan contoh sebagai berikut: sebagaimana ketika anda menggenggam sebuah benda, kemudian anda gerakan dengan tangan anda, maka benda mesti bergerak mengikuti tangan anda. Gerakan benda tidak terlambat dari segi zaman dan hanya keterlambatan di segi zat. Demikian pula alam, seluruhnya merupakan akibat dan diciptakan oleh Allah tanpa zaman. Firman Allah dalam Surah Yasin ayat 50, yang artinya: 26 27
Yaya Sunarya. Pengantar Filsafat. h. 88 M.M. Syarif, Para Filosof Muslim, h. 173-174
18
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila ia menghendaki sesuatu hanyalah berfirman , jadilah! maka terjadilah ia. e.
Nasirudin Al-Tusi Nasirudin Al-Tusi dalam karyanya Tasawwurat (yang di tulis pada masa pemerintahan Isma’iliyyah) awalnya ia mengecam creatio ex nihilo, dengan mengemukakan bahwa dunia ini kekal karena kekuasaan Tuhan yang menyempurnakannya meski dalam hak dan kekuatanya sendiri ia tercipta. Dalam karyanya yaitu fusul, Tusi meninggalkan sikap tersebut dan mendukung doktrin ortodoks mengenai creatio ex nihilo, pandangan yang menyatakan adanya waktu ketika dunia ini belum maujud, kemudian Tuhan menciptakannya dari yang tidak ada menjadi ada. Secara jelas mengisyaratkan bahwa Tuhan bukanlah pencipta sebelumnya adanya penciptaan dunia ini atau kekuatan penciptan-Nya masih bersifat potensial yang kemudian hari baru dapat diwujudkan, dan ini merupakan sangkalan atas daya ciptanya yang kekal. Dengan menggolongkan zat menjadi yang pasti dan yang mungkin, dia mengemukakan bahwa eksistensi yang mungkin itu bergantung kepada yang pasti. Dan karena ia maujud akibat sesuatu yang lain dari dirinya tidak dapat dikatakan bahwa ia dalam keadaan maujud sebab penciptaan yang maujud itu mustahil. Dan kerena sesuatu yang maujud itu tidak ada, begitu juga kemaujudan yang pasti itu menciptakan yang mustahil itu dari ketiadaan. Proses semacam itu disebut penciptaan, sedangkan hal-hal yang ada itu disebut yang tercipta (muhdas).28 Perdebatan yang tidak berkesudahan antara pemikiran Al-Gazali dengan Ibnu Rusyd ataupun dengan para filsuf yang lain tentang qadimnya alam semua tidak dapat dipersalahkan. Perbedaan itu wajar dan timbul karena mereka memiliki tafsiran masing-masing terhadap ayat Al-Qur’an tentang penciptaan alam. Sebab dalil-dalilyang membuktikan 28
Yaya Sunarya. Pengantar Filsafat. h. 157
19
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
ke-qadimanya sama kuatnya dengan dalil-dalil yang membuktikan keabaharuan alam.29 C. Kesimpulan Alam semesta oleh Allah tidak secara outomatis dan langsung ada, akan tetapi melalui proses yang sangat panjang dari masa ke masa yang melibatkan berbagai faktor dan aspek.Allah tidak menciptakan alam ini sekaligus akan tetapi justru karena ada proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang disebut dengan kehidupan baik bagi manusia ataupun bagi mahluk lain yang juga diberi hidup oleh Allah.Al-Ghozali juga menyatakan bahwa adanya alam diawali dari yang tidak ada sehingga alam tidak qadim dan yang menciptakan alam semesta adalah Allah Swt. Al-Farabi dan Ibnu Sina juga menyatakan bahwa Alam itu qadim karena Allah menciptakanya sejak azali. Menurut Ibnu Rusyd alam seluruhnya terdiri atas benda dan bentuk yang pada hakikatnya bersifat azali (kekal abadi), tetapi keazalianya berbeda jauh dari azalinya Tuhan, sedangkan menurut Ibnu Tufail alam, seluruhnya merupakan akibat dan diciptakan oleh Allah tanpa zaman.
Daftar Pustaka Al-Ahwani, Ahmad Fuad.1985. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus. Haji, Kurdi Ismail. Kiamat Menurut Ilmu Pengetahuan dan Al-Quran, Jakarta: Pustaka Amani,1996 John M. Echols dan Hasan shadily, kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996, Leaman, Oliver. 1989. Pengantar Filsafat Islam (Abad Pertengahan). Jakarta: Rajawali.
29
Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, h.157.
20
Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 1 Edisi Januari 2019 Siti Maunah, Hakikat Alam Semesta menurut Filsuf Islam
ISSN (printed) : 2086-3462 ISSN (online) : 2548-6993
Maslikhah. 2013. Alam Terkembang Menjadi Guru Memotret Fenomena Lingkungan Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup. Salatiga STAIN Salatiga Press. Napitupulu, Dedi Sahputra. Esensi Alam Semesta Perspektif Filsafat Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Islam. Vol. VI. No.1, Januari-Juni 2017 Guessoum, Nidhal. 2011, Islam dan Sains Modern, Terj. Maufur, Bandung: Mizan Pustaka. Rusyd, Ibnu. 1971, Tahafut, Tahaqiq Sulaiman Dunya, Kairo Dar Al-Maarif. Sadullah, Uyoh. 2011, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfa Beta. Sahrodi, Jamali. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Arfino Raya. Sani, Ridwan Abdullah. 2015. Sain berbasis Al-quran, Jakarta: Bumi Aksara. Sunarya, Yaya. 2012. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Arfino Raya. Syarif. M.M. 1971, Para Filosof Muslim, Bandung: Mizan, 1985. Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Zar,Sirajuddin Zar, 2004, Filsafat Islam:Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
21