Ayat-Ayat Api by Sapardi Djoko Damono Flipbook PDF

Ayat-Ayat Api by Sapardi Djoko Damono
Author:  a

59 downloads 121 Views 2MB Size

Story Transcript

ayat-ayat api

www.facebook.com/indonesiapustaka

Sapardi Djoko Damono

www.facebook.com/indonesiapustaka

www.facebook.com/indonesiapustaka

Ayat-ayat Api

1.

2.

www.facebook.com/indonesiapustaka

3.

4.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Setiap orang yang dengan tanpa hak dan atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan atau huruf h, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Setiap orang yang dengan tanpa hak dan atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan atau huruf g, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah). Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah).

Ayat-ayat Api

www.facebook.com/indonesiapustaka

SAPARDI DJOKO DAMONO

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

AyAt-AyAt Api Sapardi Djoko Damono GM 617 202.009 Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok 1 lt. 5 Jl. Palmerah Barat No. 29–37 Jakarta 10270 Anggota IAPI Diterbitkan pertama kali pada Maret 2000 oleh Pustaka Firdaus Penyelia naskah Mirna Yulistianti Desain sampul Staven Andersen Proof reader Sasa Seting Fitri Yuniar Cetakan pertama Maret 2017

www.facebook.com/indonesiapustaka

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

ISBN 978–602–03–3953–5

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan

Daftar Isi ayat nol ruang ini, 3 catatan masa kecil 4, 4 aubade, 5 di depan pintu, 6 aku tengah menantimu, 7 garis, 8 pagi, 9 kamar, 10 percakapan, 11 sehabis percakapan, 12 sajak dalam tiga bagian, 13 jaring, 14 sunyi yang lebat, 15 salamku matahari, 16 sepasang lampu beca, 17

www.facebook.com/indonesiapustaka

ayat arloji dongeng marsinah, 21 bunga randu alas, 27 tentang mahasiswa yang mati 1996, 28 yang paling menakjubkan, 29 iklan, 30 kelereng, 31 ibu, 32 tiga sajak ringkas tentang cahaya, 33 hawa dingin, 36 adam dan hawa, 37 memancing, 38 ruang tunggu, 39

terbaring, 40 tiga sajak kecil, 41 layang-layang, 43 rumah oom yos, 44 ayat-ayat tokyo, 46 ayat-ayat kyoto, 48 sajak, 49 pertanyaan kerikil yang goblok, 50 dongeng kucing, 51 tukang kebun, 52 pada suatu magrib, 53 jakarta juli 1996, 54 dalam setiap diri kita, 55 sebelum fajar, 56 buku cerita anak, 57 sonet: entah sejak kapan, 58 sajak-sajak kecil tentang cinta, 59 ia tak pernah, 60 tentu. kau boleh, 61 pohon di tepi jalan, 62 sonet: kau bertanya apa, 63 kata, 1, 64 kata, 2, 65 pokok kayu, 66 ada pohon bernapas, 67 akik, 68

www.facebook.com/indonesiapustaka

ayat api ayat-ayat api, 71 tentang penulis, 88

www.facebook.com/indonesiapustaka

bismillah

www.facebook.com/indonesiapustaka

www.facebook.com/indonesiapustaka

ayat nol

www.facebook.com/indonesiapustaka

Ayat-Ayat Api

RUANG INI

kau seolah mengerti: tak ada lubang angin di ruang terkunci ini seberkas bunga plastik di atas meja, asbak yang penuh, dan sebuah buku yang terbuka pada halaman pertama

www.facebook.com/indonesiapustaka

kaucari catatan kaki itu, sia-sia

3

Sapardi Djoko Damono

CATATAN MASA KECIL, 4

www.facebook.com/indonesiapustaka

Ia tak pernah sempat bertanya kenapa dua kali dua hasilnya sama dengan dua tambah dua sedangkan satu kali satu lebih kecil dari satu tambah satu dan tiga kali tiga lebih besar dari tiga tambah tiga. Sejak semula ia sayang pada angka nol. Dan setiap kali ia menghitung dua tambah tiga kali empat kurang dua ia selalu teringat waktu terjaga malam-malam ketika ibunya sakit keras dan ayahnya tidak ada di rumah dan di halaman terdengar langkah-langkah bakiak almarhum neneknya dan ia ingin kencing tetapi takut ke kamar kecil yang dekat sumur itu dan lalu kencing saja di kasur. Sungguh, sejak semula ia hanya mempercayai angka nol.

4

Ayat-Ayat Api

AUBADE

www.facebook.com/indonesiapustaka

percik-percik cahaya. Lalu kembali hijau namamu, daun yang menjelma kupu-kupu, ketika anak-anak bernyanyi— melintas di depan jendela itu lalu kembali cahaya sebutanmu, hatiku pagi ini

5

Sapardi Djoko Damono

DI DEPAN PINTU

www.facebook.com/indonesiapustaka

di depan pintu: bayang-bayang bulan terdiam di rumput. Cahaya yang tiba-tiba pasang mengajaknya pergi menghitung jarak dengan sunyi

6

Ayat-Ayat Api

AKU TENGAH MENANTIMU

aku tengah menantimu, mengejang bunga randu alas di pucuk kemarau yang mulai gundul itu berapa juni saja menguncup dalam diriku dan kemudian layu yang telah hati-hati kucatat, tapi diam-diam terlepas awan-awan kecil melintas di atas jembatan itu, aku menantimu musim telah mengembun di antara bulu-bulu mataku kudengar berulang suara gelombang udara memecah nafsu dan gairah telanjang di sini, bintang-bintang gelisah

www.facebook.com/indonesiapustaka

telah rontok kemarau-kemarau yang tipis; ada yang mendadak sepi di tengah riuh bunga randu alas dan kembang turi aku pun menanti barangkali semakin jarang awan-awan melintas di sana dan tak ada, kau pun, yang merasa ditunggu begitu lama

7

Sapardi Djoko Damono

GARIS

menyayat garis-garis hitam atas warna keemasan; di musim apa Kita mesti berpisah tanpa membungkukkan selamat jalan? sewaktu cahaya tertoreh ruang hening oleh bisik pisau; Dikau-kah debu, bianglala itu, kabut diriku?

www.facebook.com/indonesiapustaka

dan garis-garis tajam (berulang kembali, berulang ditolakkan) atas latar keemasan pertanda aku pun hamil. Kau-tinggalkan

8

Ayat-Ayat Api

PAGI

ketika angin pagi tiba kita seketika tak ada di mana saja. Di mana saja bayang-bayang gema cinta kita yang semalam sibuk menerka-nerka di antara meja, kursi, dan jendela? Kamar berkabut setiap saat kita berada, jam-jam terdiam sampai kita gaib begitu saja. Ketika angin

www.facebook.com/indonesiapustaka

pagi tiba tak terdengar “Di mana kita?”— masing-masing mulai kembali berkelana cinta yang menyusur jejak Cinta yang pada kita tak habis-habisnya menerka

9

Sapardi Djoko Damono

KAMAR

ketika kumasuki kamar ini pasti dikenalnya kembali aku suara langkahku, nafasku dan ujung-ujung jari yang dulu menyentuhnya dan kali ini – pertemuan ini tanpa jam dinding begitu saja di suatu sore hari sewaktu percakapan tak diperlukan lagi

www.facebook.com/indonesiapustaka

tanpa engahan-engahan pendek tanpa “malam begitu cepat lalu!” dan kulihat bibir-bibirnya sembilu menoreh kenanganku

10

Ayat-Ayat Api

PERCAKAPAN

lalu ke mana lagi percakapan kita (desah jam menggigilkan ruangan, kata-kata yang sudah dikosongkan. Semakin hijau pohonan di luar sehabis hujan semalaman; semakin merah

www.facebook.com/indonesiapustaka

bunga-bunga ros di bawah jendela; dan kabut, dan kabut yang selalu membuat kita lupa) sehabis hujan, sewaktu masing-masing mencoba mengingat-ingat nama, jam semakin putih tik-toknya

11

Sapardi Djoko Damono

SEHABIS PERCAKAPAN

www.facebook.com/indonesiapustaka

sehabis percakapan pendek warna-warna menyisih ke putih; tamasya yang di luar sia-sia menunggu

12

Ayat-Ayat Api

SAJAK DALAM TIGA BAGIAN

/i/ dingin malamkah ini yang kukembalikan padamu sepenuhnya? Warna-warni mendadak gaib dalam putih. Tinggal sengal

/ii/ di balik rumpun bambu itu aku tersayat menunggu, begitu katamu; ah, kau telah menggodaku untuk bunuh diri kalau kali ini pun palsu

www.facebook.com/indonesiapustaka

/iii/ bintang-bintang yang dingin itu telah membuatku mabuk, menyebut-nyebut namamu angin yang tajam itu telah membuatku mabuk, menyebutnyebut namamu bunga rumput liar itu telah membuatku mabuk, menyebutnyebut namamu ternyata sudah lama aku berniat membunuhmu, kekal padamu

13

Sapardi Djoko Damono

JARING

www.facebook.com/indonesiapustaka

maka berpecahan bunga api. Diam pun (katakan sesuatu, bisikmu) meretas di antara berkas-berkas nafasmu. Kubayangkan capung pada jaring laba-laba, pada silangan-silangan cahaya

14

Ayat-Ayat Api

SUNYI YANG LEBAT

www.facebook.com/indonesiapustaka

sunyi sunyi sunyi sunyi

yang lebat: ujung-ujung jari yang lebat: bola mata dan gendang telinga yang lebat: lidah dan lubang hidung yang dikenal sebagai hutan: pohon-pohon roboh, margasatwa membusuk di tepi sungai kering, para pemburu mencari jejak pancaindra…

15

Sapardi Djoko Damono

SALAMKU MATAHARI

www.facebook.com/indonesiapustaka

salamku matahari! Yang membagi-bagikan warna di laut, di padang-padang yang dilupakan ketika layar perahu mengigau tentang bunga ilalang panjang

16

Ayat-Ayat Api

SEPASANG LAMPU BECA untuk Isma Sawitri

www.facebook.com/indonesiapustaka

ada sepasang lampu beca bernyanyi lirih di muara gang tengah malam sementara si abang sudah tertidur sebelum gerimis reda mereka harus tetap bernyanyi sebab kalau sunyi tiba-tiba sempurna bunga yang tadi siang tanggal dari keranda lewat itu akan mendadak semerbak dan menyusup ke dalam pori-pori si abang beca lalu mengalir di sela-sela darahnya sehingga ia merasa sedang bertapa dalam sebuah gua digoda oleh seribu bidadari yang menjemputnya ke suralaya dan hai selamat tinggal dunia

17

www.facebook.com/indonesiapustaka

www.facebook.com/indonesiapustaka

ayat arloji

www.facebook.com/indonesiapustaka

Ayat-Ayat Api

DONGENG MARSINAH

/1/

Marsinah buruh pabrik arloji, mengurus presisi: merakit jarum, sekrup, dan roda gigi; waktu memang tak pernah kompromi, ia sangat cermat dan pasti.

www.facebook.com/indonesiapustaka

Marsinah itu arloji sejati, tak lelah berdetak memintal kefanaan yang abadi: “kami ini tak banyak kehendak, sekedar hidup layak, sebutir nasi.”

21

Sapardi Djoko Damono

/2/

Marsinah, kita tahu, tak bersenjata, ia hanya suka merebus kata sampai mendidih, lalu meluap ke mana-mana. “Ia suka berpikir,” kata Siapa, “itu sangat berbahaya.”

www.facebook.com/indonesiapustaka

Marsinah tak ingin menyulut api, ia hanya memutar jarum arloji agar sesuai dengan matahari. “Ia tahu hakikat waktu,” kata Siapa, “dan harus dikembalikan ke asalnya, debu.”

22

Ayat-Ayat Api

/3/

Di hari baik bulan baik, Marsinah dijemput di rumah tumpangan untuk suatu perhelatan. Ia diantar ke rumah Siapa, ia disekap di ruang pengap, ia diikat ke kursi; mereka kira waktu bisa disumpal agar lengkingan detiknya tidak kedengaran lagi. Ia tidak diberi air, ia tidak diberi nasi; detik pun gerah berloncatan ke sana ke mari. Dalam perhelatan itu, kepalanya ditetak, selangkangnya diacak-acak, dan tubuhnya dibirulebamkan dengan besi batangan.

www.facebook.com/indonesiapustaka

Detik pun tergeletak, Marsinah pun abadi.

23

Sapardi Djoko Damono

/4/

Di hari baik bulan baik, tangis tak pantas. Angin dan debu jalan, klakson dan asap knalpot, mengiringkan jenazahnya ke Nganjuk. Semak-semak yang tak terurus dan tak pernah ambil peduli, meregang waktu bersaksi: Marsinah diseret dan dicampakkan— sempurna, sendiri.

www.facebook.com/indonesiapustaka

Pangeran, apakah sebenarnya inti kekejaman? Apakah sebenarnya sumber keserakahan? Apakah sebenarnya azas kekuasaan? Dan apakah sebenarnya hakikat kemanusiaan, Pangeran? Apakah ini? Apakah itu? Duh Gusti, apakah pula makna pertanyaan?

24

Ayat-Ayat Api

/5/

“Saya ini Marsinah, buruh pabrik arloji. Ini sorga, bukan? Jangan saya diusir ke dunia lagi; jangan saya dikirim ke neraka itu lagi.” (Malaikat tak suka banyak berkata, ia sudah paham maksudnya.) “Sengsara betul hidup di sana jika suka berpikir, jika suka memasak kata; apa sebaiknya menggelinding saja bagai bola sodok, bagai roda pedati?”

www.facebook.com/indonesiapustaka

(Malaikat tak suka banyak berkata, ia biarkan gerbang terbuka.) “Saya ini Marsinah, saya tak mengenal wanita berotot, yang mengepalkan tangan, yang tampangnya garang di poster-poster itu; saya tidak pernah jadi perhatian dalam upacara, dan tidak tahu harga sebuah lencana.” (Malaikat tak suka banyak berkata, tapi lihat, ia seperti terluka.) 25

Sapardi Djoko Damono

/6/

Marsinah itu arloji sejati, melingkar di pergelangan tangan kita ini; dirabanya denyut nadi kita, dan diingatkannya agar belajar memahami hakikat presisi. Kita tatap wajahnya setiap pergi dan pulang kerja, kita rasakan detak-detiknya di setiap getaran kata. Marsinah itu arloji sejati, melingkar di pergelangan tangan kita ini.

www.facebook.com/indonesiapustaka

(1993-1996)

26

Ayat-Ayat Api

BUNGA RANDU ALAS

www.facebook.com/indonesiapustaka

Bunga randu alas itu telah merekah, dan angin kemarau yang malam hari suka jadi sejuk sering lewat di sana. “Kenapa selalu terbayang bara sisa ketika kutatap bunga itu,” kata angin yang diam-diam terlanjur telah mencintainya. “Kenapa bukan warna subuh, atau setidaknya batu delima, atau apa saja asal bukan bara sisa.” Pohon randu alas itu menjulang di kuburan samping rumah kami; setiap kemarau bunga-bunganya yang merah suka melengking, bahkan sampai larut malam. Angin, yang sering terjepit di antara batang bambu, telah jatuh cinta padanya—hanya Tuhan yang tahu kenapa jadi begitu. Angin itu jugalah yang bersijingkat mengantar lengking bunga itu sampai ke sudut-sudut paling jauh dalam tidur nyenyakku. Dalam lengking bunga itulah tersirat lirih suaranya sendiri, “Mengapa bara sisa yang terbayang, dan bukan kobaran api?”

27

Sapardi Djoko Damono

www.facebook.com/indonesiapustaka

TENTANG MAHASISWA YANG MATI, 1996

Aku mencintainya sebab ia mati ketika ikut rame-rame hari itu. Aku tak mengenalnya, hanya dari koran, tidak begitu jelas memang, kenapanya atau bagaimananya (bukankah semuanya demikian juga?) tetapi rasanya cukup alasan untuk mencintainya. Ia bukan mahasiswaku. Dalam kelas mungkin saja ia suka ngantuk, atau selalu tampak sibuk mencatat, atau diam saja kalau ditanya, atau sudah terlanjur bodoh sebab ikut saja setiap ucapan gurunya. Atau malah terlalu suka membaca sehingga semua guru jadi asing baginya. Dan tiba-tiba saja, begitu saja, hari itu ia mati; begitu berita yang ada di koran pagi ini— entah kenapa aku mencintainya karena itu. Aneh, koran ternyata bisa juga membuat hubungan antara yang hidup dan yang mati, yang tak saling mengenal. Siapa namanya, mungkin disebut di koran, tapi aku tak ingat lagi, dan mungkin juga tak perlu peduli. Ia telah mati hari itu—dan ada saja yang jadi ribut. Di negeri orang mati, mungkin ia sempat merasa was-was akan nasib kita yang telah meributkan mahasiswa mati.

28

Ayat-Ayat Api

YANG PALING MENAKJUBKAN

Yang paling menakjubkan di dunia yang fana ini adalah segala sesuatu yang tidak ada. Soalnya, kita bisa membayangkan apa saja tentangnya, menjadikannya muara bagi segala yang luar biasa. Kita bisa membayangkannya sebagai jantung yang letih, yang dindingnya berlemak, yang memompa sel-sel darah agar bisa menerobos urat-urat yang sempit, yang tak lagi lentuk. Kita bisa membayangkannya sebagai bola mata yang tiba-tiba tak mampu membaca aksara di dinding kamar periksa seorang dokter ketika ditanya, “Apa yang Tuan lihat di sana?”

www.facebook.com/indonesiapustaka

Kita bisa membayangkannya sebagai lidah yang tiba-tiba dipaksa menjulur agar bisa diperiksa apakah kemarin, atau tahun lalu, atau entah kapan pernah mengucapkan suatu dosa, entah apa. Sungguh, yang paling menakjubkan di dunia kita ini adalah segala sesuatu yang tidak ada. Soalnya, kita boleh menyebut apa pun yang kita suka tentangnya sementara orang berhak juga menganggap kita gila.

29

Sapardi Djoko Damono

www.facebook.com/indonesiapustaka

IKLAN

Ia penggemar berat iklan. “Iklan itu sebenar-benar hiburan,” kata lelaki itu. “Siaran berita dan cerita itu sekedar selingan.” Ia tahan seharian di depan televisi. Istrinya suka menyediakan kopi dan kadang-kadang kacang atau kentang goreng untuk menemaninya mengunyah iklan. Anak perempuannya suka menatapnya aneh jika ia menirukan lagu iklan supermi—kepalanya bergoyanggoyang dan matanya berbinar-binar. Anak lelakinya sering memandangnya curiga jika ia tertawa melihat badut itu mengiklankan sepatu sendal—kakinya digerak-gerakkannya ke kanan-kiri. Dan istrinya suka tidak paham jika ia mendadak terbahak-bahak ketika menyaksikan iklan tentang kepedulian sosial itu—dua tangannya terkepal dan dihentak-hentakkannya. Lelaki itu meninggal seminggu yang lalu; konon yang terakhir diucapkannya sebelum “Allahuakbar” adalah “Hidup Iklan!” Sejak itu istrinya gemar duduk di depan televisi, besama anak-anaknya, menebaknebak iklan mana gerangan yang menurut dokter itu telah menyebabkannya begitu bersemangat sehingga jantungnya mendadak berhenti.

30

Ayat-Ayat Api

KELERENG

www.facebook.com/indonesiapustaka

Kalah main, kelerengku tinggal lima butir. Aku anak laki-laki, tidak boleh menangis, kata Ibu. Kupungut kelereng itu satu demi satu, kumasukkan ke saku. Di jalan pulang, selalu kuraba-raba sebab khawatir kalau-kalau ada yang terjatuh dari lubang kantung celanaku. Ketika mau belajar, selesai makan malam, kudapati kelerengku berkurang satu. Kutaruh semua yang sisa di atas meja, tak ada lagi yang bulat sempurna sebab seharian berbenturan dengan sesamanya, tetapi di mana gerangan kelerengku yang belimbing, yang warnanya biru? Aku anak laki-laki, tidak berhak menangis, kata Ibu. Aku boleh saja tak peduli, tetapi kelerengku yang lain—yang bintik-bintik, yang belimbing coklat, yang susu, dan yang loreng merah hijau—akan selalu bertanya padaku di mana gerangan temannya yang satu itu. Itu sebabnya aku harus mencarinya, tetapi ke mana aku tak tahu.

31

Sapardi Djoko Damono

www.facebook.com/indonesiapustaka

IBU

Ibu masih tinggal di kampung itu, ia sudah tua. Ia adalah perempuan yang menjadi korban mimpi-mimpi ayahku. Ayah sudah meninggal, ia dikuburkan di sebuah makam tua di kampung itu juga, beberapa langkah saja dari rumah kami. Dulu Ibu sering pergi sendirian ke makam, menyapu sampah dan, kadang-kadang, menebarkan beberapa kuntum bunga. “Ayahmu bukan pemimpi,” katanya yakin meskipun tidak berapi-api, “ia tahu benar apa yang akan terjadi.” Kini di makam itu sudah berdiri sebuah sekolah, Ayah digusur ke sebuah makam agak jauh di sebelah utara kota. Kalau aku kebetulan pulang, Ibu suka mengingatkanku untuk menengok makam Ayah, mengirim doa. Ibu sudah tua, tentu lebih mudah mengirim doa dari rumah saja. “Ayahmu dulu sangat sayang padamu, meskipun kau mungkin tak pernah mempercayai segala yang dikatakannya.” Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, sambil menengok ke luar jendela pesawat udara, sering kubayangkan Ibu berada di antara mega-mega. Aku berpikir, Ibu sebenarnya lebih pantas tinggal di sana, di antara bidadari-bidadari kecil yang dengan ringan terbang dari mega ke mega—dan tidak mondarmandir dari dapur ke tempat tidur, memberi makan dan menyusui anak-anaknya. “Sungguh, dulu ayahmu sangat sayang padamu,” kata Ibu selalu, “meskipun sering dikatakannya bahwa ia tak pernah bisa memahami igauanmu.” 32

Ayat-Ayat Api

TIGA SAJAK RINGKAS TENTANG CAHAYA

/1/ Cahaya itu, yang sesat di antara pencakar langit, sia-sia mencari bayang-bayangnya. “Apakah ada cahaya yang tanpa bayang-bayang?” pikirnya, ketika sore begitu cepat tiba dan matahari sampai serak memanggilnya.

www.facebook.com/indonesiapustaka

Malam hari, begitu banyak bayang-bayang bersijingkat di sekitar gedung-gedung tinggi ini. Mereka berjumpa si Sesat itu dan berkata, hampir serempak, “Tapi kau bukan sumberku!”

33

Sapardi Djoko Damono

/2/

www.facebook.com/indonesiapustaka

Pada suatu hari sebuah cahaya yang sangat terang berniat mencari sumbernya. Setelah menempuh hutan, menyusur sungai, mendaki gunung, dan meluncur di padang salju sampailah ia ke sebuah padang pasir. Suatu bayang-bayang yang sangat panjang, dan sangat hitam, menyambutnya, “Aku sumbermu,” katanya. Letih dan lelah, tokoh kita si cahaya terang itu berhenti dan berkata ya saja, meskipun ia curiga bagaimana bisa di padang pasir yang begitu luas dan rata dan tak ada sosok apa pun itu bisa tercipta bayang-bayang.

34

Ayat-Ayat Api

/3/

www.facebook.com/indonesiapustaka

Ketika bangun pagi ini, kudapati cahaya kecil, sisa semalam, bersembunyi di sudut kamarku. Aku hampir tidak mengenalinya sampai ketika aku hampir keluar kamar ia berkata, “Tutup kembali pintu itu, cepat, aku tak tahan menghadapi cahaya di luar itu!” Tentu saja, sumber mereka berbeda, pikirku. “Siapa bilang kegitu!” hardik cahaya di luar yang menyilaukan itu.

35

Sapardi Djoko Damono

HAWA DINGIN dingin malam memang tak pernah mau menegurmu, dan membiarkanmu telanjang; berdiri saja ia di sudut itu dan membentakku, “Ia hanya bayang-bayang!”

www.facebook.com/indonesiapustaka

“Bukan, ia tulang rusukku,” sahutku sambil menyaksikannya mendadak menyebar ke seluruh kamar—yang tersisa tinggal abu sesudah kita berdua habis terbakar

36

Ayat-Ayat Api

ADAM DAN HAWA

www.facebook.com/indonesiapustaka

biru langit menjadi sangat dalam awan menjelma burung berkas-berkas cahaya sibuk jalin-menjalin tanpa pola angin tersesat di antara sulur pohonan di hutan ketika Adam tiba-tiba saja melepaskan diri dari pelukan perempuan itu dan susah-payah berdiri, berkata “kau ternyata bukan perawan lagi lalu Siapa gerangan yang telah lebih dahulu menidurimu?”

37

Sapardi Djoko Damono

MEMANCING

batu kecil yang tadi iseng kaulemparkan ke dalam kolam pemancingan itu mendadak sadar dan membayangkan dirinya ikan yang menyambar-nyambar mata kailmu tapi batu kecil memang bukan ikan dan kailmu tidak dirancang untuk batu itu tapi kenapa kau suka iseng melempar-lemparkan sehingga batu itu mendambakan kailmu

www.facebook.com/indonesiapustaka

batu itu, murung, ada di dasar kolam sekarang di sekitarnya ikan-ikan tak acuh berseliweran sementara kailmu terpencil bergoyang-goyang di tepi kolam kau terkantuk-kantuk sendirian

38

Ayat-Ayat Api

RUANG TUNGGU

www.facebook.com/indonesiapustaka

ada yang terasa sakit di pusat perutnya ia pun pergi ke dokter belum ada seorang pun di ruang tunggu beberapa bangku panjang yang kosong tak juga mengundangnya duduk ia pun mondar-mandir saja menunggu dokter memanggilnya namun mendadak seperti didengarnya suara yang sangat lirih dari kamar periksa ada yang sedang menyanyikan beberapa ayat kitab suci yang sudah sangat dikenalnya tapi ia seperti takut mengikutinya seperti sudah lupa yang mana mungkin karena ia masih ingin sembuh dari sakitnya

39

Sapardi Djoko Damono

TERBARING

kalau aku terbaring sakit seperti ini suka kubayangkan ada selembar daun tua kena angin dan lepas dari tangkainya melayang ke sana ke mari tanpa tenaga

www.facebook.com/indonesiapustaka

kalau aku terbaring sakit seperti ini suka kubayangkan kalian nun di Bukit sana berebut menangkap daun yang melayang-layang itu dan penuh rindu menciumnya berulang kali

40

Ayat-Ayat Api

TIGA SAJAK KECIL

/1/ Pada suatu pagi hari seorang gadis kecil mengendarai selembar daun meniti berkas-berkas cahaya. “Mau ke mana, Wuk?” “Ke Selatan situ.” “Mau apa, Wuk?” “Menangkap kupu-kupu.”

/2/

www.facebook.com/indonesiapustaka

Pada suatu siang hari seorang gadis kecil belajar menggunting kertas, gorden, dan taplak meja; “Guntingan-guntingan ini indah sekali, akan kujahit jadi perca merah, hijau, dan biru bahan baju untuk Ibu.”

41

Sapardi Djoko Damono

/3/

Pada suatu malam hari seorang gadis kecil menodong ibunya membaca cerita nina-bobok sebelum tidur;

www.facebook.com/indonesiapustaka

“Malam ini Puteri Salju, kemarin Bawang Putih, besok Sinderela, ya Bu biar Pangeran datang menjemputku.”

42

Ayat-Ayat Api

LAYANG-LAYANG

Layang-layang barulah layang-layang jika ada angin memainkannya. Sementara terikat pada benang panjang, ia tak boleh diam—menggeleng ke kiri ke kanan, menukik, menyambar, atau menghindar dari layang-layang lain. Sejak membuatnya dari kertas tipis dan potongan bambu, anak-anak itu telah menjanjikan pertemuannya dengan angin. “Kita akan panggil angin Barat, bukan badai atau petir. Kita akan minta kambing mengembik, kuda meringkik, dan sapi melenguh agar angin meniupkan gerak-gerikmu, mengatur tegang-kendurnya benang itu.” Sejak itu ia tak habis-habisnya mengagumi angin, terutama ketika siang melandai dan aroma sore tercium di atas kota kecil itu.

www.facebook.com/indonesiapustaka

Dari angkasa disaksikannya kelak-kelok anak sungai, pohon-pohon jambu, asam jawa, bunga sepatu, lamtara, gang-gang kecil, orang-orang menimba di sumur tua, dan satu-dua sepeda melintas di jalan raya. Ia suka gemas pada angin. Ia telah menghayati sentuhan, terpaan, dan bantingannya; mungkin itu tanda bahwa ia telah mencintainya. Ia barulah layang-layang jika melayang, meski tak berhak membayangkan wajah angin. 43

Sapardi Djoko Damono

RUMAH OOM YOS untuk Mas Gondo

di lereng bukit, rumah itu indah sekali pekarangannya beberapa ribu meter persegi dari serambi depan dapat disaksikan matahari pagi menggiring kabut ke perbukitan dari serambi belakang: butir-butir embun jalanan menanjak jalanan menurun ruang dan kamarnya minta ampun besarnya penuh barang antik: cermin-cermin tua keramik, perabotan, sekat-sekat ruangan lampu gantung entah dari zaman kapan kepala harimau dan kijang di dinding-dindingnya jam-burung dan patung-patung Eropa

www.facebook.com/indonesiapustaka

di luar membentang hamparan rumput awas, jalan setapak itu agak berlumut sebelah sana kebun bunga aneka rupa ada mawar, tentu saja, dan anggrek langka dekat jalan berliku-liku di sebelah sana ditanam ubi jalar, ditanam jagung pula

44

Ayat-Ayat Api

kadang kami suka mendapat rejeki dikirimi jagung manis dan ubi kalau si empunya kebetulan mampir ke rumahnya sendiri, istilahnya: parkir ya, ia memang jarang pulang ke mari dalam setahun hanya beberapa hari soalnya ia punya apartemen di Singapura di LA dan entah di mana di Eropa tapi konon ia lebih sering di Hong Kong jalan-jalan atau sekedar nongkrong anak-cucunya pun tak punya waktu lagi mengurus rumah yang astagirulah ini sebab sangat amat sibuk sekali dengan bisnis mereka sendiri-sendiri

www.facebook.com/indonesiapustaka

di rumah ini sepanjang tahun ada belasan pembantu dan tukang kebun yang sudah menyatu dengan aneka unggas di dalam sangkar, menatap ke alam bebas

45

Sapardi Djoko Damono

AYAT-AYAT TOKYO

/1/ angin memahatkan tiga patah kata di kelopak sakura— ada yang diam-diam membacanya

/2/ ada kuntum melayang jatuh air tergelincir dari payung itu; “kita bergegas,” katanya

/3/ kita pandang daun bermunculan kita pandang bunga berguguran kita diam: berpandangan

www.facebook.com/indonesiapustaka

/4/ kemarin tak berpangkal, besok tak berujung— tak tahu mesti ke mana angin menyambar bunga gugur itu

46

Ayat-Ayat Api

/5/ lengking sakura— tapi angin tuli dan langit buta

www.facebook.com/indonesiapustaka

/6/ menjelma burung gereja menghirup langit dalam-dalam— angin musim semi

47

Sapardi Djoko Damono

AYAT-AYAT KYOTO

/1/ segala yang mendidih dalam kepala tidak nyata, kecuali sakura dan kau—tentu saja

/2/ gerimis musim semi— tengkorakku retak; kau pun menetes-netes ke otak

www.facebook.com/indonesiapustaka

/3/ kita sakura— gugur sebelum musim selesai tak terlacak pula

48

Ayat-Ayat Api

SAJAK

“Biar kunyalakan lampu, agar tampak jelas di mana pintu, tempat aku bebas keluar masuk. Aku laki-laki, kau tahu, tak tentram dalam gelap.”

www.facebook.com/indonesiapustaka

Perempuan itu diam; mungkin ia lebih suka menebak-nebak saja apakah yang nafasnya sengit dan keringatnya anyir itu Arjuna atau Rahwana.

49

Sapardi Djoko Damono

PERTANYAAN KERIKIL YANG GOBLOK

www.facebook.com/indonesiapustaka

“Kenapa aku berada di sini?” tanya kerikil yang goblok itu. Ia baru saja dilontarkan dari ketapel seorang anak lelaki, merontokkan beberapa lembar daun mangga, menyerempet ujung ekor balam yang terperanjat, dan sejenak membuat lengkungan yang indah di udara, lalu jatuh di jalan raya tepat ketika ada truk lewat di sana. Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban dan malah bertanya kenapa; ada saatnya nanti, entah kapan dan di mana, ia dicungkil oleh si kenek sambil berkata, “Menganggu saja!”

50

Ayat-Ayat Api

DONGENG KUCING

Lengking klakson dan rem mobil itu meninggalkan jejak asap knalpot, debu, dan seekor kucing yang sekarat. Di dalam rumah: tangis seorang gadis kecil, lalu suara menghibur seorang ibu menyelundupkan ajal ke negeri dongeng.

www.facebook.com/indonesiapustaka

Jalan memang dibangun untuk mobil, manusia, dan juga—tentu saja—kucing; tak boleh kita mencurigai campur-tangan-Mu, bukan?

51

Sapardi Djoko Damono

TUKANG KEBUN

Setelah beberapa kali ketukan, pintu kubuka; rupanya ada tamu yang, katanya, menjemputku sore hari ini. Apakah aku sudah pernah mengenalnya? Waktu kutanyakan pergi ke mana, jawabnya ringkas, “Ke sana, ke samudra raya!” Ditunjukkannya pula rajah di lengannya: gambar jangkar, tengkorak, dan kata tak terbaca. Aku ini tukang kebun tua yang lahir dan dibesarkan di pedalaman, sepanjang hidup hanya belajar menghayati rumput, pohon, dan tanah basah, mengurus pagar dan membersihkan rumah. Aku tak mampu apa dan bagaimana lagi. Pandanganku tinggal sejengkal, dan telingaku? Suaraku sendiri pun tak dikenal. Tamu itu membelalak ketika kupersilakan duduk.

www.facebook.com/indonesiapustaka

Tuhan, aku takut. Tolong tanyakan padanya siapa gerangan yang telah mengutusnya.

52

Ayat-Ayat Api

PADA SUATU MAGRIB

www.facebook.com/indonesiapustaka

Susah benar menyeberang jalan di Jakarta ini; hari hampir magrib, hujan membuat segalanya tak tertib. Dan dalam usia yang hampir enam puluh ini, astagirulah! rasanya di mana-mana ajal mengintip

53

Sapardi Djoko Damono

JAKARTA JULI 1996

www.facebook.com/indonesiapustaka

Katamu kemarin telah terjadi ribut-ribut di sini. Sisa-sisa pidato, yel, teriakan, umpatan, rintihan, derum truk, semprotan air, dan tembakan masih terekam lirih sekali di got dan selokan yang mampet. Aku seperti mengenali suaramu di sela-sela ribut-ribut yang lirih itu, tapi sungguh mati aku tak tahu kau ini sebenarnya sang pemburu atau hewan yang luka itu.

54

Ayat-Ayat Api

DALAM SETIAP DIRI KITA

www.facebook.com/indonesiapustaka

Dalam setiap diri kita, berjaga-jaga segerombolan serigala. Di ujung kampung, lewat pengeras suara, para kyai menanyai setiap selokan, setiap lubang di tengah jalan, dan setiap tikungan; para pendeta menghardik setiap pagar, setiap pintu yang terbuka, dan setiap pekarangan. Gamelan jadi langka. Di keramaian kota kita mencari burung-burung yang diusir dari perbukitan dan suka bertengger sepanjang kabel listrik, yang mendadak lenyap begitu saja sejak sering terdengar suara senapan angin orang-orang berseragam itu. Entah kena sawan apa, rombongan sulap itu membakar kota sebagai permainannya.

55

Sapardi Djoko Damono

SEBELUM FAJAR

www.facebook.com/indonesiapustaka

Beberapa saat sebelum fajar, sambil buru-buru menyalakan api, kita suka membayangkan hari ini dengan dua atau tiga patah kata yang tak pernah terucapkan. Sementara anak-anak masih lelap tidur— di mata mereka yang tertutup dua atau tiga patah kata itu bersitahan sabar menunggu matahari, bukan api.

56

Ayat-Ayat Api

BUKU CERITA ANAK Untuk Riris

www.facebook.com/indonesiapustaka

ketika kami sibuk memperkosa perempuan-perempuan itu dalam buku cerita para kurcaci sedang berdebar menyaksikan Sang Pangeran mencium kening Putri Tidur— kobaran api itu melepaskan isyarat yang tak ada lagi kuncinya

57

Sapardi Djoko Damono

SONET: ENTAH SEJAK KAPAN

Entah sejak kapan kita suka gugup di antara frasa-frasa pongah di kain rentang yang berlubang-lubang sepanjang jalan raya itu; kita berhimpitan di antara kata-kata kasar yang desak-mendesak di kain rentang yang ditiup angin, yang diikat di antara batang pohon dan tiang listrik itu; kita tergencet di sela-sela huruf-huruf kaku yang tindih-menindih di kain rentang yang berjuntai di perempatan jalan yang tanpa lampu lalu-lintas itu. Telah sejak lama rupanya kita suka membayangkan diri kita

www.facebook.com/indonesiapustaka

menjelma kain rentang koyak-moyak itu, sebisanya bertahan terhadap hujan, angin, panas, dan dingin.

58

Ayat-Ayat Api

SAJAK-SAJAK KECIL TENTANG CINTA

/1/ mencintai angin harus menjadi siut mencintai air harus menjadi ricik mencintai gunung harus menjadi terjal mencintai api harus menjadi jilat

/2/ mencintai cakrawala harus menebas jarak

www.facebook.com/indonesiapustaka

/3/ mencintai-Mu harus menjelma aku

59

Sapardi Djoko Damono

IA TAK PERNAH

ia tak pernah berjanji kepada pohon untuk menerjemahkan burung menjadi api ia tak pernah berjanji kepada burung untuk menyihir api menjadi pohon

www.facebook.com/indonesiapustaka

ia tak pernah berjanji kepada api untuk mengembalikan pohon kepada burung

60

Ayat-Ayat Api

www.facebook.com/indonesiapustaka

TENTU. KAU BOLEH

Tentu. Kau boleh saja masuk, masih ada ruang di sela-sela butir darahku. Tak hanya ketika rumahku sepi, angin hanya menyentuh gorden, laba-laba menganyam jaring, terdengar tetes air keran yang tak ditutup rapat; dan di jalan sama sekali tak ada orang atau kendaraan lewat. Tapi juga ketika turun hujan, air tempias lewat lubang angin, selokan ribut dan meluap ke pekarangan, genting bocor dan aku capek menggulung kasur dan mengepel lantai. Tentu. Kau boleh mengalir di sela-sela butir darahku, keluar masuk dinding-dinding jantungku, menyapa setiap sel tubuhku. Tetapi jangan sekali-kali pura-pura bertanya kapan boleh pergi atau seenaknya melupakan percintaan ini. Sampai huruf terakhir sajak ini, Kau-lah yang harus bertanggung jawab atas air mataku.

61

Sapardi Djoko Damono

POHON DI TEPI JALAN

pohon, yang biasa disiram dua kali sehari yang berdiri sejajar tiang listrik di tepi jalan itu, tak bosan-bosannya menggoda mobil tua yang merayap di aspal yang suka meleleh

www.facebook.com/indonesiapustaka

di bawah matahari; pohon, yang sudah lupa asal-usulnya, suka menghirup asap knalpot dan menyebutnya kekasih, sumber kehidupan kota; kita tak pernah sempat memahami kelakar mereka

62

Ayat-Ayat Api

SONET: KAU BERTANYA APA untuk Wing Kardjo

Kau bertanya apa masih ada harapan. Mungkin masih, di luar kata. Di dalam kata terdengar tak putus-putusnya suara orang berkotbah, berceramah, dan berselisih. Sementara kita mengemis, mencuri, berebut jatah, menjarah, atau menjadi gila; sementara kita menyaksikan rumah-rumah terbakar, jaringan telepon putus, pohon-pohon tumbang—di dalam kata masih saja setiap aksara dipertanyakan asal-usulnya, setiap desis diusut keterlibatan maknanya. Konon, dulu, di dalam kata pernah terdengar desau gerimis kecil, cericit anak-anak burung, siut daun jatuh, dan langkah kabut pagi. Konon, dulu, pernah terdengar kita

www.facebook.com/indonesiapustaka

saling berbisik. Kau bertanya apa masih ada harapan. Ada yang menunggu kita di luar kata, mudah-mudahan.

63

Sapardi Djoko Damono

KATA, 1

www.facebook.com/indonesiapustaka

Matahari, yang akhir-akhir ini jarang sekali kauperhatikan, pagi ini menerobos celah-celah jendela kamar sampai ke wajahmu. “Jam berapa ini?” Sudah pagi. Masih juga belum kautemukan kata sambung itu. Kau kenal betul setiap kata yang ada dalam kamus itu, karena ikut menyusunnya dulu: yang, karena, dari, atas, terhadap -– tetapi bukan semua itu. Akhirnya kauperhatikan juga matahari itu, dan kau seperti bertanya sejak kapan ia berada di sana, sejak kapan ia seperti suka menyalah-nyalahkan kita, sejak kapan ia menyebabkan kau bertanya, “Jam berapa ini?” Masalahnya, belum juga kautemukan kata sambung itu. Apakah kami berhak mengatakan padamu, “Sudahlah!”?

64

Ayat-Ayat Api

KATA, 2

www.facebook.com/indonesiapustaka

“Ada sepatah kata bergerak ke sana ke mari jauh dalam dirimu; biarkan saja, ia tak punya bahasa.” Tapi ia suka membangunkanku. “Biarkan saja. Ia toh akhirnya akan menyadari bahwa bukan yang kaucari, dan akan mengembara lagi jauh dalam dirimu jika kau terjaga dan tenang kembali.” Tapi aku tak bisa lagi terjaga.

65

Sapardi Djoko Damono

POKOK KAYU

“suara angin di rumpun bambu dan suara kapak di pokok kayu, adakah bedanya, Saudaraku?”

www.facebook.com/indonesiapustaka

“jangan mengganggu,” hardik seekor tempua yang sedang mengerami telur-telurnya di kusut rambut Nuh yang sangat purba

66

Ayat-Ayat Api

ADA POHON BERNAPAS

ada pohon bernapas jauh dalam diri kita di setiap helaannya seratus burung pulang mendengar cericit anak-anaknya

www.facebook.com/indonesiapustaka

ada pohon bernapas jauh dalam diri kita di setiap hembusannya seratus warna bunga berhamburan menyambut godaan cahaya

67

Sapardi Djoko Damono

AKIK

ada sebutir batu akik diletakkan pelahan-lahan, sangat hati-hati, di hatimu ia sangat tua dan berbintik-bintik hitam mengkilap setelah puluhan tahun diupam ia ingin seperti layang-layang, tinggi-tinggi lalu putus dan diperebutkan anak-anak itu ingin menjadi surat yang dikirim ke sebuah rumah yang tak begitu jelas alamatnya

www.facebook.com/indonesiapustaka

tapi ia sebutir batu akik yang diletakkan pelahan-lahan, sangat hati-hati, di hatimu

68

www.facebook.com/indonesiapustaka

ayat api

www.facebook.com/indonesiapustaka

Ayat-Ayat Api

AYAT-AYAT API

/1/ mei, bulan kita itu, belum ditinggalkan penghujan di mana gerangan kemarau, yang malamnya dingin yang langitnya bersih; yang siangnya menawarkan bunga randu alas dan kembang celung, yang dijemput angin di bukit-bukit, yang tidak mudah tersinggung yang lebih suka menunggu sampai penghujan dengan ikhlas meninggalkan kampung-kampung (diusir kerumunan bunga dan kawanan burung)

www.facebook.com/indonesiapustaka

di mana gerangan kemarau, yang senantiasa dahaga yang suka menggemaskan, yang dirindukan penghujan

71

Sapardi Djoko Damono

/2/ : Wislawa Szymborska seorang anak laki-laki menoleh ke kiri ke kanan lalu cepat-cepat menyelinap dalam kerumunan itu dan tidak kembali tiga orang lelaki separo baya bergegas menyusulnya dan tidak kembali

www.facebook.com/indonesiapustaka

lima enam tujuh orang perempuan meledak bersama dalam api dan, tentu saja, tidak kembali agak ke sebelah sana di seberang jalan seorang penjual rokok membayangkan dirinya duduk di depan pesawat televisi takjub menyaksikan sulapan itu

72

Ayat-Ayat Api

/3/

ada seorang perempuan diam saja berdiri di dekat tukang rokok di seberang jalan raya itu

www.facebook.com/indonesiapustaka

ada satpam memperhatikannya dari ujung gang itu ada polisi sekilas melihatnya dari dekat gardu telepon itu ada anak tetangga sebelah menyapanya ada guru sd yang masih mengenalnya menepuk bahunya ada neneknya di rumah yang sudah suka lupa –-

73

Sapardi Djoko Damono

www.facebook.com/indonesiapustaka

ada suaminya ada anak-anaknya (yang mungkin saja sedang memikirkannya juga) yang kini (tentunya mungkin moga-moga saja tidak!) berada dalam sebuah toko besar (atau tidak lagi bisa) yang sedang terbakar

74

Ayat-Ayat Api

/4/

www.facebook.com/indonesiapustaka

“Entah kenapa, pagi ini, seluruh tubuhku terasa gemetar, tidak seperti biasanya. Dulu kau pernah berkata, kita ini bagai daun tua gemetar sebelum disapu angin gemetar karena menguji diri sendiri apakah masih kuat bertahan di dahan sebelum angin terakhir sebelum siang terakhir sebelum tik-tok terakhir – tapi sudahlah, aku toh harus juga ke kantor sehabis tetek-bengek pagi: segelas kopi, setangkep roti. Hari ini akan mendung tanpa hujan, kata ramalan cuaca. Aku akan pulang cepat nanti sebelum makan malam.” Tapi tukang sulap, entah kenapa, ternyata punya kehendak lain.

75

Sapardi Djoko Damono

/5/

di antara yang meretas dalam kepala kita dan api yang berkobar di seberang sana melandai beberapa patah sabda

www.facebook.com/indonesiapustaka

di antara yang di kepala, yang berkobar, dan sabda bergetar ayat-ayat yang kita hapal lafaznya yang hanya bisa kita tafsir-tafsirkan maknanya

76

Ayat-Ayat Api

/6/

ada yang menghitung waktu api dengan bunyi-bunyi aneh seperti yang pernah kita dengar ketika masih dalam rahim ibu ada yang menghitung jam api dengan isyarat-isyarat ganjil seperti yang pernah kita kenal ketika masih dalam kobaran itu

www.facebook.com/indonesiapustaka

ada yang menghitung detik api dengan kedap-kedip pelik seperti yang pernah mereka lihat ketika orang-orang memakamkan kita

77

Sapardi Djoko Damono

/7/

gambar-gambar di koran hari ini godaan bagi kita

www.facebook.com/indonesiapustaka

untuk tetap menyisakan aneka kata seru

78

Ayat-Ayat Api

/8/

di atap rumah seberang jalan seekor burung gereja mengibas-ngibaskan sayapnya sehabis gerimis di pagi (yang bagai mata kena jeruk) itu

www.facebook.com/indonesiapustaka

kelopak air berguguran ke sana ke mari sementara di sudut atas gedung itu di seberang sana, di bekas sarangnya asap sisa api kemarin masih juga

79

Sapardi Djoko Damono

/9/

api adalah lambang kehidupan itu sebabnya ia tak bisa menjadi fosil

www.facebook.com/indonesiapustaka

api adalah lambang kehidupan itu sebabnya kita luluh-lantak dalam kobarannya

80

Ayat-Ayat Api

/10/

sore itu akhirnya ia berubah juga menjadi abu sepenuhnya sebelum sempat menyadari bahwa ternyata ada saat untuk istirahat

www.facebook.com/indonesiapustaka

di antara gundukan-gundukan yang sulit dipilah-pilahkan –- ah, untuk apa pula toh segera diterbangkan angin selagi hangat

81

Sapardi Djoko Damono

/11/

di akhir isian panjang itu tertera pertanyaan “apa yang masih tersisa dari tubuhmu”

www.facebook.com/indonesiapustaka

isi saja “tak ada” tapi, o ya, mungkin kenangan yang tentu juga sia-sia bertahan

82

Ayat-Ayat Api

/12/

ia akhirnya menerima perannya sebagai tokoh khayali; digeser ke sana ke mari: di halaman koran, di layar televisi, dan sulapan bunyi-bunyian di radio;

www.facebook.com/indonesiapustaka

ia pun harus pandai-pandai menempatkan dirinya dalam deretan gagasan, peristiwa, dan benda yang harus segera kita lupakan

83

Sapardi Djoko Damono

/13/

kau tak berhak mengingat apa-apa lagi dekat perbatasan kaurogoh ktp-mu -– tapi untuk apa pula kau akan menyeberangi kenyataan terakhir sesudah bentukmu diubah sama sekali kau tak lagi memerlukan apa pun: sisir, sepatu, pakaian seragam, bahkan ingatan akan penyeberangan ini

www.facebook.com/indonesiapustaka

duduklah baik-baik, kau tak berhak mondar-mandir lagi tak berhak punya maksud apa pun: ini bukan lakon Anoman Obong

84

Ayat-Ayat Api

/14/

kami memang sangat banyak astagirulah menumpuk di dekat sampah tak sempat diangkut tergoda minyak habis terbakar

www.facebook.com/indonesiapustaka

kami memang sangat banyak astagirulah

85

Sapardi Djoko Damono

/15/

waktu upacara hampir usai kau tak ingat bahwa kuburan di kampung sudah penuh mungkin satu-satunya basa-basi yang tersisa adalah menguburmu sementara dalam ingatan kami

www.facebook.com/indonesiapustaka

(1998—1999)

86

www.facebook.com/indonesiapustaka

Sapardi Djoko Damono

Tentang Penulis

Sapardi Djoko Damono (20 Maret 1940) telah menerbitkan sejumlah buku puisi, esai, iksi, dan drama—asli dan terjemahan, sejak 1969. Buku-bukunya yang diterbitkan GPU adalah Hujan Bulan Juni (puisi, hard-cover), Melipat Jarak (puisi, hard-cover), Babad Batu (puisi), Bilang Begini Maksudnya Begitu (buku apresiasi puisi), dan tiga buku iksi Trilogi Soekram, Hujan Bulan Juni, dan Pingkan Melipat Jarak (sekuel kedua Hujan Bulan Juni). Enam buku puisinya terbit serentak tahun 2017 oleh GPU, duka-Mu abadi, Ayat-ayat Api, Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Kolam, Namaku Sita, dan Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita.

www.facebook.com/indonesiapustaka

Penghargaan atas pencapaian selama ini diterimanya dari Freedom Institute (2003), Akademi Jakarta (2012), dan Habibie Award (2016). Di samping itu ia juga menerima Cultural Award (Australia, 1978), Anugerah Puisi Putera (Malaysia, 1984), dan SEA-WRITE Award (hailand, 1988). Sapardi adalah pensiunan Guru Besar UI, masih membimbing S3 di UI, menjadi tenaga tetap di Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta, mengajar dan membimbing di Program Pascasarjana UNDIP. Sapardi bisa disapa di twitter lewat @SapardiDD.

88

www.facebook.com/indonesiapustaka

/9/ api adalah lambang kehidupan itu sebabnya ia tak bisa menjadi fosil api adalah lambang kehidupan itu sebabnya kita luluh-lantak dalam kobarannya

www.facebook.com/indonesiapustaka

Ayat-Ayat Api Sapardi Djoko Damono

PUISI/SASTRA

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building Blok I, Lt. 5 Jl. Palmerah Barat 29–37 Jakarta 10270 www.gpu.id

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.