Data Loading...
5_6165916524004507847 Flipbook PDF
5_6165916524004507847
108 Views
18 Downloads
FLIP PDF 1.69MB
http://pustaka-indo.blogspot.com
Demokrasi Madinah
http://pustaka-indo.blogspot.com
Model Demokrasi Cara Rasulullah
i
Demokrasi Madinah Model Demokrasi Cara Rasulullah
ISBN 979-3210-12-5 Diterbitkan oleh Penerbit Republika Jl.Warung Buncit Raya No.37, Jakarta, 12510. Telp.7803747 Cetakan I, Maret 2003
Editor Mohammad Shoelhi Desain dan Tata Letak:
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kumara Dewatasari
Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved
ii
Daftar Isi Pengantar Penerbit ............................................... v Pengantar Editor ................................................. ix 1 Piagam Madinah, Konstitusi Pertama di Dunia ....................... 1 1 Perspektif HAM dalam Piagam Madinah dan Konteks HAM Masa Kini ................... 15 1 Demokrasi dalam Piagam Madinah ......... 2 7 1 Menata Harmoni dalam Perbedaan .......... 35 1 Perdamaian di Bawah Piagam Madinah ... 43
http://pustaka-indo.blogspot.com
1 Piagam Madinah Menjamin Kebebasan Beragama ..................................................... 53 1 Mereka Meneruskan Amanat Piagam Madinah ....................................................... 61 1 Perspektif Syar’i dan Yuridis Antara Piagam Madinah dan Piagam Jakarta ..................... 71 1 Upaya Mewujudkan Konstitusi yang Adil dan Demokratis ........................................... 87 Lampiran 1 Teks Piagam Madinah .................. 9 9 Lampiran 2 Teks Piagam Jakarta .................... 111
iii
http://pustaka-indo.blogspot.com
iv
Pengantar Penerbit
http://pustaka-indo.blogspot.com
U
mat Islam boleh berbangga karena dunia pertama kali mengenal undang-undang dasar (konstitusi) tertulis dari Du nia Islam. Konstitusi tersebut dirancang oleh pe negak Islam, Muhammad Rasulullah, dan di kenal luas sebagai Piagam Madinah. Semenjak itu hingga pada zaman modern sekarang, substansi Piagam Madinah telah menjadi spirit bagi pentingnya keberadaan konstitusi sebuah negara. Keberadaan Piagam Madinah yang monumental itu telah diakui para ahli sejarah baik dari Barat maupun dari Timur. Sejarawan Montgomery Watt menamainya The Constitu tion of Medina, R.A. Nicholson menyebutnya Charter, Philip K. Hitti menyebutnya sebagai Agreement, Zainal Abidin Ahmad sebagai Piagam dan Majid Khaduri menamainya Treaty. Piagam Madinah telah menjadi bukti bah wa sebuah tatanan negara atau tatanan hubung
v
http://pustaka-indo.blogspot.com
an antar-kelompok masyarakat dalam tingkatan apapun membutuhkan adanya sebuah per janjian atau kesepakatan atau konstitusi yang harus dipatuhi bersama. Tanpa adanya kons titusi, kehidupan bernegara dan berma sya ra kat tidak akan teratur. Dalam realitas empiris, seperti dialami oleh sejumlah negara, bah wa untuk mengatur kehidupan masyarakat yang plural selama ini diakui tidak mudah. Namun, menurut catatan sejarah, masyarakat Madinah yang plural dengan berbagai keyakinan dan tradisi yang heterogen itu dapat hidup aman, tertib, teratur dan sejahtera di bawah na ung an Piagam Madinah. Lebih jauh lagi, pia gam ini mengatur hak dan kewajiban serta sistem hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin, antara negara dan rakyat, serta cara penyelesaian konflik vertikal dan horisontal. Sayang, wacana tentang Piagam Madinah se lama ini kurang banyak diminati, hal ini barangkali disebabkan oleh terbatasnya data dan informasi tentang Piagam Madinah, selain pu bli kasinya juga sangat terbatas. Oleh karena itu, buku ini diterbitkan sebagai upaya untuk memperbanyak informasi tentang Piagam Madinah agar khalayak luas dapat mengetahuinya. Memang dirasakan ada kebutuhan informasi semacam ini, terlebih ketika masyarakat sibuk kembali
vi
mempersoalkan keberadaan konstitusi kita. Informasi yang disajikan dalam buku ini berasal dari artikel yang pernah diterbitkan oleh harian umum Republika. Penyajian infor ma si tersebut dalam bentuk buku dirasakan dapat memberikan manfaat lebih besar karena dengan secara demikian masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang lebih utuh. Semoga buku ini bermanfaat. Selamat membaca.
Jakarta, medio Februari 2003
http://pustaka-indo.blogspot.com
Penerbit
vii
http://pustaka-indo.blogspot.com
viii
Pengantar Editor
http://pustaka-indo.blogspot.com
S
udah jamak diketahui bahwa pada inti nya ajaran Islam melingkupi dua hal, yak ni hubungan vertikal dengan Tuhan, dan hubungan horisontal dengan sesama manusia dan lingkungan hidup. Akan halnya dengan hu bungan horisontal, Islam mengajarkan umatnya agar mengembangkan prinsip perbaikan kualitas diri dan masyarakat sebagai upaya men capai tingkat peradaban, harkat dan martabat yang tinggi. Dan ini sudah dicontohkan Nabi selama memimpin masyarakat plural di Madinah. Pembentukan masyarakat yang beperadab an tinggi itulah yang terus diupayakan oleh Na bi dengan gigih selama di Madinah. Nabi memperhatikan bagaimana struktur sosial ma syarakat Madinah harus dibangun agar menjadi masyarakat yang berpengaruh baik ke dalam maupun ke luar. Mereka hidup bermasyarakat dengan menggunakan aturan-aturan tertentu
ix
dan dilaksanakan dengan penuh kepatuhan. Kepatuhan itu timbul secara sehat karena. Nabi menggunakan ikatan kepercayaan sebagai dasar hubungan dan pemerintahan masyarakat. Kasih sayang dijadikan sebagai dasar hidup masyara kat. Itulah sebabnya, Nabi relatif tidak pernah meng alami ke sulitan untuk melakukan kerja sama lintas golongan. Kerjasama semacam ini dijadikan sebagai sumber tenaga dan kekuatan untuk membangun kehidupan masa depan.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Ketertiban masyarakat diupayakan dengan membentuk kesepakatan bersama yang di ke nal dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah tidak lain merupakan dasar konsep Islam ten tang tata ketertiban pemerintahan dan ma syarakat, yang selanjutnya ikut memberikan andil dalam pencapaian peradaban tertinggi oleh umat Islam. Piagam ini dibuat dengan menenmpatkan kepemimpinan di tangan umat Islam, semangat kerjasama di tengah masyara kat plural, netralisasi konflik internal dan pe wujudan peran dan citra kepemimpinan sebagai pembela kebenaran dan keadilan. Piagam Madinah yang telah menjadi tonggak penting sejarah kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini pada intinya berisi sebuah tatanan atau sistem keamanan sosial. Sistem tersebut sekurangnya menentukan tiga hal. Pertama,
x
http://pustaka-indo.blogspot.com
bahwa setiap kelompok masyarakat wa jib menghindari dan menghukum tindak kejahatan. Kedua, bahwa setiap kelompok harus bersedia bersatu padu dalam aliansi untuk secara kompak bekerjsaama da lam menghentikan dan jika perlu menumpas tindak agresi dan tindak suapmenyuap. Ketiga, bahwa anggota ma syarakat harus bersedia menerima akibat dari se gala perbuatan yang merugikan masyarakat. Dengan berfungsinya sistem keamanan sosial sedemikian itu tata hubungan dengan lingkungan internal maupun eksternal dapat dikembangkan. Di dalam lapangan kepemimpinan, Nabi menempuh strategi yang bertumpu pada pengu asaan urusan dalam negeri, luar negeri, sumber ekonomi dan militer. Hal itu dapat dimengerti ka re na urusan dalam negeri berkait dengan pengaturan hubungan antarkelompok masyara kat; urusan luar negeri berkaitan dengan peng ambilan keputusan hubungan antarnegara da lam berbagai aspek kepentingan; urusan sumber ekonomi berkait dengan kemampuan pembia yaan segala kebutuhan pemerintahan masyara kat; sedangkan urusan militer berkait dengan penguasaan komando dalam mengatasi ganggu an pemberontakan dari dalam atau penyerangan dari luar.
xi
http://pustaka-indo.blogspot.com
Itulah strategi yang ditempuh Nabi berda sarkan jejak-jejak langkah perjuangan yang telah dicontohkannya. Model kehidupan peme rin tahan masyarakat pada era Madinah itu meru pakan model ideal yang selalu didambakan ma syarakat mana pun. Persoalannya: mungkinkah umat Islam pada masa kini dapat mewujudkan tata masyarakat dengan model ideal seperti itu? Yang jelas, tampaknya umat Islam hingga ki ni masih enggan becermin pada keteladanan se jarah. Pengabaian keteladanan sejarah ini diperburuk pula oleh kelemahan gerakan inte lektual di dunia Islam yang cenderung meng ikuti teori-teori yang berasal dari Barat secara apa adanya. Kecenderungan ini pada giliran selanjutnya menimbul–kan ketidakmampuan mereka me nyetarafkan diri dengan kecenderungan pe mikiran dan kepentingan global, yang kini di pim pin Barat. Singkatnya, di alam pemikiran pun umat Islam terkooptasi. Hanya beberapa saja —untuk tidak mengatakan terlalu sedikit— intelektual Islam yang bersedia bekerja keras da lam ideasi dan sekaligus aksi untuk memperbaiki kualitas kepemimpinan dan keumatan. Motivasi untuk memikul tanggungjawab sosial keumatan dalam seluruh aspek dan sektor ke hidupan lebih banyak diselewengkan untuk men capai
xii
kepentingan sesaat ke–timbang untuk me raih kebangkitan kembali Islam. Mengingat demikian pentingnya babakan era Madinah dan fungsi Piagam Madinah, buku ini disusun sebagai upaya menyegarkan kembali semangat Piagam Madinah di saat umat Islam kini mengalami kerinduan akan hadirnya kepe mimpinan Islam di pentas dunia seperti di era Madinah. Konon, sejarah itu berputar.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Buku ini mengupas sisi kesejarahan kedu dukan Piagam Madinah sebagai konstitusi ter tulis pertama di dunia, yang adil, yang menga yomi seluruh kelompok masyarakat dan ber hasil membentuk karakter (character building) masyarakat Madinah. Selain itu, buku ini men coba melakukan kajian perbandingan an tara Piagam Madinah dan Piagam Jakarta baik da lam rumusannya maupun dalam kondisi sosial yang melatarbelakanginya. Ada yang me nga takan, ”Piagam Jakarta itu berwawasan Piagam Madinah”. Dalam era reformasi seperti sekarang ini, fenomena tuntutan atau keinginan untuk me laksanakan syari’at Islam dalam kehidpan ber masyarakat dan bernegara mencuat dan dianggap sebagai hal yang sah-sah saja, dan bahkan se mestinya diapresiasi secara positif. Itulah se babnya, buku ini mengetengahkan sekilas uraian
xiii
tentang upaya mewujudkan konstitusi yang adil yang dipaparkan Dr. Hidayat Nur Wahid.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tak kalah penting, perhatian pun diberi kan dalam buku ini terhadap isu-isu mutakhir dalam hubungan internasional, seperti isu hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi, yang tak jarang digunakan oleh Barat sebagai instrumen untuk mengebiri negara lemah dan megukuh kan hegemoni Barat itu sendiri. Perbedaan an tara HAM versi Barat dan versi Islam dijelaskan dalam buku ini untuk memberikan perspektif dalam pemaknaan penghormatan atas nilai-nilai HAM dan operasionalisasinya. Begitu juga hal nya dengan isu demokrasi. Semua tinjauan itu tidak terlepas dari sudut pandang Piagam Ma dinah. Belakangan ini tidak jarang terdengar Islam dituding sebagai agama yang ”berwajah buruk”, yang mengizinkan kekerasan, tidak to leran dan tidak mengakomodasi pluralitas, dan sebagainya. Betulkah sedemikian buruk purwa rupa Islam? Padahal, seperti diuraikan dalam buku ini, bahwa sejak awal konsep kehidupan bermasyarakat dalam Islam lebih mengutama kan harmoni sosial. Model tatanan masyarakat sedemikian ini konon baru pertama kali diper kenalkan ke dunia oleh Islam yang ditandai dengan keberadaan Piagam Madinah. Dari pi
xiv
agam ini dapat diketahui bahwa Islam ternyata ada lah agama perdamaian dan kesejahteraan. Sisi perdamaian dan kesejahteraan dalam Islam ini telah dibuktikan secara nyata dalam operasionalisasi Piagam Madinah. Kupasan tentang Piagam Madinah tentu nya luas sekali. Kendati demikian, buku ini di harapkan dapat memenuhi kebutuhan informasi se putar Piagam Madinah dalam batas-batas memadai. Semoga buku ini dapat memperkaya khazanah wacana tentang Piagam Madinah. Jakarta, Februari 2003 Mohammad Shoelhi
http://pustaka-indo.blogspot.com
Editor
xv
http://pustaka-indo.blogspot.com
xvi
Piagam Madinah, Konstitusi Pertama di Dunia
http://pustaka-indo.blogspot.com
H
ijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madi nah, pada tahun ke-23 kenabian atau 622 Masehi, membuka era baru bagi Na bi Muhammad saw dalam me–nyemaikan Islam. Nama Madinah, yang digunakan untuk meng ganti Yatsrib tidak sekadar berarti ‘kota’. Nama itu punya pengertian lebih luas, yaitu kawas an tempat menetap dan bermasyarakat mereka yang memiliki tamaddun (peradaban dan bu da ya), yang mencakup dawlah (negara) dan hukumah (pemerintahan). Di belakang kata Madinah, ditambahkan ka ta Mu–nawwarah atau Madinah al-Munawwa rah. Artinya, negara dan pemerintahan yang di beri cahaya wahyu Ilahi, atau menurut istilah alFarabi, al-Madinah al-Fadhilah (Negara Utama).
1
Oleh karena itu, di Madinah selain bertugas sebagai Rasul yang mengemban risalah Allah, Nabi Muhammad saw juga berperan sebagai ke pala negara, yang warganegaranya tidak hanya terdiri dari kaum muslimin saja melainkan juga musyrikin, kaum Yahudi, Nasrani, serta kabilahkabilahnya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Untuk mempersatukan warganegara yang majemuk itu, baik latar belakang sosio-kultural maupun keagamaan, dipandang perlu adanya suatu perjanjian yang disepakati bersama. Atas pertimbangan itu kemudian dibuat sebuah perjanjian dan ditandatangani Nabi Muhammad saw dalam kedudukannya sebagai Ra sulullah dan pemimpin tertinggi sebuah negara. Per janjian itu disebut Piagam Madinah. Untuk pertama kalinya, dalam piagam itu di sebutkan dasar-dasar masyarakat yang partisipatif dan egaliter dengan ciri utama: peng akuan terhadap agama dan harta benda kaum muslimin dan Yahudi serta unsur masyarakat lainnya dengan kewajiban me wu jud kan per– tahanan bersama. *** Jika naskah Piagam Madinah ini dikaji se cara lebih dalam, kita akan mendapat gambaran tentang karakteristik ummah (masyarakat) dan
2
http://pustaka-indo.blogspot.com
ne gara Islam pada masa-masa awal kelahiran dan perkembangannya. Karakteristik tersebut meliputi: a. Masyarakat pendukung piagam ini ada lah masyarakat majemuk, terdiri atas berbagai ikatan keluarga besar, suku dan agama. Seba gai mana di– ketahui tribalisme (kesukuan) me me gang peran penting dalam tata hidup orang-orang Arab pra-Islam. Ikatan darah merupakan basis esensial kelompok, yang identifikasinya berupa kesetiaan paripurna pada suku dan solidaritas kesukuan yang tak terbatas (ashabiyah). Piagam Madinah tetap mengakui eksistensinya, dan masingmasing kepala suku dapat melanjutkan kepemimpinannya. Akan tetapi, dalam hubungan antar-kelompok itu kemudian di cip takan suatu kepemimpinan baru dengan Mu ham mad sebagai pe– mimpinnya. Ia juga meng hapuskan kesetiaan sempit kepada suku dengan kesetiaan kepada masyarakat yang lebih luas, dengan mengalihkan perhatian sukuisme kepada pembangunan negara baru, yang warganegaranya merdeka, dan berdiri sendiri, bebas dari pengaruh
3
dan kekuasaan manusia lainnya (Pasal 1 Piagam Madinah). Adapun tali per– satuannya adalah politik dalam rangka mencapai cita-cita bersama (pasal 17, 23, dan 42).
http://pustaka-indo.blogspot.com
b. Masyarakat pendukung piagam ini yang semula terpecah-belah dikelom– pokkan menjadi dua (a) muslim dan (b) non-muslim. Kelom pok pertama adalah kaum muhajirin Quraisy, pa ra pengikut Nabi dari Makkah (Pasal 2), dan kabilah-kabilah Arab lainnya, tiga dari Aws dan lima dari Khazraj, yang kemudian dikenal dengan sebutan Anshar (pasal 3-10). Ke lompok kedua adalah sejumlah kabilah Ya hudi dan pembantu-pembantunya (Pasal 25-35), walau ketiga kabilah Yahudi yang utama - Banu Qainuqa, Banu Quraizhah dan Banu Nadzir - tidak tercantum karena ketiganya telah melakukan desersi dan dilikuidasi pada musim panas 627 M.
4
Jadi, kendati piagam ini ditandatangani sekitar tahun pertama Hijriah (623 M) sebelum terjadinya perang Badar, namun selama 10 tahun masa pertumbuhannya telah mengalami beberapa penambahan dan pengurangan, termasuk pada pasal
tentang orang-orang Yahudi yang ikut menandatanganinya. c. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib sa ling menghormati, dan wajib bekerjasama an tara sesama mereka, serta tidak seorang pun di per lakukan secara buruk (Pasal 12, 16). Bahkan, orang yang lemah sekali pun di antara mereka harus dilindungi dan dibantu (Pasal 11).
http://pustaka-indo.blogspot.com
d. Negara mengakui, melindungi, dan menjamin kekebasan menjalankan ibadah dan aga ma baik bagi orangorang muslim maupun non-muslim, khususnya Yahudi (Pasal 25-33). e. Setiap warganegara mempunyai ke dudukan yang sama di depan hukum (Pasal 34, 40, 46). Demikian pula, hukum harus ditegakkan dengan adil. Siapa pun tidak boleh melindungi kejahatan, apalagi berpihak kepada orang-orang yang melakukannya. Demi tegaknya ke adilan dan kebenaran, siapa pun pelaku kejahatan harus dihukum (Pasal 13, 22, 36 dan 43). f. Hukum adat dengan berpedoman pada ke benaran dan keadilan, tetap
5
diberlakukan (Pasal 2, 10 dan 21). g. Negara menganut asas pacta sun ser– vanda (perjanjian harus dihormati) se– lama perjanjian itu berlaku (Pasal 33, 46). h. Semua warganegara mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara. Mereka berkewajiban mempertahankan negara dengan harta dan jiwa mereka, dan mengusir setiap agresor yang meng– ganggu stabilitas negara (Pa sal 24, 36, 37, 38 dan 44). Demikian juga, tang gungjawab dalam melaksanakan tugas dilakukan bersama-sama (Pasal 18).
http://pustaka-indo.blogspot.com
i. Perdamaian adalah tujuan utama. Na mun, pencapaiannya tidak boleh me– ngorbankan kebenaran dan keadilan (Pasal 45). Perdamaian an tara orang mukmin bersifat tunggal. Apabila terjadi peperangan di jalan Allah (fi sabilillah), seorang mukmin tidak dibenarkan mengadakan per damaian secara terpisah dari mukmin yang lain. j. Sitem pemerintahan adalah desentrali sa si dengan Yatsrib sebagai pusatnya (Pasal 39). Masalah internal kelompok diselesaikan kelompok masing-masing. Namun, jika masalahnya me nyangkut kepentingan kelompok lain, penye le
6
saiannya haruslah diserah–kan kepada Mu ham mad sebagai pemegang pucuk pimpinan ne gara yang merupakan pemutus terakhir (Pasal 23 dan 42). ***
http://pustaka-indo.blogspot.com
Muhammad ibn Ishaq, lahir di Madinah pada 85 H (704 M), dan wafat di Baghdad pada 151 H (768 M), telah merekam Piagam Madinah dalam Sirah Rasul Allah. Buku yang sangat ber harga ini kini tidak dapat dijumpai lagi secara utuh. Kita hanya mengetahuinya melalui bukubuku lain yang menyebutkan bahwa sumber rujukannya adalah buku karya Ibnu Ishaq tersebut. Demikianlah misalnya, Ibn Hisyam (wafat 213H/828M), mengutip naskah perjanjian kenegaraan itu dalam bukunya yang berjudul sama seperti judul buku ibn Ishaq Sirah Rasul Allah. Para sejarahwan Barat maupun Timur menghargainya sebagai dokumen politik yang paling lengkap dan paling tua usianya. Piagam Madinah jauh mendahului Konstitusi Amerika Serikat (1787) yang biasanya dipandang sebagai konstitusi pertama di dunia, yang dipelopori De claration of Human Rights (5 Juli 1775). Ia juga mendahului Konstitusi Prancis (1795) yang di pelopori Les droits de l’homme et du citoyen
7
(Agustus 1789). Bahkan ia juga mendahului konvensi (konstitusi tidak tertulis) Inggris yang disebut Magna Charta (15 Juni 1215). Pendeknya, Piagam Madinah meliputi segala pernyataan yang memelopori setiap konstitusi tersebut, baik bersifat proklamasi, deklarasi maupun lainnya. ***
http://pustaka-indo.blogspot.com
Piagam Madinah jelas merupakan dokumen amat berharga. Para sarjana orientalis, se per ti Julius Wellhausen, Leon Caetani, Hubert Grimme atau Montgomery Watt menyepakati oten tisitasnya. Tapi mereka berbeda pendapat tentang kapan naskah ini dibuat dan ditanda tangani. Ibn Ishaq sendiri, perawi utama piagam ini, tidak menyebutkan tanggalnya. Wellhausen dan Caetani mengatakan, piagam ini dibuat pa da permulaan periode Madinah. Sedang Grim me berpendapat, piagam ini dibuat setelah terja di perang Badar pada tahun ke-2 H/624 M. Namun, argumentasi yang dikemukakan Grimme dipandang lemah. Sebab, tak diragu kan lagi, perjanjian itu ditandatangani antara ta hun ke-1 H./623 M, karena suku `Aws, Khazraj dan sekutunya kaum Yahudi pada tahun ke-2 H ikut bertempur melawan kaum kafir Makkah di Badar.
8
Pendapat yang paling tepat adalah seperti yang diungkapkan Watt. Menurut dia, piagam ter sebut sekurang-kurangnya merupakan ga bungan dari dua dokumen yang berbeda. Perta ma, ini ditunjukkan oleh pengulangan beberapa pasalnya. Kedua, ini juga ditunjukkan oleh ke nyataan bahwa sebagian dokumen tambahan itu berasal dari tahun 627 M. Ketiga, tiga suku utama Yahudi (Banu Qai nuqa’, Banu Quraizhah dan Banu Nadzir) — yang semula ikut menan–datangani piagam ini — tidak disebutkan lagi, karena ketiga kabilah ini telah melakukan desersi dan dilikuidasi pada 627 M. Dengan demikian, piagam ini merupa kan hasil modifikasi dengan menghilangkan be be rapa pasal yang dianggap tidak relevan dan mencantumkan pasal-pasal yang dianggap masih relevan.
http://pustaka-indo.blogspot.com
*** Pada Syawwal tahun ke-5 H atau 627 M, terjadilah perang Khandaq atau perang al-Ah zab. Perang tersebut merupakan peristiwa pen ting dalam sejarah Islam, karena merupakan ti tik penentuan agama Islam selanjutnya. Dalam peperangan tersebut, kaum muslim mendapat kan cobaan besar yang tiada tara bandingannya dan diabadikan dalam Alquran surat al-Ahzab
9
ayat 10-11. Sebab utama terjadinya perang Khandaq itu adalah pengkhianatan kaum Yahudi Banu Na dzir dan Banu Wa’il yang mengusulkan kepada kaum Quraisy untuk memerangi Rasulullah SAW. Sebelumnya, mereka juga telah mencoba un tuk berhadapan langsung dengan kaum muslim, namun mereka merasa tidak mampu. Hasutan kaum Yahudi ini akhirnya mengha – silkan perjanjian angkatan perang antara kaum Quraisy dengan tentaranya sebanyak enam ribu orang, dan kaum Yahudi yang menyerahkan se luruh hasil panen kurma Khaibar selama setahun penuh guna persiapan logistik perang un tuk menumpas kaum muslim sampai ke akarnya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Peristiwa Khandaq ini akhirnya menyadar kan kaum muslim, khususnya Nabi Muhammad sendiri, bahwa ternyata golongan Yahudi mem buktikan dirinya sebagai orang yang tidak setia pada janji sebagaimana tercantum dalam Piagam Madinah. Oleh sebab itu, dipandang perlu pengatur an kembali tentang hak dan kewajiban dan un sur pengikat kesatuan yang lebih menjamin kesetiaan dan loyalitas terhadap negara. Yang be nar-benar dapat diharapkan dan diyakini kesetiaannya ialah mereka yang mempunyai ke sa maan motif penggerak dalam berbuat. Dan
10
mereka ini, tidak diragukan lagi, adalah kaum muslimin. ***
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dengan pertimbangan itu, sejak perang Khandaq, warganegara diklasifikasikan men– jadi dua golongan, yaitu muslim dan dzimmi atau Ahlal-Dzimmah. Dzimmi ialah orang-orang non-muslim yang menyatakan diri tunduk dan patuh di bawah kekuasaan negara Islam. Karena itu, dapat dikatakan bahwa negara Islam di bawah pimpinan Muhammad SAW te lah membuat kategorisasi antara golongan mu slim dan non-muslim. Tetapi kategorisasi ini se benarnya bukan menguntungkan golongan mu slim, melainkan menguntungkan golongan nonmuslim. Golongan muslim diwajibkan mema suki dinas militer dan melaksanakan pertem puran baik di wilayah negeri sendiri maupun di luar ne geri; sedang golongan non-muslim dibebaskan dari kewajiban itu, meski — sebagai warganegara— mereka tetap mendapat hak dan perlindungan atas keselamatan jiwa dan harta milik mereka. Lebih jauh, piagam ini menjamin hak asasi baik warga–negara muslim maupun non-muslim dan tidak ada perbedaan mengenai hak dan pri velese antara kaum muslim dengan non-muslim
11
dalam kaitannya dengan hak-hak asasi. Pem bedaan apa pun yang dilakukan antara kedua nya, semuanya hanya terbatas pada pertang gungjawaban politik saja.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Setelah Makkah dibebaskan (fath Makkah) pada tahun ke-8 H, negara Madinah berkem– bang menjadi sebuah negara yang wilayah ke kuasaannya meliputi seluruh jazirah Arab. Se iring dengan luasnya wilayah kekuasaan negara itu, permasalahan yang harus dihadapi oleh pe merintah juga menjadi makin banyak dan kompleks. Dalam melaksanakan fungsi dan kewajibannya, negara membutuhkan biaya besar untuk menjaga keselamatan negara dan rakyatnya, juga untuk meningkatkan ke– sejahteraan warganegaranya. Untuk meng– himpun dana ini, maka sistem iuran seperti yang tercantum dalam Piagam Madinah (pasal 24 dan 38) sudah tidak memadai lagi. Sebagai penggantinya diperlukan pungutan tetap terhadap kekayaan yang dimiliki warganegara. Warganegara muslim dikenakan pungutan zakat atas hasil pertanian, peternakan dan harta yang berkembang yang telah mencapai nishab. Sementara itu, Ahl Dzimmi dikenakan pajak yang cukup lunak, disebut jizyah atau pajak kepala (Q.S. 9:29) sebesar setengah dinar seta hun, dan kharaj atau pajak tanah, yang dalam
12
Al quran disebut sebagai pendapatan berupa pajak yang merupakan karunia Allah (Q.S. 23:74, 23: 74). Dari paparan di atas, dapat ditarik ke– simpulan, bahwa perkembangan hukum ketata ne ga raan (Islam) melalui tahapan-tahapan sesuai de ngan tuntutan waktu dan keadaan (kontekstual). Demikianlah yang dialami oleh sejarah per kembangan Kitabun Nabi atau Piagam Madinah. Empat belas abad yang lalu, Muhammad SAW telah meletakkan dasar-dasar tata kehidupan sosial yang ideal, yang membuka wawasan baru bagi kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu. l
http://pustaka-indo.blogspot.com
Rachmat Taufiq Hidayat, 07/04/1995.
13
http://pustaka-indo.blogspot.com
14
Perspektif HAM dalam Piagam Madinah dan Konteks HAM Masa Kini
http://pustaka-indo.blogspot.com
S
ebagaimana tercatat dalam sejarah Islam, bahwa Muhammad diutus sebagai Rasul ketika dunia mengalami ‘kegelapan’ se– bagaimana tecermin dalam kehidupan jahiliyah bangsa Arab. Peradaban manusia saat itu berada pada titik yang paling rendah, khususnya penegakan hak asasi manusia (HAM) yang tak dihiraukan. Ini ditandai antara lain dengan pembunuhan setiap bayi perempuan yang lahir. Kesewenangan dan penindasan menjadi jamak dalam keseharian umat manusia. Oleh karena itu, Rasul Muhammad diutus ke tengah kan cah kehidupan umat manusia, terutama bangsa Arab, untuk memberikan pencerahan. Dr Mushlih Abdul Karim, MA, anggota De wan Syariah Partai Keadilan, pada suatu
15
kesempatan menyatakan bahwa salah satu wa risan paling berharga bagi umat manusia dari kerasulan Muhammad adalah Piagam Madinah yang berisikan sistem dan nilai kehidupan ber masyarakat dan bernegara. Melalui Piagam Ma dinah, Rasulullah meletakkan pondasi pemerin tahan negara dalam perspektif Islam, khususnya mengenai urusan dalam ne geri, luar ne geri, perekonomian, dan pertahanan-keamanan (mi liter).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sistem pemerintahan yang dibangun Islam dalam per–kembangannya pun mengalami ber ba gai tahap pengujian seperti terlihat dalam jejak-jejak sejarah yang ditapaki selama perju angan Muhammad dalam menyebarkan Islam. Pengujian itu pada akhirnya melahirkan keter andalan dan keunggulan sistem yang dibangun tersebut sebagaimana tecermin dari makin so lidnya sistem pertahanan dan ketahanan negara Ma dinah hingga dicapainya masa kejayaan Islam pada abad pertengahan. Sejak hijrah dari Makkah ke Madinah, da sar-dasar kehidupan masyarakat yang dibangun Muhammad adalah peletakan dasar-dasar per– satuan masyarakat yang plural. Strategi yang ditempuh adalah mempersaudarakan para pen– datang (Muhajirin) dan penduduk setempat (Anshor). Dengan ikatan ini, Nabi mampu me
16
nangkis segala upaya kaum munafikin yang gi gih memecah belah umat Islam.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kecerdikan Rasulullah tampak pula dari pene rapan asas toleransi saat Islam tumbuh berkembang semakin kuat di Madinah. Pada waktu yang sama, rasa ukhuwah pun menjadi kian mapan di kalangan kaum muslimin. Segala aspek dalam sistem keamanan sosial dituang– kan dalam sebuah kesepakatan komunal antara muslimin, Yahudi, Nasrani, musyrikin dan se– genap kabilah, yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam ini mengatur antara hak dan ke wajiban, tanggungjawab, prinsipprinsip umum dan skala prioritas kehidupan yang harus diselesaikan di antara masyarakat Madinah yang lintas-etnis, ideologis dan kultural. Cendekiawan Nurcholish Madjid pada sebuah forum diskusi pernah menukil pendapat Giovanni Pico della Mirandola, tokoh humanis Eropa zaman Renaisans. Ia menyatakan bahwa ia menemukan catatan dalam mushaf Arab Mu slim bahwa tidak ada sesuatu yang menakjubkan lebih daripada penghormatan pada manusia dan hak-hak asasinya. Dengan menukil penda pat tersebut, Cak Nur menunjukkan bahwa sesung guhnya pandangan seorang tokoh humanis ter kemuka, nyata-nyata mengakui tampilnya se
17
http://pustaka-indo.blogspot.com
orang muslim (baca: Muhammad) sebagai orang yang sangat memahami harkat dan mar tabat kemanusiaan, yang merupakan esensi HAM. Le bih jauh, Cak Nur juga mengingatkan bahwa ru musan-rumusan HAM yang dijadikan patokan saat ini hanyalah pemikiran manusia modern yang tak lengkap dan padu, tanpa substansi dasar HAM seperti dikemukakan dalam agamaagama. Pendapat senada disampaikan pakar hukum tatanegara yang juga Menkeh-HAM, Yusril Ihza Mahendra. Menurut dia, Indonesia perlu menggali konsep-konsep dasar HAM dengan merujuk pada sumber doktrin ke agamaan, utamanya Islam, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Pendapat tersebut terasa relevan dengan kenyataan sebagian besar negeri muslim yang lebih cen derung menerapkan nilai-nilai HAM dari Barat, kendati tidak memungkiri upaya re vitalisasi HAM di beberapa negara muslim yang giat mengaktualisasikan konsep HAM versi Islam. Padahal, konsep Islam tentang HAM be gitu kokoh, baik secara tekstual maupun dalam apli kasi operasionalnya di Madinah, jauh se belum Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, 10 Desember 1948.
18
Persepsi HAM menurut Barat dan Islam
http://pustaka-indo.blogspot.com
Rumusan HAM yang pada masa kini banyak digunakan sebagian bertentangan dengan ajaran Islam, misalnya pasal 16 HAM PBB tentang kawin campur antaragama, dan pasal 18 yang berisi kan konsep tentang kebebasan beragama atau berganti agama. Pasal 16 menentukan perkawin an lelaki dan wanita yang tidak boleh dibatasi atas dasar suku, bangsa dan agama. Selain itu, sejumlah konsep yang sering meng atasnama– kan HAM, seperti homoseksual, lesbianisme, aborsi, dan sejenisnya juga bertentangan dengan hakikat kemanusiaan. Se mentara, pasal 18 menegaskan perlunya perlindungan atas hak murtad. Semua itu menunjukkan bahwa HAM PBB tidak mewakili kepentingan seluruh umat manusia, dan kalangan dunia Islam sejauh ini karena alasan itu menolak konsep HAM tersebut. Karena alasan itu pula, pemberlakuan ni lai-nilai HAM PBB tidak boleh dipaksakan, terlebih-lebih untuk kepentingan politik ter– tentu. Merujuk kenyataan ini, Ketua KISDI, Ah mad Sumargono, pernah mengemukakan pendapatnya yang sangat tidak setuju dengan pe nerapan pasal-pasal HAM PBB, apalagi di ne gara yang penduduknya mayoritas muslim se perti Indone sia. ”Barat cenderung subjektif, hanya melihat kepentingan mereka dalam soal
19
HAM. Isu HAM lebih lanjut menjadi legitimasi Barat untuk meng ambil tindakan terhadap negara-negara yang lebih lemah,” tegasnya. Sumargono pun menengarai adanya ja ri ngan internasional yang berkedok HAM tetapi dilandasi kepentingan politik. Ia menunjuk ba nyak kasus pelanggaran HAM yang menimpa umat Islam tidak direspon secara memadai, na mun bila kasus serupa menimpa umat lain bu kan kepalang gegernya dunia. Dalam penerapan HAM, Barat menyikapi dengan standar ganda. Sayangnya, jangankan di seluruh dunia Islam, dalam level sebuah negara muslim saja, hingga saat ini umat Islam belum memiliki Komite Islam untuk HAM, yang berani menantang setiap tudingan pelanggaran HAM semena-mena dari Barat.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Urgensi Penegakan HAM versi Islam Islam adalah agama yang sejak lahir telah menata ulang bagaimana manusia hidup secara ideal, khususnya dalam hubungan dengan se samanya. Dalam kaitan itu, pakar HAM, Marcel A. Boisard pernah menyampaikan pendapatnya tentang konsepsi tanggung jawab sosial untuk mengakui, memelihara dan menetapkan ke– hormatan diri sebagai prinsip kehormatan manusia. Menurut dia, tak ada agama atau
20
http://pustaka-indo.blogspot.com
ideologi yang menekankan secara kuat arti HAM sebelum Islam. Kendati demikian, di– sesalkan mengapa HAM dalam perspektif Islam kurang intensif dalam publikasi maupun operasionalisasi sehingga HAM dalam perspektif Islam kurang fungsional untuk mempengaruhi perkembangan teori, kesadaran dan tindakan dalam penegakan HAM. Bahkan hal ini telah membawa akibat berupa kesalahpahaman ter– hadap Islam itu sendiri. Barat kerap menuduh Islam sebagai agama yang tidak hanya kurang memberikan perhatian pada persoalan HAM, bahkan Barat beranggapan Islam identik dengan kekerasan dan terorisme. Itulah sebagian sisi dari stereotip Barat tentang HAM dan Islam. Stereotip tersebut jelas keliru. Dalam tataran konseptual-ideologis, Islam telah menunjukkan pandangan yang demikian jelas tentang HAM sebagaimana di– paparkan dalam Piagam Madinah. Namun, upaya mengembangkannya ke tingkat yang lebih fungsional masih menjadi ganjalan serius. Persoalan ini menjadi semakin rumit tatkala pengaruh Islam dalam tataran teoretik-praksis terhadap pro gram aksi penanganan masalah HAM dinilai masih lemah.
21
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sementara itu, konstelasi politik inter– nasional yang dibangun Barat pun selama ini menempatkan negara-negara dalam Dunia Islam sebagai pihak yang seringkali dihukum - dengan tuduhan seperti biasa - karena pelanggaran HAM. Padahal, sesungguhnya itu hanya tafsiran unilateral Barat yang kemudian menimbulkan implikasi isu HAM yang justru menimbulkan konflik. Konflik tersebut didorong pula oleh perebutan dominasi atas sumber-sumber eko nomi, dan juga hegemoni terhadap bangsa lain. Realitas empiris HAM yang lahir dari motivasi untuk tampil sebagai penguasa dunia ini dapat menafikan hak asasi bangsa lain dan itu jelas berseberangan dengan nilai-nilai hakiki HAM. Itulah sebabnya, politik praktis semacam ini berpotensi merugikan bangsa yang kurang mam– pu berperan dalam berbagai persoalan dunia akibat keterbatasan penguasaan atas sumberdaya strategis iptek dan akses informasi. Dalam bahasa lain, pemahaman HAM secara berlebih an cenderung menjadi alat bagi negara adikuasa un tuk memaksakan kehendak politiknya me nguasai negara-negara berkembang dengan se gala cara. Atas pertimbangan ini, program aksi HAM perlu diprioritaskan sekurang-kurang nya ka– rena dua alasan. Pertama, untuk memperbesar
22
pengaruh HAM versi Islam dalam teori, kesa daran dan tindakan, alasan ini berkaitan dengan persoalan paradigma pemikiran. Kedua, untuk menjawab realitas meningkatnya kesadaran atas kemuliaan harkat dan martabat manusia, alasan ini merupakan ekspresi Islam sebagai rahmatan lil’aalamiin dan sekaligus komitmen umat Islam sendiri untuk bersikap konsisten terhadap nor– ma HAM sebagaimana digariskan dalam Piagam Madinah.
http://pustaka-indo.blogspot.com
HAM dalam Perspektif Islam Dalam perspektif Islam, HAM diletakkan se bagai hurumat (kemulyaan, kelapangan, peng– hormatan). Dengan pengertian ini, pada ha kikatnya manusia didudukkan sebagai makhluk yang dimuliakan Tuhan, dan kemuliaan manusia itu tampak pula pada anasir penciptaannya yang sempurna. Manusia dalam kemuliaannya ditandai dengan kewajiban untuk meng abdi kepada Tuhan dan berhubungan baik de ngan sesamanya serta memelihara kewajiban dan tanggungjawab secara vertikal dan horisontal. Dengan demikian manusia dalam Islam bu kanlah sang pemilik hak asasi melainkan yang dititipi hak asasi untuk ditegakkan ber samasama manusia lainnya.
23
http://pustaka-indo.blogspot.com
Fundamental HAM dalam Islam telah dirumuskan Muhammad dalam Piagam Madi nah yang berisi: Pertama, perlunya kohesivitas masyarakat plural. Tali pengikat persatuan ada lah politik dalam rangka mencapai cita-cita ber sama (pasal 17, 23, dan 42). Kedua, masyarakat yang semula terpecah belah dipersa tukan da lam ke lompok Muslim, dan non-Muslim. Tali pengikat sesama Muslim adalah persau da ra an seagama, di antara mereka harus tertanam rasa solidaritas yang tinggi (pasal 14, 15, 19, dan 21). Ketiga, negara mengakui dan melindungi kebebasan menjalankan ibadat bagi pemeluk aga ma yang berbeda-beda (pasal 25-30). Ke empat, hukum adat (tradisi masa lalu) dengan pedoman pada keadilan dan kebenaran tetap diberlakukan (pasal 2 dan 10). Kelima, semua warga ne gara mempunyai hak dan kewajiban dan tanggungjawab yang sama dalam menjalakan tugas negara (pasal 18, 24, 36, 37, 38, dan 44). Keenam, setiap warga ne gara mempunyai kedudukan yang sama di ha dapan hukum (pasal 34, 40, dan 46). Ketujuh, semua warga wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara zalim, bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu (pasal 11, 16). Kedelapan, hukum harus ditegakkan. Siapa pun tidak boleh melindungi
24
http://pustaka-indo.blogspot.com
apalagi berpihak kepada orang yang melakukan kejahatan. Demi tegaknya keadilan dan ke benaran, siapa pun pelaku kejahatan harus dihukum tanpa pandang bulu (pasal 13, 22 dan 43). Kesembilan, perdamaian adalah tujuan uta– ma. Namun dalam mengupayakan perdamaian tidak boleh mengorbankan keadilan dan ke benaran (pasal 45). Kesepuluh, hak setiap orang harus dihormati (pasal 12). Kesebelas, penga kuan atas hak milik individu (pasal 47). Ruh yang hidup dalam HAM versi Islam sebagaimana ditegaskan dalam Piagam Madinah tersebut adalah: pengakuan adanya hak hidup, hak kemerdekaan, hak persamaan, hak keadil an, hak perlindungan hukum, hak perlindungan dari kezaliman penguasa, hak perlindungan dari penyiksaan, hak untuk berlindung, hak untuk melaksanakan kerja sama dalam ke hidupan sosial, hak-hak minoritas, hak kebebasan berfikir dan berbicara, serta hak-hak ekonomi. Sebegitu banyak nilai HAM dalam Islam, tiga yang sangat relevan dengan tuntutan kehidupan saat ini yang penuh dengan arogansi, tirani, dan hegemoni kekuasaan adalah hak persamaan, hak keadilan, dan hak perlindungan. Dengan adanya Piagam Madinah, sejak awal Islam dan umat Islam sesungguhnya sudah me ngembangkan kesadaran dan pengakuan bah
25
wa manusia adalah makhluk mulia dan terhor mat baik secara individual maupun secara ko munal, yang hak asasinya harus diberikan peng hormatan.l
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mohammad Shoelhi, 10/02/2003.
26
Demokrasi dalam Piagam Madinah
http://pustaka-indo.blogspot.com
D
emokrasi seolah sudah menjadi tren per adaban dunia kontemporer. Ia ba nyak dikagumi layaknya bidadari. Se perti diutarakan Prof. Dr. Nurcholish Madjid, di Amerika demokrasi dilambangkan dalam ar sitektur gedung kapitol seperti yang ada di Wa shington D.C. dan setiap ibukota negara bagian. Pembangunan gedung model arsitektur kapitol itu merupakan usaha pembangunan kembali ge dung serupa di zaman Yunani kuno. Tak terkecuali, klaim demokrasi pun menjadi anutan sakral siapa pun. Nazisme ciptaan Hi tler menyebut dirinya demokrasi dan para pen dukung Nazi berkeras meyakinkan dunia bah wa Hitler terpilih sebagai pemimpin nasio nal lewat pemilihan yang bebas. Begitu pula Komunisme Rusia mengklaim dirinya sebagai sistem yang pa– ling demokratis di antara semua sistem yang ada.
27
UNESCO pada tahun 1949 menyatakan, ‘’Mung kin untuk kali pertama dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang pa ling baik dan wajar untuk semua sistem organi sasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh.’’ Ti dak hanya pemerintah, lembaga-lembaga swasta pun turut andil dalam menyebarkan opini global tentang nilai-nilai demokrasi universal.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Freedom House di Amerika Serikat, misal– nya, membuat rating indeks negara demokratis. Untuk tahun 1997/1998, hanya 8,7 persen dari 48 negeri-negeri Islam digolongkan sebagai ne geri demokratis, 30 persen tergolong semide mo kratis, dan sebagian besar (60,9 persen) digolongkan sebagai negara otoriter. ”Fakta” ini dihadapkan pada kondisi negara-negara nonmuslim yang 23,3 persen otoriter, 30,1 persen semi-demokratis, dan 46,6 persen demokratis. Dengan logika simplistis, lawan kata de mo krasi adalah totalitarianisme. Jika tidak de mo kratis, sebuah negara pasti totaliter. To ta li tarianisme memiliki kesan buruk, kejam, dan bengis. Akibatnya, negara-negara komunis seka lipun tidak ketinggalan ikut memakai istilah de mokrasi, walaupun diembel-embeli sebagai ‘’De mokrasi Sosialis’’ atau ‘’Demokrasi Kerakyatan’’. Bahkan, mereka menyebut demokrasi Ing gris
28
dan Amerika sebagai penganut paham plutokrasi (demokrasi yang didominasi oleh orang-orang kaya). Dalam ketegangan tesis Samuel Hunting ton, seperti dipaparkan dalam artikelnya ber judul Clash of Civilization, demokrasi seolah men jadi rebutan agenda kepentingan antara Timur dan Barat. Dua kutub itu seolah tengah berebut makna, siapa yang paling pantas me nyandangkan demokrasi dalam predikat sosiobudaya komunitasnya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dalam konteks lokal, demokrasi menjadi idaman. Namun dalam agenda peradaban glo bal, demokrasi ternyata menjadi ‘sosok’ yang aneh. Antara epistemologi (landasan), ontologi (infrastruktur), dan aksiologi (gerak komunal), se olah paradoksial alias tidak berkesesuaian dengan kenyataan. Apakah ini memungkinkan ada gugatan lain; bahwa dalam segi ini, janganja ngan demokrasi terbagi lagi menjadi: de mokrasi yang konsekuen dan demokrasi double standard atau bahkan demokrasi multi-standar. Dari sinilah kita menaruh ‘curiga’ sekaligus menggugat wujud maupun epistemologi de mokrasi. Akibatnya, dalam prasangka negara berkembang, demokrasi sudah dipelintir men– jadi bagian tak terpisahkan dari hegemoni keku asaan global.
29
Apa yang terjadi kemudian? Demokrasi menjadi ‘rentan’ diperalat semata untuk kedok neo-kolonialisme. Negara-negara Barat meng– gunakan demokrasi sebagai alat untuk menekan negara-negara berkembang, terutama negara Islam untuk tunduk kepada keinginannya. Set idaknya, di balik hegemoni ini terdapat kepen tingan ekonomis —di samping politis— untuk menguasai pasar global seluas-luasnya termasuk pasar negara-negara berkembang. Untuk men capai hal itu, dibutuhkan suatu rezim yang le mah, yang dapat ditekan oleh para pemilik modal atau badan-badan keuangan internasional.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Realitas Piagam Madinah Menyandingkan Piagam Madinah dengan konteks demokrasi bukanlah padanan yang te pat, untuk tidak dibilang terlalu sempit. Pa danan yang pas bagi Piagam Madinah adalah hubungan agama dan negara. Dalam arti, masih banyak sisi yang belum tersorot dari berbagai fe nomena kehidupan bermasyarakat dan bernega ra dalam konteks demokrasi an sich. Menurut Ali Bulac —pemikir asal Turki— apa yang ditekankan dalam Piagam Madinah bukanlah sebuah utopia yang artifisial atau se buah latihan politis-teoretis. Ia telah memasuki sejarah tertulis sebagai sebuah dokumen
30
hukum yang diterapkan secara sistematis dan konkret dari tahun 622 hingga 632 (Kurzman, 2001: 279). Berbagai realitas demokrasi, seperti tripilar demokrasi; isogoria, isonomia, maupun isokratia, pemberdayaan rakyat, ataupun peng– hargaan terhadap pluralitas masyarakat bisa kita temukan pada dokumen itu.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Gagasan John Locke dengan tiga hak alami manusia — life, liberty, dan property, atau pun ide Franklin D Rosevelt tentang four freedom yang dikampanyekannya — freedom of speech and expression, freedom of worship, freedom from fear dan freedom from want — jauh sebelumnya telah digagas oleh Islam. Dalam bahasa Syafii Maarif, Piagam Madinah mempu nyai tujuan strategis bagi terciptanya keserasian politik dengan mengembangkan toleransi sosioreligius dan budaya seluas-luasnya. Substansi piagam itu menunjukkan bahwa konstitusi kesukuan telah batal dengan sendirinya. Negara Madinah merupakan contoh kong kret tentang kerukunan hidup bernegara mau pun hidup beragama. Piagam Madinah — meminjam istilah demokrasi— meru–pakan sebuah kon sen sus bersama antara berbagai golongan, baik ras, suku maupun agama, yang paling de mokratis se pan jang sejarah. Piagam Madinah telah mewariskan kepada kita prinsip-
31
prinsip yang tahan banting dalam menegakkan masyarakat pluralistik yang harmonis. Terlebih bagi kepentingan konvergensi dan rekonstruksi so si al masyarakat agar mempunyai landasan moral-religius yang kokoh dan anggun (Maarif, 1996: 154).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tak berlebihan rasanya jika ukiran sejarah di atas merupakan karya terbesar (magnum opus) seorang Muhammad Rasulullah. Beliau adalah perpaduan sosok sakralitas wahyu dan pro fanitas dunia nyata: sebagai nabi, nega ra wan, legislator, penyeru moral, pembaharu, ahli politik dan ekonom (Hakim, 1995: 371). Beliau mendirikan negara dari titik awal dan di tengahtengah bangsa yang tidak memiliki pengalaman politik selain organisasi kesukuan. Tak luput, beliau pun berhasil menetapkan norma-norma hukum yang lebih kosmopolit dan manusiawi daripada hukum yang telah ada saat itu. Berkat piagam inilah, menurut Tor Andre, Islami cist asal Swedia, Islam secara berangsur-ang sur tampil sebagai imperium dunia dan agama dunia.
Demokrasi Transendental Demokrasi sebagai sistem bernegara tidak bisa kita pungkiri adanya. Apalagi untuk me nutup mata terhadap realitas tersebut. Tinggal kita memilah, demokrasi bagaimana yang
32
hendak kita terapkan. Demokrasi bisa kita ambil sebagai sebuah sistem politik utuh dengan se gala kelebihan dan kekurangannya. Tapi, hanya se batas tataran pranata sosial-politik an sich. Sebaliknya, kita menolak tegas ‘demokrasi’ de ngan embel-embel ideologi tertentu. Apa yang diajarkan oleh Nabi dalam praktek Negara Madinah menunjukkan adanya kehidupan ‘demokratis’ berdasarkan aturan wahyu Ilahi.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Itulah Demokrasi Transendental, sebuah sistem pranata sosial-politik modern dalam ke hidupan bernegara yang banyak digandrungi orang. Disebut transendental karena kelang sungan sistem ini bukan berlandaskan kepen tingan dan kekuasaan manusia belaka. Semua permasalahan manusia tidak mungkin bisa dise lesaikan dengan ‘kehendak’ manusia sendiri. Terdapat nilai-nilai ketuhanan yang omni presence. Tak lain, ini demi kemaslahatan orangbanyak. Hanya dengan nilai-nilai dan ajaran ketuhananlah, berbagai kemaslahatan manusia bakal tercukupi. Dengan demikian umat Islam —dalam ba hasa Kuntowijoyo— harus menjadi makhluk yang berjalan dengan mata hati menghadap ke belakang, tetapi dengan mata fisik menghadap ke depan. Dengan cara ini kita akan selalu dapat menghadirkan struktur Nabi sampai kapan pun.
33
Sementara, fondasi dan pilar-pilar demokrasi itu pada prinsipnya telah disediakan dalam Piagam Madinah sebagaimana tecermin dalam pasalpasalnya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Demokrasi bukanlah jaminan sukses hidup bernegara. Bahkan, sebagai sebuah sistem, de mokrasi memiliki tingkat relativitas keberhasil an yang cukup riskan (untuk tidak menyebut belum ada contoh kongkret satu negara yang paling demokratis sekalipun). Andaikan kita mau belajar demokrasi dari Amerika Serikat, yang mengklaim diri sebagai kampiun demo kra si, ada baiknya kita renungkan perkataan Strobe Talbolt dalam bukunya, Democracy and the International Interest. Kata dia, sejak terben tuk nya negara federasi pada tahun 1776, AS memerlukan waktu 11 tahun untuk menyusun konstitusi, 89 tahun untuk menghapus per– budakan, 144 tahun untuk memberi hak pilih pada kaum wanita, dan 188 tahun untuk menyusun draf konstitusi yang ‘’melindungi’’ seluruh warganegara. Sungguh, sebuah sistem demokrasi ma– terialis yang pembentukannya butuh banyak waktu dan uang!!!l Lutfi Lukman Hakim, 08/05/2002.
34
Menata Harmoni dalam Perbedaan
http://pustaka-indo.blogspot.com
H
eterogenitas kini nenjadi realitas kehi dupan yang tidak mungkin dihindari. Semangat pos-modernisme telah meng gerakkan arus dekonstruksi terhadap nilai-nilai mapan yang dominan. Dan, pluralitas tum buh bagai aneka bunga di taman kota: hidup harmonis dalam perbedaan. Banyak pengamat khawatir, pluralisme akan mengganggu nilai-nilai Islam yang telah mapan. Tetapi, tak kurang yang melihat itu sebagai cara pandang yang keliru terhadap Islam. Sebab, Islam sangat menghargai perbedaan. Seperti pernah dikemukakan Dr Kun to wijoyo, Islam justru tumbuh menjadi agama besar dalam se– mangat pluralisme Piagam Madinah menjadi tonggak dem o krasi dan pluralisme paling awal di dunia.
35
Menurut sejarawan Dr Achmad Syafi’i Maarif, karya monumental Rasulullah SAW itu punya tujuan strategis bagi terciptanya keserasian po litik dengan mengembangkan toleransi sosio- religius yang seluas-luasnya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sejarah mencatat, negara Madinah menjadi contoh kongkret keserasian hidup bernegara dan beragama. Sejumlah pengamat Barat pun mengakui, Piagam Nabi itu merupakan sebuah konsensus bersama antara berbagai golongan, ras, suku, maupun agama, yang paling demo kratis sepanjang sejarah. Piagam Madinah, me nurut Syafi’i, telah mewariskan kepada kita prin sip-prinsip yang tahan banting dalam m e nata masyarakat pluralistik yang harmonis ber landaskan moral religius yang kokoh dan anggun. Itu pula yang dilihat oleh KH Ali Yafie. ”Dengan Piagam Madinah, Rasulullah telah membuktikan bahwa Islam adalah agama rah– mat bagi seluruh umat manusia. Pesan-pesan Islam pun dapat diterima oleh semua kalangan, termasuk pemeluk Yahudi dan Nasrani, sehingga tercipta suatu ta tanan yang adil dan damai,” ujarnya. Yang menarik, piagam tersebut menjadi persetujuan bersama yang diadakan oleh Rasu lullah dengan berbagai pihak di Madinah untuk hidup bersama dan membentuk suatu masya
36
rakat yang dipimpin Nabi SAW. ”Kepercayaan yang besar kepada Nabi dari kalangan Yahudi, Nasrani dan kaum Anshor (penduduk asli Madi nah) serta Muhajirin menunjukkan bahwa Nabi adalah sosok yang amanah dan mampu memim pin mereka dalam tatanan yang plural. Karena itulah, mereka semua meminta Nabi menjadi imam mereka,” kata Alie Yafie.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Figur Rasulullah, menurut Dr Koma ru d– din Hidayat, memang menjadi variabel pen ting suksesnya pelaksanaan kesepakatan dalam piagam itu, dan figur inilah yang tidak tergantikan. Masyarakat Madinah saat itu, menurut dia, adalah cerminan masyarakat teokrasi karena ada sosok yang disucikan, yakni Rasulullah yang menjadi penentu hukum dan keputusan akhir. Tak lain karena Rasulullah adalah manifestasi dan wakil Tuhan. Lebih dari itu, negara Madinah tidak ha nya membuktikan bahwa Rasulullah memang seorang negarawan, legislator, penyeru moral, pembaharu, ahli politik dan ekonom; tapi juga se kaligus mematahkan tuduhan Barat bahwa Islam anti-demokrasi. Sebab, sebelum negara demokrasi menemukan bentuknya di Barat, Rasulullah justru telah meletakkan dasar-dasar demokrasi yang sanggup menjawab kebutuhan bermasyarakat dan bernegara.
37
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sebagai sebuah produk peradaban, Piagam Ma dinah banyak memberi pelajaran penting bagaimana umat beragama membangun suatu tatanan masyarakat yang adil dan manusiawi. Menurut intelektual muda Haedar Nashir, ta tanan yang didambakan itu dapat tercapai karena substansi piagam itu memenuhi syaratsyarat yang memungkinkan terwujudnya suatu konstelasi masyarakat yang berkeadilan dan ber keadaban. Piagam Madinah menjadi jendela ba gaimana umat manusia membangun sistem per adaban yang tercerahkan dan memberi manfaat bagi semua orang. Ia menjadi aturan main agar tercapai semacam etika kolektif bagi kehidupan bersama. Memang, substansi Piagam Madinah mene gaskan suatu cita-cita terciptanya tatanan ma syarakat zaman Nabi yang Islami dan sekaligus dapat menjadi tempat berlindung bagi umat lain dari berbagai suku dan agama. Piagam tersebut, menurut Haedar, menjadi contoh suatu sistem dan konstitusi yang mewadahi masyarakat yang plural. Karena itu, tidak berlebihan sosiolog Barat, Robert N Bellah, menyebutnya sebagai konstitusi termodern pada zamannya. Menurut Prof Dr Azyumardi Azra, setidak– nya ada dua nilai penting yang dapat diambil dari Piagam Madinah dan masih relevasn hingga
38
saat ini. Pertama, Nabi meletakkan prinsip integrasi sosial dan politik dalam sebuah ne gara Madinah. Ini merupakan nilai penting dan merupakan peristiwa sejarah yang luar biasa mengingat masyarakat Madinah saat itu bersifat majemuk. Kedua, adalah dasar penghormatan yang kokoh bagi sebuah kehidupan yang toleran dengan menjamin hak-hak kaum non-Muslim. Ini diwujudkan dengan perlindungan pada kehi dup an dan harta benda mereka. ”Inilah sumbangan terbesar Piagam Madinah yang kemudian diadopsi oleh kehidupan modern dalam wujud hak asasi manusia,” katanya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Meskipun demikian, tambah Azyumardi, piagam tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pembenar bagi pembentukan negara Islam. Se bab, Rasul sendiri dalam piagam itu tidak me nyebut negara yang didirikannya sebagai negara Islam. Istilah daulah Islamiyah baru muncul saat Islam berhadapan dengan konsep Barat yang disebut nation state. Karena itu, jika hendak dijadikan model, yang dapat diambil dari Piagam Madinah ada lah nilai-nilai penting yang ada di dalamnya. Ini pula yang ditekankan KH Alie Yafie jika In donesia ingin keluar dari krisis multidimensio nal saat ini, bangsa Indonesia harus kembali ke
39
fitrahnya yang murni dengan cara menghayati dan memahami ajaran agamanya lalu meng amalkannya dalam kehidupan sehari-hari. ”Ma syarakat yang dipimpin Rasulullah itu dapat menjadi model untuk membangun suatu tatanan yang adil, aman dan beradab. Piagam Madinah sangat relevan kita jadikan acuan,” katanya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tetapi, piagam itu kini justru cenderung disalah-artikan oleh beberapa kalangan ketika berbicara tentang hubungan antara agama dan negara. Bagi kalangan yang berpendapat bahwa antara agama dan negara adalah entitas yang satu dan tak terpisahkan, dan karenanya meng hendaki terwujudnya negara Islam, berargumen bahwa tuntutan mendirikan negara Islam se sungguhnya telah ditekankan Nabi SAW dalam piagam tersebut. Klaim seperti itu, menurut Haedar, justru menunjukkan bahwa pemahaman mereka ter hadap Piagam Madinah terlalu reduksionis. Itu sama artinya mereka memperlakukan piagam tersebut secara sederhana dan sangat simplistis. Perlakuan seperti itu hanya akan mempersempit pesan Piagam Madinah dan Islam yang universal menjadi pesan yang terbatas yang hanya cocok dan berlaku bagi pemeluk Islam saja. Tentang ini Komaruddin malah melontar– kan pertanyaan mendasar, apakah memang ada
40
hubungan antara negara dan agama dalam Islam. Dan, apa sebenarnya cita-cita politik masyarakat Islam. Kalau pun ada, lanjutnya, bentuknya seperti apa, sistemnya bagaimana, dan dalam konteks apa. ”Semua itu masih remang-remang, dan menjadi perdebatan yang tidak henti di kalangan intelektual Islam,” katanya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dengan demikian, menurut dia, upaya membawa Piagam Madinah ke dalam sebuah negara Islam kini hanya akan mengalami jalan buntu. Pasalnya, tidak ada sejengkal tanah pun yang berada di luar batas nasionalisme. Ditam bah lagi dengan kondisi sekarang di mana antar negara lebih mementingkan kerja sama global dan sumbangan dunia Islam hanya berupa sumber daya alam serta tenaga yang kurang terampil. Ini berbeda dengan pada masa kejayaan Islam yang banyak memberikan sumbangan per adaban. Menjadikan Piagam Madinah sebagai landasan konstitusional dalam pendirian negara Islam, bagi Haedar, sama artinya dengan mela kukan strukturalisasi Islam untuk ke–pentingan terbatas. Padahal, lanjutnya, permasalahannya bukan pada bagaimana membawa pesan Islam itu ke dalam bentuk pelembagaan dengan cara strukturalisasi agama, tetapi bagaimana pesan piagam itu dijadikan sebagai agenda
41
kultural bersama, yakni membangun peradaban (tamaddun) yang adil. Dan, ini adalah agenda kultural, bukan struktural.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Karena itu, kata Komaruddin, yang perlu diambil dari piagam Nabi itu adalah spirit su pre masi hukum dan universalitasnya. Jika di jadikan sebagai blue print pendirian negara Islam, menurut dia, upaya penerapannya akan mengalami kegagalan. Sebab, Indonesia adalah negara bangsa yang diatur berdasarkan nasio nalitas dan undang-undang sebagi produk DPR/MPR. Ini berbeda dengan kondisi Negara Madinah di mana segala sesuatunya bersumber pada Rasul. Bagi umat Islam Indonesia saat ini, menurut Haedar, yang penting adalah bagaimana agar spirit Piagam Madinah dapat tetap menjiwai kehidupan sehari-hari, baik kehidupan ber masyarakat maupun bernegara. Untuk itu, ka ta nya, agenda kultural harus dijadikan acuan bersama dalam membangun masyarakat madani yang bukan sekadar demokratis, tapi juga bisa diterima semua kalangan disertai penegakan hukum dan keadilan bagi semua tanpa pandang bulu. l Hery Sucipto, Indah Wulaningsih, Ahmadun Yosi Herfanda, 29/06/2002.
42
Perdamaian di Bawah Piagam Madinah
http://pustaka-indo.blogspot.com
M
enurut catatan sejarah, sebuah karya besar telah disumbangkan Islam bagi kehidupan umat manusia, khususnya dalam menciptakan sebuah masyarakat yang ideal dan harmonis, penuh semangat persatuan dan kesatuan. Karya besar itu adalah Piagam Madinah, yang dirumuskan dan dilaksanakan Ra sulullah dalam menata masyarakat yang plural dengan keyakinan agama yang heterogen di Madinah. Mewujudkan konsep pembangunan masyarakat sedemikian ini nyaris mustahil, sebab kondisi dasar pada waktu itu tidak mendukungnya. Hingga pertengahan abad ke-7 Masehi, bangsa Arab hidup berkabilah, membentuk ke rajaan-kerajaan, dan gemar berperang. Dalam kehidupan mereka, perang sangatlah popular dan acap berlangsung lama untuk memperebutkan
43
kekuasaan dan sumber ekonomi. Kekuatan dan kemampuan perang merupakan faktor penentu dalam memegang puncak kekuasaan. Kekuatan dan kemampuan tak tertandingi tercatat dimiliki oleh suku Quraisy. Sebelum Islam, kondisi bangsa Arab me mang sangat kacau, tak mengenal sistem peme rintahan dan kedaulatan yang ajeg. Mereka ti dak mempunyai kesatuan bangsa, ikatan tanah air, kesatuan politik, serta dasar dan tujuan yang sama. Ambisi politik, kerakusan ekonomi, dan tribalisme yang ditandai sentimen klan dan kesukuan mendominasi kehidupan mereka.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dalam hal keyakinan agama, mereka me nyembah roh dan berhala. Ka’bah tempat berhaji pun dijadikan tempat penyembahan berhala. Mereka percaya pada paranormal dan juru ramal. Selain bangsa Arab, di Madinah juga ber mukim bangsa Yahudi. Mereka terdiri dari dua ke lompok besar. Pertama, Yahudi pendatang seperti Bani Nadir, Bani Qainuqa, dan Bani Quraizhah. Kedua, keturunan Arab yang meme luk agama Yahudi atau yang kawin dengan Ya hudi pendatang seperti Bani Auf, Bani Khazraj, Bani Saidah, Bani Hars, Bani Jusyam, Bani Najjar, Bani Amr, dan Bani Nabit.
44
Berikutnya adalah orang-orang Nasrani. Mereka hidup di wilayah-wilayah yang menjadi pengaruh Islam. Agama Nasrani pada mulanya masuk ke Yaman melalui misi orang-orang Syria. Sekitar abad 5 Masehi, misi Nasrani di pim pin Faymiyun (Phemion) menyebarkan agama Kristus itu di Najran. Menyusul kemudian, penyebaran Nasrani oleh Hegus Habsyi dari Etiopia yang juga didukung oleh negara.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dengan demikian, di Jazirah Arab hidup komunitas bangsa yang plural dengan keyakin an agama yang heterogen. Setiap penganut aga ma berupaya keras menyebarkan agamanya hingga dipeluk khalayak luas. Selain itu, mereka juga berkepentingan menguasai berbagai sumber ekonomi, bahkan juga berkepentingan mengunggulkan nilai-nilai budaya dan cita-cita politik mereka masing-masing. Dalam kondisi seperti itulah, Islam datang melakukan transformasi sosial untuk menjunjung tinggi peradaban. Semua itu dimulai Nabi dari Madinah. Di sini kaum Anshar dan Muhajirin dipersatukan dalam ikatan persaudaraan Islam. Pasal 2 Piagam Madinah menegaskan, Anshar dan Muhajirin merupakan satu komunitas yang diikat tali akidah, bukan garis darah, sehingga mereka bersatu dalam perasaan, pikiran, tujuan, dan cita-cita kolektif. Ikatan di luar akidah hanya
45
dipergunakan selama hal itu dapat membantu membangun sistem keamanan sosial. Di bawah naungan Piagam Madinah, ber bagai golongan dan kelompok dalam masyara kat, termasuk Yahudi dan Kristen, diberikan hak perlindungan dan diajak untuk hidup se cara rukun dan damai. Piagam Madinah memberikan jaminan bahwa umat Islam bersedia men jalin hubungan dengan golongan dan kelompok lain secara adil. Sebagai konsekuensinya, golongan Yahudi mengikatkan diri mereka sendiri untuk membantu tegaknya pertahanan-keamanan di Madinah (Pasal 24 dan Pasal 47).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Membangun dengan Sistem Keamanan Sosial Hubungan antar-penganut agama diatur dalam Pasal 25-35. Bagi Yahudi agama Yahudi dan bagi mukminin pun agamanya sendiri. Se arah dengan jaminan kebebasan agama, Pasal 25 piagam ini juga membatasi tanggungjawab ter hadap tindak kejahatan, kecuali terhadap orang-orang yang tidak adil dan penuh dosa. Da lam perspektif Piagam Madinah, tindakan mereka pada hakikatnya menyakiti diri mereka sendiri dan keluarganya. Pasal ini sama sekali tidak melindungi para pelaku tindak kejahatan dan perbuatan tidak adil, pelakunya dijatuhi
46
hukuman.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pada saat itu di Madinah berlaku sistem riba yang menjadi dasar ekonomi masyarakat, dan berbagai praktik sosial lain yang berten tangan dengan nilai-nilai kemanusian. Pada saat yang sama, Islam masuk ke Madinah dan tidak mempunyai alternatif lain kecuali ha– rus menghentikan segala kondisi lama yang bobrok. Berbagai bentuk kekacauan sosial yang bersumber dari khamar (minuman keras) dihentikan dengan menghancurkan kendi-ken– di tempat menyimpan khamar. Hukum qi– shash pun diberlakukan. Ketentuan hukum ini dikukuhkan dalam Pasal 21 Piagam Madinah, yang juga melarang siapapun membantu dan/atau melindungi pelaku kejahatan atau pelanggar hukum. Pasal 3 piagam ini menekankan tang– gungjawab kolektif semua mukminin untuk melaksanakan keadilan dan keamanan dalam masyarakat. Oleh karena itu, Rasulullah tidak membangun berbagai satuan kekuatan yang terorganisasi seperti angkatan kepolisian, untuk mengejar dan menghukum para pelanggar hu kum. Karena menghukum para pelaku kejahat an merupakan perintah Allah dan sudah di gariskan secara tegas, maka kewajiban keaga ma an berlaku bagi setiap mukmin untuk
47
melaksanakan hukuman tersebut, ada atau tidak ada sebuah lembaga khusus. Hal ini diperkuat dengan Pasal 13 yang menentukan agar setiap mukmin menentang segala bentuk penyimpang an sosial dan penyebaran ketidakdilan serta ge rakan pemberontakan.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Penyelesaian perselisihan di antara mereka hanya disandarkan pada hukum Allah, tidak lagi atas dasar adat istiadat. Meskipun demi kian, tidak berarti perbedaan pendapat dan pandangan tidak diperbolehkan. Perbedaan didorong oleh Rasululahh dengan tujuan menja dikan umat Islam berbeda dengan Yahudi. Ten tu saja tidak asal beda. Nabi melarang umat nya meniru Yahudi karena sikap meniru itu bertentangan dengan ketinggian orang-orang beriman terhadap yang tidak beriman. Umat Islam tidak diperbolehkan meng ada kan perdamaian secara sepihak, tanpa se pengetahuan dan dukungan dari mukmin lain nya (Pasal 17). Persyaratan perdamaian harus adil untuk semua. Tanggungjawab memu tus kan peperangan dan perdamaian terletak sepenuhnya pada diri Nabi. Ketika Nabi menya ta kan perang, maka pada saat itu seorang mukmin tidak boleh mengadakan perdamaian dengan pihak musuh. Mukmin yang satu harus melindungi mukmin yang lain (Pasal 18). Nabi
48
ber sabda, ”Orang beriman adalah pelindung satu sama lainnya.”
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tidak hanya sebatas itu, ketentraman ke hidupan sosial juga diciptakan Nabi dengan membatasi kegiatan aliansi. Kaum Anshar dan Muhajirin yang bersaudara itu tidak diperbo lehkan beraliansi tanpa seizin saudaranya yang lain. Lagi pula, Nabi pun menentukan pada prinsipnya aliansi tidak boleh melebihi hak-hak perlindungan yang dimiliki seseorang. Aliansi antara Anshar dan Muhajirin diatur dalam Pasal 23, bahwa Rasulullah adalah referensi satu-satunya terhadap berbagai perselisih an orang-orang beriman. Pasal ini menyebut kan, jika terjadi perbedaan tentang segala sesuatu, maka hal itu dikembalikan kepada Allah dan Muhammad. Meskipun demikian, Piagam Madinah di su sun atas dasar sikap gotong-royong, saling bahu-membahu, saling menyayangi dan meng hormati antara generasi muda dan tua, antara golongan miskin dan kaya, antara penguasa dan rakyat, antara Mukminin dan Yahudi, Kristen serta Musyrikin. Itulah sebabnya sebagai warga dalam lingkungan masyarakat Islam, kaum Ya hudi dan Kristen tunduk pada ketentuan Piagam Madinah. Pasal 45 menentukan bahwa perdamaian yang telah disepakati harus sepe
49
nuhnya dipatuhi. Masing-masing pihak me– lak sa nakan kewajiban yang menjadi beban tanggungjawabnya. Dengan semangat Piagam Madinah, Ra sulullah berupaya mencegah munculnya konflik da lam masyarakat. Golongan dan individu tidak di pandang secara kategoris melainkan dalam perspektif terminologis yang sama. Yang membedakan di antara mereka adalah kesalehan.
Semangat persaudaraan
http://pustaka-indo.blogspot.com
Islam di Madinah begitu kuat sehingga me– nimbulkan integritas internal yang kuat pula sebagaimana tecermin dari sikap warganya yang selalu siap memenuhi setiap panggilan bela negara. Ditetapkan dalam Pasal 45, bahwa perjan– jian antara Islam dan Yahudi mencakup pula hubungan dengan sekutu masing-masing. Pasal ini menekankan pentingnya penghormatan pada upaya perdamaian. Setiap inisiatif perdamaian perlu disambut oleh setiap komponen dalam masyarakat. Pasal ini mewajibkan setiap ke– lompok membangun persaudaraan dengan sekutu-sekutu lain, tetapi umat Islam tidak me– masukkan sekutu Quraisy karena dalam status harby (memerangi/memusuhi umat Islam). Pasal ini melarang kelompok Yahudi melindungi
50
atau membantu kaum Quraisy. Pada waktu itu Rasulullah telah membuat rencana untuk me lakukan pencegatan terhadap setiap kafilah da gang Quraisy yang melintasi Madinah bagian ba rat dalam perjalanan dari Mekkah menuju Syria. Pasal ini diadakan untuk mencegah terja dinya konflik antara Yahudi dan Islam.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Adalah kebiasaan Yahudi membentuk aliansi dan aktivitas militer. Oleh karena itu, Piagam Madinah pun disusun tidak terlepas dari nuansa latar belakang ini. Pasal 29 menentukan larangan bagi Yahudi meninggalkan Madinah kecuali seizin Rasulullah. Pembatasan terhadap gerakan mereka dimaksudkan untuk mencegah aktivitas militer Yahudi, termasuk keterlibatan langsung atau tidak langsung dalam perang antarsuku, sebab hal itu dapat mempengaruhi stabilitas keamanan dan ekonomi domestik Madinah secara keseluruhan. Berdasarkan pasal 42, Yahudi mengakui ko-eksistensi damai serta kekuasaan legislatif yang lebih tinggi. Sementara itu, kelompok Ya hudi tidak dibenarkan merujuk kepada hukum Islam dalam menyelesaikan setiap kasus, kecuali bila kasus itu terjadi antara mereka dan umat Islam. Sedangkan dalam urusan mereka sendiri, mereka merujuk pada Taurat dan keputusan Rabi, atau mengangkat Muhammad sebagai
51
hakim mereka. Kendati keadaan sosial, khususnya di Ma dinah, sedemikian plural dan heterogen, tetapi segala potensi konflik kepentingan dapat di– redam dan diken dalikan. Seluruh komunitas sanggup hidup ber dampingan dalam suasana damai, berkat Pia gam Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW. l
http://pustaka-indo.blogspot.com
Mohammad Shoelhi, 29/06/2002.
52
Piagam Madinah Menjamin Kebebasan Beragama
http://pustaka-indo.blogspot.com
S
etiap kali berbicara mengenai negara da lam hubungannya dengan Islam, atau yang diidealkan Islam, orang akan selalu merujuk pemerintahan/negara pada zaman Ra sulullah di Madinah. Berikutnya adalah peme rin tahan empat khalifah penerus Rasulullah — Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Yang terakhir ini seringkali disebut sebagai Khulafaur Rasyidin — para khalifah yang mendapatkan petunjuk (dari Allah). Negara pada masa Rasulullah bercorak teo kratis, sedangkan zaman Khulafaur Rasyidin bercorak republik demokratis — kepala negara dipilih oleh rakyat. Dalam surat-suratnya, Nabi Muhammad selalu menyebutkan: dari Muham mad Rasulullah. Sedangkan Khulafaur Rasyidin menyebutkan: dari Amirul Mukminin (pemim
53
pin para mukmin). Setelah Khulafaur Rasyidin, corak maupun bentuk negara berubah-ubah menurut perkem– bangan zaman. Dari sejak pemerintahan Bani Umayyah di Damsyik (Damaskus), Bani Abbasi yah di Baghdad, dan kemudian Bani Usmaniyah di Istambul, negara berbentuk kekhalifahan de ngan corak monarki absolut. Kemudian, ketika Khalifah Usmaniyah bubar dan negara-negara Islam merdeka dari penjajahan, muncullah se– jumlah negara berbentuk republik atau kerajaan.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Munculnya beragam bentuk, corak mau pun model negara berpenduduk Muslim itu ba rangkali karena memang tidak ada teks —baik Alquran maupun Hadis— yang mengatur hal itu. Alquran hanya menggarisbawahi, kepada umat Islam diperintahkan untuk athi’ullah wa rasulihi wa ulil amri minkum (taatilah Allah, Ra sul-Nya, dan pemimpinmu). Dengan kata lain, umat Islam diperintahkan untuk menerapkan hukum Islam yang bersumber dari Alquran dan Hadis. Itulah yang juga dilaksanakan pada masa pemerintahan Rasulullah Muhammad SAW di Madinah. Kepada umat Islam, Rasulullah mene rapkan hukum-hukum Islam berikut sanksisank sinya. Namun, dalam hubungan dengan ketatanegaraan di mana terdapat multi etnis,
54
kabilah, dan agama (kepercayaan), Rasulullah —sebagai kepala negara dan pemerintahan— memberlakukan aturan-aturan lain, yang kemu dian dikenal dengan Piagam Madinah.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Seperti diketahui, ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, di kota itu sudah terda pat tiga golongan besar: Muslimin, Yahudi, dan Musyrikin. Muslimin terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Kaum Muhajirin adalah pendatang yang hijrah dari Makkah. Mereka adalah orang-orang Quraisy Makkah yang telah masuk Islam, terdiri dari beberapa kelompok, antara lain Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Kaum Anshar adalah penduduk asli Madinah yang sudah masuk Islam. Mereka kebanyakan dari Kabilah Aws dan Khazraj. Golongan Musyrikin merupakan orangorang Arab yang masih menyembah berhala. Golongan Yahudi terdiri dari keturunan Yahudi pen datang dan keturunan Arab yang masuk agama Yahudi atau kawin dengan orang Yahudi pendatang. Tiga kelompok Yahudi pendatang adalah Banu Nadir, Banu Qaynuqa’, dan Banu Qurayzhah. Di tengah kemajemukan penghuni Kota/ Negara Madinah itu, Rasulullah SAW berusaha membangun tatanan hidup bersama, mencakup semua golongan yang ada di Madinah. Sebagai
55
langkah awal, beliau mempersaudarakan para Muslim Muhajirin dengan Anshar. Persaudara an itu bukan hanya tolong-menolong dalam kehidupan sehari-hari, tapi hingga ke tingkat waris-mewarisi. Kemudian diadakan perjanjian hidup ber sama secara damai di antara berbagai golongan yang ada di Madinah, baik antara golongan-go longan Islam, maupun dengan golongan-golong an Yahudi.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kesepakatan-kesepakatan antara golong an Muhajirin dan Anshar, dan perjanjian de ngan golongan Yahudi itu, secara formal, ditulis da lam suatu naskah yang disebut shahifah. Shahifah dengan 47 pasal inilah yang kemudian dise but dengan Piagam Madinah. Piagam yang menjadi payung kehidupan berbangsa dan ber negara —dengan multi etnis dan agama— ini, menurut sejumlah sumber, dibuat pada tahun pertama Hijrah dan sebelum Perang Badar. Di antara pasal-pasal yang menjamin ke bebasan golongan Yahudi (non-Muslim) adalah: Kaum Yahudi adalah satu umat dengan Muk minin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan ba gi kaum Muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan ke–
56
luarganya (Pasal 25). Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum Muslimin ada kewajiban biaya. Me reka (Yahudi dan Muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh warga Piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji tidak berkhianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya (Pasal 3). Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (be pergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad adalah Rasulullah SAW (Pasal 47).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Meskipun umat non-Muslim diberi kebe– basan, tidak harus mengikuti hukum-hukum Islam, namun mereka (Ahlul Kitab/Yahudi) tetap diharuskan menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Dalam sebuah riwayat yang disampaikan Imam Ahmad dan Muslim, dikemukakan, di de– pan Rasulullah SAW lewat orang-orang Yahudi membawa seorang hukuman yang dijemur dan di pukuli. Lalu Rasulullah memanggil mereka dan bertanya, ‘’Apakah demikian hukuman
57
terhadap orang yang berzina yang kalian dapat dalam kitab kalian?’’ Mereka menjawab, ‘’Ya.’’ Rasulullah kemudian memanggil seorang ulama mereka dan bersabda, ‘’Aku bersumpah atas nama Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah demikian kamu dapati hukuman kepada orang yang berzina di dalam kitabmu?’’
http://pustaka-indo.blogspot.com
Ulama (Yahudi) itu menjawab, ‘’Tidak. De mi Allah jika engkau tidak bersumpah lebih da hulu niscaya tidak akan kuterangkan. Hukuman bagi orang yang berzina di dalam kitab kami ada lah dirajam (dilempari batu sampai mati). N a mun, karena banyak di antara pembesarpem besar kami yang melakukan zina, maka kami biarkan, dan apabila seorang berzina kami tegakkan hukum sesuai dengan kitab. Kemudian kami berkumpul dan mengubah hukum ter sebut dengan menetapkan hukum yang ringan dilaksanakan, bagi yang hina maupun pembesar yaitu menjemur dan memukulinya.’’ Rasulullah lalu bersabda, ‘’Ya Allah, se– sungguhnya saya yang pertama menghidupkan perintah-Mu setelah dihapuskan oleh mereka.’’ Selanjutnya Rasulullah me–netapkan hu kum rajam, dan dirajamlah Yahudi pezina itu. Dari riwayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang-orang Yahudi (non-Muslim) tetap
58
di wajibkan menjalankan hukum-hukum Tau rat. Mereka juga dilarang membuat-buat hukum sendiri, meskipun mereka menyepakatinya. Itulah substansi relijiusitas dari Piagam Madinah. Piagam yang dibuat Rasulullah, ter kait dengan posisi penduduk Madinah yang me nunjukkan bahwa kelompok non-Muslim memperoleh jaminan keadilan dalam menjalan kan agamanya. Hal ini akan menjaga integritas bangsa Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan penganut agama, meskipun kaum Muslimin merupakan mayoritas. Piagam Madinah adalah jamin an integrasi bangsa dan persamaan hak dan kewajiban bagi masyarakat plural. l
http://pustaka-indo.blogspot.com
Ikhwanul Kiram Mashuri, 29/06/2002
59
http://pustaka-indo.blogspot.com
60
Mereka Meneruskan Amanat Piagam Madinah
http://pustaka-indo.blogspot.com
K
etika berada di Madinah dan kemudian membentuk sebuah negara, pertamatama yang dilakukan Rasulullah adalah menjalin ukhuwah Islamiyah, yakni memper sau darakan kaum pendatang (Muhajirin) de ngan penduduk setempat (Anshor). Selanjutnya, beliau juga menciptakan ukhuwah wathoniyah, mempersatukan kaum Muslimin dengan orangorang Yahudi dan Nasrani dalam kerukunan. Dalam hal ini, Nabi membuat perjanjian ter tulis berisi pengakuan atas agama mereka dan harta benda mereka. Disebutkan dalam per janjian ini bahwa orang-orang Yahudi berpegang pada ajaran mereka dan orang-orang Islam pun berpegang pada agama mereka. ‘’Inilah dokumen politik yang telah diletak– kan Nabi Muhammad sejak lebih 15 abad lalu dan telah menetapkan adanya kebebasan
61
beragama, kebebasan menyatakan pendapat: tentang keselamatan harta benda dan larangan melakukan kejahatan,’’ tulis Muhammad Hu sein Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad. Nabi, melalui dokumen —yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah— itu, kata Hae kal, ”Telah membukakan pintu bagi kehi dupan politik dan peradaban manusia masa itu.” Dunia yang selama ini hanya menjadi permainan tangan-tangan tirani, lanjut Haekal, telah diubah lewat Piagam Madinah.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Perubahan tatanan masyarakat itu ternyata membawa pengaruh besar. Seluruh Kota Ma– dinah dan sekitarnya benar-benar menjadi tempat yang nyaman bagi seluruh penduduk yang multi suku dan agama itu. Masing-masing pemuluk agama bisa menjalankan ajaran agamanya dengan tenang. Dari Kota Yatsrib — nama lain dari Madinah— inilah Islam mulai menemukan kekuatannya. Jumlah pemeluknya terus bertambah. Sekalipun Piagam Madinah kemudian dikhianati orang-orang Yahudi, namun prinsip yang tertulis dalam Piagam itu minimal telah menjiwai semangat umat Islam. Tidak heran ketika Khalifah Abu Bakar menggantikan Nabi Muhammad SAW, Islam telah menyebar ke segenap penjuru jazirah Arab. Seluruh jazirah
62
Arab sudah terhimpun di bawah panji-panji Islam. Dan kesatuan politis pun dinyatakan sebagai bagian tak terpisahkan dari kesatuan relijius. Maka pada saat itu tibalah waktunya bagi umat Islam melakukan dakwah ke Irak dan Syam. Inilah langkah awal pembentukan kemaharajaan Islam. Seperti Abu Bakar, penggantinya Khalifah Umar bin Khattab pun menerapkan prinsipprinsip yang telah digariskan Rasulullah. Di masa Umar inilah kemaharajaan Islam semakin meluas, berjaya, dan menerobos hingga ke Per sia, Mesir dan Palestina, selain Irak dan Syam.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Perlu dicatat, meskipun kemaharajaan Islam begitu meluas, tapi kaum Muslimin sesuai dengan prinsip Piagam Madinah tak pernah memaksa penduduk negara-negara tersebut agar memeluk Islam. Karena, sesuai prinsip Islam yang ditetapkan Alquran, tidak ada paksaan dalam beragama. Setelah pengaruh Islam menyebar ke ber bagai wilayah, terutama pada masa Khalifah Umar, kekhalifahan Islam pun semakin tegak. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kemaharajaan Islam itu kemudian bisa bertahan selama berabad-abad? Mengapa berbagai per– golakan seperti semasa Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah (Bani Umaiyah) dan
63
kemudian antara Bani Umaiyah dengan Bani Abbasiyah, tidak sanggup meruntuhkan pe ngaruh Islam sebagaimana terjadi pada ke– maharajaan Iskandar Agung dan Mongol?
http://pustaka-indo.blogspot.com
Menanggapi hal ini, menurut Haekal dalam buku Pemerintahan Islam, sulit untuk menjelaskan sebab-sebabnya secara rinci. ”Namun se ca ra garis besar, saya dapat menunjukkan satu sebab yang sangat menentukan. Yakni, sesungguhnya orang-orang Arab terdorong berperang bukan semata-mata untuk mendapatkan materi, tapi ada yang jauh lebih penting dari hal itu. Yaitu, keyakinan bahwa mereka mengemban satu misi atau risalah yang harus disampaikan pada seluruh dunia ini demi kebenaran dan keadilan,” jelas sejarahwan kondang Mesir itu. Menurut Haekal, keyakinan umat Islam yang demikian telah menegakkan kemaharajaan Islam sehingga sampai bertahan berabad-abad. Tapi, lanjutnya, ketika keyakinan itu memudar, keretakan demi keretakan mulai merasuki sekujur sendi-sendi kemasyarakat Islam dan nasibnya pun sama seperti dialami kemaharajaan Byzantium dan Persia sebelumnya. Bagi umat Islam, demikian Haekal, misi yang telah dipelopori Rasulullah itu mereka anggap sebagai amanat untuk disampaikan kepada pihak lain adalah persaudaraan dan persamaan.
64
Mereka berpandangan, bahwa pada hake katnya Tuhan seluruh manusia itu satu, Tuhan yang Esa. Di hadapan Tuhan yang Esa ini, se mua manusia adalah sama. Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan non-Arab kecuali ke– takwaannya. Di samping persaudaraan dan persamaan ini, mereka adalah orang-orang bebas merdeka.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pada masa Rasulullah, prinsip-prinsip lu hur itu tersebar luas di semenanjung Arab. Se telah menetap di negara-negara yang mereka tundukkan, kaum Muslimin mulai menerapkan prinsip-prinsip mulia tadi pada penduduk se tempat. Salah satu yang menjadi dasar kebijakan pemerintahan mereka adalah toleransi ber– agama. Mereka tidak memaksakan seorang pun di antara penduduk negara yang ditaklukkan agar memeluk Islam. Mereka juga memberikan berbagai ke– bebasan yang sudah berlaku pada saat itu: kebebasan berpikir, kebebasan mengeluarkan pendapat, serta sejumlah kebebasan lainnya. Di samping itu mereka juga menghormati segala bentuk ibadah dan akidah. Sedangkan keadilan mereka jadikan sebagai dasar pemerintahan. Dalam menerapkan keadilan ini, tidak ada beda antara Muslim dan non-Muslim. Semua diperlakukan sama dan sederajat.
65
Dengan sikap demikian, tidak heran ba nyak orang tertarik kepada Islam. Bukan hanya itu, mereka yang non-Muslim juga benar-benar menikmati berbagai kebebasan. Hal ini tidak per nah mereka alami sebelumnya, baik di Romawi maupun di negara Arab sendiri. Itulah yang mendorong mereka berbondong-bondong masuk ke dalam lingkungan agama baru, Islam. Mereka ingin ikut menikmati prinsip-prinsip kebebasan, persaudaraan, dan persamaan yang ditetapkan Islam.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Prinsip toleransi dan kebebasan inilah yang juga diberlakukan Khalifah Umar bin Khattab. Dikisahkan, ketika Khalifah Umar merebut kota suci Jerusalem pada 638 M atau 6 tahun setelah Nabi wafat, ia pun mendirikan masjid di kota suci itu, yang sekarang dikenal dengan nama Baitul Muqdis. Ketika tentara Islam memasuki Jerusalem dan mengambil alih kekuasaan kota itu dari orang Kristen yang telah memerintah di sana sejak masa Konstantinopel, Umar datang sendiri ke kota suci itu. Setelah uskup dari makam Kristus menye rahkan kunci kota kepada sang Khalifah, ia pun mengundang Umar untuk menunaikan shalatnya dalam gereja mereka. Tetapi, ketika Umar melihat bagian dalamnya yang dihiasai berbagai simbol Kristen, dia dengan sopan me
66
ngatakan, ”Saya akan shalat di luar pintu ini saja.” Selesai shalat uskup pun bertanya kepada Umar, ”Mengapa Tuan tidak mau masuk ke gereja kami?” Umar pun menjawab, ”Jika saya sudah shalat di tempat suci kalian, para peng ikut saya dan orang-orang yang datang ke sini pada masa yang akan datang akan mengambil alih bangunan ini dan mengubahnya menjadi masjid. Untuk menghindari kesulitan-kesulitan ini dan supaya kalian tetap sebagaimana adanya, maka saya shalat di luar.”
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tindakan Khalifah Umar itu ternyata membuat kagum sang uskup terhadap agama Islam. Begitu pula rakyat Palestina yang meng elu-elukan kedatangannya. Apalagi setelah kota suci itu diperintah Islam, mereka mendapatkan kebebasan dan diperlukan dengan baik, diban dingkan saat diperintah oleh Constantin. Prinsip-prinsip yang sama juga diterapkan oleh khalifah-khalifah berikutnya. Ali bin Abi Thalib, misalnya, ketika menjadi khalifah me nerapkan hukum terhadap penduduknya sesuai dengan agama yang mereka anut. Menantu Nabi ini, dalam menerapkan keadilan di bidang hu kum tidak pernah membedakan status sosial. Baik mereka yang punya kedudukan tinggi mau pun rakyat jelata diperlakukan sama. Bahkan, ia
67
pernah menegur seorang hakim karena dalam suatu persidangan ia mendapatkan panggilan kehormatan Abu Hasan, sedangkan tertuduh seorang Yahudi dipanggil dengan nama biasa. Selanjutnya, hal serupa juga terhadi pada Kha lifah Umar bin Abdul Azis.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Meskipun ia memerintah hanya dua tahun, ta pi keadilannya tercatat dalam tinta emas dalam sejarah Islam. Tak lama setelah menjadi khalifah, Umar membasmi sistem feodalisme yang diterapkan dan dipraktekkan oleh Bani Umaiyah. Baginya, sistem feodalisme berten tang an dengan ajaran Islam murni, yang memberlakukan manusia sama di sisi Allah. Bebe rapa tanah luas milik kerabatnya sendiri di be rikannya kepada Baitul Maal yang dapat dinikmati rakyat luas. Dalam masa pemerintahannya ia berhasil mengembalikan kepemimpinan Islam seperti yang dipraktekkan pada masa Nabi dan para Khu lafaur Rasyidin. Di samping itu, Umar memerintahkan supaya menghentikan pemu ngutan pajak dari kaum Nasrani yang masuk Islam. Dengan begitu berbondong-bondonglah kaum Nasrani memasuki agama Islam karena penghargaan mereka terhadap ajaran-ajaran Islam, dan juga karena daya tarik pribadi Umar bin Abdul Aziz sendiri.
68
Di antara kebijaksanaan Umar yang terpuji ialah, mengembalikan gereja kepada kaum Nasrani yang diambil alih oleh khalifah sebe lumnya dan kemudian diubah menjadi masjid. Ketika Umar menjadi khalifah, dan orang Na srani mengketahui bahwa Umar seorang yang adil, maka mereka menuntut supaya gereja me reka dikembalikan kepada mereka. Umar mem ba talkan kebijakan khalifah sebelumnya yang telah menjadikan gereja menjadi sebuah masjid. Menurut pendapat Umar, apa yang dila kukan khalifah sebelumnya itu tidak adil karena bertentangan dengan toleransi agama yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, kaum Nasrani merasa hakhak mereka tidak diabaikan, mereka pun me– ngucapkan terima kasih kepada Umar. Semua ini menunjukkan betapa pemimpin masyarakat generasi penerus Nabi begitu patuh dan konsisten dalam menegakkan hak warganya sesuai amanat Piagam Madinah. l
http://pustaka-indo.blogspot.com
Alwi Shahab, 29/06/2002
69
http://pustaka-indo.blogspot.com
70
Perspektif Syar’i dan Yuridis Antara Piagam Madinah dan Piagam Jakarta
http://pustaka-indo.blogspot.com
A
pakah ada hubungan antara Piagam Ma dinah dan Piagam Jakarta, dua peristiwa sejarah yang terpisah rentang waktu 15 abad hijriah? Tentunya ada. Karena umat Islam di Indonesia kini adalah sebagian penerus dari umat Islam yang dibangun Muhammad saw di kala itu. Tulisan ini dimaksudkan untuk me nyumbangkan pemikiran tentang hu bungan agama dan negara serta sikap dan pandangan syar’i umat Islam Indoneisa terha dap negara Republik Indonesia - dengan pendekatan disi plin ilmu fiqh, khususnya mazhab Syafi’i dan lebih khusus mazhab Imam al-Ma wardi yang banyak pengaruhnya dalam tata kehidupan di Indonesia, dengan ciri bahwa urusan agama me rupakan bagian yang tak terpisahkan dari tata
71
pemerintahan. Piagam Madinah Piagam Madinah diperkenalkan secara aka demis oleh H. Munawair Syadzali MA (mantan Menteri Agama Kabinet Pembangunan IV dan V) dalam rangkaian kuliahnya di Fakultas Pasca Sarjana IAIN Jakarta yang dibukukan dengan judul Islam dan Tata Negara (UI Press, 1990).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dikatakannya antara lain bahwa umat Islam memulai hidup bernegara setelah Nabi hi jrah ke Yatsrib yang kemudian berubah nama men jadi Madinah untuk pertama kali lahir su a tu komunitas Islam yang bebas dan merdeka... te tapi umat Islam di kala itu bukan satu-satunya komunitas... di antara penduduk Madinah ter dapat juga komunitas lain, yaitu orang-orang Yahudi dan suku-suku Arab yang belum mau menerima Islam dan masih memuja berhala. Dengan kata lain, umat Islam di Madinah merupakan bagian dari suatu masyarakat majemuk... belum cukup dua tahun dari kedatangan Nabi di kota itu, beliau mem– permaklumkan su atu piagam yang mengatur kehidupan dan hubungan antara komunitas yang merupakan kom ponen-komponen masyarakat majemuk di Madinah. Piagam tersebut lebih dikenal sebagai Piagam Madinah.
72
Selanjutnya dinyatakan: ”Banyak di antara pemimpin dan pakar ilmu politik Islam berang gapan bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi Negara Islam pertama. Isi piagam terdiri atas 47 pasal yang oleh Munawir disimpulkan sebagai batu-batu dasar bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah, yaitu: 1). Semua pemeluk Islam, meskipun ber asal dari banyak suku merupakan satu komunitas.
http://pustaka-indo.blogspot.com
2). Hubungan antara sesama anggota ko munitas Islam dan anggota komunitas lain di dasarkan atas prinsip (a) ber– tetangga baik, (b) sa ling membantu dalam menghadapi musuh ber sama (c) membela mereka yang teraniaya (d) sa ling menasihati dan (e) kebebasan beragama. Piagam Madinah mengandung beberapa aspek kenegaraan. Ada tiga aspek yang dijadi kan acuan dalam membahas Piagam Jakarta di sini, yaitu: 1). Rasulullah saw mengadakan perjanjian antara umat Islam yang beliau pimpin dengan umat beragama lain untuk
73
hidup bersama da lam suatu wilayah tertentu, yakni wilayah Madinah yang disebut Madinah al-Munawarah atau Madinatun Nabi. Umat Islam pada waktu itu adalah kaum Muhajirin (suku Quraisy) dan kaum Anshor yang berasal dari berbagai suku: Banu Auf, Banu Harits - Banu Khazraj, Banu Sa’idah, Banu Jusyam, Banu Najjar, Banu Amir bin Auf, Banu Nabit dan Banu Aus. Sedang umat non-Islam adalah umat Yahudi dan keluarga suku-suku tersebut, ditambah suku-Banu Tsa’labah, warga Jafnah serta Banu Syutaibah serta kaum Yahudi dari kedua sku tersebut.
http://pustaka-indo.blogspot.com
74
Dalam ilmu fiqh, perjanjian atau kesepakatan semacam itu disebut shulhu, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi r.a.: as-shulhu jaizun bainal muslimin illa shulhan harrama halalan au ahalla haraman, wal muslimuna ‘inda syuruthihim illa syarthan harrama halalan au ahalla haraman. Kesepakatan diperbolehkan antara orang Islam kecuali dalam ke sepakatan/perjanjian mengharamkan yang ha lal atau menghalalkan yang haram dan orang Islam harus menepati
persyaratan perjanjian itu.
http://pustaka-indo.blogspot.com
2). Piagam itu lebih bersifat suatu pernya taan atau dekrit sepihak dari Rasulullah; dan sung guh pun dalam naskahnya disebut ”surat per janjian”, namun tidak jelas ada orang lain atau pihak Yahudi yang turut menandatanganinya. Ini menunjukkan otoritas Rasulullah, terbukti dari rumusan Pasal 1 yang menempatkan Rasululaah saw sebagai pemimpin umat Islam, sedangkan Pasal 23, 36 dan 42 diangap se bagai ”penengah, pemberi izin dan hakim” bagi semua pihak. Dan tentu saja bentuk dan gaya piagam itu belum secanggih konstitusi modern, misalnya UUD 1945. Untuk dianggap sebagai preambule konstitusi, di dalamnya me ngandung rincian unsur perdata dan pidana yang disebut menyediakan ruang bagi setiap suku yang mengakui perjanjian itu. 3). Kaum Muslimin merupakan umat yang bersatu dan utuh, dan senantiasa taat pada ke se pakatan itu, baik terhadap sesamanya mau pun terhadap kaum Yahudi sekutunya. Daerah Yatsrib beserta penghuninya selalu dilindungi ber sama. Dengan kata lain, Piagam
75
Madinah ber sifat mengikat bagi Rasulullah saw dan umat Islam. Ke– taatan umat itu tidak hanya bersifat aqli (sekadar rasio atau moral positif) saja me lainkan juga syar’i (mengandung unsur ibadah).
Pandangan dan sikap untuk senantiasa taat pada persyaratan atau kesepakatan bagi umat Islam, baik pada zaman Rasulullah saw mau pun umat Islam masa kini, sandarannya adalah Pasal 2 yang berasal dari hadits yang berkaitan dengan aspek pertama, yaitu al-mus– limuna ”inda syuruthihim” (umat Muslim harus menepati janji).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Piagam Jakarta Piagam Jakarta adalah dokumen tertanggal 22 Juni 1945, disusun oleh Panitia Perumus dari BPPK yang beranggotakan sembilan orang ”ba pak pendiri” Republik Indonesia: Ir. Soe kar no, Dr Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoel Kahar Moe zakir, H Agus Salim; Mr. Ahmad Soebardjo, Wachid Hasyim, dan Mr. Mohammad Yamin. Piagam Jakarta merupakan puncak ungkapan citarasa bangsa Indonesia tentang:
76
1). Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan dihapuskannya penjajahan di atas dunia (alinea 1). 2). Rasa bahagia bahwa perjuangan perge rakan kemerdekaan Indonesia sudah mencapai ke depan pintu gerbang Ne– gara Indonesia (alinea 2). 3). Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa bertekad menyatakan kemerde– kaan (alinea 3). 4). Membentuk suatu pemerintahan Negara In do nesia yang berdasarkan Pancasila (alinea 4).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Marilah kita kaji bersama Piagam Jakarta ini dengan acuan ketiga aspek dalam Piagam Ma dinah yang telah dipaparkan di atas. 1). Bercermin pada Piagam Madinah, dari sudut ilmu fiqh dapat dikatakan bahwa Piagam Jakarta adalah satu bentuk ”shulhu” pula, yaitu suatu pernyataan yang rumusannya disepakati dari wakil-wakil bangsa Indonesia untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia dan menyusun kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu hukum dasar negara Indonesia, dan
77
sebagainya. Para wakil itu atau orangorang yang dianggap sadar akan dirinya mewakili bang sa Indonesia waktu itu yang berjumlah sembilan orang, delapan beragama Islam dan satu beragama Nasrani.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bagi kedelapan orang Islam itu, apa pun latar belakang pendidikannya, serta ideologi yakni jalan pikiran dan keyakinan tentang cara meng atur kehidupan bernegara yang mereka anut dari pandangan fiqh (bukan pandangan sosio-politik ideologi seperti biasa digunakan) mereka harus dianggap sebagai ”mukallaf yang adil”, yakni orang yang cukup dan cakap (bevoged en bekwaam, Belanda) untuk melaku kan perbuatan hukum, termasuk menandata ngani perjanjian. Maka, piagam itu adalah suatu bentuk shulhu antara wakil-wakil bangsa Indo nesia yang beragama Islam dengan wakil dari mereka yang tidak beragama Islam. Di sini letak kesamaan antara Piagam Ma dinah dan Piagam Jakarta. Adapun perbedaannya adalah: Rasulullah saw seorang diri berhadapan dengan beberapa pihak suku di Madinah, se dang di Jakarta delapan orang Muslim berha dapan dengan seorang non-Muslim; dan kurang lebih demikian pula perbandingan jumlah pe me luk agama para wakil rakyat di lembaga-
78
lembaga perwakilan sejak BPUPK, PPKI, KNI, Konstituante dan MPR/DPR. Maksudnya, tanggungjawab umat Islam terhadap keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara Indonesia tentunya lebih besar daripada umat lain, karena memang jumlahnya lebih besar.
http://pustaka-indo.blogspot.com
2). Piagam Jakarta berisi berbagai pernya taan yang sifatnya umum namun mendasar, di tandatangani sembilan wakil bangsa Indonesia serta dimaksud sebagai preambule dari Hukum Dasar Indonesia yang kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI disahkan sebagai Pem bukaan UUD Negara Republik Indonesia; yakni dengan beberapa perubahan minor pada katakata ”Hukum Dasar Negara Indonesia” menjadi ”Undang-undang Dasar Negara Indo nesia dan ”Ketuhanan dengan kewajiban men ja lankan syari’at Islam bagi pemeluknya” di ganti menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi, tanpa mengurangi nilai yang ter– kandung bila dibandingkan bentuk dan materi perumusan kedua piagam itu dapat dikatakan bahwa jika Piagam Madinah adalah ”minikonstitusi” dalam upaya menumbuhkan suatu ”em bryo negara” karena belum jelas mana
79
wilayah Yatsrib atau Madinah pada waktu itu, maka Piagam Jakarta adalah suatu ”konsep yang utuh dari preambule sebuah konstitusi negara Indo nesia” berwilayah dari Sabang sampai Merauke yang sebelumnya disebut Nederlands Indie.
http://pustaka-indo.blogspot.com
3). Kiranya umat Islam sepanjang sejarah yakin dan percaya, bahwa Rasulullah saw dan para sahabat senantiasa taat menepati isi perjanjian yang tercantum dalam Piagam Madinah. Pertanyaannya: Bagaimana umat Islam Indonesia harus memandang dan bersikap terhadap ”shul hu” atau kesepakatan yang terkandung da lam Piagam Jakarta? Bukankah piagam itu mengikat dalam keadaannya sudah menjadi Pembukaan UUD 1945 dengan hilangnya kata-ka ta ”dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya” setelah pengesahannya dalam sidang PPKI? Penalaran dengan ilmu fiqh akan memberi jawaban: ”Ya.. dan bahkan ikatan itu lebih kuat, bersandarkan alasan-alasan syar’i dan yuridis.
80
Landasan Syar’i 1). Badan Penyelidik Persiapan Kemer de kaan (BPPK) atau nama resminya Dokuritsu Jumbi Choosakai dibentuk Penguasa Jepang. Pe nguasa semacam ini oleh fiqh disebut Dzu Syaukah atau sultan kafir (van Vollenhoven dalam Des Adatrecht menyebutnya ”de leitelijk po tenttat”) sama dengan Penguasa Hindia Belanda sebelumnya. Umat Islam wajib taat padanya sepanjang perintah mereka tidak menjurus pada kekufuran.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Para ulama biasa mengutip syair ibnu Ru slam dalam Kitab Zubad pada Muqadimah bait ke-29: wa lam yajuz fi ghoiri makdlil kufri khu ru jana ‘ala waliyyil amri (kecuali dalam pemaksaan kekufuran, kita tidak boleh melawan pengu asa). Artinya, semua pelembagaan yang dibentuk penguasa kafir adalah sah, maka hasil tu gasnya tentu sah pula sepanjang tidak me nyinggung inti akidah Islam, termasuk hasil dari Dokuritsu Jumbi Choosakai itu. 2). Proklamasi kemerdeklaan dalam pandangan fiqh adalah istilah yaitu pengambil-alih an kekuasaan sebagai alternatif ketiga dalam cara in’iqod alimamah, menegakkan kepemimpin an dalam bentuk negara. Ini karena
81
per nya taan kemerdekaan tanpa ada peralihan ke ku a saan tak ada artinya. Pengangkatan Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Per siapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah suatu bai’at yakni alternatif pertama.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tanggal 17 dan 18 Agustus 1945 terjadi dua peristiwa syar’i yang memenuhi syarat bagi in’iqod al-imamah, yang menyebabkan keberadaan RI harus dianggap sah. Karenanya menjelang Pertempuran Surabaya, KH Hasyim Asy’ari memfatwakan antara lain bahwa mem– bela Republik Indonesia adalah suatu kewajiban syar’i dan mereka yang gugur membela negara RI adalah syuhada di sisi Allah swt. Adapun PPKI sendiri dianggap ahlul halli wal aqdi yakni badan atau dewan yang berhak mengangkat dan melepas jabatan (antara lain kepala negara) dan memang demikian yang terjadi, van Vollenhoven menyebutnya ”het tot losmaken en binden bevoegden, als een kiescollege voor een nieuw staatshoofd” (mereka yang berwenang melepas dan mengikat jabatan sebagai dewan pemilih kepala negara baru). Jadi, pengolahan Piagam Jakarta menjadi Pembukaan UUD RI terjadi sesudah merdeka
82
dan dilakukan lembaga milik umat dan bangsa Indonesia sendiri.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pembukaan UUD 1945 serta batang tu– buhnya tetap merupakan bentuk ”shulhu”, bahkan bersifat lebih mengikat bagi umat Islam Indonesia dan umat beragama lain. Maka semua produk legislatif MPR/DPR juga dari DPR/DPRD adalah pelaksanaan shulhu yang juga mengikat secara syar’i dan aqli bagi umat Islam Indonesia. 3). Penghapusan kata-kata ”dengan kewa jib an menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya dalam Piagam Jakarta dan diganti menjadi ”Ketuhan Yang Maha Esa” dan ”Syariat Islam bagi Kepala Negara” dalam batang tubuh UUD, sedikit pun tidak mengurangi arti serta ikatan syar’i maupun aqli bagi umat Islam Indonesia kepada piagam yang disempurnakan itu (Pembu ka an dan Batang Tubuh UUD 1945), sebab tan pa adanya rumusan itu pun, sifat dan kedudukan hukum dari kehidupan bernegara adalah far dhu kifayah. Na mun karena sudah menjadi kesepakatan, ma ka ketentuan untuk ”kewajib an menjalankan syari’at Islam bagi peme luk nya” haruslah didasarkan pada undang-un dang, seperti keputusan
83
DPR RI tentang UU Perkawinan dan UU Peradilan Agama. Dalam hubungan ini, dengan penghapusan tujuh kata dari Piagam Jakarta itu menjadikan rumusan Pancasila sebagai ”hadiah terbesar umat Islam bagi kemerdekaan Indonesia”. Ini karena ia menghapus keraguan akan niat baik para pemimpin yang beragama Islam di Jawa tentang maksud dan tujuan kemerdekaan Indonesia.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Alasan Yuridis Dalam sejarah, konstitusi RI mengalami berbagai perubahan. Dari 27 Desember 1945 sampai 15 Agustus 1950, misalnya, Indonesia menjadi Negara Serikat dengan Konstitusi RIS. Setelah itu RIS bubar dan kembali bergabung menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan UUDS. Dalam UUDS disepakati akan dicarikan dasar negara yang lebih mantap melalui Konstituante. (Semua konstitusi itu dalam pandangan fiqh adalah shulhu yang di– hasilkan lembaga perwakilan rakyat yang sah waktu itu). Karena Konstituante tak memperoleh kesepakatan (buntu), dijatuhkanlah Dekrit Presiden RI untuk kembali pada UUD 1945, pada 5 Juli 1955. Dalam pertimbangannya (ali nea kelima) berbunyi: bahwa kami berkeyakin
84
an Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut. Yuridis bahwa Piagam Jakarta telah lebur dan menyatu dalam Pembukaan serta Batang Tubuh UUD 1945. Hanya saja sementara ini bunyi aliena tersebut sering dilupakan. Bahkan yang alergi terhadap Piagam Jakarta menyebut piagam itu berpotensi menumbuhkan persoalan SARA dan cenderung menentang Pancasila dan UUD 1945. Gejala ini jelas berlawanan dengan maksud Dekrit Presiden RI itu.
Penutup
http://pustaka-indo.blogspot.com
Membandingkan Piagam Madinah dan Piagam Jakarta dengan titik berat pada konsep shulhu, kiranya dapat meyakinkan kita, bahwa keterikatan umat Islam pada Piagam Jakarta yang sudah menjelma menjadi Pembukaan UUD 1945 adalah mutlak. Ini berarti keterikatan umat Islam pada Pancasila dan UUD 1945 adalah mutlak pula. Petunjuk dari Departmen Agama men– jelaskan bahwa umat Islam memandang ke– hidup an bernegara sebagai suatu ibadah. Namun, pa dangan itu tak boleh dipaksakan kepada umat beragama lain. Sebaliknya, umat
85
Islam tak perlu mengikuti pandangan sekuler dalam kehidupan bernegara yang dianut umat beragama lain. l
http://pustaka-indo.blogspot.com
Zaini Ahmad Noeh, 07/04/1995
86
Upaya Wujudkan Konstitusi yang Adil dan Demokratis (Kasus Amandemen Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945)
http://pustaka-indo.blogspot.com
S
etiap bulan Juli, bangsa Indonesia selalu mengenang peristiwa bersejarah: dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno. Memori sejarah itu sering ditafsirkan dalam pemahaman yang ambigu, karena bangsa ini memang relatif belum matang dalam kehidupan bernegara, di samping pula tak sedikit kepentingan politik mutakhir yang ingin menunggangi celah peristiwa sejarah. Misalnya, banyak pihak yang menafsirkan Dekrit Presiden Soekarno merupakan tonggak penting, karena kembalinya UUD 1945 sebagai konstitusi resmi Negara Kesatuan Republik In donesia (NKRI). Tak banyak orang yang tetap meng ingat dengan jernih, betapa langkah
87
darurat Soekarno sesungguhnya telah menjegal proses demokrasi yang sedang berlangsung dan hampir mencapai konsensus dalam Konstituan te. Sedangkan Konstituante merupakan lembaga perwakilan rakyat, manifestasi kongkrit dari ha sil pemilu pertama sejak kemerdekaan bangsa.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sejak Dekrit 5 Juli itu, Indonesia mema suki masa ‘Demokrasi Terpimpin’, sebuah sistem yang sama sekali tidak demokratis alias oto ritarian. Sehingga, mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta yang menyatakan berpisah haluan dengan Soekarno sempat berkomentar dalam bukunya Demokrasi Kita, bahwa ‘segala sesuatunya ada pada masa Demokrasi Terpim pin, kecuali demokrasi itu sendiri’. Dalam konteks sejarah yang ambigu itulah per silangan pendapat tentang Piagam Jakarta acap kali menyertai. Sebab, dalam dekritnya Pre siden Soekarno tegas menyatakan: ‘bahwa Pia gam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan’. Anehnya, sebagian masyarakat me nerima kembalinya UUD 1945, namun enggan mengakui keabsahan Piagam Jakarta yang digaransi oleh Presiden Soekarno sendiri. Latar belakang sejarah Dekrit yang kelabu membuat pemahaman sebagian orang atas le gitimasi historis Piagam Jakarta menjadi kabur.
88
Padahal, landasan sejarah perumusan dan pe nye pakatan Piagam Jakarta jauh lebih lama dibandingkan pemberlakuan Dekrit. Tanpa ke munculan Dekrit Presiden Soekarno sekalipun, Piagam Jakarta telah mewarnai wacana pemikir an kebangsaan para pendiri republik ini. Mari kita tata kembali ingatan sejarah kita.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kita patut belajar dari para pendiri bangsa yang lebih mengedepankan argumentasi intelek tual dan visi kebersamaan daripada taruhan ke kuasaan dalam merumuskan kesepakatan bang sa (national enggagement). Berdasarkan risalah sidang BPUPKI, jelas yang dimaksud dengan Piagam Jakarta bukanlah semata tujuh potong kata yang menjadi momok bagi sebagian orang, yaitu ketentuan tentang ‘kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya’. Itu hanyalah sebagian kecil da ri gentlemen agreement di antara tokoh-to koh nasional dari berbagai aliran. Sekalipun ia sungguh sangat penting, sebab poin itulah titik kompromi yang diterima oleh founding fathers kita. Bagian terbesar dari Piagam Jakarta justru menandaskan: pengakuan kemerdekaan sebagai hak universal dan perlawanan semesta terhadap segala bentuk kolonialisme; pernyataan kemer dekaan Indonesia sebagai buah perjuangan, bu
89
kan pemberian negara asing; penyepakatan da sar-dasar bagi berdirinya negara Republik Indo nesia yang merdeka; serta tujuan bersama yang harus diperjuangkan seluruh rakyat Indonesia bersama masyarakat dunia yang beradab.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Ya, Piagam Jakarta itu tak lain adalah Pem bukaan UUD 1945 seutuhnya sebagaimana disepakati Panitia Sembilan BPUPKI hingga ha ri kemerdekaan 17 Agustus 1945. Satu hari ke mudian, 18 Agustus 1945, sidang darurat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) meng hapus klausul imperatif terhadap umat Islam itu atas usulan Hatta yang telah didatangi seorang opsir Kaigun Jepang dan diganti dengan ‘Yang Maha Esa’. Karena itu, dapat dipahami sewajarnya upaya untuk mengembalikan UUD 1945 kepada semangat otentiknya dengan mengusulkan ma suk nya klausul Piagam Jakarta dalam proses Perubahan UUD yang sedang berlangsung di PAH I MPR. Usulan perubahan ditujukan kepada Pasal 29 UUD 1945, bukan pada Pembukaan UUD 1945 — tempat asli Piagam Jakarta yang ki ni tiba-tiba disakralkan kembali. Pasal alternatif yang disodorkan Fraksi PPP dan PBB adalah: ‘Negara berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya’.
90
Usulan itu memancing perdebatan panas, terutama bagi mereka yang memiliki pemahaman sejarah mendua seperti dijelaskan di mu ka. Namun, kontroversi mungkin segera berlalu karena pembahasan di PAH I MPR tampaknya sudah mengerucut. Terdengar kabar dua tokoh dari Fraksi PPP dan PBB yang selama ini vokal mendesakkan klausul Piagam Jakarta dalam perubahan UUD 1945, akhirnya berkompromi.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dengan begitu, sungguh tak beralasan ke khawatiran akan ancaman deadlock pada Si dang Tahunan MPR akibat perdebatan pasalpasal krusial. Bayang-bayang kebuntuan itu te lah dipergelap dengan kemungkinan skenario ke luarnya Dekrit Presiden Megawati yang mem ba talkan proses amandemen konstitusi seluruhnya, lalu memberlakukan kembali UUD 1945 sebagaimana ‘aslinya’. Andai benar begitu, ma ka mirip dengan langkah drastis Presiden Soekarno 43 tahun yang lampau, yang kemudian terbukti berhasil memberangus demokrasi, dan bahkan kemudian menghancurkan rezimnya sendiri. Sementara itu, Fraksi Reformasi (gabung an PAN dengan PK) yang tetap mengusulkan amandemen Ayat 1 Pasal 29 UUD 1945 dalam rumusan yang lebih inklusif, yakni: ‘Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan
91
kewajiban menjalankan ajaran agama bagi ma sing-masing pemeluknya’. Rumusan itu bisa di sebut sebagai klausul ‘Piagam Jakarta yang ber wawasan Piagam Madinah’.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Dengan usulan ini, phobi yang biasanya di kemukakan kelompok anti-Piagam Jakarta yai tu adanya diskriminasi dan kekhawatiran dis in te grasi terjawab tuntas. Dengan pendekatan Piagam Madinah, maka berbagai kelompok agama mendapat hak yang sama untuk melak sanakan ajaran agamanya. Dan terbukti Piagam Madinah justru menjadi faktor penting terjadi nya integrasi masyarakat Madinah yang plural itu. Selain itu kewajiban melaksanakan ajaran agama bagi para pemeluknya jelas dinyatakan dalam Alquran misalnya QS As Syuro: 13, QS An Nissa: 59, dan Al Maidah: 41-47. Selain itu keperluan untuk mempertegas identitas relijius dari bangsa ini semakin men desak. Justru ketika di era reformasi sekarang ini Indonesia dinyatakan negara terkorup dan pa ling rendah kemampuannya dalam memuncul kan keadilan hukum di Asia. Paham materialisme dan sekulerisme telah melanda hampir seluruh sektor kehidupan bangsa, dan terbukti mem bawa kerusakan fisik dan moral yang berat. Banyak orang bingung mencari landasan kehidupan yang lebih kokoh secara moral yang
92
akan menjamin eksistensi suatu bangsa. Pegang an itu terutama bersumber dari ajaran agama. Sehingga, penerapan agama secara benar dan menyeluruh dapat menjadi alternatif peme cah an krisis nasional yang multidimensional. Im plementasi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat tak perlu terjebak silang pendapat sis tem ‘teokrasi’ atau ‘demokrasi’. Sebab, demokrasi yang anti-tuhan sama berbahayanya dengan teokrasi yang tidak demokratis.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Prinsip-prinsip kehidupan bernegara yang terkandung dalam Piagam Madinah dan Piagam Jakarta dalam bentuk yang utuh sangat relevan untuk diaktualisasikan kembali. Masa transisi yang penuh ketidakpastian menuntut pe ngu atan falsafah kebangsaan dan keumatan kita. Dengan mewarisi semangat pencarian kebenar an yang dilakukan para pendiri bangsa, kita da pat mencermati kaitan historis antara Piagam Madinah dengan Piagam Jakarta. Piagam Madinah yang merupakan sunnah Rasulullah SAW itu, pada hakekatnya memuat prinsip-prinsip kehidupan beragama dan bernegara secara generik dan universal. Sementara Piagam Jakarta — sekali lagi dalam bentuknya yang utuh — merupakan upaya pengejawantah an kehidupan beragama dan bernegara sesuai konteks keindonesiaan. Kedua
93
piagam politik itu (political charter) hendaknya menjadi inspirasi politik kebangsaan baru.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kita semua menyadari tantangan umat dan bangsa dewasa ini jauh berbeda dengan masa awal kemerdekaan. Saat ini, pergesekan ideologi sudah beralih rupa. Arus globalisasi, materialisme dan sekulerisme merambah ke segenap sektor kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tawaran ideologi Islam secara khusus — yang disalahkaprahi sebagai motif utama di balik usul Piagam Jakarta — mendapat reaksi keras. Tak cuma dari kalangan non-Muslim, na mun dari sebagian kaum muslimin sendiri yang diam-diam telah menjadi sekuler tanpa di sadari. Untuk itu penggalian kembali nilai-nilai otentik yang terkandung dalam Piagam Ma dinah dan Piagam Jakarta yang seutuhnya sa ngat diperlukan. Tantangan praksis, misalnya bagaimana umat pada tingkat individu, profesi, dan organisasi dalam berbagai aktifitas mampu melaksanakan ajaran agamanya secara kaafah dan menjadi rahmatan lil alamin. Sebab, kewajiban itu juga sudah ada semenjak Rasulullah SAW men syariatkannya pada 14 abad lalu tanpa harus dikaitkan dengan masalah amandemen UUD ‘45.
94
http://pustaka-indo.blogspot.com
Juga tantangan ini terlihat dalam pem– berlakuan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darus sa lam. Kewajiban menjalankan syariat hanya di tu jukan kepada umat Islam dan terbukti tidak di paksakan kepada umat lain, dan bahkan tidak membuat umat non-Muslim menjadi tidak nyaman hidup di Aceh, karena pemberlakuan syariat Islam itu. Ketentuan yang digodok sejak era Presiden Habibie, Gus Dur, dan ditandatangani Presiden Megawati itu diputuskan secara terbuka melalui legislasi di DPR tanpa dikaitkan dengan Piagam Jakarta yang parsial (7 kata sakral) itu. Menarik untuk diawasi dan didorong efektivitas syariat dalam meredam konflik, memajukan masyarakat dan menghilangkan ketimpangan sosial. Tetapi jangan sebaliknya, konflik terus direkayasa untuk menggagalkan implementasi syariat. Ada contoh menarik dari masyarakat Hindu di Provinsi Bali yang telah menerapkan hukum agama Hindu berdasarkan Peraturan Dae rah setempat. Ketentuan itu toh tidak dianggap in konstitusional. Pemberlakuan desa adat Banjar, bahkan polisi adat Pencalang, dipercaya men ciptakan keamanan tersendiri bagi ma sya rakat Bali, asal tidak bersifat diskriminasi ter ha dap minoritas non-Hindu. Salah satu ritual keagamaan di sana adalah Hari Raya Nyepi,
95
tatkala seluruh pelosok Bali menghentikan ke giatan, sampai bandar udara internasional pun berhenti beroperasi. Meskipun Bali termasuk ju risdiksi nasional Republik Indonesia, ternyata berlaku ketentuan khusus. Bukankah tidak ada yang menaruh kecurigaan terhadap penerapan ajaran agama Hindu di Bali? Lalu, mengapa curiga dan takut dengan ajaran Islam?
http://pustaka-indo.blogspot.com
Fenomena melaksanakan syariat itu mesti nya diapresiasi positif, menemukan akar historis budaya lokal bagi pemecahan masalah sosial. Per soalannya jelas, masyarakat menyaksikan penegakan hukum di republik ini tidak jalan. Terjadi sandiwara dan mafia peradilan di satu pi hak, serta anarki massa di pihak lain. Solusi pelaksanaan ajaran agama bisa menjadi terobosan, bila dikelola secara bertanggungjawab. Penerapan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat selayaknya diseriusi, karena demo krasi adalah tes ujian bagi penerapan nilai-nilai yang dianut semua komponen bangsa. Keadilan patut diberikan bagi semua pemeluk agama. Ti dak ada tempat bagi mereka yang tidak beragama atau yang memusuhi agama. Karena negeri ini dibebaskan dari belenggu penjajahan dengan modal utama spirit keagamaan. Negeri ini juga dimakmurkan dan disejahterakan dengan
96
pengamalan nilai-nilai spiritual keagamaan. Amandemen UUD 1945 harus dituntas kan sehingga kita mempunyai UUD yang sungguh reformis, adil, dan mengokohkan integrasi kita sebagai bangsa dan negara. l
http://pustaka-indo.blogspot.com
Hidayat Nur Wahid, 29/06/2002
97
http://pustaka-indo.blogspot.com
98
Lampiran 1 Teks Piagam Madinah
S http://pustaka-indo.blogspot.com
ebagai produk yang lahir dari rahim peradaban Islam, Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah yang plural, adil, dan berkeadaban. Di mata para sejarahwan dan sosiolog ternama Barat, Piagam Ma dinah yang disusun Rasulullah itu dinilai sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di dunia. Berikut petikan lengkap terjemahan Piagam Madinah yang terdiri dari 47 Pasal. Preambule: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah pia gam dari Muhammad, Rasulullah SAW, di ka langan mukminin dan muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.
99
Pasal 1: Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain. Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu mem bayar diat di antara mereka dan mereka membayar te busan tawanan de ngan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 3: Banu ‘Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) me reka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan ta wanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 4: Banu Sa’idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara me reka (seperti) semula, dan setiap suku membayar te busan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (ke bia– saan) me reka, bahu-membahu mem– bayar diat di antara mereka (se perti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
100
Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (ke– bia saan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar te busan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara muk minin.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 8: Banu ‘Amr Ibn ‘Awf, sesuai keadaan (kebia saan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebia saan) mereka, bahu-membahu mem– bayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar te busan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
101
Pasal 10: Banu al-’Aws, sesuai keadaan (ke– biasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara me reka (seperti) semula, dan setiap suku membayar te busan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin. Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak bo– leh mem biarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibo leh kan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa per setujuan dari padanya. Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permu suhan atau kerusakan di ka– langan mukminin. Kekuatan me reka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka. Pasal 14: Seorang mukmin tidak boleh mem bunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak boleh
102
pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang ber– iman. Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlin dungan) diberikan oleh mereka yang de kat. Se sungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan lain. Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang meng ikuti kita berhak atas per– tolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut ser– ta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka. Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang ber– sama kita harus bahu-membahu satu sama lain. Pasal 19: Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam pepe rang an di jalan Allah. Orangorang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
103
Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman. Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Se genap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menye– diakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat, dan tidak diterima daripadanya pe– nyesalan dan tebusan. Pasal 23: Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah ‘azza wa jalla dan (keputusan) Muhammad SAW. Pasal 24: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
104
Pasal 25: Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutusekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya. Pasal 26: Kaum Yahudi Banu Najjar diperla– kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 27: Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 28: Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperla– kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 29: Kaum Yahudi Banu Jusyam diperla– kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 30: Kaum Yahudi Banu al-’Aws diperla– kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 31: Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperla– kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf, kecuali orang zalim atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan keluarganya. Pasal 32: Suku Jafnah dari Sa’labah (diperla– kukan) sama seperti mereka (Banu Sa’labah).
105
Pasal 33: Banu Syutaybah (diperlakukan) sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Sesung– guhnya kebaikan (kesetiaan) itu lain dari kejahatan (khianat). Pasal 34: Sekutu-sekutu Sa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Tsa’labah). Pasal 35: Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 36: Tidak seorang pun dibenarkan (untuk perang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan (ketentuan) ini. Pasal 37: Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu-membantu da– lam menghadapi musuh Piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalah an) seku– tunya. Pembelaan diberikan kepada
106
pihak yang teraniaya. Pasal 38: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan. Pasal 39: Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya ”haram” (suci) bagi warga Piagam ini. Pasal 40: Orang yang mendapat jaminan (di– perlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak berkhianat. Pasal 41: Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali seizin ahlinya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 42: Bila terjadi suatu peristiwa atau perse– lisihan di antara pendukung Piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, di serahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah ‘azza wa jalla, dan (keputusan) Muham mad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi Piagam ini. Pasal 43: Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka. Pasal 44: Mereka (pendukung Piagam) bahumembahu dalam menghadapi penye– rang kota Yatsrib.
107
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 45: Apabila mereka (pendukung piagam) di ajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masingmasing sesuai tugasnya. Pasal 46: Kaum Yahudi al-’Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung Piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pen– dukung Piagam ini. Se sungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggungjawab atas per– buatannya. Sesungguhnya Allah pa– ling membenarkan dan memandang baik isi Piagam ini. Pasal 47: Sesungguhnya Piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah
108
http://pustaka-indo.blogspot.com
aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.l
109
http://pustaka-indo.blogspot.com
110
Lampiran 2 Teks Piagam Jakarta
Pembukaan
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indo nesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, de ngan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan de ngan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
111
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pe merintah negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksa nakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, per damaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu su sunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jakarta 22 Juni 1945 Panitia Sembilan: 1. Soekarno 2. Mohammad Hatta
112
3. Muhammad Yamin 4. Achmad Soebardjo 5. Abikoesno Tjokrosoejoso 6. Haji Agus Salim 7. A.A. Maramis 8. Abdul Kahar Muzakkir
http://pustaka-indo.blogspot.com
9. Wachid Hasyim
113