Data Loading...

5_6312213843229540431 (1) Flipbook PDF

5_6312213843229540431 (1)


396 Views
118 Downloads
FLIP PDF 1.81MB

DOWNLOAD FLIP

REPORT DMCA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana Pasal 72: 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

L IA

PA T

NIO MUN MO D RI

MO

E

R

AG

N

E W O R LD H

N D IAL ‹

‹

IT

E ‹ P AT R I MO

I

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Penerbitan Penerbitanbuku bukuini ini terlaksana terlaksana atas atasdukungan dukungandana danadari dariUNESCO. Direktorat PKPS. Tersesat di Jalan Yang Benar: Seribu Hari Mengelola Leuser © Wiratno. 2012 Penulis Kontributor

: Wiratno : Ian Singelton, Saiful Bahri, Ary Suhandi, Suci Utami Azhar, Koen Meyers,

:\LY:\Y`HKP>HOKP(aTP:\UKQH`H9H[UH/LUKYH[TVRV2HÄS@HTPU Ahtu Trihangga, Keleng Ukur, Seh Ukur Depari, Ujang Wishnu Barata, Anang Syarif Hidayat. Penyunting : Darmanto, Iwan Setiawan Tata letak isi : Rifky Foto sampul depan : Koen Meyers (Wildlife Conservation Society) Ilustrasi sapul belakang : Diding (FFI Medan) Foto-foto : Taman Nasional Gunung Leuser, Wiratno, Bisro Syahbani, Ratna /LUKYH[TVRV :\LY :\Y`HKP ,YUH@H`HZHU ,RVZPZ[LT 3L\ZLY 2VTWHZ Usu, Mahdi Ismail (FFI Aceh), Koen Meyers (Wildlife Conservation Society), Rina (UNESCO). Edisi Pertama, Desember 2012 Edisi Cetakan Kedua Hak Cipta © 2012 Perpustakaan Nasional dalam terbitan ;LYZLZH[KP1HSHU@HUN)LUHY!:LYPI\/HYP4LUNLSVSH3L\ZLY Indeks

ISBN : 978-602-61100-1-5 ISBN ;LYZLZH[KP1HSHU@HUN)LUHY!:LYPI\/HYP4LUNLSVSH3L\ZLY I. Judul II. Wiratno

Buku ini kupersembahkan untuk, yang tercinta Ibunda Soekapti, (Alm) Ayahanda Wirjono Oetomo, (Almh) Wiretnani, Wiretnowati, Wiranto Basuki, Widajatno, Rutiana Sri Handayani, Nining Wijayanti. Dan keluargaku, Asih Sumekarwati, Alif Penandaru Farhan, Hana Fairuzamira, Naufal Reyhan Mahasin.

ƬȳɀɁȳɁȯɂΎȲiΎƢȯȺȯȼΎɇȯȼȵΎƚȳȼȯɀ

vi

QS Ar Rum (30) Ayat 41 “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” QS Al A’raf (7) Ayat 56-58 “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (ayat 56) Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buahbuahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran (ayat 57). Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur (ayat 58) QS Al Hijr (15) Ayat 19 ”Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gununggunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran”.

ƬȳɀɁȳɁȯɂΎȲiΎƢȯȺȯȼΎɇȯȼȵΎƚȳȼȯɀ

vii

Setiap buku pada dasarnya adalah ajakan untuk suatu pertandingan diskursif. Sebagaimana setiap kitab dari pengarang mana pun yang pernah melihat terbit dan terbenamnya matahari, tidak lain daripada kata pengantar kepada buku lain lagi kelak di kemudian hari, yang jauh-jauh lebih penting Daniel Dhakidae [ 2003 ] Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru”

Paulo Coelho Quotes from Veronika Decides to Die “…in all the woods and forests, God did not create a single leaf the same as any other… People go against nature because they lack the courage to be different.” Paulo Coelho, Brida ¸7LVWSLNP]LÅV^LYZHZWYLZLU[ILJH\ZLÅV^LYZJVU[HPU[Y\LTLHUPUNVM SV]L(U`VUL^OV[YPLZ[VWVZZLZHÅV^LY^PSSOH]L[V^H[JOP[ZILH\[` MHKPUN)\[PM`V\ZPTWS`SVVRH[HÅV^LYPU[OLÄLSK`V\»SSRLLWP[MVYL]LY That is what the forest taught me. That you will never be mine, and that is why I will never lose you.”

ƬȳɀɁȳɁȯɂΎȲiΎƢȯȺȯȼΎɇȯȼȵΎƚȳȼȯɀ

viii

Gunung Leuser Namamu dikenal seantero jagad raya, Keindahanmu jantung berdecak kagum, Engkau beri kehidupan, Kehidupan berkelanjutan, Membuat hati ingin melihat, Menikmati keunikanmu Dunia menyayangimu, Keberadaanmu sangat diharapkan, Gelarmu disebut paru-paru, Sumber inspirasi, daya alam genetika, plasma nutfah, dan lain sebagainya Keindahan yang kau miliki, Tergoda meraih untung, Hasrat niat membawamu pulang, Jadi hiasan dan bisu sesuai selera, Alam bersedih, Alam berduka, Gerangan apa dan mengapa, Masihkah ada secercah harapan, Penyembuh luka mendalam, Sahabat setia menjaga, menemani, Walau tenaga, kemampuan terbatas, ;HWPHKH@HUN4HOH(N\UNKHU2\HZH Semoga kasih setia menyertai.

Lembah Alas, Awal Juli 2005 Halomoan Ginting

ƫȯȻȰɃɂȯȼΎƥȳȼɂȳɀiΎƣȳȶɃɂȯȼȯȼ

K

awasan konservasi Indonesia seluas 27,2 juta hektar yang enam puluh persennya adalah taman nasional, merupakan keterwakilan dari sebagian

besar tipe ekosistem baik di hutan-hutan tropis, danau, lahan basah, rawa, danau, perairan pantai, dan laut. Kawasan konservasi tersebut menyumbangkan berbagai bentuk manfaat, baik ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan untuk kepentingan masyarakat setempat atau lokal, regional, dan nasional, juga ditingkat global yaitu, dalam hal pemanfaatan keragaman hayati dan karbon. Oleh karena itu, upaya-upaya pelestariannya menjadi tanggungjawab bersama. Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan salah satu dari 50 taman nasional, yang memiliki nilai konservasi yang tinggi, berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem regional dan menyangga kehidupan tidak kurang dari 4 juta masyarakat di Sumatera bagian Utara. Sedemikian pentingnya nilai keragamanhayati taman nasional ini, sehingga pada tahun 1981 mendapat pengakuan internasional dengan status sebagai Cagar Biosfer (1981) dan Warisan Dunia (2004). Kedua status tersebut ditetapkan oleh UNESCO melalui program Man and Biosphere (MAB) dan World Heritage Committee atas usulan Pemerintah Indonesia, setelah melalui suatu proses seleksi yang ketat. Taman-taman nasional di Indonesia adalah benteng terakhir pelestarian keanekaragaman hayati dan fungsinya sebagai sistem penyangga kehidupan bagi wilayah-wilayah produktif di sekitarnya. TNGL, seluas hampir 1 juta Ha itu, dideklarasi oleh Menteri Pertanian pada tahun 1980, yang merupakan salah

ƬȳɀɁȳɁȯɂΎȲiΎƢȯȺȯȼΎɇȯȼȵΎƚȳȼȯɀ

x

satu dari lima taman nasional pertama di Indonesia. TNGL adalah habitat satwa liar dilindungi, yaitu gajah Sumatera, badak Sumatera, orangutan Sumatera, dan harimau Sumatera, serta sebagai hulu dari beberapa daerah aliran sungai. Dengan demikian, pelestarian kawasan ini menjadi penting bagi daerah, nasional dan global. Penulis buku ini yang pernah menjabat sebagai Kepala TNGL (2005-2007) mencoba untuk mendokumentasikan hampir sebagian besar aspek pengelolaan kawasan selama hampir tiga tahun pengalamannya. Banyak persoalan dihadapi dan solusi-solusi yang diupayakan untuk menyelesaikannya, seperti kasus illegal logging yang terjadi di wilayah TNGL Kabupaten Aceh Tenggara dan perambahan sawit yang terjadi di Besitang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara, penguatan peran masyarakat dalam menjaga hutan, sebagaimana pengembangan ekowisata oleh Lembaga Pariwisata Tangkahan, Kabupaten Langkat yang terbukti berhasil. Semoga buku ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan pembangunan, pecinta dan pemerhati lingkungan, pelestari kawasan konservasi, peneliti, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya. Dapat membangun kesadaran tentang pentingnya pelestarian lingkungan untuk kepentingan generasi masa kini dan dapat menjamin pewarisannya bagi generasi mendatang dalam keadaan yang relatif masih utuh sesuai dengan fungsinya. Inilah tujuan utama yang menjadi mandat pemerintah untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan di seluruh tanah air, dalam arti luas, sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang dan Visi Kementerian Kehutanan: Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera.

/A\SRPÅP/HZHU:,44 4LU[LYP2LO\[HUHU9LW\ISPR0UKVULZPH

ƤȳɃɁȳɀΎ ƨȳȼɇȯȼȵȵȯΎƣȳȶiȲɃȾȯȼ

I

ndonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa, hampir semua kekayaan dunia. Dimulai dari posisinya di antara dua Benua, Asia dan Australia, dimana

di tengahnya dibelah oleh Garis Wallacea, yang dicirikan dengan perpaduan RL\UPRHUÅVYHKHUMH\UHKHYPKHYH[HU(ZPHKHU(\Z[YHSPH+P0UKVULZPHIHNPHU Tengah, masuk ke dalam Segitiga Karang Dunia (Coral Triangle). Posisi ini membuat Indonesia menjadi negara maritim yang diincar karena kekayaan dan kesehatan lautnya, yang menjadikannya lumbung perikanan dunia. Indonesia adalah negara yang terletak pada wilayah Ring of Fire. Jajaran N\U\UN HWP HR[PMU`H T\SHP KHYP 7\SH\ :\TH[LYH 1H^H )HSP 5\ZH;LUNNHYH )HYH[ 5\ZH ;LUNNHYH ;PT\Y ZHTWHP RL /HSTHOLYH KP PSH`HO 0 4LKHU WHKH [HO\U  menunjukkan luas area yang dirambah itu seluas 53,5Ha. Melalui serangkain proses hukum dan negosiasi, lahan tersebut dikembalikan kepada BBTNGL pada tahun 2006. Sayangnya, perusahaan yang telah merambah sejak 1990 tersebut, membiarkan kelapa sawitnya tetap tegak di dalam kawasan dan pemiliknya yang sekarang PT. MPP tetap memanen hasilnya.

ƬersesaɂΎȲiΎƢalanΎɇangΎBenar

98

Kondisi itu mendorong UNESCO, BBTNGL, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan menggagas upaya pemulihan kawasan dengan pendekatan ilmiah, yang runut dan terukur. Bukan sekedar menanam dan membiarkannya, tetapi memelihara dan memonitornya, sekaligus mengamankan kawasan. Tema yang diusung adalah Suksesi Hutan yang Dipercepat (Accelerated succession) dengan mengedepankan kualitas dan process oriented. Program ini dirancang melalui tiga tahap. Pertama, pemahaman dan pengkondisian melalui kajian sosial budaya di sekitar kawasan restorasi, kajian vegetasi, dan sosialisasi. Kedua berupa pembangunan pondok kerja, menyusun peta kerja, pelatihan teknis restorasi, penyiapan lahan, penumbangan pohon kelapa sawit, dan pembibitan. Ketiga berupa penanaman, pemeliharaan, pemantauan, dan dokumentasi data. Semua tahap itu dilakukan dengan mengedepankan proses dan pemahaman bersama mengenai pentingnya setiap tahapan untuk mencapai tujuan pemulihan kawasan.

ƣajianΎSȽsialΎBuȲaɇaΎMasɇarakaɂ Pada bulan Mei-Juni 2008, Sundjaya dari Yayasan Pendidikan Konservasi (YAPEKA) melakukan kajian untuk memahami kondisi sosial budaya masyarakat di sekitar kawasan restorasi, yaitu Desa Sei Serdang dan Namo Sialang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Proses pengumpulan data dan analisanya menggunakan perspektif antropologis, dengan cara wawancara dan kuisioner terstruktur. Berdasarkan studi ini diketahui bahwa persepsi masyarakat terhadap restorasi kawasan di TNGL, sangat dipengaruhi oleh pemahaman mereka pada Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) yang pernah mereka ketahui/ rasakan. Mereka mendapatkan upah dari proyek pemerintah GERHAN berupa membuat bibit, menggali lubang tanam, dan menanam pohon di TNGL. Restorasi merupakan istilah baru yang belum dipahami.

Bekerja˴ΎMembaca˴ΎMenulisΎȲanΎMerenung

99

Lokasi yang akan direstorasi telah diketahui sebagian besar masyarakat Sei Serdang dan Namo Sialang sebagai bekas area PT. Mutiara Sei Lepan (MSL) yang kini dikuasai PT. MPP. Tindakan TNGL terhadap perusahaan perkebunan sempat dianggap sebagai tindakan positif. Namun adanya pemanenan sawit oleh PT. MPP telah menurunkan penilaian masyarakat bahkan menimbulkan ketidakpercayaan pada ketegasan TNGL. Kajian itu mendorong agar program restorasi dilakukan dengan memperhatikan aspek yang akan menumbuhkan kepercayaan dan persepsi positif di masyarakat, antara lain pola tanam-pelihara yang terukur, menumbangkan kelapa sawit, memperjelas batas, dan bertindak tegas terhadap aktivitas ilegal di sekitar TNGL.

ƪancanganΎƬeknisΎƪesɂȽrasi Pada bulan Juli-Agustus 2008, Dr. Ismayadi Samsoedin dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Puslitbanghut) membuat rancangan restorasi dengan terlebih dahulu mengetahui kondisi suksesi dan vegetasi yang ada di hutan sekitar area restorasi. Berdasarkan inventarisasi dan analisa vegetasi yang dilakukan pada satu hektar plot, ditemukan 22 jenis dominan dari total 130 jenis pohon. Jenis-jenis dominan tersebut menjadi prioritas yang akan ditanam agar sesuai dengan kondisi suksesi hutan di sekitarnya. Rancangan ini juga memuat teknik-teknik restorasi, silabus pelatihan, teknik penanaman dan pemeliharaan, monitoring dan evaluasi serta kalkulasi perkiraan dana. +HSHTWLSHRZHUHHUU`HZLQ\TSHOTVKPÄRHZPKPRLTIHUNRHU\U[\RTLUNH[HZP kendala di lapangan, seperti kondisi tanah, keterbukaan lahan, ketersediaan bibit, pupuk, dan gangguan satwa liar.

SȽsialisasiΎƪesɂȽrasi UNESCO bekerjasama dengan Wildlife Conservation Society (WCS) dan BBTNGL melaksanakan survey Knowledge, Attitude and Practices (KAP)

ƬersesaɂΎȲiΎƢalanΎɇangΎBenar

100

untuk memahami kondisi di masyarakat sebelum melakukan sosialisasi restorasi. Sebanyak 283 responden dari 13 desa berpartisipasi dalam survey KAP. Mereka sepakat adanya kerusakan di TNGL dan bersedia mendukung upaya pemulihannya dan peningkatan kualitas taman nasional. Sosialisasi dilakukan melalui serangkaian pertemuan di tingkat desa, pelatihan kader konservasi, kunjungan ke sekolah-sekolah dan kemah konservasi. Berbagai materi kampanye disiapkan, termasuk poster, buku, kaos, stiker, jam, dan tas. Sebanyak 1.241 pelajar dari 22 sekolah (SD, SMP, SMA) yang ada di 10 desa target, telah dikunjungi oleh tim sosialisasi antara Oktober 2008-Januari 2009. Pelatihan kader konservasi bagi 33 perwakilan sekolah dan desa dilakukan awal Desember 2008. Tidak kurang dari 320 orang menghadiri pertemuan dan diskusi kelompok di 6 desa target di sekitar area restorasi. Sosialisasi bagi pelajar ditutup dengan kemah konservasi pada 1518 Januari 2009 yang dihadiri 196 pelajar dari 21 sekolah. Pada kegiatan itu diberikan berbagai materi mengenai konservasi dan

restorasi melalui

permainan, multimedia, trekking, dan penanaman pohon di area restorasi. Pada awal Februari 2009, sebanyak 12 wartawan dari 10 media koran, radio, dan televisi diundang untuk meninjau dan mendapatkan penjelasan mengenai program restorasi. Beberapa artikel diterbitkan di Koran lokal, dan juga talk show di televisi dan radio.

ƨȽnȲȽkΎƪesɂȽrasi Sebuah pondok kerja, yang kami namakan Pondok Restorasi, ukuran 6m x 9,5m dibangun di area restorasi sebagai tempat tinggal Tim Restorasi. Pondok ini merupakan pusat kegiatan restorasi dan memantau keamanan kawasan. Di halaman pondok ini dibangun bedeng-bedeng pembibitan dan plot demonstrasi (demplot). Posisinya yang strategis memudahkan tim Restorasi memantau akses jalan masuk ke dalam kawasan. Pondok dilengkapi dengan kamar mandi dan toilet sederhana, dapur, meja dan kursi kerja, serta listrik dari generator.

Bekerja˴ΎMembaca˴ΎMenulisΎȲanΎMerenung

101

Gambar 11. Pondok Restorasi sebagai pusat kegiatan restorasi di kawasan Resort Cinta Raja, Seksi VI Besitang, BPTN III Stabat, yang mengusung Suksesi Hutan yang Dipercepat. (Sumber: Suer Suryadi, UNESCO-TNGL).

ƙnalisaΎƛiɂraΎSaɂeliɂ Tim GIS dari UNESCO menganalisa citra satelit SPOT IMAGE 2,5m akuisisi Maret 2007 (citra terbaik yang ada saat itu), untuk mengetahui kawasan yang telah rusak dan kondisi tutupan hutan di area restorasi dan sekitarnya. Ground check dilakukan di awal September 2008 untuk membantu analisa citra satelit. Hasil analisa dikombinasikan dengan peta tata batas TNGL tahun 2002, maka dibuatlah peta kerja di area restorasi. Untuk memastikan batas kawasan dengan perkebunan sawit PT. MPP, tim GIS UNESCO, Balai Besar TNGL dan BPKH Wilayah I Medan, melakukan rekonstruksi batas TNGL di sekitar area restorasi sepanjang 3 km. Sebanyak 3 kali rekonstruksi telah dilakukan di jalur yang sama, namun hasilnya justru

ƬersesaɂΎȲiΎƢalanΎɇangΎBenar

102

membingungkan dan tidak dapat diterima oleh PT. MPP dan Balai Besar TNGL. Pembahasan antara Balai Besar TNGL dan BPKH I Medan juga tidak menemui [P[PR[LT\KHURLQLSHZHUIH[HZ3.000mm/tahun). Namun demikian, berbagai kegiatan logging yang masuk ke dalam kawasan TNGL dicurigai banyak pihak memicu terjadinya banjir bandang, seperti yang terjadi pada tanggal 26 April 2005, di desa Lawe Mengkudu, Kecamatan Badar, Kabupaten Aceh Tenggara, yang menelan korban 14 jiwa dan puluhan rumah hancur dan hanyut. Hal serupa terjadi pada tanggal 18 Oktober 2005, desa Simpang Semadam Kecamatan Semadam dengan menelan korban 20 jiwa dan menhancurkan 698 unit rumah penduduk serta + 350Ha lahan pertanian masyarakat dimana dibutuhkan waktu yang panjang untuk mengembalikan ke kondisi semula. Berdasarkan analisis dari Yayasan Leuser International (YLI), kelerengan di atas Simpang Semadam didominasi dengan lereng 25-40% dan > 40%; jenis tanahnya podsolik coklat dan litosol, sedangkan di wilayah bawah di Simpang Semadam adalah aluvial dan kombinasi aluvial dan regosol. Kondisi

Kutacane

127

ini dipicu pula dengan curah hujan di sekitar Simpang Semadam, berkisar 2100-4100mm/tahun. Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa kawasan Leuser memang kawasan `HUNZHUNH[YLU[HURHYLUHMHR[VYNLVSVNPIPVÄZPRKHUPRSPTU`H6SLORHYLUHP[\ menjadi pembelajaran bersama, bagaimana sebaiknya memperlakukan kawasan Leuser dengan lebih bijaksana dan terpadu. Penebangan kayu skala besar di wilayah yang sangat rentan tersebut akan menambah kerentannya dan menambah kekhawatiran akan terulangnya bencana banjir bandang serupa, di kemudian hari. Perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan berbagai aspek tersebut menjadi suatu keniscayaan. Titi Pasir merupakan Kampung yang terbukti terdapat illegal logging sejak tahun 1998-2002, sebagaimana ditemukan oleh Tim Terpadu dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia yang melakukan peninjauan ke lapangan pada tanggal 27 Oktober 2005. Dan Titi Pasir merupakan kampung di Kecamatan Simpang Semadam yang terlanda banjir bandang. Akumulasi dari kerusakan parah akibat illegal logging itulah yang menjadi faktor pemicu dan faktor yang memperbesar terjadikan bencana.

Gambar 17. Banjir Simpang Semadam. (Sumber: Yasin - TNGL, Desember 2005).

128 ƬersesatΎȲiΎƢalanΎɇangΎBenar

Gambar 18. Peta Kelerengan di Simpang Semadam. (Sumber : Yayasan Leuser International).

9 ƧrangutanΎSemiΎƤiarΎȲanΎƯisataΎ ƙlamΎȲiΎBukitΎƤaɅang KȽntributȽr˶ΎơanΎSingletȽnΎȲanΎSuherrɇΎƙȾriantȽ

ƨenurunanΎƨȽȾulasiΎƧrangutanΎƤiarΎ Orangutan pernah tersebar mulai dari Cina selatan hingga pulau Jawa tetapi dewasa ini hanya ditemukan di pulau Borneo dan Sumatera, sebagai dua spesies yang berbeda; Pongo pygmaeus di Borneo dan Pongo abelii di Sumatera. Orangutan Borneo terbagi 3 sub-spesies yang berbeda; Pongo p. pygmaeus (di bagian barat laut Kalimantan), Pongo p. wurmbii (di bagian selatan dan barat daya Kalimantan) dan Pongo p. morio (di Kalimantan Timur dan Sabah; Groves, 2001). Pada dekade terakhir ini jumlah populasi orangutan di kedua pulau tersebut telah menurun secara dramatis sebagai akibat dari penebangan kayu legal dan ilegal, konversi hutan menjadi areal perkebunan perkebunan kelapa sawit, kebakaran, pembunuhan ilegal, dan penangkapan individu liar. Publikasi paling terakhir memperkirakan, populasi orangutan saat ini tinggal sekitar 6.600 orangutan Sumatera liar dan sekitar 54.000 orangutan Borneo yang masih tersisa (Wich et al, 2008). Sehubungan dengan penurunan yang tajam populasi orangutan di kedua pulau ini dalam beberapa tahun terakhir, maka orangutan Borneo KPRSHZPÄRHZPRHU VSLO 0