Data Loading...

Pedoman Acara Perdata Flipbook PDF

Pedoman Acara Perdata


124 Views
85 Downloads
FLIP PDF 1.46MB

DOWNLOAD FLIP

REPORT DMCA

KANTOR PENGACARA NEGARA

KUMPULAN YURISPRUDENSI DAN PUTUSAN PILIHAN PERDATA & TATA USAHA NEGARA

ACARA PERDATA

KHUSUS UNTUK INTERNAL

Quality - Integrity - No Fees

JAKSA AGUNG MUDA BIDANG PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KUMPULAN YURISPRUDENSI DAN PUTUSAN PILIHAN PERDATA & TATA USAHA NEGARA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA

i

ii

PENGANTAR Buku seri ‘Kumpulan Yurisprudensi dan Putusan Pilihan di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara ’ Tentang Hukum Acara Perdata ini disusun sebagai panduan bagi Pengacara Negara dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, baik dalam kegiatan Bantuan Hukum,

Pertimbangan

Penerangan

Hukum

Hukum,

maupun

Pelayanan

Hukum,

Pendampingan

Hukum,

dalam rangka memperkuat penguasaan teknis Pengacara Negara untuk memberikan layanan yang berkualitas dan profesional bagi seluruh pemangku kepentingan, baik instansi pemerintah, BUMN/BUMD maupun masyarakat luas. Pedoman materi berisi kumpulan yurisprudensi, SEMA dan putusan Mahkamah Agung pilihan ini menitikberatkan pada pertimbangan Mahkamah Agung dalam pemeriksaan di Tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali. Pedoman ini disusun dengan mengelompokkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA), Yurisprudensi dan pertimbangan putusan sesuai topik permasalahan yaitu meliputi : 1.

Hukum Acara Perdata (Umum);

2.

Kompetensi Arbitrase;

3.

Kepailitan;

4.

Perlindungan Konsumeni;

iii

5.

HAKI;

6.

Hubungan Industrial;

7.

Perlindungan Konsumen;

8.

Perselisihan Hubungan Industrial;

9.

Sengketa KPPU;

10. Sengketa Informasi Publik; 11. Perselisihan Partai Politik; 12. Pengadilan Pajak. Semoga

Pedoman

materi

ini

dapat

memberi

manfaat. Jakarta, 17 Agustus 2020

iv

DAFTAR ISI A.

B.

C.

D.

E.

F.

G.

H.

I. j. K.

Hukum Acara Perdata (Umum) ........................................ 1. PERMA ........................................................................ 2. SEMA .......................................................................... 3. Yurisprudensi .............................................................. 3. Putusan Pilihan ............................................................ Pihak Dalam Gugatan............................................. 1. Yurisprudensi .............................................................. 2. Putusan Pilihan ............................................................ Kompetensi Arbitrase ............................. 1. SEMA .......................................................................... 2. Yurisprudensi .............................................................. 3. Putusan Pilihan ............................................................ Kepailitan ............................. 1. SEMA .......................................................................... 2. Yurisprudensi .............................................................. 3. Putusan Pilihan ............................................................ HAKI ............................. 1. PERMA ........................................................................ 2. SEMA .......................................................................... 3. Yurisprudensi .............................................................. 4. Putusan Pilihan ............................................................ Perlindungan Konsumen ................................................. 1. PERMA ........................................................................ 2. SEMA .......................................................................... 3. Putusan Pilihan ............................................................ Perselisihan Hubungan Industrial .................................... 1. SEMA .......................................................................... 2. Putusan Pilihan ............................................................ Sengkketa KPPU ............................................................. 1. PERMA ........................................................................ 2. SEMA .......................................................................... Sengketa Informasi Publik (PERMA)................................ Perselisihan Partai Politik (SEMA) ................................... Pengadilan Pajak (PERMA) .............................................

v

1 1 5 27 53 112 112 124 137 137 141 142 151 151 163 168 171 171 173 179 181 185 185 187 190 191 191 200 205 205 206 214 216 218

A.

Hukum Acara Perdata (umum) 1. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) PERMA No. 3 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Pasal : Pengadilan 2

berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan Keberatan terhadap bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian.

3

Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan dalam bentuk permohonan.

5

Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diajukan paling lama 14 (empat belas) Hari setelah hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian.

8 (1)

Keberatan diajukan kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi lokasi objek Pengadaan Tanah.

21

Para Pihak dapat mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

1

23

Putusan kasasi merupakan putusan akhir yang bersifat final dan mengikat yang tidak tersedia upaya hukum peninjauan kembali.

24 (1)

Instansi yang memerlukan tanah dapat mengajukan permohonan Penitipan Ganti Kerugian kepada Pengadilan dalam hal memenuhi satu atau lebih keadaan berikut ini: a. pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian tetapi tidak mengajukan Keberatan ke Pengadilan; b. pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. pihak yang berhak tidak diketahui keberadaannya; d. objek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian: 1) sedang menjadi objek perkara di pengadilan; 2) masih dipersengketakan kepemilikannya; 3) diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; 4) menjadi jaminan di bank.

27 (4)

Juru Sita menyampaikan langsung kepada Termohon atau kuasanya kehendak untuk menawarkan pembayaran uang sejumlah nilai Ganti Kerugian yang diajukan Pemohon kepada Termohon berikut segala akibat dari penolakan penawaran pembayaran tersebut. 2

29 (1)

Dalam hal Termohon menolak untuk menerima uang sejumlah nilai Ganti Kerugian yang ditawarkan untuk dibayar, Ketua Pengadilan menetapkan hari sidang untuk memeriksa permohonan penitipan Ganti Kerugian dan memerintahkan Juru Sita untuk memanggil Pemohon dan Termohon yang akan dilaksanakan pada hari, tanggal dan jam dengan membuat berita acara tentang pemberitahuan akan dilakukan penyimpanan terhadap uang Ganti Kerugian di kas Kepaniteraan Pengadilan.

29 (2)

Ketua Pengadilan menerbitkan penetapan dengan amar: a. mengabulkan permohonan Pemohon; b. menyatakan sah dan menerima Penitipan Ganti Kerugian dengan menyebutkan jumlah besaran ganti kerugian, data fisik dan data yuridis bidang tanah dan/atau bangunan serta pihak yang berhak menerima; c. memerintahkan panitera untuk melakukan penyimpanan uang Ganti Kerugian dan memberitahukannya kepada Termohon; d. membebankan biaya perkara kepada Pemohon.

30

... Ganti Kerugian dapat diambil di kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang dikehendaki oleh pihak yang berhak disertai dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.

3

PERMA No. 4 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas PERMA Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Pasal : 3 (1)

3 (2)

4 (1)

4 (2)

4 (3)

4 (3a)

Gugatan Sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah : a. Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melakui pengadilan khusus sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan; atau b. Sengketa hak atas tanah. Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama. Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana. Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama. Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi 4

4 (4)

31 (1)

31 (2)

penggugat. Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa ... Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yang tidak diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (1), maka putusan berkekuatan hukum tetap. Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dilaksanakan secara sukarela.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

SEMA Nomor 4 Tahun 2001 Dalam rangka memenuhi tuntutan reformasi, Pimpinan Mahkamah Agung memandang perlu menegaskan kembali kepada para Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama di seluruh Indonesia agar lebih meningkatkan tanggung jawab dan tanggap terhadap tuntutan dan perkembangan masyarakat yang menginginkan hal-hal seperti pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) atau kejahatan yang menyangkut kepentingan publik pada umumnya. Selanjutnya, akhir-akhir ini Pimpinan Mahkamah Agung makin banyak menerima tuntutan, keluhan mengenai putusan atau eksekusi putusan serta merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) dan Provisionil. Berhubung dengan hal tersebut, sekali lagi ditegaskan agar Majelis Hakim yang memutus perkara serta merta hendaknya berhati-hati dan dengan sungguh-sungguh memperhatikan dan berpedoman pada surat Edaran Mahkamah 5

Agung (SEMA) No. 3 Tahun 2000 tentang putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) dan Provisionil terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan putusan serta merta(Uitvoerbaar bij Voorraad) tersebut. Setiap kali akan melaksanakan putusan serta merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) harus disertai penetapan sebagaimana diatur dalam butir 7 SEMA No. 3 tahun 2000 yang menyebutkan: "Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/objek eksekusi sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudikan hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama". Tanpa jaminan tersebut, tidak boleh ada pelaksanaan putusan serta merta.

SEMA Nomor 04 Tahun 2003 Sehubungan dengan mendekatnya masa Pemilihan Umum yang menurut rencana akan diadakan pada tahun 2004, maka diperkirakan akan terjadi meningkatnya kasus-kasus perdata yang berkaitan dengan Pemilihan Umum yang diajukan ke Pengadilan, sehingga dipandang perlu untuk memberikan pengarahan agar ada kesatuan persepsi sebagai berikut: 1. Bahwa pada umumnya perkara-perkara perdata tersebut menyangkut permasalahan internal dalam tubuh partai yang terkait. 2. Bahwa dalam hal demikian itu, akan lebih bijak apabila sengketa tersebut diselesaikan terlebih dahulu dalam forum internal partai, sebelum mengajukannya ke lembaga/badan peradilan. 3. Sehingga oleh karena itu, dengan melihat pada kasus demi kasus (pendekatan kasuistis), apabila temyata kasus-kasus tersebut berawal atau 6

menyangkut atau berhubungan dengan persoalan internal partai yang bersangkutan hendaknya Pengadilan menyatakan diri sebagai tidak berwenang memeriksa perkara yang bersangkutan (Niet Ontvankelijkverldaarct). Rakernas Tahun 2005 Hukum Acara yang berlaku dalam gugatan provisionil tidak diatur dalam HIR, karena itu dalam praktek diambil sebagai pedoman ketentuan-ketentuan dalam Rv yaitu Pasal 53 s/d 57 dan Pasal 332 serta Pasal 351 RV Gugatan Provisiional adalah permintaan pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan. Putusan Provisionil adalah putusan yang menjawab tuntutan provisionil; Putusan Provisionil dijatuhkan berdasarkan permohonan penggugat atau tergugat agar dilakukan suatu tindakan sementara. Putusan provisionil sifatnya serta merta maka pelaksanaannya sesuai dengan ketentuanketentuan mengenai pelaksanaan putusan serta merta yang harus memenuhi SEMA Nomor 3 Tahun 2000 dan SEMA Nomor 4 Tahun 2001 Hakim Wajib mempertimbangkan dengan saksama apabila mengabulkan gugatan provisionil, untuk melindungi pihak yang memohon yang sifatnya mendesak, apabila tidak segera dilakukan akan menimbulkan kerugian yang lebih besar; 7

Putusan provisionil dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pasal 195 HIR/Pasal 206 RBg) dan dapat dilaksanakan setelah memperoleh ijin dari Ketua Pengadilan Tinggi (SEMA Nomor 16 Tahun 1969 tanggal 11 Oktober 1969). Permohonan banding terhadap putusan provisionil diatur dalam Pasal 332 Rv yang berbunyi: permohonan banding terhadap suatu putusan pengadilan yang mengabulkan atau menolak tuntutan provisi dapat dilakukan sebelum putusan akhir dijatuhkan. Dalam tingkat banding tidak mungkin lagi dijatuhkan putusan provisi karena sifat putusan provisi adalah serta merta, yang hanya dapat dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama, disamping itu di tingkat banding sudah tidak ada lagi urgensi yang mendesak. Perlu dibedakan antara putusan provisi disatu pihak dengan putusan persiapan, putusan sela dan putusan insidentil di lain pihak. Banding terhadap putusan persialan, putusan sela dan putusan insidentil diajukan bersama-sama dengan banding terhadap putusan akhir (sebagaimana diatur dalam Pasal 331 Rv)

SEMA Nomor 3 Tahun 2012 Dalam hal ada permohonan izin penyitaan terhadap aset negara maka Ketua Pengadilan Negeri dapat menerbitkan izin penyitaan dalam hal aset negara tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana, atau merupakan hasil dari tindak pidana atau berhubungan langsung dengan tindak pidana yang bersangkutan. 8

Barang bukti tersebut dapat dipinjam pakai untuk kepentingan lembaga yang bersangkutan.

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 Tentang surat kuasa yang telah menyebutkan untuk digunakan dari tingkat pertama sampai tingkat kasasi dan peninjauan kembali, disepakati : a. Apabila surat kuasa tersebut dengan tegas menyebut untuk digunakan dalam tingkat Pengadilan Negeri, Banding dan Kasasi, maka tidak diperlukan lagi surat kuasa khusus untuk tingkat banding dan kasasi. (pedoman : SEMA No. 6 Tahun 1994). b. Namun apabila surat kuasa menyebutkan untuk digunakan sampai dengan pemeriksaan peninjauan kembali, tetap diperlukan adanya surat kuasa khusus untuk peninjauan kembali, karena peninjauan kembali bukan peradilan tingkat selanjutnya dari tingkat pertama, banding dan kasasi. Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa sehingga harus dibedakan dengan upaya hukum biasa dalam penilaian atas keberadaan surat kuasa yang digunakan. c. Ketentuan sebagaimana tersebut dalam SEMA No.6 Tahun 1994 huruf a dan b tersebut juga berlaku terhadap surat kuasa yang diberikan secara lisan. d. Di dalam surat kuasa harus disebutkan secara lengkap dan jelas pihak pemberi kuasa, pihak penerima kuasa dan pokok sengketa. Penyebutan dan kawan-kawan sebagai pengganti penyebutan para pihak, menjadikan surat kuasa tidak jelas dan tidak dapat diterima. e. Sesuai dengan Pasal 1816 KUHPer, dalam hal pengangkatan seorang kuasa baru untuk 9

menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang lama, terhitung mulai hari diberitahukannya kepada orang yang diberi kuasa semula tentang pengangkatan tersebut. f. Surat kuasa yang di buat di Luar Negeri harus dilegalisasi oleh perwakilan RI yaitu Kedutaan atau Konsulat Jenderal di tempat surat kuasa tersebut di buat. (Peraturan Menteri Luar Negeri No. 09/A/KP/XII/2006/01 tanggal 28 Desember 2006). Selanjutnya dibubuhi pemateraian kemudian di kantor Pos (naazegelen). h. Surat kuasa insidentil bisa diterima dalam beracara di semua tingkat Peradilan. i. Surat kuasa dengan cap jempol harus di legalisasi dihadapan Pejabat Umum, untuk Jawa dan Madura (oleh Notaris, Hakim/KPN) dan untuk luar Jawa (oleh Notaris/Panitera). Tentang gugatan yang diajukan oleh orang yang buta huruf, disepakati : a. Sesuai dengan Pasal 120 HIR, maka Penggugat tersebut menghadap kepada Ketua Pengadilan untuk mengemukakan maksudnya akan mengajukan gugatan dengan menyebutkan alasan-alasannya, untuk itu Ketua Pengadilan membuat catatan gugatan. Untuk pekerjaan tersebut Ketua bisa menunjuk salah seorang Hakim. Yang menandatangani catatan gugatan tersebut KPN atau Hakim yang ditunjuk. b. Apabila dalam gugatan tersebut juga dicantumkan adanya pemberian kuasa, maka penandatanganan catatan gugatan tersebut oleh KPN atau Hakim harus diatas materei Rp. 6.000,-. c. Untuk surat gugatan yang hanya dibubuhi cap jempol sebagai pengganti tanda tangan, maka gugatan tersebut harus dinyatakan tidak dapat 10

diterima (niet ontvankelijkverklaard). Tentang mengajukan gugatan secara prodeo, disepakati : a. Sebagai acuan Pasal 237 s.d. 241 HIR/ 273 s.d. 277 RBg b. Gugatan tersebut di daftar dan dicatat dalam buku jurnal dengan demikian mendapat nomor perkara, dengan panjar biaya perkara nihil, kemudian diserahkan ke Ketua Pengadilan/Majelis Hakim untuk disidangkan guna mendengar tanggapan Tergugat. c. Dikabulkan atau ditolaknya permohonan beracara secara prodeo dituangkan dalam putusan sela, terhadap putusan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum. d. Permohonan beracara secara prodeo pada tingkat banding dan kasasi, harus diajukan dalam tenggang 14 hari setelah putusan diumumkan/diberitahukan kepada yang bersangkutan. Kemudian disidangkan untuk mendengar pihak lawan oleh Pengadilan Negeri dan dibuat berita acaranya, hasilnya dikirim ke PT atau MA. PT atau MA akan mengeluarkan penetapan dikabulkan atau ditolak. Penetapan PT atau MA tersebut diberitahukan oleh Juru sita PN kepada yang bersangkutan. Tenggang waktu mengajukan banding atau kasasi 14 hari setelah pemberitahuan penetapan tersebut diatas. Tentang putusan bij verstek. a. Apabila Tergugat tidak datang pada hari itu perkara akan diperiksa lagi pula tidak menyuruh orang lain menghadap sebagai wakilnya meskipun ia dipanggil secara patut maka tuntutan itu diterima dengan putusan tidak hadir kecuali kalau nyata pengadilan negeri bahwa tuntutan itu 11

melawan hukum atau tiada beralasan. Meskipun Tergugat mengirim jawaban secara tertulis, apabila dia tetap tidak hadir di persidangan, putusan tetap dijatuhkan secara verstek (tidak hadir) karena asas pemeriksaan di persidangan adalah oral dan langsung. b. Akan tetapi jika si Tergugat didalam surat jawabanya mengemukakan eksepsi bahwa pengadilan negeri tidak berkuasa maka meskipun dia sendiri atau wakilnya tidak datang maka PN wajib memberi keputusan tentang eksepsi tersebut sesudah didengar Penggugat. Sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut : Kalau tidak berwenang : Dalam eksepsi : - Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil dengan patut tidak hadir. - Mengabulkan eksepsi Tergugat tersebut dengan verstek. - Menyatakan PN tidak berwenang. Kalau berwenang : Dalam eksepsi : - Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil dengan patut tidak hadir. - Menolak eksepsi Tergugat tersebut dengan verstek. - Menyatakan PN berwenang. Dalam pokok perkara : - Mengabulkan gugatan Penggugat ......dst. c. Dalam menjatuhkan putusan secara verstek tidak diperlukan pembuktian, Hakim dapat mengabulkan gugatan kecuali gugatan tidak beralasan atau melanggar hukum, hal ini cukup dilihat dari posita surat gugatan, Pasal 125 ayat 1 HIR. d. Berdasarkan Pasal 128 HIR, putusan verstek dapat dimohonkan eksekusi setelah lewat 14 hari sejak putusan tersebut diberitahukan. 12

e. Tenggang waktu mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 129 HIR yaitu : - Jika pemberitahuan putusan kepada Tergugat sendiri, maka tenggang waktu untuk verzet 14 hari setelah pemberitahuan tersebut. - Jika pemberitahuan tidak disampaikan kepada Tergugat sendiri (via Lurah atau Kepala Desa), maka : - tenggang waktu verzet sampai hari kedelapan sesudah dilakukan teguran atau aanmanning. - Apabila dalam aanmanning Tergugat tidak hadir, tenggang waktu verzet sampai hari kedelapan setelah dilaksanakan sita eksekusi (Pasal 197 HIR). - Dalam hal dijalankannya eksekusi riil, maka berdasarkan Pasal 83 Rv, pada saat eksekusi dijalankan verzet masih dapat diajukan. f. Pada prinsipnya amar putusan dalam perkara verzet adalah : - Dalam hal menolak perlawanan (verzet) : - Menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang tidak benar. Mempertahankan putusan verstek nomor.......tanggal................ (dimungkinkan adanya perubahan amar sesuai hasil pemeriksaan pokok perkara, kecuali ..... sehingga selengkapnya sebagai berikut : ....... ). - Dalam hal mengabulkan perlawanan (verzet) : - Menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang benar. Membatalkan putusan verstek nomor....tanggal...... - Menolak gugatan Penggugat/Terlawan untuk seluruhnya atau Menyatakan gugatan Penggugat/Terlawan tidak dapat diterima. 13

Tentang pemberitahuan putusan yang disampaikan melalui Lurah atau Kepala Desa, maka tenggang waktu pengajuan upaya hukum atas putusan tersebut adalah dihitung setelah Lurah atau Kepala Desa menyampaikan pemberitahuan tersebut kepada yang bersangkutan. Apabila di dalam berkas tidak terlampir keterangan tersebut, maka diperintahkan PN untuk menanyakan ke Lurah/Kepala Desa. Tentang gugatan rekonvensi, sesuai dengan Pasal 132 a ayat (1) HIR gugatan rekonvensi dapat diajukan dalam tiaptiap perkara tanpa harus ada hubungan objek sengketa dengan perkara konvensi, kecuali terhadap : 1. Kalau Penggugat konvensi menuntut karena sesuatu kualitas sedang dalam rekonvensi mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya. 2. Kalau PN yang memeriksa perkara konvensi secara absolut tidak berwenang. 3. Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan Hakim. Tentang Perlawanan : a. Perlawan pihak / partij verzet berdasarkan Pasal 207 HIR hanya dapat diajukan dengan alasan bahwa Pelawan sudah memenuhi kewajibannya sesuai amar putusan atau apabila terjadi kesalahan dalam prosedur penyitaan, misalnya kelebihan luas objek yang disita, vide Pasal 197 HIR. b. Perlawanan pihak ketiga / derden verzet, berdasarkan Pasal 195 ayat (6) jo. Pasal 208 HIR, hanya dapat diajukan karena alasan “kepemilikan” (HM, HGB, HGU, HP dan Gadai tanah). c. Bagi Pemegang Hak Tanggungan tidak perlu 14

mengajukan derden verzet/perlawanan karena obyek Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan Sita Eksekusi kecuali Sita Persamaan, karena itu tidak mungkin dilakukan lelang eksekusi. Penyitaan terhadap asset BUMN (Persero) dapat dilakukan, pelaksanaannya mengacu ke Pasal 197 HIR. Dewasa adalah cakap bertindak didalam hukum yaitu orang yang telah mencapai umur 18 Tahun atau telah kawin. Pelelangan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh Kreditur sendiri melalui kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek yang dilelang tidak dapat dilakukan pengosongan berdasarkan Pasal 200 ayat (11) HIR melainkan harus diajukan gugatan. Karena pelelangan yang berhak menerima kuasa dari pekerja yang ingin mengajukan gugatan dalam perkara PHI yaitu : 1. Pengurus dari serikat pekerja/serikat butuh yang tercatat pada instnasi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada perusahaan yang bersangkutan, dimana pekerja/buruh tersebut menjadi anggotanya dibuktikan dengan kartu tanda anggota. 2. Atau pengurus federasi serikat pekerja/serikat buruh yang merupakan gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang terbentuk pada perusahaan

15

SEMA Nomor 4 Tahun 2014 Kewenangan Mengadili (absolut/relative) Putusan Pengadilan Negeri menyatakan tidak berwenang, kemudian Penggugat mengajukan Banding, Pengadilan Tinggi membatalkan putusan dengan menyatakan Pengadilan Negeri berwenang mengadili perkara tersebut, dan memerintahkan Pengadilan Negeri membuka kembali persidangan dengan memutus pokok perkara. Atas putusan Pengadilan Tinggi tersebut Tergugat mengajukan kasasi Oleh karena Putusan Pengadilan Tinggi yang menyatakan Pengadilan Negeri berwenang merupakan putusan akhir maka perkara tersebut harus diproses pemeriksaan kasasinya dan berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung. Terlambat Mengajukan Banding Dalam hal putusan Pengadilan Tinggi yang menyatakan permohonan Banding tidak dapat diterima karena terlambat mengajukan banding, kemudian pihak mengajukan permohonan kasasi Oleh karena dengan lewatnya waktu untuk mengajukan banding, putusan Pengadilan Negeri tersebut telah berkekuatan hukum tetap, maka permohonan kasasi ditolak Jaksa Sebagai Pengacara Negara Apakah Jaksa sebagai Pengacara Negara dapat menjadi Kuasa BUMN /BUMD? Jaksa sebagai pengacara Negara, berdasarkan Pasal 24 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI, berwenang dapat mewakili BUMN dan BUMD 16

Rumusan ini merupakan revisi terhadap Hasil Rumusan Kamar Perdata tanggal 14 s.d 16 Maret 2011 angka I huruf g, yang menyatakan Jaksa sebagai Pengacara Negara tidak dapat mewakili BUMN (Persero), karena BUMN tersebut bersatus badan hukum privat (vide Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN) Pengosongan Eksekusi Objek Hak Tanggungan Pelelangan Hak Tanggungan oleh Kreditur sendiri melalui Kantor Lelang, apabila Terlelang tidak mau mengosongkan obyek lelang, apakah pemenang lelang dapat mengajukan eksekusi pengosongan secara langsung kepada Ketua Pengadilan Negeri secara langsung atau harus melalui gugatan.? Terhadap pelelangan hak tanggungan oleh kreditur sendiri melalui kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan obyek lelang, eksekusi pengosongan dapat langsung diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tanpa melalui gugatan. Rumusan ini merupakan revisi terhadap Hasil Rumusan Kamar Perdata tanggal 14 s.d 16 Maret 2011 pada angka XIII tentang pelelangan hak tanggungan yang dilakukan oleh kreditur sendiri melalui kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan objek yang dilelang, tidak dapat dilakukan pengosongan berdasarkan Pasal 200 ayat (11) HIR melainkan harus diajukan gugatan, karena pelelangan tersebut di atas bukan lelang eksekusi melainkan lelang sukarela

17

Tuntutan Primer Dan Subsider Dalam hal suatu gugatan terdapat tuntutan primer dan subsidair Tuntutan Primer dan Subsider dapat dikabulkan secara bersama-sama, dengan ketentuan diuraikan dalam posita gugatan, dan harus lebih mencerminkan keadilan. Panggilan/Pemberitahuan Putusan Tentang panggilan dan pemberitahuan yang disampaikan melalui Lurah / Kepala Desa , karena pihak-pihak tidak bertemu dengan Jurusita, apakah diperlukan bukti penyampaian panggilan/pemberitahuan tersebut kepada Panitera Pengadilan?. Baik panggilan maupun pemberitahuan putusan yang disampaikan melalui Kepala Desa atau Lurah tidak diperlukan bukti penyampaian dari Kepala Desa/Lurah kepada yang bersangkutan, sesuai ketentuan Pasal 390 ayat (1) HIR. Rumusan ini merupakan revisi terhadap Hasil Rumusan Kamar Perdata tanggal 14 s.d Maret 2011 pada angka V tentang pemberitahuan putusan yang disampaikan melalui Lurah atau Kepala Desa, maka tenggang waktu pengajuan upaya hukum atas putusan dihitung setelah Lurah atau Kepala Desa menyampaikan pemberitahuan tersebut kepada yang bersangkutan. Apabila di dalam berkas tidak terlampir kekurangan tersebut, maka diperintahkan kepada Pengadilan Negeri untuk menanyakan ke Lurah/Kepala Desa

18

Upaya Hukum Terlelang Dalam hal pemilik barang yang dilelang tidak mau menyerahkan barangnya secara sukarela kepada pemenang lelang dan pemenang lelang mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan. Dalam hal proses eksekusi pengosongan belum selesai, upaya hukum yang diajukan oleh pihak terlelang adalah perlawanan. Sedangkan dalam hal proses eksekusi pengosongan sudah selesai upaya hukumnya adalah dengan mengajukan gugatan.

SEMA Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Permohonan PK lebih dari 1 kali. a. PK pertama: dengan alasan adanya kekhilafan/kekeliruan yang nyata, apakah dapat diajukan PK ke dua dengan alasan diketemukan novum atau adanya Putusan Pengadilan yang saling bertentangan. b. Apakah dapat diajukan PK lebih dari satu kali, apabila diajukan oleh pihak yang berbeda dan dengan waktu pengajuan yang tidak sama. a. Alasan kekhilafan berbeda dengan alasan adanya novum dalam pengajuan PK, sehingga walaupun pemohonnya sama namun apabila alasannya berbeda, maka terhadap perkara tersebut dapat diajukan PK kembali. b. PK tidak dapat diajukan dua kali dengan alasan yang sama walaupun orangnya berbeda, seperti yang pertama diajukan oleh Tergugat, kemudian yang kedua oleh Tergugat II Intervensi dan seterusnya. 19

SEMA Nomor 5 Tahun 2014 Praktek-praktek berikut ini dikualifikasikan sebagai kesalahan menerapkan hukum acara perdata: a. Eksepsi tentang kewenangan absolut yang tidak diputus terlebih dahulu dengan putusan sela; b. Upaya keberatan terhadap sita jaminan yang dilakukan dengan mengajukan gugatan intervensi tidak dibenarkan, karena keberatan terhadap sita jaminan harus diajukan denganperlawanan (derdenverzety); Terhadap kesalahan penerapan hukum acara perdata tersebut, putusan judex facti harus dibatalkan, selanjutnya untuk huruf: a. "menyatakan gugatan tidak dapat diterima"; b. " menyatakan gugatan intervensi tidak dapat diterima". Dalam hal tertentu khusus tentang eksepsi yang dikabulkan/gugatan cacat formil sedangkan berkas perkara kasasi itu telah lengkap termasuk semua bukti baik surat maupun saksi-saksi, sedangkan Judex Facti belum memutus mengenai pokok perkara, Mahkamah Agung dalam pemeriksaan tingkat kasasi dapat membatalkan putusan Judex Facti selanjutnya memutus pokok perkaranya berdasarkan bukti-bukti/saksi-saksi yang telahada, demi terlaksananya azas/prinsip pemeriksaan yang sederhana, cepat dan biaya ringan; Dalam pemeriksaan perkara perceraian dengan alasan cekcok terus menerus dan tidak dapat dirukunkan kembali, keluarga terdekat didengar keterangannya (vide Pasal 22 ayat 2 PP Nomor 9 Tahun 1975] dan dapat pula sebagai saksi di bawah sumpah (videPasal 145, 146 clan 147 20

HIR/172, 174, 175 Rbg], Rumusan ini merupakan penyempurnaan Hasil Rapat Kamar Perdata, tanggal 14-16 Maret 2011 di Hotel Aryaduta Tangerang, Sub Kamar Perdata Nomor XVI.

SEMA Nomor 03 Tahun 2015 a. Putusan dapat dijatuhkan secara verstek apabila para pihak telah dipanggil secara sah dan patut sesuai dengan ketentuan Pasal 125 ayat (1) HIR, namun apabila gugatan dikabulkan maka harus didukung dengan bukti permulaan yang cukup. b. Khusus perkara perceraian berlaku ketentuan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

dalam hal keluarga dijadikan saksi dapat disumpah sepanjang tidak ada bukti lain. c. Dalam hal putusan pengadilan tingkat banding menyatakan permohonan banding tidak dapat diterima karena pemohon terlambat mengajukan permohonan banding, maka isi amar putusan kasasi adalah : MENOLAK KASASI, karena putusan pengadilan tingkat pertama telah berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum yang tersedia terhadap putusan tersebut adalah Peninjauan kembali. d. Untuk perkara kasasi, Hakim Agung sepakat bahwa terhadap permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat formil, maka isi amar putusan adalah permohonan kasasi tidak dapat diterima. Untuk perkara Peninjauan kembali isi amar putusan Peninjauan Kembali terhadap permohonan Peninjauan Kembali yang tidak memenuhi syarat formil adalah : MENYATAKAN PERMOHONAN PEMOHON PK TIDAK DAPAT DITERIMA. 21

SEMA Nomor 04 Tahun 2016 Derden verzet atas sita terhadap boedel waris ditentukan sebagai berikut: a. Derden verzet atas sita boedel waris yang belum dibagi waris akibat perbuatan hukum pewaris tidak dapat dikabulkan; b. Derden verzet serupa akibat perbuatan hukum salah seorang ahli waris dapat dikabulkan. Sengketa hak milik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 50 ayat (2) UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama merupakan kewenangan Pengadilan Agama sepanjang sengketa kepemilikan tersebut timbul akibat dari transaksi pertama yang dilakukan oleh salah seorang ahli waris dengan pihak lain. Dalam hal sengketa kepemilikan yang timbul akibat dari transaksi kedua dan seterusnya, maka sengketa kepemilikan tersebut merupakan kewenangan peradilan umum untuk memutus dan mengadili. Ketentuan terhadap angka 2 Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009 tanggal 12 Juni 2009 dilengkapi sebagai berikut: “Demi keadilan, permohonan peninjauan kembali kedua terhadap dua putusan yang berkekuatan hukum tetap, yang saling bertentangan satu dengan yang lain dan salah satu diantaranya adalah putusan peninjauan kembali, dapat diterima secara formil walaupun kedua putusan tersebut pada tingkat peradilan yang berbeda, termasuk putusan pidana, agama dan tata usaha negara”. Proses eksekusi atau lelang eksekusi secara hukum telah selesai jika objek eksekusi atau 22

objek lelang telah diserahkan kepada pemohon eksekusi atau pemenang lelang. Keberatan terhadap penyerahan tersebut harus diajukan dalam bentuk gugatan bukan perlawanan. Peralihan hak atas tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan itikad baik. Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dan fiducia yang akadnya berdasarkan prinsip syariah merupakan kewenangan peradilan agama sedangkan yang selainnya merupakan kewenangan peradilan umum.

SEMA Nomor 1 Tahun 2017 a.

Penetapan konsinyasi berdasarkan PERMA Nomor 3 Tahun 2016, tidak ada upaya hukum apapun karena bersifat administrasi. b. Gugatan Pengosongan yang diajukan oleh Pemerintah, terhadap mantan Pejabat atau ahl i warisnya, yang menguasai rumah dinas/jabatan milik negara, terdaftar atas nama Kementerian/Kelembagaan Negara, baik pusat maupun daerah, tanpa persetujuan Pemerintah (Penggugat), bukan merupakan gugatan kurang pihak meskipun pihak lain yang menguasai objek sengketa itu ticlak ikut digugat. c. Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013, maka dalam amar putusan perkara perceraian, sekurangkurangnya memuat perintah kepacla Panitera untuk 23

mengirimkan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, kepada Kantor Kependudukan clan Catalan Sipil, di tempat peristiwa perkawinan dilangsungkan dan tempat terjadinya perceraian. d Hak ibu kandung untuk mengasuh anak di bawah umur setelah terjadinya perceraian dapat diberikan kepada ayah kandung sepanjang pemberian hak tersebut memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak dengan mempertimbangkan juga kepentingan/keberadaan/keinginan si anak pada saat proses perceraian. e. Dalam ha! hakim mengabulkan petitum untuk membayar sejumlah uang dalam mata uang asing, maka dalam diktum a mar harus memuat pula perintah kepacla Tergugat untuk melakukan konversi ke dalam mata uang rupiah sesuai "Kurs Tengah" yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pacla hari clan tanggal pelaksanaan pembayaran dilakukan (vide Pasal 21 ayat (1) Undang-Unclang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang).

SEMA Nomor 3 Tahun 2018 Pelaksanaan SEMA Nomor 8 Tahun 2011 Kewenangan Ketua Pengadilan Negeri terhadap permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang melampaui tenggang waktu SEMA Nomor 8 Tahun 2011 tanggal 29 Desember 2011 yang memberi kewenangan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama untuk tidak mengirim permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung dengan menerbitkan “Penetapan” hanya berlaku terhadap aspek formal permohonan Peninjauan Kembali yang melampaui tenggang waktu sebagaimana 24

ditentukan dan diatur dalam Pasal 69 huruf (a), (b), (c), dan (d) Undang-undang Mahkamah Agung, sedangkan aspek subtansi permohonan Peninjauan Kembali yang ditentukan dalam Pasal 67 huruf (a), (b), (c), (d), (e) dan (f) Undang-undang Mahkamah Agung sepenuhnya merupakan kewenangan Majelis Hakim Peninjauan Kembali, bukan kewenangan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama untuk menilainya. Permohonan Peninjauan Kembali pada prinsipnya hanya dapat diajukan 1 (satu) kali sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 24 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman kecuali ada dua putusan yang saling bertentangan baik dalam perkara perdata, pidana, agama maupun TUN, vide angka XV SEMA Nomor 07 Tahun 2012. Perubahan SEMA Nomor 07 Tahun 2012 mengenai derden verzet Ketentuan mengenai perkara bantahan (derden verzet) sebagaimana tercantum dalam kesepakatan kamar perdata tanggal 14-16 Maret 2012 (SEMA Nomor 07 Tahun 2012) pada angka 7 huruf b, diperbaiki sebagai berikut : a. Ditujukan terhadap sah/tidaknya penetapan sita/berita acara sita atau penetapan eksekusi atau penetapan lelang. b. Diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 195 ayat (6) juncto Pasal 208 HIR karena alasan kepemilikan (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan Hak Gadai Tanah), tentang “kepemilikan” itu Majelis Hakim cukup mempertimbangkan 25

dalam pertimbangan hukum, tidak dicantumkan dalam amar dikarenakan yang disengketakan bukan mengenai sah tidaknya “kepemilikan”. c. Diajukan oleh pihak ketiga, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang. d. Semua pihak dalam perkara asal/perkara yang harus ikut digugat dalam perkara bantahan. e. Terhadap penyitaan yang sudah dilaksanakan harus disertai dengan perintah pengangkatan sita apabila bantahan dikabulkan. Upaya hukum permohonan pembatalan penetapan sepihak (ex parte) Upaya hukum terhadap permohonan pembatalan “penetapan” yang berasal dari permohonan sepihak (ex parte) dapat dilakukan dengan cara mengajukan gugatan atau perlawanan atau kasasi. 1.

Tenggang waktu pengajuan kasasi oleh pihak lain yang berkepentingan. Kasasi atas penetapan yang diajukan oleh pihak lain yang berkepentingan dapat diterima selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diketahuinya penetapan tersebut. Perceraian yang perkawinannya tidak di daftar di catatan sipil Terhadap gugatan perceraian yang diajukan di pengadilan, dapat diterima dan dikabulkan, sepanjang perkawinan yang dilangsungkan secara agama/adat sebelum berlaku Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. 26

SEMA Nomor 2 Tahun 2019 Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige Overheidsdaad), sengketa yang bersifat keperdataan dan/atau bersumber dari perbuatan cidera janji (wanprestasi) oleh penguasa tetap menjadi kewenangan absolut pengadilan perdata dalam lingkungan peradilan umum. 3. Yurisprudensi : Yurisprudensi : Putusan MA No.170 K/Sip/1950 tanggal 12-8-1959 (dalam “Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993, Cetakan ke 2 hal 359) Penilaian mengenai gelap tidaknya isi jawaban tergugat adalah penghargaan daripada kenyataan yang tidak dapat diganggu gugat pada pemeriksaan kasasi. Yurisprudensi : Putusan MA No. 104 K/Sip/1953 tanggal 6-8-1953 (dalam “Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993, Cetakan ke 2 hal 360) Keberatan-keberatan kasasi yang semata-mata mengenai soal pembuktian tidak dapat dipertimbangkan dalam tingkat kasasi, karena keberatan-keberatan tersebut tidak mengenai pelaksanaan hukum, tetapi mengenai penghargaan kenyataan (van feitelijken aard)

27

Yurisprudensi : Putusan MA No.143 K/Sip/1956 tanggal 14-8-1957 (dalam “Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993, Cetakan ke 2 hal 359) Soal penafsiran suatu surat pada umumnya bersifat kenyataan yang tidak takluk pada kasasi, kecuali jika dalam penafsirannya telah dilanggar hukum / undang undang. Yurisprudensi : Putusan MA No.59 K/Sip/1958 tanggal 7-2-1959 (dalam “Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993, Cetakan ke 2 hal 361) Karena keberatan-keberatan yang diajukan oleh penggugat untuk kasasi bertentangan dengan dalil-dalilnya dimuka judex facti, keberatankeberatannya ditolak. Yurisprudensi : Putusan MA No.64 K/Sip/1960 tanggal 2-3-1960 (dalam “Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993, Cetakan ke 2 hal 361) Keberatan penuntut kasasi bahwa Pengadilan Tinggi telah menyampingkan saja memori bandingnya, tidak dapat dibenarkan karena adalah wewenang Pengadilan Tinggi untuk menguji memori banding dan hal ini tidak dipertimbangkan dalam kasasi. Yurisprudensi : Putusan MA No. 010K/RUP/ 1962.W.N Permohonan pemeriksaan kasasi untuk kepentingan hukum yang diajukan oleh jaksa agung untuk pembatalan penetapan pengadilan negeri, tidak dapat mengurangi hak-hak yang telah diperoleh pihak yang bersangkutan. istilah "tidak dapat mengurangi hak-hak tersebut" hanya pada tempatnya bila penetapan pengadilan negeri diambil dalam lapangan attribusinya, kata absolut atau relatief, telah dilanggar. dalam hal 28

ini, oleh karena pengadilan negeri tidak mengambil penetapannya dalam lingkungan attribusi untuk pengadilan, melainkan telah melewati batas-batas kekuasaan peadilan (rechtsbedelingssfeer) untuk seluruh peradilan dan dengan demikian pemohon tidak dapat mengemukakan hak-hak yang diperoleh oleh penetapan bersangkutan Yurisprudensi : Putusan MA No. 50.K/Sip/1962 tanggal 7-7-1962 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Dengan tidak menggunakan alat pembuktian berupa saling tidak disangkalnya isi surat-surat bukti yang diajukan oelh kedua belah pihak. Judex facti tidak melakukan peradilan menurut cara yang diharuskan oleh undang-undang, maka putusannya harus dibatalkan. Yurisprudensi : Putusan MA No. 024K/SIP/1967 Permohonan kasasi yang diajukan oleh s. mekutika, tetapi dalam surat kuasanya tidak disebut bahwa ia diberi kuasa untuk mengajukan kasasi Yurisprudensi : Putusan MA No. 038K/SIP/1967 Permohonan untuk melaksanakan keputusan pengadilan negeri jakarta tanggal 20 desember 1963 nomor 496/1963 g yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tentang perhitungan dan pertanggung jawaban dari executeur testamenter Yurisprudensi : Putusan MA No. 145K/SIP/1967 Penggugat menuntut supaya putusan verstek pengadilan negeri purwakarta tanggal 20 oktober 1957 nomor 109/1957 pdt tidak mempunyai kekuatan 29

Yurisprudensi : Putusan MA No. 398K/SIP/1967 Sumpah suppletoir yang telah diucapkan dan dipertimbangkan dalam keputusan pengadilan negeri walaupun tidak dimuat dalam berita acara dianggap telah diucapkan Yurisprudensi : Putusan MA No. 123K/SIP/1968 Penggugat kasasi mengajukan sebagai keberatan kasasi bahwa dalam perkara nomor 80/1964/PDT TJN tidak dapat diterapkan azas tersebut, karena dalam perkara tersebut dasar hukum perkara yang disengketakan adalah mengenai warisan, sedangkan dalam perkara yang sekarang disengketakan dasar hukumnya adalah mengenai hubungan jual beli. disamping itu juga pihak tergugat dalam perkara nomor 80/1964/PDT TJN sekarang menjadi penggugat Yurisprudensi : Putusan MA No. 266K/SIP/1968 Saat mengajukan memori kasasi tidak dianggap sebagai saat mengajukan permohonan kasasi Yurisprudensi : Putusan MA No. 319K/SIP/1968 Pengadilan Negeri tidak berwenang menilai tindakan pemerintah daerah mengenai tanag yang berada dibawah pengawasannya, kecuali kalau tindakan itu melanggar peraturan hukum yang berlaku atau melampaui batas wewenangnya Yurisprudensi : Putusan MA No. 323K/SIP/1968 Menurut hukum, tergugat dalam kasasi sebagai pembeli dalam penjualan lelang executie bij voorraad harus dilindungi Yurisprudensi : Putusan MA No. 046K/SIP/1969 Dalam perkara perdata, walaupun ada tiga orang yang diminta banding dan banding dari 30

seorang saja yang dapat diterima dan yang lain karena formil tidak dapat diterima, toh perkara itu tetap diperiksa seluruhnya termasuk kepentingan-kepentingan para pembanding yang permohonan bandingnya tidak dapat diterima itu Yurisprudensi : Putusan MA No. 074K/SIP/1969 Penilaian uang, harus dilakukan dengan menggunakan harga emas Yurisprudensi : Putusan MA No. 093K/SIP/1969 Mahkamah Agung tidak dapat menggantungkan putusannya pada suatu putusan lain yang masih akan dijatuhkan Yurisprudensi : Putusan MA No. 339K/SIP/1969 Putusan Pengadilan Negeri harus dibatalkan karena putusannya menyimpang dari pada yang dituntut dalam surat gugatan, lagi pula putusannya melebihi dari apa yang dituntut dan lebih menguntungkan pihak tergugat, sedang sebenarnya tidak ada tuntutan rekonpensi Yurisprudensi : Putusan MA No. 432K/SIP/1969 Menurut ketentuan pasal 15 UU nomor 19/1964 peninjauan kembali harus diajukan pada Mahkamah Agung, karenanya putusan Pengadilan Negeri yang memeriksa permohonan seperti itu tanpa melalui Mahkamah Agung harus dibatalkan. menurut azasnya peninjauan kembali hanya bisa diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara, karenanya permohonan peninjauan kembali dalam perkara ini yang ternyata diajukan oleh pihak ketiga harus dinyatakan tidak dapat diterima Yurisprudensi : Putusan MA No. 638K/SIP/1969 Mahkamah agung menganggap perlu untuk meninjau keputusan pengadilan negeri dan 31

Pengadilan Tinggi yang kurang cukup dipertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd) Yurisprudensi : Putusan MA No. 339.K/Sip/1969 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Putusan yang menyimpang dari isi tuntutan, baik karena meliputi hanya sebagian dari tuntutan maupun karena meliputi lebih dari yang dituntutkan, harus dibatalkan. Yurisprudensi : Putusan MA No. 009K/KR/1970 Permohonan kasasi yang diajukan hanya dengan alasan "merasa keberatan terhadap putusan pengadilan tinggi" dianggap bahwa permohonan kasasi tersebut diajukan secara tidak sungguhsungguh Yurisprudensi : Putusan MA No. 209K/SIP/1970 Suatu tuntutan baru (rekonpensi) tidak dapat diajukan dalam tingkat kasasi, suatu perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan azas-azas hukum acara perdata, asal tidak merubah atau menyimpang dari kejadian materiil walaupun tidak ada tuntutan subsidair untuk peradilan yang adil Yurisprudensi : Putusan MA No. 296K/SIP/1970 Menurut pasal 123 HIR, pihak-pihak yang berperkara, kalau dikehendaki boleh dibantu atau diwakili oleh seorang kuasa yang untuk maksud itu harus dikuasakan dengan surat kuasa khusus/istimewa Yurisprudensi : Putusan MA No. 372 K/Sip/1970 tanggal 1 September 1971 „Putusan Pengadilan yang didasarkan atas pertimbangan yang menyimpang dari dasar gugatan haruslah dibatalkan„. 32

Yurisprudensi : Putusan MA No. 436K/SIP/1970 dalam hal ini alasan hukum yang kuat ialah fakta bahwa kemudian ternyata penggugat bukan ahli waris dari lai buatua Yurisprudensi : Putusan MA No..K/Sip/1970 tanggal 21-11-1970 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Gugatan yang tidak sempurna, karena tidak menyebutkan dengan jelas apa yang dituntut, harus dinyatakan tidak dapat diterima. Yurisprudensi : Putusan MA No. 546K/SIP/1970 Putusan Pengadilan Negeri yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi harus dibatalkan, karena putusan-putusan tersebut mengabulkan perubahan gugatan pokok yang diajukan pada tingkatan pemeriksaan dimana semua dalil-dalil tangkisan dan pembelaan telah habis dikemukakan Yurisprudensi : Putusan MA No. 552K/SIP/1970 Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi (pengadilan umum) tidak berwenang untuk memeriksa perkara hibah yang menurut hukum yang hidup diputus menurut hukum agama islam. adapun yang berwenang adalah pengadilan agama/mahkamah syariah Yurisprudensi : Putusan MA No. 061K/SIP/1971 Surat kuasa untuk mengajukan permohonan kasasi yang memuat dua tanggal, harus di qualificeer sebagai suatu surat kuasa yang tidak dapat memberi wewenang kepada pemegang surat kuasa tersebut untuk bertindak atas nama si pemberi kuasa 33

Yurisprudensi : Putusan MA No. 81.K/Sip/1971 tanggal 9-7-1973 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Karena setelah diadakan pemeriksaaan setempat oleh Pengadilan Negeri atas perintah Mahkamah Agung, tanah yang dikuasai tergugat ternyata tidak sama batas-batas dan luasnya dengan yang tercantum dalam gugatan, gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Yurisprudensi : Putusan MA No. 144K/SIP/1971 Penetapan pengadulan negeri mengenai ahli waris dan warisan yang bersifat deklatoir bukan merupakan ne bis in idem dalam putusan pengadilan negeri yang bersangkutan mengenai sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan Yurisprudensi : Putusan MA No. 208K/SIP/1971 Penilaian uang/resiko berdasarkan yurisprudensi, perbedaan harga mata uang baru dinilai menurut harga emas membebankan resikonya pada kedua belah pihak secara setengah-setengah akan tetapi dalam hal ini seluruh resiko dibebankan kepada tergugat, karena ia yang bersalah yaitu telah melepaskan hak penggugat secara sepihak Yurisprudensi : Putusan MA No. 252K/SIP/1971 Pengadilan negeri telah memberikan keputusan yang bersifat "verstek", padahal seharusnya keputusan tersebut bersifat atas bantahan (contradictoir), upaya hukum terhadap keputusan yang bersifat contradictoir adalah banding

34

Yurisprudensi : Putusan MA No. 305K/SIP/1971 , tanggal 16 Juni 1971 Penarikan pihak ketiga ke dalam perkara oleh Pengadilan Tinggi dilarang. Pengadilan Tinggi tidak berwenang untuk karena jabatan (Ex Officio) menempatkan seseorang yang tidak digugat (pihak ketiga) sebagai Tergugat, karena hal tersebut adalah bertentangan dengan azas Acara Perdata bahwa hanya Penggugatlah yang berwenang untuk menentukan : siapa-siapa yang akan digugatnya; Yurisprudensi : Putusan MA No. 332K/SIP/1971 , tanggal 10 Juli 1971 Dalam hal perkara sebelum diputuskan, Tergugat meninggal, haruslah ditentukan lebih dulu siapa-siapa yang menjadi ahli warisnya dan terhadap siapa selanjutnya gugatan itu diteruskan, karena bila tidak putusannya tidak dapat dilaksanakan (vide : Putusan MA-Ri No. 459.K/Sip/1973, tanggal 29 Desember 1975) Yurisprudensi : Putusan MA No. 340K/SIP/1971 Bahwa disamping itu juga dari berita acara pemeriksaan sama sekali tidak ternyata dari mana ongkos pengacara Rp. 12.500,diperhitungkan tegasnya tidak terbukti bahwa ongkosnya adalah demikian Yurisprudensi : Putusan MA No. 372.K/Sip/1970 tanggal 1-9-1971 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Putusan Pengadilan yang didasarkan atas pertimbangan yang menyimpang dari dasar gugatan haruslah dibatalkan.

35

Yurisprudensi : Putusan MA No. 429K/SIP/1971 , tanggal 10 Juli 1971 Dalam hal pada waktu perkara disidangkan Tergugat ternyata telah meninggal, apabila Penggugat tidak berkeberatan perkara dapat diteruskan oleh ahli waris Tergugat; Karena i.e. dari Berita Acara persidangan Pengadilan Negeri tidak ternyata bahwa pihak Penggugat berkeberatan perkara diteruskan oleh ahli waris Tergugat, putusan Pengadilan Tinggi yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima atas pertimbangan bahwa seharusnya gugatan diperbaiki dulu dengan menunjukkan gugatan kepada ahli waris; Harus dibatalkan dan diperintahkan agar Pengadilan Tinggi memeriksa kembali dan selanjutnya memutus pokok perkaranya. Yurisprudensi : Putusan MA No. 556K/SIP/1971 Mengabulkan lebih dari yang digugat adalah diizinkan, selama hal ini masih sesuai dengan kejadian materiil Yurisprudensi : Putusan MA No. 641K/SIP/1971 Pengadilan berwenang untuk mengadili tuntutan mengenai pembayaran sewa rumah Yurisprudensi : Putusan MA No. 663K/SIP/1971 Undang-undang tidak mewajibkan pembanding untuk mengajukan risalah banding. jual-beli tanah meskipun telah memenuhi prosedure perundang-undangan agraria namun harus dinyatakan batal, karena didahului dan disertai iktikad-iktikad yang tidak jujur Yurisprudensi : Putusan MA No. 665K/SIP/1971 Dalam mempertimbangkan suatu perkara dengan menunjuk pada suatu putusan yang belum jelas 36

apakah putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum atau belum. kurang tepat untuk dipakai sebagai dasar dalam mengambil putusan Yurisprudensi : Putusan MA No. 745K/SIP/1971 Terhadap putusan "pengadilan rendah" (pengadilan adat yang belum dihapus menurut ketentuan dalam Undang-Undang Darurat nomor 1 tahun 1951), dapat dimintakan banding pada pengadilan negeri dengan menyimpang dari ketentuan tenggang waktu untuk meminta banding biasa Yurisprudensi : Putusan MA No. 938K/SIP/1971, tanggal 4 Oktober 1972 Jual beli antara Tergugat dengan orang ketiga tidak dapat dibatalkan tanpa diikutsertakannya orang ketiga tersebut sebagai Tergugat dalam perkara

Yurisprudensi : Putusan MA No. 1001K/SIP/1971 Terhadap suatu penetapan yang diambil oleh pengadilan tinggi dalam bidang pengawasan, tidak dapat diajukan permohonan kasasi, tetapi hanya keberatan atau pengaduan kepada mahkamah agung sebagai badan pengawas tertinggi atas jalannya peradilan Yurisprudensi : Putusan MA No. 1340K/SIP/1971 Hal yang sebelumnya tidak pernah diajukan dalam pemeriksaan tingkat pertama dan tingkat banding tidak dapat diajukan sebagai keberatan kasasi yang merupakan novum Yurisprudensi : Putusan MA No. 1346.K/Sip/1971 tanggal 23-7-1973 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Bantahan (verzet) terhadap conservatoir beslag bersifat insidentil sehingga kalau diterima 37

sebagai bantahan, seharusnya diperiksa tersendiri (insidentil) dengan menunda dulu pemeriksaan terhadap pokok perkara. Yurisprudensi : Putusan MA No. 1363K/SIP/1971 Ketentuan dalam pasal 19 PP nomor 18 tahun 1961 tidak bermaksud untuk mengeyampingkan pasal-pasal dari kitab undang-undang hukum perdata atau ketentuan-ketentuan hukum tidak tertulis mengenai jual-beli, hal pengosongan atas dasar jual-beli adalah pengadilan berwenang untuk memeriksanya Yurisprudensi : Putusan MA No. 1381K/SIP/1971 Keberatan kasasi yang tidak merinci dalam hal mana judex factie tidak memberikan pertimbangan yang sesuai dengan keberatan serta alat bukti yang diajukan tidak dapat dibenarkan Yurisprudensi : Putusan MA No.1383 K/Sip/1971 tanggal 23 juli 1973 (dalam “Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993, Cetakan ke 2 hal 361) Keberatan kasasi yang tidak memperinci dalam hal mana judex facti tidak memberikan pertimbangan yang sesuai dengan kebenaran serta alat-alat bukti yang diajukan tidak dapat dibenarkan. Yurisprudensi : Putusan MA No. 067K/SIP/1972 Putusan judex-factie dibatalkan, jika judex-factie tidak memberikan alasan-alasan/pertimbanganpertimbangan yang cukup dalam hal dalil-dalil penggugat tidak bertentangan dengan pertimbangan-pertimbangannya 38

Yurisprudensi : Putusan MA No. 124K/KR/1972 Perbuatan tertuduh, merusak rumah, tidak dapat dituntut, karena tertuduh adalah isteri dari pemilik rumah tersebut Yurisprudensi : Putusan MA No. 266K/SIP/1972 Jika memori kasasi diajukan oleh seorang kuasa sedangkan dalam surat kuasa tidak disebutkan bahwa ia diberi kuasa untuk mengajukan permohonan kasasi maupun mengajukan memori kasasi, maka permohonan kasasi itu harus dinyatakan tidak dapat diterima Yurisprudensi : Putusan MA No. 334K/SIP/1972 Judex-factie tidak boleh merubah dalil gugatan, putusan pengadilan yang tidak diucapkan dimuka umum adalah tidak sah dan harus dibatalkan Yurisprudensi : Putusan MA No. 445K/SIP/1972 Perkara gugatan tentang pemakaian tanda niaga (merek dagang), hanya dapat dimintakan kasasi kepada mahkamah agung tanpa melalui banding ke Pengadilan Tinggi Yurisprudensi : Putusan MA No. 540.K/Sip/1972 tanggal 11-9-1975 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Karena Tergugat menyangkal, Penggugat harus membuktikan dalilnya. Yurisprudensi : Putusan MA No. 677K/SIP/1972 Pendaftaran suatu merek hanyalah memberikan hak kepada orang atau badan hukum yang mereknya didaftarkan itu, bahwa ia dianggap sebagai "pemakai pertama" dari pada merek itu sampai dibuktikan hal yang sebaliknya oleh pihak lain 39

Yurisprudensi : Putusan MA No. 786K/SIP/1972 Tidak dipertimbangkannya memori banding oleh Pengadilan Tinggi tidak mengakibatkan batalnya putusan Pengadilan Tinggi tersebut, Pengadilan Tinggi berwenang mengambil alih pertimbanganpertimbangan Pengadilan Negeri yang dianggapnya benar, tambahan sumpah adalah wewenang judex factie Yurisprudensi : Putusan MA No. 1038K/SIP/1972 Terhadap keputusan perdamaian tidak mungkin diadakan permohonan banding dan terhadap perkara yang telah diputus oleh pengadilan negeri dan telah mempunyai kekuatan pasti tidak mungkin diadakan keputusan perdamaian Yurisprudensi : Putusan MA No. 1043K/SIP/1972 Dengan diajukannya permohonan banding oleh pihak penggugat asal/tergugat dalam rekonpensi perkara harus diperiksa dalam keseluruhannya, baik dalam konpensi maupun dalam rekonpensi Yurisprudensi : Putusan MA No. 1063K/SIP/1972 Terhadap penetapan ketua Pengadilan Tinggi jakarta yang merupakan ketetapan dalam bidang pengawasan atas jalannya peradilan yang menjadi tugas pt disamping tugasnya untuk melakukan peradilan tingkat banding, tidak dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi Yurisprudensi : Putusan MA No. 1109K/SIP/1972 Amar putusan pn, yang menolak gugatan seluruhnya, tidaklah bertentangan dengan pertimbangan-pertimbangannya yang menyatakan, bahwa gugatan-gugatan para penggugat tidak dapat diterima, oleh karena dari pertimbangan-pertimbangan itu tampak jelas bahwa yang dimaksud adalah "penolakan 40

gugatan", karena pertimbangan-pertimbangan tersebut menguraikan tentang tidak berhasilnya para penggugat untuk membuktikan dalildalilnya Yurisprudensi : Putusan MA No.38.K/Sip/1974 tanggal 11-2-1975 ; no. 149.K/Sip/1973 tanggal 179-1975 (dalam “Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993, Cetakan ke 2 hal 358) Keberatan yang pada hakekatnya berkenaan dengan penilaian hasil pembuktian, tidak dapat dipertimbangkan, tidak dapat diterima / dibenarkan dan tidak pada tempatnya diajukan dalam pemeriksaan tingkat kasasi Yurisprudensi : Putusan MA No. 565.K/Sip/1973 tanggal 21-8-1974 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima karena dasar gugatan tidak sempurna, dalam hal ini karena hak penggugat atas tanah sengketa tidak jelas Yurisprudensi : Putusan MA No. 575K/SIP/1973 Permohonan sumpah decisoir hanya dapat dikabulkan kalau dalam suatu perkara sama sekali tidak terdapat bukti-bukti Yurisprudensi : Putusan MA No. 436.K/Sip/1974 tanggal 30 April 1978 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Karena judex facti belum pernah mengadakan pemeriksaan mengenai batas-batas tanah tersengketa, kepada Pengadilan Negeri diperintahkan untuk mengadakan pemeriksaan tambahan mengenai batas-batas tanah tersebut. 41

Yurisprudensi : Putusan MA No. 476.K/Sip/1974 tanggal 14-11-1974 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Sita jaminan tidak dapat dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga Yurisprudensi : Putusan MA No. 701.K/Sip/1974 tanggal 14-4-1976 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Karena judex facti mendasarkan keputusannya atas surat-suart bukti yang terdiri dari foto foto copy yang tidak secara sah dinyatakan sesuai aslinya, sedang terdapat diantaranya yang penting-penting yang secara substansial masih dipertengkarkan oleh kedua pihak, judex facti sebenarnya telah memutuskan perkara ini berdasarkan bukti-bukti yang tidak sah. Yurisprudensi : Putusan MA No. 393K/SIP/1975 Sanggahan oleh pihak ke iii diluar pihak-pihak dalam perkara yang keputusannya telah selesai dilaksanakan, menurut praktek hukum acara yang berlaku di indonesia, pada azasnya harus diajukan dalam bentuk gugatan dan tidak dalam bentuk bantahan/sanggahan Yurisprudensi : Putusan MA No. 524K/SIP/1975 Verzet terhadap putusan verstek hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara, tidak oleh pihak ketiga Yurisprudensi : Putusan MA No. 588.K/Sip/1975 tanggal 13-7-1976 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Keputusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, karena kurang tepat dan tidak terperinci harus dibatalkan. 42

Yurisprudensi : Putusan MA No. 991.K/Sip/1975 tanggal 24-7-1975 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Dugaan Pengadilan Tinggi tentang adanya hubungan dagang tersebut tidak sesuai dengan dugaan yang dibolehkan undang-undang karena Pengadilan Tinggi hanya mendasarkan dugaan tersebut pada keterangan-keterangan saksi yang tidak sempurna. Yurisprudensi : Putusan MA No. 1149.K/Sip/1975 tanggal 17-4-1979 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Karena dalam surat gugatan tidak disebutkan dengan jelas letak/batas-batas tanah sengketa, gugatan tidak dapat diterima. Yurisprudensi : Putusan MA No. 1391.K/Sip/1975 tanggal 26 April 1979 (dalam “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1993) Karena dari gugatan penggugat tidak jelas batas-batas dusun sengketa yang digugat, hanya disebutkan (bertanda II) saja, gugata penggugat tidak dapat diterima. Yurisprudensi : Putusan MA No. 1544K/SIP/1976 Hal yang belum pernah diajukan pada pemeriksaan tingkat pertama dan tingkat banding (novum) tidak dapat dipertimbangkan pada tingkat kasasi Yurisprudensi : Putusan MA No. 1738K/SIP/1976 Keputusan provisi dalam perkara ini seharusnya hanya berupa larangan untuk meneruskan bangunan dan penghukuman untuk membayar uang paksa 43

Yurisprudensi : Putusan MA No. 820K/SIP/1977 Pengadilan tinggi telah salah menerapkan hukum acara oleh sebab kesimpulan-kesimpulan yang diambil oleh pengadilan tinggi tidak berdasarkan pada pembuktian yang diajukan dalam persidangan sebagaimana tercantum dalam berita acara Yurisprudensi : Putusan MA No. 878K/SIP/1977 , tanggal 27 Juni 1979 Antara perkara ini dengan perkara yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi pada tanggal 8 Juli 1974 tidak terjadi Ne bis in Idem, sebab putusan Pengadilan Tinggi tersebut menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima oleh karena ada pihak yang tidak diikut sertakan, sehingga masih terbuka kemungkinan untuk menggugat lagi; Yurisprudensi : Putusan MA No. 1167K/SIP/1977 Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum i.c hukum acara, karena telah memerintahkan agar sita jaminan (conservatoir beslag) diangkat tanpa disertai pertimbangan Yurisprudensi : Putusan MA No. 321K/SIP/1978 Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk membatalkan surat hak milik yang dikeluarkan oleh instansi lain Yurisprudensi : Putusan MA No. 1780K/SIP/1978 Karena tergugat asal II telah menyetujui pencabutan gugatan dan tidak bersedia menghadap kesidang, maka dapat dipandang bahwa tergugat tersebut telah melepaskan kepentingannya dalam perkara ini, sehingga pencoretan namanya sebagai tergugat tidaklah bertentangan dengan hukum 44

Yurisprudensi : Putusan MA No. 1001K/SIP/1979 Tuntutan akan uang paksa yang didasarkan atas gugatan ex pasal 1365 B.W. tidak dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan atas dasar UU nomor 21 tahun 1961 Yurisprudensi : Putusan MA No. 1281K/SIP/1979 Bantahan terhadap eksekusi, yang diajukan setelah eksekusi itu dilaksanakan, tidak dapat diterima Yurisprudensi : Putusan MA No. 926K/SIP/1980 Pertimbangan Pengadilan Tinggi kurang dan salah dalam mengetrapkan pasal 321 (a) K.U.H.D, karena : 1. sekalipun dianggap terbukti bahwa tergugat asal adalah pengusaha kapal dwi masakti yang terbakar, yang kemudian terbakar pula kapal milik penggugat asal, namun oleh pengadilan tinggi tidak dipertimbangkan, apakah kebarakan tersebut diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum dari anak buahnya, selain itu dari pertimbangan-perimbangan tidak pula ternyata bagaimana status tergugat asal terhadap kapal dwimasakti itu. 2. tidak ada hasil dari pengusutan sebab-sebab kebakaran. 3. barang-barang apa saja yang telah rusak akibat kebakaran tersebut Yurisprudensi: Putusan MA No. 253PK/Perd/1982 Alasan yang dikemukakan pemohon tidak termasuk dalam salah satu alasan untuk mengadakan peninjauan kembali seperti tersebut dalam pasal 2 Perma nomor 1 tahun 1982, maka tidak dapat dibenarkan permohonan peninjauan kembali ditolak 45

Yurisprudensi : Putusan MA No. 346K/SIP/1982 Seharusnya Pengadilan Tinggi setelah mempertimbangkan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa perkara ini, memerintahkan Pengadilan Negeri untuk mengadilu dan menutus sekali lagi perkaranya (i.c Pengadilan Tinggi langsung memutus sendiri pokok perkaranya) Yurisprudensi : Putusan MA No. 1036K/SIP/1982 Putusan Pengadilan Tinggi tidak bertentangan dengan hukum, karena penggugat tidak berhasil membuktikan alasan-alasan gugatan perceraiannya sebagaimana ditentukan dalam pasal 19 PP 9/1975, gugatan harus ditolak Yurisprudensi : Putusan MA No. 1072K/SIP/1982 Gugatan cukup ditujukan kepada yang secara feitelijk menguasai barang-barang sengketa Yurisprudensi : Putusan MA No. 1149K/SIP/1982 Terhadap perkara ini dihubungkan dengan perkara yang terdahulu, yang telah ada putusan mahkamah agung, berlaku azas ne bis in idem, mengingat kedua perkara itu pada hakekatnya sasarannya sama yaitu pernyataan tidak sah jual beli tanah tersebut dan pihak-pihak pokoknya juga sama Yurisprudensi: Putusan MA No. 020PK/Perd/1983 Surat bukti yang diajukan pemohon tidak merupakan bukti baru yang bersifat menentukan (novum) seperti yang dimaksud dalam pasal 2 b Perma nomor 1 tahun 1982 permohonan peninjauan kembali ditolak

46

Yurisprudensi : Putusan MA No. 010K/PDT/1984 Pelawan adalah isteri tergugat dalam putusan pengadilan negeri/pengadilan tinggi/mahkamah agung yang dilawan. perlawanannya dinyatakan tidak dapat diterima Yurisprudensi : Putusan MA No. 370K/PDT/1984 Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum tentang pembuktian, karena keterangan saksi tidak saling menguatkan dan tidak bersesuaian Yurisprudensi : Putusan MA No. 371K/PDT/1984 Sita jaminan dapat diminta sepanjang persidangan Yurisprudensi : Putusan MA No. 394K/PDT/1984 Barang-barang yang sudah dijadikan jaminan hutang kepada bank rakyat indonesia cabang gresik tidak dapat dikenakan conservatoir beslag Yurisprudensi : Putusan MA No. 935 K/Pdt/1985 tanggal 30 september 1986 (dalam buku Yurisprudensi Indonesia ke 5, terbutan Mahkamah Agung tahun 1992) Tuntutan pelaksanaan putusan secara serta merta harus ditolak karena tidak dipenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 180 RID. Yurisprudensi : Putusan MA No. 3428K/PDT/1985 (dalam buku Yurisprudensi Indonesia tahun 1991) Surat bukti yang hanya merupakan suatu "pernyataan" tidaklah mengikat dan tidak dapat disamakan dengan kesaksian yang seharusnya diberikan dibawah sumpah di muka pengadilan

47

Yurisprudensi : Putusan MA No. 3901 K/Pdt/1985 tanggal 2 Nopember 1988 (dalam buku Yurisprudensi Indonesia tahun 1989) Surat bukti yang merupakan pernyataan belaka dari orang-orang yang memberi pernyataan tanpa diperiksa di persidangan, tidak mempunyai kekuatan pembuktian apa-apa (tidak dapat disamakan dengan kesaksian) Yurisprudensi : Putusan MA No. 1176K/PDT/1986 Bahwa adalah gugatan konpensi pengadilan negeri dan pengadilan tinggi tidak salah menerapkan hukum, hanya dalam gugatan rekonpensi pengadilan negeri dan pengadilan tinggi telah salah menerapkan hukum dalam persidangan terbukti bahwa neraca dan perhitungan laba-rugi belum dibuat sehingga belum waktunya untuk mengajukan gugatan rekonpensi ke pengadilan Yurisprudensi : Putusan MA No. 2146K/PDT/1986 Dalam hal perlawanan terhadap putusan verstek formil dapat diterima, gugatan semula harus diperiksa kembali dengan para pihak tetap pada kedudukan aslinya. terlawan tetap sebagai penggugat dan pelawan tetap sebagai tergugat Yurisprudensi : Putusan MA No. 3738.K/Sip/1987 tanggal 14 Pebruari 1990 (dalam “Yurisprudensi Indonesia 6” tahun 1993) Penggugat dianggap tidak dapat membuktikan dalil gugatannya karena : surat-surat girik yang diajukan sebagai bukti adalah tidak sesuai dengan Register yang ada pada Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Surat surat keputusan Pengadilan Negeri tentang keahli-warisan, ternyata palsu. 48

Pemindahan dan penyerahan hak, dilakukan berdasarkan girik-girik tanah dan surat-surat keahli-warisan yang tidak benar.. Yurisprudensi : Putusan MA No. 3783K/PDT/1987 Mahkamah Agung sebelum mengambil putusan akhir dapat menetapkan dalam putusan sela untuk mengadakan pemeriksaan tambahan yang dilakukan mahkamah agung sendiri agar mengetahui dengan jelas obyek sengketa yaitu status dan lokasi tanah serta hal-hal lain yang bersangkutan dengan tanah sengketa yang dipandang perlu. tanah-tanah negara yang diatasnya melekat hak-hak tanah eropah misal tanah opstal, erpacht, eigendom dan lain-lain tidak mungkin lagi akan melekat hak-hak lainnya misalnya hak tanah adat Yurisprudensi : Putusan MA No. 041K/PDT/1990 , tanggal 27 Pebruari 1992 Aparat peradilan yang bertindak melaksanakan tugas-tugas teknis peradilan atau Kekuasaan Kehakiman tidak dapat diperkarakan secara perdata; Tindakan aparat peradilan yang melanggar kewenangan atau melampaui batas yang dibenarkan hukum, dapat diajukan kepada instansi peradilan yang lebih tinggi, dalam hal ini Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, untuk diadakan tindakan pengawasan; Atas tindakan penyelenggaraan peradilan yang mengandung cacat hukum dapat diajukan gugatan perdata untuk pembatalan, dengan menarik pihak yang mendapatkan hak dari tindakan tersebut sebagai Tergugat, dan bukan Hakim, Juru sita atau Panitera yang bersangkutan. 49

Yurisprudensi : Putusan MA No. 2064K/PDT/1991 Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum khususnya dalam hukum pembuktian bahwa legenbewijz yang merupakan aanwizingen tidak mematahkan bukti sempurna sertifikat hak milik atas tanah yang sudah menurut prosedure Yurisprudensi : Putusan MA No. 3114K/PDT/1991 Kesimpulan Pengadilan Tinggi yang menyatakan gugatan baru diajukan setelah 33 tahun dan dijadikan dasar alasan bahwa penggugat tidak berhak atas tanah terperkara, pendapat dan kesimpulan tersebut tidak tepat. pertama, menggugat sesuatu menurut hukum adalah hak, dan hak itu bisa dipergunakan kapan dikehendaki. kedua, apa yang mereka gugat adalah hak warisan, dan mengenai hak menggugat harta warisan menurut hukum adat, tidak mengenal batas jangka waktu serta tidak mengenal daluarsa Yurisprudensi : Putusan MA No. 359K/PDT/1992 Bahwa judex factie telah salah menerapkan hukum, surat gugatan tergugat dibuat dan ditanda-tangani oleh kuasanya tertanggal 3 desember 1988, dengan demikian pada tanggal 3 desember 1988 yang bersangkutan belum menjadi kuasa hukumnya, sehingga ia tidak berhak menanda-tangani surat gugatan tersebut Yurisprudensi : Putusan MA No. 3263K/PDT/1992 Perkumpulan yang telah dibubarkan tidak berhak untuk mengajukan gugatan

50

Yurisprudensi : Putusan MA No. 935K/PDT/1998 Bahwa bukti tambahan tidak dapat mematahkan sumpah suppletoir yang telah dilakukan, sebab sumpah tersebut tidak tunduk pada pemeriksaan banding atau kasasi Yurisprudensi : Putusan MA No. 2580K/PDT/1998 Bahwa perlawanan yang diajukan dengan dalil somasi terhadap putusan pengadilan negeri dan dalam putusan pengadilan negeri tersebut pada pelawan tidak diikut sertakan sebagai pihak yang berperkara, perlawanan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima, sebab somasi tidak sama dengan eksekusi Yurisprudensi : Putusan MA No. 620K/PDT/1999 Bila yang digugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara dan obyek gugatan menyangkut perbuatan yang menjadi wewenang pejabat tersebut, maka yang berwenang untuk mengadili perkara tersebut adalah peradilan tata usaha negara bukan pengadilan negeri Yurisprudensi : Putusan MA No. 1992K/PDT/2000 Bila eksepsi tidak dipertimbangkan, putusan dinyatakan tidak sempurna (onvoldoende gemotiveerd), surat kuasa yang tidak menyebutkan semua nama-nama tergugat secara lengkap tidak menyebabkan surat kuasa tidak sah Yurisprudensi : Putusan MA No. 294K/PDT/2001 Dalam hal bukti kepemilikan penggugat dapat dilimpahkan oleh bukti tergugat, maka gugatan seharusnya dinyatakan tidak terbukti, bukan dinyatakan tidak beralasan karena itu gugatan harus ditolak 51

Yurisprudensi : Putusan MA No. 1226K/PDT/2001 Meski kedudukan subjeknya berbeda, tetapi objek sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap, maka gugatan dinyatakan nebis in idem Yurisprudensi : Putusan MA No. 1400K/PDT/2001 Barang jaminan hanya dapat dijual melalui lelang, bank tidak berhak menjual sendiri. tanah yang dijaminkan pada bank tanpa seijin pemilik, pengalihan hak atas tanah berdasarkan surat kuasa mutlak adalah batal demi hukum, bantuan terhadap pelaksanaan putusan, maka yang berwenang untuk memeriksa dan memutus bantahan adalah pengadilan negeri dalam wilayah hukumnya yang menjalankan putusan Yurisprudensi : Putusan MA No. 2671K/PDT/2001 Meski kedudukan para penggugat berbeda, tetapi sama-sama berkepentingan atas objek sengketa. demi tercapainya peradilan yang cepat, murah dan biaya ringan beralasan para penggugat secara bersama-sama dan sekaligus mengajukan gugatan Yurisprudensi : Putusan MA No. 2985K/PDT/2001 Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima pada saat gugatan diajukan subjek yang digugat sudah dibubarkan lebih dahulu Yurisprudensi : Putusan MA No. 3641K/PDT/2001 Dalam azas kebebasan berkontrak, hakim berwenang untuk mewakili dan menyatakan bahwa kedudukan para pihak berbeda dalam yang tidak seimbang, sehingga sengketa pihak dianggap tidak bebas menyatakan kehendak, dalam perjanjian yang bersifat terbuka, nilainilai hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai 52

dengan kepatutan keadilan, perikemanusiaan dapat dipakai sebagai upaya perubahan terhadap ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam perjanjian Yurisprudensi : Putusan MA no. 03 K/N/2002 tgl 28 Januari 2002 ( “Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 2003) Bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 1917 BW yang menyatakan bahwa suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (BHT) mempunyai kekuatan bukti yang kuat. Yurisprudensi : Putusan MA No. 03K/KPPU/2002 Putusan komisi pengawas persaingan usaha (kppu) yang menggunakan irah-irah : "demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa" adalah cacat hukum dan dinyatakan batal demi hukum karena telah melampaui kewenangannya berdasarkan pasal 10 Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 Yurisprudensi : Putusan MA No. 2773K/PDT/2002 Permohonan perlawanan untuk membatalkan putusan arbiter adalah cacat formil bila diajukan melebihi tenggang waktu 30 hari 4.

Putusan Pilihan : Putusan PT Bandung no. 47/1970/Perd./PTB tanggal 19-2-1971 (“Yurisprudensi Hukum Acara Perdata Indonesia jilid 2”, Chidir Ali, SH., terbitan Armico-Bandung, 1983) hal 197 Syarat-syarat Putusan : suatu putusan Pengadilan tidak boleh mengandung kontradiksi, baik didalam tubuh 53

dictum maupun dalam amar putusannya. Tiap bagian daripada putusan Pengadilan harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan hukum yang bersangkutan. Suatu putusan Pengadilan tidak boleh bersifat kabur, sehingga dalam pelaksanaan putusan dapat timbul persoalan-persoalan baru. Suatu putusan Pengadilan tidak boleh melebihi daripada apa yang diminta didalam surat gugatan. Putusan MA No. 447.K/Sip/1976 tanggal 20-101976 (“Yurisprudensi Hukum Acara Perdata Indonesia jilid 1”, Chidir Ali, SH., terbitan Armico-Bandung, 1983) hal 195 Gugatan yang tidak sempurna menurut ketentuan hukum acara karena adanya kekeliruan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Putusan MA No. 556.K/Pdt/1987 tanggal 15 Oktober 1992 (Varia Peradilan Mei 1993) Meskipun dalam petitum gugatan Penggugat tidak ada permintaan, tapi karena masih dalam rangka materi persoalan, maka Mahkamah Agung berwenang dianggap perlu menyatakan suatu Sertifikat HGB yang telah diterbitkan oleh Pemerintah itu, adalah tidak mempunyai kekuatan hukum. Putusan MA No. 1544.K/Pdt/1989 tanggal 29 April 1992 (Varia Peradilan Januari 1993) Mahkamah Agung setelah memeriksa perkara ini dlaam putusannya berpendirian bahwa putusan judex-facti, Pengadilan Tinggi merupakan suatu putusan yang onvoldoende gemotiveerd, tidak cukup dieprtimbangkan dan pertimbangan Hakim judex facti adalah saling bertentangan 54

satu sama lain; Dan malahan dapat dianggap sangat naif sekali, karena kesimpulan hukum yang ditarik, disamping bertentangan dengan hukum, juga hanya didasarkan pada kesimpulan prasangka saja. (Menurut Hukum Acara Perdata, untuk mendukung keterbuktian atau dalil gugatan atau suatu bantahan terhadap dalil gugatan, maka Hakim harus berdasar pada alat-alat bukti yang sah, sebagaimana yang telah disebutkan secara limitatif dalam pasal 164 HIR. Diluar yang disebut dalam pasal ini, adalah tidak sah sebagai alat bukti.) Putusan MA No. 3792.K/Pdt/1989 tanggal 30 Maret 1991 (Varia Peradilan Januari 1992) Mahkamah Agung dapat meneliti kembali semua keterangan saksi yang tercantum didalam “Berita Acara Pengadilan Negeri” untuk selanjutnya disesuaikan dengan keterangan saksi yang dicantumkan dalam putusan judex-facti. Ketidak-sesuaian keterangan saksi yang ada dalam “putusan” dengan yang ada dalam “Berita Acara Persidangan” adalah merupakan perbuatan judex facti yang salah menerapkan Hukum Pembuktian terhadap kasus tersebut dan merupakan alasan bagi Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan judex facti. Putusan MA No. 1027 K/Pdt/1990 tanggal 19 Desember 1996 (Varia Peradilan No.146, Nopember 1997) Dengan mengacu pada pasal 378 dan 379 Rv, maka tidak hanya pemilik tanah beserta bangunannya yang berhak mengajukan gugat perlawanan pihak ketiga (derden Verzet) terhadap tindakan hukum berupa lelang eksekusi 55

Pengadilan. Pihak Bank sebagai kreditur yang telah mengikat kreditnya dengan hipotik juga merupakan pihak ketiga yang berhak pula untuk mengajukan gugat perlawanan, karena Bank sebagai kreditur yang preferen mempunyai kepentingan pelunasan piutangnya didahulukan dari para kreditur lainnya. Putusan MA No. 1878.K/Pdt/1992 tanggal 26 Februari 1994 (Varia Peradilan Desember 1996) Menurut Doktrin Hukum Acara Perdata telah digariskan bahwa Hakim dalam membuat putusan atas suatu kasusu gugatan Perdata, maka dalam putusannya tersebut, antara pertimbangan hukum dengan amar putusannya haruslah selaras dan bersesuaian serta saling mendukung, dan tidak boleh saling bertentangan satu sama lain. Putusan MA No. 3445 K/Pdt/1994 tanggal 24 Mei 1996 (Varia Peradilan No.139, April 1997) Kreditur dalam Credietverband tsb tidak dapat mengajukan 'derden verzet' untuk melawan dan membatalkan adanya CB atas tanah yang telah diikat dalam akta Credieverband tsb, karena derden Verzet hanya dapat diajukan berdasarkan atas alasan hak milik (pasal 208 (1) HIR). Putusan MA No. 3714.K/Pdt/1992 tanggal 22 Februari 1994 (Varia Peradilan Maret 1996) Dalam suatu Gugatan Perdata, pihak Penggugat seharusnya merumuskan dan menyatakan secara merinci dalam bagian Petitum, apa atau hal hal apa saja yang dituntut untuk diberikan putusan oleh Hakim. Ketentuan ini sesuai dengan pasal 198 (3) RBg atau 178 (3) HIR dimana disebutkan : Hakim dilarang memberikan putusan melebihi daripada tuntutan / petitum yang diajukan oleh 56

Penggugat. Kecuali sepanjang masih sesuai dengan kejadian materiil dari perkara tersebut (Yurisprudensi no. 556.K/Sip/1971) atau sepanjang hal tersebut masih erat kaitannya antara tuntutan yang satu dengan yang lainnya (Yurisprudensi no. 499.K/Sip/1970). Putusan MA No. 1878.K/Pdt/1992 tanggal 26 Pebruari 1994 (Varia Peradilan Desember 1996) Menurut pasal 2 UU no. 4/1970 beserta penjelasannya telah ditentukan bahwa penyelenggaraan Peradilan Voluntair (Voluntair Jurisdictie) berupa penetapan hakim tentang keahli warisan seseorang tertentu, adalah tidak diperkenankan, kecuali hal tersebut diperintahkan atau diperbolehkan oleh suatu peraturan hukum yang mengatur hal tersebut. Penetapan Hakim tentang keahli-warisan seseorang tertentu yang diterbitkan berdasar atas Voluntair Jurisdictie , maka kekuatan pembuktiannya dapat dinilai kembali oleh Hakim berupa tidak mengikat atau tidak mempunyai kekuatan mengikat didalam suatu pemeriksaan gugatan Perdata tentang sengketa Keahli-warisan beserta harta peninggalannya (gugatan Contenticuse Jurisdictie). Penetapan Hakim tersebut adalah batal demi hukum. Menurut Doktrin Hukum Acara Perdata telah digariskan bahwa Hakim dalam membuat putusan atas suatu gugatan perdata, maka dalam putusan tersebut , antara pertimbangan hukum dengan amar putusannya haruslah selaras dan bersesuaian serta saling mendukung, dan tidak bolehs aling bertentangan satu sama lain.

57

Putusan MA No. 207.K/AG/1993 tanggal 25 November 1994 (Varia Peradilan Juni 1997) Putusan Pengadilan Negeri Agama dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, karena telah memeriksa dan memberikan putusan terhadap perkara permohonan penetapan ahli waris beserta beberapa besar bagian masing-masing dari para ahli waris, tanpa ada pihak lawannya. Permohonan yang demikian merupakan permohonan voluntair yang diajukan tanpa ada lawannya, sedangkan Undang Undang tidak mengatur tentang hal in. Putusan MA No. 1000.K/Pdt/1991 tanggal 27 Oktober 1994 (Varia Peradilan Oktober 1997) Penetapan ahli waris secara declaratoir yang diterbitkan oleh Hakim pada suatu Pengadilan Negeri, secara yuridis dapat dibatalkan oleh putusan Hakim pada Pengadilan Negeri lainnya, bilamana terbukti bahwa permohonan penetapan ahli waris tersebut dilandasi oleh itikad buruk (ter kwander trouw) dari si pemohon yaitu, ia telah menyembunyikan fakta bahwa masalah ke ahli waris dan pembagian harta peninggalannya yang menjadi obyek penetapan tersebut, masih menjadi sengketa gugatan perdata yang belum diputus oleh Pengadilan Negeri ditempat lain. Putusan MA No. 3445.K/Pdt/1994 tanggal 24 Mei 1996 (Varia Peradilan April 1997) Tanah adat yang telah dijadikan jaminan hutang oleh pemiliknya kepada BRI, dalam bentuk crediet verband maka bila tanah jaminan ini kemudian diletakkan conservatoir beslag dalam perkara gugatan perdata yang lain, maka secara juridis BRI sebagai creditor dalam crediet verband tersebut tidak dapat mengajukan “derden verzet” 58

untuk melawan dan membatalkan adanya conservatoir beslag atas tanah yang telah diikat dalam Akta Crediet Verband tersebut, karena derden verzet hanya dapat diajukan berdasar atas alasan hak milik (pasal 208 ayat 1 HIR). Sedang dalam kasus ini, BRI bukanlah pemilik tanah dalam crediet verband tersebut. Tindakan hukum yang bisa dilakukan oleh BRI adalah melalui eksekusi atas “grosse Akta Crediet Verband” yang memiliki Executorial titel seperti halnya putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (ex pasal 224 HIR). Putusan MA No. 968.K/Pdt/1993 tanggal 27 Februari 1995 (dalam Varia Peradilan Juni 1996) Ketua PN melakukan peneguran (aanmaning) kepada Debitur dalam rangka Eksekusi Grosse Akte Hipotik atas permohonan Kreditur Bank berdasar ex pasal 224 HIR. Pihak Debitur karena teguran ini , kemudian membayar hutangnya melalui Pengadilan Negeri sejumlah uang yang besarnya sesuai dengan jumlah yang disebutkan / dicantumkan dalam Surat Permohonan dari Bank tersebut. Dengan adanya pembayaran tersebut, maka Eksekusi Grosse Akta Hipotik ex pasal 224 HIR telah selesai dilakukan oleh PN. Pihak kreditur berkewajiban untuk mengembalikan semua dokumen jaminan (Sertifikat tanah) kepada Debitur. Bilamana Kreditur masih juga tetap menahan dan tidak bersedia menyerahkan kembali sertifikat yang menjadi jaminan tersebut kepada Debitur, maka perbuatan Bank ini dapat dikwalifikasikan sebagai Wnprestasi. Adanya tuntutan “tambahan tagihan” dari Bank kepada Debitur tersebut adalah tidak termasuk dalam eksekusi ex pasal 224 HIR yang telah selesai dilakukan (final). 59

Tuntutan “ tambahan tagihan uang “ kepada Debitur tersebut, seharusnya dilakukan dengan mengajukan gugatan Perdata yang baru ke Pengadilan diluar Eksekusi 224 HIR tersebut diatas.. Putusan MA No. 2769.K/Pdt/1995 tanggal 24 Juli 1996 (Varia Peradilan Nopember 1998) Tanah miliknya pihak ketiga yang tidak diikutsertakan sebagai salah satu pihak Tergugat dalam suatu gugatan, tidak dapat diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) dalam perkara gugatan tersebut. Pihak ketiga tersebut dibenarkan untuk mengajukan gugat bantahan pihak ketiga (derden verzet) dengan petitum agar dirinya dinyatakan sebagai pemilik tanah yang terkena CB tersebut dan selanjutnya CB hendaknya dinyatakan tidak sah dan tidak berharga selanjutnya harus diangkat oleh Hakim. Putusan MA No. 3771 K/Pdt/1998 (Pertimbangan halaman 16) bahwa mengenai surat kuasa yang tidak disebutkan atau tidak dicantumkan adanya pemberian kuasa untuk mengajukan gugat balik, Majelis berpendapat bahwa surat kuasa khusus seperti itu dapat dipakai juga untuk mengajukan gugatan rekonvensi meskipun kuasa untuk mengajukan gugatan balik/gugatan rekonvensi tersebut tidak dicantumkan secara legal dalam surat kuasa yang bersangkutan, sebab surat kuasa itu diberikan untuk semua perbuatan hukum yang berhak diajukan dalam peradilan tingkat pertama, kecuali kalau ditegaskan sebaliknya.

60

Putusan MA No. 3010 K/Pdt/1999 (Pertimbangan halaman 14 ) Bahwa kepergian Para Tergugat menghadiri apa yang dinamakan Kongres PDI ke IV di Medan yang merupakan persoalan pokok dalam gugatan Penggugat adalah permasalahan intern Partai PDI antara Penggugat dengan Para Tergugat yang harusnya diselesaikan secara intern Partai PDI antara Penggugat dengan Para Tergugat melalui hirarki/jenjang sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai, dan dengan demikian seharusnya Pengadilan Negeri Riau menyatakan tidak berwenang mengadili perkara a quo; Putusan MA No. 373 K/Pdt/2002 (Pertimbangan halaman 11) Bahwa gugatan Penggugat/Terbanding/ Pemohon Kasasi adalah mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan para Tergugat/Pembanding/ Termohon Kasasi yaitu menempati tanah tanpa hak dengan demikian baik Notaris maupun penjual tanah sengketa tidak perlu digugat, karena tidak ada sangkut pautnya dengan gugatan Turut Penggugat ; Putusan MA No. 412 K/Pdt/2002 (Pertimbangan halaman 8) bahwa Judex Facti Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri telah salah dalam menerapkan hukum, karena pokok sengketa perkara ini adalah mengenai perselisihan kepemilikan atas tanah, karena itu bukan wewenang peradilan Tata Usaha Negara ;

61

Putusan MA No. 1602 K/Pdt/2002 (Pertimbangan halaman 8) Bahwa Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin yang telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Amuntai dengan alasan surat kuasa untuk mengajukan gugatan bukan surat kuasa khusus; Bahwa pertimbangan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena pada surat kuasa sudah memenuhi syarat bilamana telah menyebutkan siapa yang digugat dan Pengadilan mana gugatan itu diajukan serta dalam hal apa kuasa tersebut diberikan; Bahwa dalam surat kuasa tersebut Penggugat telah memberi kuasa kepada Nafarin Hanafi, SH., Pengacara/Penasehat Hukum guna mengurus dan menyelesaikan gugatan perdata kepada Tergugat di Pengadilan Negeri Amuntai; Putusan MA No. 2881 K/Pdt/2002 (Pertimbangan halaman 13 ) bahwa pertimbangan Pengadilan Tinggi pada halaman 7 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat I sehingga petitum 5, 6 dan 8 tidak dapat dikabulkan ; - bahwa pertimbangan tersebut diatas adalah tidak tepat karena bertentangan dengan pertimbangan sebelumnya yang menyatakan bahwa obyek sengketa adalah milik Penggugat, sedangkan kenyataannya bahwa sengketa tersebut ditempati oleh Tergugat tanpa ada alasan hukumnya ; Putusan MA No. 290 PK/Pdt/2003 (Pertimbangan halaman 17) Bahwa Surat Kuasa Penggugat kepada kuasanya cacat hukum karena tidak ditandatangani 62

selayaknya oleh pemberi kuasa/Direksi, sebab yang menandatangani surat kuasa tersebut sama sekali tidak jelas, baik nama orangnya maupun jabatannya dalam NV Kalidjati tersebut, oleh karenanya gugatan Penggugat menjadi kabur, sehingga gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvanklijk verklaard) ; Bahwa karena gugatan dalam rekonvensi masih dalaim kaitannya langsung dengan gugatan dalam konvensi, sehingga berhubung gugatan konvensi dinyatakan tidak dapat diteirma (niet onvanklijk verklaard), maka gugatan dalam rekonvensi juga harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvanklijk verklaard) ; Putusan MA No. 1622 K/Pdt/ 2005 tgl 7 Februari 2007 (Pertimbangan hal. 13) Bahwa di dalam butir ke-4 amar putusannya pada bagian rekonvensi Judex Facti telah memberikan putusan yang bersifat condemnatoir (penghukuman), sedangkan mengenai hal tersebut tidak dituntut oleh Penggugat Rekonvensi di dalam petitum gugatannya, karena seluruh petitum gugatan Penggugat Rekonvensi bersifat declaratoir (pernyataan). Disamping itu, di dalam butir ke-4 dari amar putusannya pada bagian rekonvensi tersebut Judex Facti telah memerintahkan turut Tergugat dalam Konvensi untuk menindaklanjuti proses Pengikatan Jual Beli No.14 tanggal 14 Janauari 2002 menjadi Akta Jual Beli, sedangkan turut Tergugat tersebut di dalam gugatan konvensi berada pada pihak yang sama dengan Penggugat Rekonvensi sebagai Tergugat asal ; Bahwa di dalam butir ke-3 amar putusannya pada bagian rekonvensi Judex Facti telah memberikan kewenangan kepada Penggugat Rekonvensi untuk tetap melakukan kegiatan pembangunan di atas 63

tanah cedera, namun Judex Facti tidak mempertimbangkan apakah Penggugat Rekonvensi telah mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai salah satu syarat untuk dapat mendirikan bangunan di atas tanah cedera ; Judex Facti salah menerapkan hukum dengan tidak menyebutkan dalam amar putusan apakah gugatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya ; Judex Facti salah menerapkan hukum karena urgensi dari uitvoerbaar bij voorraad tidak ada sebab petitum gugatan rekonvensi tidak bersifat condemnatoir, lagipula telah salah menerapkan hukum karena telah menghukum sesama Tergugat; Judex Facti melampaui batas wewenangnya dengan menentukan suatu jumlah uang, padahal dalam petitum rekonvensi hanya diminta untuk diberi hak dan kewenangan melakukan pembayaran sesuai akta pengikatan jual beli No.14 tanggal 14 Januari 2002 ; Putusan MA No. 1133 K/Pdt/2006 (Pertimbangan halaman 21) Bahwa dasar gugatan Penggugat adalah perbuatan melawan hukum oleh Tergugat yang telah melakukan pemutusan kerja sama secara sepihak ; Bahwa dengan dituntutnya ganti rugi atas perbuatan melawan hukum oleh Tergugat tersebut Penggugat sudah memilih salah satu alternatif sebagaimana ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata, sehingga secara hukum gugatan Penggugat dinilai tidak bertentangan antara posita gugatan dengan petitum gugatan ;

64

Putusan MA No. 1647 K/Pdt/2006 (Pertimbangan halaman 21 ) bahwa adanya pihak yang telah meninggal dunia dalam hal ini Turut Termohon Kasasi/Tergugat IV seharusnya dibuktikan dengan Surat Akta Kematian atau Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan atau Desa tetapi tidak hanya didasarkan pada Berita Acara Persidangan bahwa Turut Termohon Kasasi/Tergugat IV telah meninggal dunia dimana datanya diperoleh secara sepihak yaitu dari pihak Tergugat lainnya ; bahwa berdasarkan bukti-bukti di persidangan bahwa Turut Termohon Kasasi/Tergugat IV tidak mempunyai ahli waris, lagi pula sesuai relas-relas pemberitahuan atas perkara a quo telah disampaikan dengan benar oleh Juru Sita tetapi sama sekali tidak ada pihak-pihak yang kehilangan haknya untuk memberikan pembelaan dirinya ; bahwa pihak-pihak yang harus digugat merupakan hak sepenuhnya dari Penggugat, oleh karena itu pertimbangan hukum judex facti (Pengadilan Tinggi) tidak beralasan hukum karena menyatakan gugatan Penggugat kurang pihak ; Putusan MA No. 46 K/Pdt/2007 (Pertimbangan halaman 44) Bahwa keberatan ini dapat dibenarkan sebab judex facti tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini karena yang berwenang Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor: 37 Tahun 2004 mengingat alasan-alasan sebagai berikut : 1. Bahwa pasal 3 ayat 1 menentukan “Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan atau diatur dalam Undang-undang ini, diputuskan oleh Pengadilan 65

yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitur. Dengan penjelasan ayat 1 tersebut berbunyi “yang dimaksud dengan “hal-hal lain”, adalah antara lain, action paulina”, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana debitur, kreditur, kurator atau pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit termasuk gugatan kurator terhadap debitur yang menyebabkan perseroan dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya. Hukum acara yang berlaku dalam mengadili perkara termasuk “ hal-hal lain “ adalah sama dengan hukum Acara Perdata yang berlaku bagi perkara permohonan pernyataan pailit termasuk mengenai pembatasan jangka waktu penyelesaiannya “Mengenai hukum acara perdata yang dapat digunakan oleh pasal 299 Undang-undang No.37 tahun 2007 ditegaskan “Kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini, maka hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata, sehingga dalam hal ini untuk Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berlaku HIR dan ketentuan-ketentuan lain dari Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah Jawa – Madura serta yurisprudensi yang dapat menjadi pedoman; 2. Bahwa secara singkat esensi kepailitan dapat dikatakan sebagai sita umum atas harta kekayaan debitur baik yang ada pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditur yang pada waktu debitur dinyatakan pailit mempunyai hutang, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib (bandingkan pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004). Berkaitan dengan digunakannya istilah “sita umum” perlu dijelaskan, karena sita 66

tersebut bukan untuk kepentingan seorang atau beberapa orang kreditur, melainkan untuk semua kreditur atau dengan kata lain untuk mencegah penyitaan dari eksekusi yang dimintakan oleh kreditur secara perorangan; 3. Bahwa pasal 26 ayat 1 undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan “Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator”; 4. Bahwa dengan memperhatikan pengertian kepailitan sebagai sita umum tersebut di atas, pasal 1 butir 1, pasal 3 ayat 1 beserta penjelasannya, pasal 1 butir 1, pasal 26 ayat 1 dan pasal 299 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 serta pasal 195 ayat 6 HIR, maka Mahkamah Agung berpendapat perlawanan oleh pihak ketiga (derden verzet) mengenai budel pailit, tersebut harus diajukan terhadap kurator melalui Pengadilan Niaga; 5. Bahwa karena obyek gugatan (C2 uang sebesar Rp.69.218.764.927) dalam perkara ini adalah merupakan boedel pailit (cq casu berada dalam sita umum) berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 28 Pebruari 2000 Nomor 05/Pailit/2000/PN.Niaga.Jkt.Pst jis putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 25 Januari 2005, No.02/Bdg/Pailit/2004 /PN.Niaga Jkt.Pst dan putusan Mahkamah Agung tanggal 18 Oktober 2000 No.014 PK/N/2000 (surat bukti T.I.7 s.d T.I-9), maka berdasarkan pasal 1 butir 1, pasal 3 ayat 3 beserta penjelasannya, pasal 1 butir 1, pasal 26 ayat 1 dan pasal 299 Undang-undang No.37 tahun 2004 serta pasal 195 ayat 6 HIR bagi Termohon Kasasi seharusnya menggunakan upaya hukum perlawanan oleh pihak ketiga (derden verzet) yang diajukan terhadap Kurator Debitur Pailit PT. Asmawi Agung Corporation melalui Pengadilan 67

Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; Putusan MA No. 278 PK/Pdt/2007 (Pertimbangan halaman 37) Alasan Peninjauan Kembali ad. I yang berupa surat-surat bukti baru (Novum) yang pada waktu perkara ini diperiksa tidak dapat ditemukan yang ditandai dengan bukti PK.1, PK. 2 , PK.3, dan PK 4, ternyata hari dan tanggal ditemukannya tidak dinyatakan dibawah sumpah dan tidak disahkan oleh Pejabat yang berwenang, sebagaimana ditentukan Pasal 69 huruf b Undang-Undang R.I No.5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang –Undadng No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Sehingga surat-surat bukti a quo tidak memenuhi syarat sebagai surat-surat bukti yang bersifat menentukan dan karenanya Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan ini tidak dapat dibenarkan dan haruslah ditolak ; Putusan MA No. 309 K/Pdt/2007 tgl 23 Juni 2009 (Pertimbangan halaman 40) bahwa, gugatan perkara a quo adalah mengenai penggelapan uang perusahaan sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) oleh Tergugat selaku karyawan sejak Juli 1999 sampai dengan 17 September 2002 ; bahwa, bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak baik dari pihak Penggugat maupun dari pihak Tergugat antara lain bukti P.118, TII-III-5 dan TIV-4 ternyata perkara a quo telah pula ditangani oleh Penyidik Polri ; bahwa sesungguhnya perkara pidana dan perkara perdata dapat terlaksana secara bersamaan, akan tetapi agar tercipta suatu kepastian hukum, gugatan peradata sebaiknya menunggu putusan perkara pidananya ; 68

Putusan MA No. 886 K/Pdt/2007 tgl 24 oktober 2007 (Pertimbangan halaman 38 ) Bahwa posita gugatan telah jelas terpisah antara Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi, yaitu : Tergugat I tidak melaksanakan perjanjian kerja sama No. 158/X/BBWM/ 2003 ; No. 020/MBPBBD/10/2003 tanggal 23 Oktober 2003, perbuatan mana sebagai Wanprestasi dan; Tergugat I dan Tergugat II membuat perjanjian kerja sama No. 199/BBMW/XII/2003 ; No. 009/MBP-DIR/12/2003 tanggal 29 Desember 2003 tanpa diketahui Penggugat sebagai yang berhak atas pengoperasian Pengelolaan Minyak dan Gas Kabupaten Bekasi, perbuatan mana merupakan Perbuatan Melawan Hukum ; Bahwa sungguhpun dalam gugatan terdapat posita Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum, akan tetapi dengan tegas diuraikan secara terpisah, maka gugatan demikian yang berupa kumulasi obyektif dapat dibenarkan ; Putusan MA No. 1378 K/Pdt/2008 (Pertimbangan halaman 34 ) Bahwa eksepsi mengenai kewenangan mengadili sebagaimana diatur dalam Pasal 136 HIR/162 RBg, harus diputus lebih dahulu sebelum putusan akhir; Bahwa judex facti berwenang mengadili perkara ini, karena gugatan Penggugat didasarkan pada adanya Onrechtmatige overheid daad (Perbuatan melawan Hukum oleh penguasa) ; Bahwa akan tetapi Penggugat sebagai LSM tidak punya hak untuk mengajukan gugatan tuntutan ganti rugi sebagaimana diuraikan dalam surat gugatannya ; 69

Putusan MA No. 1496 K/Pdt/2008 (Pertimbangan halaman 72) Bahwa pada tanggal 16 Pebruari 1994 Tjipto Siswojo yang mewakili Para Penggugat, telah mengundurkan diri dari jabatan Direktur PT. Tensindo (Penggugat II) dan PT. Tensindo Sejati (Penggugat III), sehingga dari pada itu in casu dirinya tidak berhak lagi mewakili Penggugat II dan Penggugat III untuk mengajukan gugatan melawan Para Tergugat ; Bahwa Tjipto Siswojo dan Beng Siswojo selaku Pemegang Saham lebih dari 10% dari Penggugat II dan Penggugat III berdasarkan Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang Peseroan Terbatas (UU No. 1 Tahun 1995) dapat mengajukan gugatan kepada Direksi Peseroan terbatas, manakala perbuatan Direksi/Direktur dipandang merugikan Perusahaan, sehingga bersifat internal saja dan tidak berhak mengajukan gugatan terhadap pihak lain (pihak ketiga) in casu Tergugat/Pemohon Kasasi I dan II, oleh karena itu Tjipto Siswojo dan Beng Siswojo tidak berkapasitas mewakili Penggugat II dan Penggugat III untuk mengajukan gugatan kepada Tergugat I dan Tergugat III ; Bahwa oleh karena Tjipto Siswojo tidak berhak lagi mewakili Para Penggugat untuk mengajukan gugatan kepada Para Tergugat dan Tjipto Siswojo dan Beng Siswojo tidak memiliki kapasitas mewakili Penggugat II dan Penggugat III mengajukan gugatan kepada Tergugat I dan Tergugat III maka gugatan Para Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet onvankelijk verklaard) ;

70

Putusan MA No. 2920 K/PDT/2008 (Pertimbangan halaman 16 ) Bahwa gugatan yang diajukan Penggugat/Termohon Kasasi adalah gugatan Wanprestasi terhadap Tergugat I dan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Tergugat II, sehingga gugatan Penggugat kabur. Bahwa seharusnya diajukan sendiri-sendiri atas para Tergugat tersebut dan tidak boleh digabungkan.

Bahwa karena itu gugatan haruslah dinyatakan tidak dapat diterima Putusan MA No. 715 PK/Pdt/2009 (Pertimbangan halaman 12 ) Bahwa antara pihak-pihak yang sama mengenai soal yang sama atau dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya , telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lainnya yaitu bahwa dalam kasus ini telah ada putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 73/Pdt.G/1993/PN.Dps jo. putusan Pengadilan Tinggi No. 73/PDT/1994/PT.Dps, jo. putusan Mahkamah Agung No. 2697 K/Pdt/1994 jo. putusan Mahkamah Agung No. 885 PK/Pdt/1996 yang menolak gugatan Penggugat (Koeskamto), sehingga terhadap kasus ini telah mendapatkan kepastian hukum dan karena kasus ini telah diperiksa/diputus lagi oleh Judex Facti dan Judex juris untuk kedua kalinya maka telah terjadi Ne bis in idem sehingga putusan Mahkamah Agung No. 766 K/Pdt/2007 jo. No. 77/Pdt/2006/PT.Dps, jo. No. 384/Pdt.G/ 2005/PN.Dps harus dibatalkan ; Putusan MA No. 315 PK/Pdt/2010 (Pertimbangan halaman 10 ) putusan Mahkamah Agung terdapat kehilafan hakim yang nyata yaitu telah memutus 71

melampaui wewenangnya yaitu mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut (ultra petita partium); Bahwa oleh karena itu putusan Mahkamah Agung No. 1348 K/Pdt/2008 tanggal 11 Desember 2008 harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan pertimbangan sebagai berikut: Telah menghukum Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar sejumlah uang dalam bentuk Dollar Amerika Serikat yang lebih besar dari yang dituntut; Telah menghukum Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar sejumlah uang rupiah kepada para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi secara salah yaitu lebih kecil dari jumlah yang seharusnya karena terdapat kekeliruan Hakim judex facti dalam menjumlahkan uang yang telah disetor oleh para Penggugat Rekonvensi/para Tergugat Konvensi kepada Tergugat Rekonvensi/ Penggugat Konvensi, sebagaimana dipertimbangkan dalam halaman 46 putusan Pengadilan Negeri Surabaya; Putusan MA No. 430 PK/Pdt/2010 (Pertimbangan halaman 16 ) Alasan Peninjauan Kembali dapat dibenarkan, oleh karena surat bukti PK-1, PK-2, PK-3, PK-4 dalam perkara antara Parawangsyah dan kawan-kawan melawan Haji Lalo dan kawankawan telah menetapkan bahwa Parawangsah dan ahli warisnya adalah pemilik atas obyek sengketa. Bahwa surat bukti PK-1 sampai dengan PK-4 tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap terlebih dahulu daripada putusan kasasi Nomor : 72

2115.K/Pdt/2007, tanggal 8 Mei 2008 sehingga putusan kasasi tersebut harus dibatalkan, lagi pula sertifikat Hak Milik Nomor : 795 tahun 1990 (bukti surat PK-V) tersebut telah ada sebelum putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor : 11/Pdt.G/2004/PN. Mks, tanggal 23 September 2004 ; Bahwa sertifikat Nomor : 795 dikeluarkan tanggal 22 Mei 1990, sedangkan putusan Pengadilan Negeri Makassar diucapkan tanggal 23 September 2004, dari bukti PK-I sampai dengan PK-IV, yaitu berupa putusan Pengadilan Negeri, putusan Pengadilan Tinggi, putusan Mahkamah Agung, dan putusan Peninjauan Kembali membuktikan bahwa Parawangsah dan ahli warisnya adalah yang berhak terhadap obyek sengketa, sedangkan Bangkebua sebagai pemberi hibah tanah obyek sengketa tersebut adalah bukan pemilik tanah tersebut, sehingga tidak berhak menghibahkan tanah budel warisan (tanah obyek sengketa) tersebut tanpa ahli waris lainnya. Apalagi hibah tersebut diberikan berdasarkan surat hibah yang hanya diketahui ketua RT, oleh karenanya peralihan dari Bangkebua kepada Abd. Rahim Nuhung adalah tidak sah/batal demi hukum ; Putusan MA No. 1713 K/Pdt/2010 (Pertimbangan halaman 27 ) Bahwa gugatan Penggugat adalah mengenai rahasia dagang; Bahwa gugatan tentang rahasia dagang adalah kewenangan Pengadilan Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;

73

Putusan MA No. 1809 K/Pdt/2010 (Pertimbangan halaman 32 ) Bahwa gugatan Penggugat selain gugatan pada petitum no. 3 dan no. 5 adalah prematur, karena Tergugat II pemegang hak tanggungan belum melelang objek hak tanggungan, sehingga belum pasti apakah masih ada sisa hasil lelang yaitu selisih antara harga jual lelang dan jumlah hutang pada Tergugat I), karena tidak mungkin gugatan diajukan kalau objeknya belum ada, maka petitum selebihnya tidak dapat diterima; Putusan MA No. 2786 K/Pdt/2010 tgl 25 Mei 2012 (Pertimbangan halaman 9 ) Bahwa Judex Facti (Pengadilan Tinggi) telah salah menerapkan hukum karena telah mengenyampingkan bukti surat di bawah tangan yang tidak dibantah oleh Termohon Kasasi (bukti P4, P5) ; Tidak ada larangan hukum bagi orang untuk ikut menanamkan modal dalam kegiatan usaha ; Bahwa Judex Facti (Pengadilan Tinggi) salah menerapkan hukum karena sesuai bukti berupa “surat pernyataan yang ditandatangani sendiri oleh Tergugat” secara tegas yang bersangkutan menyatakan sebagai hutang” dengan demikian hutang harus dibayar ; Putusan MA No. 70 K/PDT/2011 (Pertimbangan halaman 12 ) Bahwa gugatan dari Penggugat-Penggugat, sehingga ahli waris Njoto Kardi, sebagai Persero CV. Sumber Alam yang dibubarkan terhitung 11 April 1975 (Akte No. 22 tanggal 12 April 1975 yang dibuat oleh Notaris Njoo Sioe Liep, Notaris Surabaya) menuntut pembagian harta CV. Sumber Alam yang dibubarkan tersebut ; 74

Bahwa TI, II dan III mengajukan Eksepsi, bahwa gugatan Penggugat kadaluarsa, karena sudah lewat 33 tahun sejak 1975 sampai dengan 2008 ; Bahwa Eksepsi para Tergugat tepat karena gugatan diajukan sudah lewat 30 tahun, maka gugatan telah kadaluarsa ; Putusan MA No. 129PK/Pdt /2011 (Pertimbangan halaman 68 ) Bahwa alasan peninjauan kembali mengenai adanya kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata angka 1 dan seterusnya dan angka 34 dapat dibenarkan dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Laporan Pemohon Peninjauan Kembali kepada yang berwajib karena ada sangkaan telah terjadi suatu tindak pidana bukan suatu perbuatan melawan hukum; b. Sengketa antara pekerja dengan pengusaha yaitu Penggugat selaku pekerja dan Tergugat I selaku pengusaha, soal ketenagakerjaan, ic. Perselisihan hak dan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja ) adalah bukan wewenang pengadilan negeri; Putusan MA No. 332 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 17 ) Tidak dapat dibenarkan Judex Facti menyatakan cacat hukum putusan Mahkamah Agung dalam tingkat Peninjauan Kembali (No.92 PK/Pdt/2000) yang telah selesai dieksekusi mengingat putusan Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang telah diputus oleh Badan Peradilan Tertinggi sebagaimana telah diatur dalam (UndangUndang Mahkamah Agung) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah 75

dan ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009, sehingga tidak dapat dibenarkan dinilai oleh lembaga peradilan di bawahnya ; Putusan MA No. 573 PK/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 13 ) Bahwa gugatan penyelesaian harta bersama yang perkara perceraiannya telah dilakukan di Pengadilan Agama Jepara seharusnya diajukan di Pengadilan yang sama atau pengadilan yang lain yang masih berada dalam lingkungan Peradilan Agama (sesuai yurisdiksi kompetensi relatif); Bahwa pengajuan gugatan penyelesaian harta bersama tersebut ke Pengadilan Negeri Jepara telah bertentangan degan Pasal 37 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang di ubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Penjelasannya yang merupakan kompetensi absolut Pengadilan Agama; Bahwa oleh karena itu, untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelesaian harta bersama dimaksud, maka yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo adalah Pengadilan Agama Jepara. Dengan demikian Pengadilan Negeri Jepara tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo; Putusan MA No. 735 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 17) Bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan badan atau pejabat tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang76

Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jo. UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009, tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, sehingga keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan keputusan tata usaha negara ; Bahwa oleh karena yang menjadi pokok sengketa perkara a quo adalah putusan Komisi Pemilihan Umum Kota Metro Nomor 270/370/KPU.8.M/ SK/VII/2009 tanggal 30 Juli 2009, maka berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, Pengadilan Negeri (dalam hal ini Pengadilan Negeri Metro) tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo, yang berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ; Putusan MA No. 2083 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 22 ) Bahwa dikarenakan bukti T-18 yaitu Berita Acara Rapat Penggantian Pengurus PT. Tlaga Reksajaya, tidak dapat diperlihatkan aslinya dipersidangan dan juga tidak di dukung oleh bukti lain, maka bukti tersebut tidak dapat digunakan sebagai “dasar” untuk menilai surat kuasa Penggugat cacat hukum ; Bahwa selanjutnya oleh karena itu harus disimpulkan surat kuasa Penggugat adalah sah, sehingga pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa pokok perkara ; Bahwa dalam pokok perkara Penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya oleh karena itu gugatan dikabulkan oleh Judex Facti/Pengadilan Negeri telah tepat, disebabkan Bambang Setiawan Soeryoto telah menerima uang untuk pembelian tanah a quo, namun tidak menyerahkan ke-5 girik tersebut kepada Penggugat, sehingga ia telah melakukan 77

perbuatan melanggar hukum ; Bahwa dikarenakan yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka adalah beban para Tergugat selaku ahli warisnya untuk melaksanakan isi putusan ini Putusan MA No. 2470 K/PDT/2011 (Pertimbangan halaman 26 ) Bahwa permohonan kasasi yang diajukan TurutTergugat II dapat dibenarkan karena putusan Judex Facti (PN/PT) telah salah menerapkan hukum, “posisi” atau “kedudukan” Turut Tergugat II dalam perkara ini “berada” diluar surat perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat. Oleh karenanya secara formal tidak ada hubungan hukum sama sekali dengan wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat ; Oleh karena itu “amar putusan” Judex Facti sepanjang yang menyangkut “Turut Tergugat II” harus dicoret dan gugatan terhadap Turut Tergugat II harus dinyatakan tidak dapat diterima ; Putusan MA No. 2723 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 33) Bahwa Penggugat bukanlah pihak dalam perjanjian tanggal 20 Oktober 2003, sebab yang mengikatkan dirinya atas nama pribadi adalah H.Saleh Akbar, oleh karena itu, Penggugat (Abu Tholib) tidak mempunyai Legal Standi In Judicio; Bahwa Judex Facti telah mengabulkan gugatan Penggugat (Abu Tholib), padahal Penggugat bukanlah pihak dalam perjanjian tanggal 20 Oktober 2003 tersebut ; Bahwa sekalipun telah ada Perubahan Anggaran Dasar dari Perseroan Komanditer CV. Hidup bersama, namun perubahan mana tidak serta merta menggantikan kedudukan HM. Soleh 78

Akbar dalam perjanjian 20 Oktober 2003 dengan Dai Nippon, sebab saat perjanjian dibuat HM. Soleh Akbar bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan bukan atas nama Perseroan Putusan MA No. 2479 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 28 ) Bahwa Judex Facti sebagai Peradilan Umum tidak memiliki kewenangan absolut untuk mengadili perkara a quo karena berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang No.3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama perkara “Ekonomi Syariah” merupakan kewenangan Pengadilan Agama untuk mengadilinya. Dengan mendasarkan pada Perjanjian Mudharabah No.Mas/2007/270 tanggal 02 – 08 – 2007 khususnya Pasal 22 Perjanjian tersebut, tampak jelas antara Tergugat II (Koperasi Syariah Bait Al Hijra) dan Tergugat I/BNI Syariah Cabang Makassar telah bersepakat untuk memilih Pengadilan Agama untuk mengadili perselisihan yang timbul ; Bahwa Penggugat / Terbanding / Termohon Kasasi adalah Ketua Koperasi Bait Al Hijra telah bertindak sebagai penjamin dengan mengagunkan SHM No.20852/ Tabmanrea, miliknya sebagai jaminan pelunasan hutang Tergugat II. Oleh karena itu Penggugat sadar dan mengetahui / memahami makna tiap-tiap Pasal dalam Perjanjian Mudharabah, khususnya Pasal 22, terbukti Penggugat (Muhammad Masyur) selaku Ketua Koperasi Syariah, telah ikut menandatangani Perjanjian Mudharabah. Oleh karena itu sebagai Ketua Koperasi Syariah maupun sebagai penjamin ia telah mengerti dan mengikatkan diri pada perjanjian tersebut ; 79

Putusan MA No. 2996 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 12) Alasan kasasi dapat dibenarkan, karena meneliti dengan saksama Memori Kasasi tertanggal 11 Agustus 2011 dan Kontra Memori Kasasi tertanggal 24 Agustus 2011 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Probolinggo yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya, ternyata telah salah dalam menerapkan hukum, karena meneliti posita dan petitum gugatan Penggugat tanggal 25 September 2008 ternyata pokok gugatan Penggugat adalah sengketa mengenai hibah yang dilakukan oleh Bok Rembani pada tanggal 18 November 1976 kepada Tergugat I yang keduanya beragama Islam, oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat 1 huruf b Undang-Undang No.7 Tahun 1989 adalah merupakan kewenangan Pengadilan Agama untuk mengadilinya; Putusan MA No. 106 PK/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 59) Bahwa Judex Facti Pengadilan Negeri Bekasi dalam pertimbangan hukum putusannya, telah menyatakan perkara a quo adalah sengketa mengenai lisensi merek, dan karenanya menjadi kewenangan Pengadilan Niaga, tetapi amar putusannya bertentangan, karena menyatakan Pengadilan Negeri Bekasi berwenang mengadili perkara tersebut; Bahwa oleh karena permasalahan pokok dalam dalam perkara a quo mengenai perjanjian lisensi merek dagang Cap Kaki Tiga antara Penggugat dengan Tergugat, maka sengketa tentang pembatalan perjanjian lisensi atau untuk menentukan sah atau tidaknya pembatalan 80

perjanjian lisensi merupakan kewenangan Pengadilan

Niaga bukan kewenangan Pengadilan Negeri; Bahwa sengketa mengenai merek, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, maka gugatan harus diajukan ke Pengadilan Niaga, dan karena Tergugat adalah perusahaan asing, berdasarkan Pasal 80 ayat 2 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, gugatan harus diajukan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; Putusan MA No. 246 PK/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 23 ) Bahwa objek perkara telah diputus oleh Pengadilan Agama dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap bahwa objek sengketa bukan harta bersama antara Penggugat dengan Tergugat I, akan tetapi harta bawaan; Bahwa karena obyek perkara dinyatakan bukan harta bersama oleh Pengadilan Agama maka penggugat tidak dapat menggugat lagi terhadap obyek sengketa di Pengadilan Negeri; Putusan MA No. 340 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 25) Bahwa yang dipersoalkan dalam perkara a quo adalah surat kuasa tertanggal 05 Juli 2009 dari 25 orang semua sebagai pemberi kuasa kepada Sidik sebagai penerima kuasa, yaitu apakah surat kuasa tersebut adalah surat kuasa khusus yang dapat disubstitusikan oleh penerima kuasa (Sidik) kepada orang lain (Pengacara), ataukah tidak dapat; Bahwa dalam surat kuasa tertanggal 05 Juli 2009 penerima kuasa diberi kuasa untuk mengurus, mempertahankan hak dengan mempergunakan jalur hukum terhadap sebidang 81

lahan hibah seluas 242 Ha, milik pemberi kuasa yang terletak dahulu di wilayah RT.II/RK.IV, Kelurahan Lembah Damai, Kecamatan Rumbai, Kotamadya Pekanbaru, selanjutnya daerah tersebut masuk ke dalam wilayah Desa Sail, Kecamatan Bukit Raya, terus berubah menjadi Desa Tebing Tinggi Okura Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru, sekarang setempat dikenal sebagai wilayah Kelurahan Lembah Damai, Kecamatan Rumbai Pesisir (tepatnya terletak di pinggir Danau Buatan); Bahwa penerima kuasa dapat bertindak kepada instansi-instansi dan pejabat yang berwenang, membuat dan menandatangani surat-surat dalam mempertahankan hak tesebut, termasuk memberi kuasa kepada pengacara; Bahwa walaupun dalam surat kuasa tersebut tidak dengan tegas disebutkan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan, tetapi dengan kata-kata “mempertahankan hak dengan mempergunakan jalur hukum dapat menghadap pejabat yang berwenang dan membuat serta menandatangani surat-surat, serta dengan menunjuk bidang kebun yang disebutkan letaknya dan Sidik dalam mempertahankan hak objek sengketa adalah gugur bertindak untuk diri sendiri dan sebagai kuasa dari teman-temannya, dapat dikualifikasi surat kuasa tersebut memenuhi syarat sebagai surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud SEMA MA No. 6 Tahun 1994; Bahwa dengan disebutkan dalam surat kuasa tertanggal 05 Juli 2009 dengan kata-kata “termasuk menunjuk dan memberi kuasa kepada “Pengacara” maka surat kuasa tertanggal 05 Juli 2009 mengandung hak subsitusi dari Penerima Kuasa (Sidik) kepada Pengacara (PH), karena itu pemberi kuasa oleh Sidik kepada Mince Hamzah, S.H., M.H., tertanggal 29 82

Agustus 2009 adalah sah karena surat kuasa tertanggal 29 Agustus 2009 telah memenuhi syarat sebagai surat kuasa khusus sesuai dengan SEMA No. 6 Tahun 1994 Putusan MA No. 499 K/PDT/2012 (Pertimbangan halaman 31) Bahwa Tergugat I dan Tergugat II adalah 2 (dua) Badan Hukum yang berbeda dan berdiri sendiri yang menjadi tanggung jawab sendiri-sendiri : PT. Selatnasik Indokwarsa melakukan kegiatan penambangan sejak tahun 2001; PT. Simpang Pesak Indokwarsa melakukan kegiatan penambangan sejak tahun 2006; Bahwa izin penambangan yang diberikan pada Tergugat I dan Tergugat II berbeda dalam hal lokasi, luas dan waktunya; Bahwa tidak dapat dibuktikan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan kerusakan lingkungan secara bersama-sama, karena itu tidak dapat digabung dalam satu gugatan; Bahwa gugatan ganti rugi yang diajukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup adalah prematur, karena tidak ada pengaduan dari masyarakat bahwa telah terjadi pengrusakan lingkungan yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II secara bersama-sama; Putusan MA No. 549 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 12 ) Judex Facti telah salah menerapkan hukum, karena menurut Hukum Islam hibah hanya dibolehkan maximal 1/3 dari seluruh harta pemberi hibah, sedangkan dalam perkara a quo tidak jelas, apakah hibah yang diterimanya tidak melebihi 1/3 dari seluruh harta Pemberi Hibah, gugatan yang demikian kabur (Obscurr Libel); 83

Putusan MA No. 650 PK/Pdt/2012 tgl 19 Pebruari 2013 (Pertimbangan hal. 61 ) Bahwa dalam perkara a quo Judex Facti/Pengadilan Negeri tidak melakukan sita, sedangkan wewenang untuk memerintahkan sita conservatoir adalah wewenang Judex Facti/Pengadilan Negeri (perhatikan Pasal 197 ayat (1) jo Pasal 198 dan Pasal 199 HIR vide Buku II Pedoman Teknis dan Administrasi MA); Bahwa walaupun Judex Facti/Pengadilan Negeri tidak melakukan sita conservatoir akan tetapi dalam amar putusannya Judex Juris dalam bagian konvensi menyatakan “ sah dan berharga sita jaminan yang dilakukan oleh Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surabaya terhadap harta kekayaan milik Tergugat Konvensi yaitu berupa tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Klampis III/10 Blok C-4 Surabaya; Bahwa dengan demikian Judex Juris telah melakukan kekhilafan/kekeliruan yang nyata; Bahwa dari bukti dipersidangan terbukti Termohon Peninjauan Kembali telah melakukan wanprestasi yaitu tidak membayar fee kepada Pemohon Peninjauan Kembali/Penggugat Konvensi sesuai dengan apa yang diperjanjikan (vide Pasal 1 ayat a dan b dan Pasal 3 ayat a Akta No. 8 tanggal 30 Agustus 2005); Bahwa berdasarkan klausula Pasal 4 ayat (3) jo Pasal 3 Akta No. 8 tanggal 30 Agustus 2005, apabila terjadi wanprestasi maka pihak kedua (Pemohon Peninjauan Kembali) dapat membatalkan perjanjian secara sepihak dan karena telah terbukti Termohon Peninjauan Kembali wanprestasi sebagaimana telah dipertimbangkan di atas maka tuntutan agar perjanjian kerja sama dibatalkan dan tidak berlaku lagi, dapat dikabulkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat demikian 84

pula Surat Kuasa Akta No. 9 harus dibatalkan dan tidak berlaku lagi atau tidak mempunyai kekukatan hukum mengikat; Bahwa mengenai sita jaminan karena Judex Facti/Pengadilan Negeri tidak melakukan sita maka pertitum tentang hal tersebut harus ditolak; Bahwa demikian pula mengenai putusan serta merta karena dipandang tidak beralasan hukum maka petitum tentang hal tersebut harus juga ditolak;

• Bahwa oleh karena alasan-alasan Termohon Peninjauan Kembali dalam kontra memori peninjauan kembalinya tidak dapat melemahkan memori kasasi Pemohon Kasasi, maka kontra memori kasasi tersebut harus kesampingkan; Putusan MA No. 790 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 33 ) Bahwa sesuai dengan Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung, upaya perlawanan terhadap lelang eksekusi hanya dapat dilakukan sebelum lelang dilaksanakan; • Bahwa sesuai dengan hasil pemeriksaan lelang eksekusi dalam perkara a quo telah dilaksanakan, dan terhadap eksekusi lelang yang telah selesai dilaksanakan. Putusan MA No. 964 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 105) Bahwa Posita gugatan tidak secara jelas menguraikan hubungan hukum antara Termohon Kasasi dengan Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II, terutama terkait penempatan/ penyimpanan barang import milik Termohon Kasasi di kawasan yang secara hukum di bawah pengelolaan Pemohon Kasasi I dan Pemohon kasasi II, apakah hubungan itu didasarkan pada sebuah perjanjian atau tidak. Jika didasarkan pada sebuah perjanjian, maka penentuan 85

tanggung jawab para pihak harus merujuk pada perjanjian. Namun jika tidak ada perjanjian, maka timbul pertanyaan bagaimana bisa atau apa dasar hukum barang import milik Termohon Kassi ditempatkan/disimpan dalam kawasan yang dikelola Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II. Sehingga tampak ketidak jelasan hubungan hukum yang melatarbelakangi hubungan para pihak;

Bahwa oleh karenanya gugatan dalam perkara a quo termasuk dalam katagori gugatan yang kabur. Karena kejelasan hubungan hukum ini sangat diperlukan untuk menentukan tanggung jawab masing-masing pihak, apakah merujuk pada perikatan yang bersumber pada Perjanjian atau Perbuatan Melawan Hukum; Putusan MA No. 1636 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 7) Alasan kasasi dapat dibenarkan, Tergugat adalah pegawai Penggugat dan telah mengundurkan diri tanggal 26 November 2007 sehingga terjadi perselisihan tentang pemutusan hubungan kerja sesuai dengan pasal 1 ayat 4 Undang-Undang No.2 Tahun 2004 dan perjanjian kerja diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang No.13 Tahun 2003, sehingga penyelesaian permasalahan a quo harus diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial bukan Pengadilan Negeri. Oleh karenanya putusan Pengadilan Tinggi harus dibatalkan; Putusan MA No. 1675 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 41 ) Bahwa gugatan Penggugat dalam perkara a quo adalah gugatan yang kabur (obscuur libels), oleh karena pada petitum ke-4 Penggugat menuntut agar pencabutan Kuasa Direksi oleh Tergugat II dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum, 86

sehingga pokok perkaranya adalah mengenai keabsahan tindakan pencabutan Kuasa Direksi oleh Tergugat II, sedangkan pada petitum ke-5, Penggugat menuntut agar barang-barang berupa kayu sebanyak ± 200 (dua ratus) ton dan besibesi tua di Pulau Janda Berhias dinyatakan sebagai miliknya sehingga dalam petitum ke 5 ini yang menjadi pokok perkara adalah soal kepemilikan, oleh karenanya pokok masalah pada petitum ke 4 dan ke 5 saling bertentangan, sehingga gugatan menjadi kabur; Bahwa selain daripada itu Judex Facti tidak memberikan pertimbangan yang cukup (onvooldoende gemotiverd) dalam putusan yang dijatuhkannya, sehingga dalil-dalil gugatan yang diajukan oleh Termohon Kasasi/ Penggugat tidak dipertimbangkan; Bahwa Judex Facti juga telah mengabulkan tuntutan berupa kerugian materiil sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta Rupiah), sedangkan persoalan dalam perkara a quo tidak pernah diminta oleh Termohon Kasasi/ Penggugat, oleh karenanya putusan Judex Facti ultra petita dan melanggar syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang; Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard); Putusan MA No. 2064 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 13) menyangkut kewenangan absolut, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hibah diantara orang yang beragama Islam adalah merupakan 87

kewenangan Pengadilan Agama bukan kewenangan Pengadilan Negeri, sehingga Pengadilan Negeri harus menyatakan tidak berwenang; Putusan MA No. 2633 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 11) Bahwa meneliti dengan saksama gugatan Penggugat, ternyata cukup jelas dan tida k terdapat ada kerancuan, dan mengenai penggabungan

gugatan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum tidaklah dapat dijadikan alasan untuk menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet ontvankelijke); Bahwa ikut sertanya digugat Para Turut Tergugat I sampai Turut Tergugat VI sepenuhnya adalah kewenangan Penggugat, apalagi Para Turut Tergugat tersebut adalah anak-anak dari Tergugat I; Putusan MA No. 03 PK/Pdt/2013 halaman 21) Bahwa Pelawan dalam perkara Semoga Raya adalah sebagai dalam perkara awal yaitu

(Pertimbangan a quo yaitu PT. pihak Tergugat

Perkara Nomor 152/Pdt.G/1990/PN Sby jo. Nomor 510/PDT/1992/PT.SBY jo. Nomor 890 K/Pdt/1993 jo. Nomor 416 PK/Pdt/1998 (yang diajukan

perlawanan) sehingga merupakan partij verzet; Bahwa upaya hukum perlawanan oleh pihak yang kalah dalam perkara asal, tidak ada dasar hukumnya dan melanggar tertib hukum acara perdata yang berlaku, karena bentuk perlawanan yang demikian ini bukan bentuk verzet ataupun derden verzet; Bahwa, oleh karena itu maka perlawanan Pelawan harus dinyatakan tidak dapat diterima; 88

Putusan MA No. 160 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 16 ) Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan karena terbukti Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan yakni tidak membayar lunas pembayaran pembangunan gedung Bakpia 75 berupa ruko lantai 1 bagian Selatan seluas 726 m² di Jalan Raya Magelang kepada Penggugat; Bahwa dalam pertimbangan hukum Judex Facti (Pengadilan Negeri) telah tepat dan benar sepanjang mengenai fakta bahwa Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi belum membayar lunas uang pembangunan gedung Bakpia 75 berupa ruko lantai 1 bagian Selatan seluas 726 m² di Jalan Raya Magelang kepada Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi namun majelis tidak dapat membenarkan pendapat Judex Facti (Pengadilan Negeri) yang memisahkan secara kaku antara perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi; Bahwa perbuatan cidera janji atau wanprestasi pada dasarnya juga merupakan perbuatan melawan hukum dalam arti luas karena dengan tidak dipenuhinya prestasi oleh salah satu pihak pada hakikatnya telah pula melanggar hak subjektif pihak yang lainnya dan berarti pula merugikan pihak yang bersangkutan i.c. Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi; Bahwa kerugian yang diderita oleh Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi adalah kerugian yang nyata dialaminya sedangkan kerugian moril atau materiil tidak ada perincian nyata yang didukung bukti-bukti sehingga tidak dapat dibuktikan olehnya; Bahwa oleh karena gugatan perkara a quo terkait pembayaran sejumlah uang maka sesuai 89

yurisprudensi, uang paksa tidak dapat diterapkan atau tidak dapat dikabulkan; Putusan MA No. 213 K/Pdt/2013 tgl 23 Desember 2014 (Pertimbangan hal. 13) Bahwa ternyata dalam gugatan pihak Bank Danamon tidak ditarik sebagai pihak, dengan demikian gugatan menjadi tidak lengkap/kurang pihak;

Bahwa padahal Bank Danamon yang sudah memberikan pinjaman dengan pengkitana Hak Tanggungan harus diikutkan disebabkan dengan dialihkannya objek sengketa sehingga SHM telah menjadi atas nama Tergugat yang kemudian dijadikan jaminan utang pada Bank Danamon maka proses jual beli secara hukum telah sesuai dengan aturan pertanahan; Bahwa masalah kurangnya pembayaran artinya belum lunas, tidak menjadikan jual beli tersebut cacat hukum karena sisa pelunasan yang belum dibayar menjadi utang Tergugat; Putusan MA No. 408 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 26 ) Judex Facti (Pengadilan Negeri dikuatkan Pengadilan Tinggi) salah menerapkan hukum menolak eksepsi Tergugat mengabulkan gugatan Penggugat dengan menyatakan perbuatan Tergugat I mengeluarkan Keputusan Nomor 232/KA/II/2002 adalah perbuatan melawan hukum padahal perbuatan tersebut adalah pertimbangan Badan Tata Usaha Negara yang pembuktian menjadi kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam eksepsi Tergugat, sehingga oleh karenanya putusan Judex Facti harus dibatalkan dengan menyatakan Pengadilan Negeri/ Pengadilan Tinggi tidak berwenang memeriksa perkaera a quo; 90

Putusan MA No. 572 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 12) Bahwa meneliti posita dan petitum gugatan Penggugat, ternyata Penggugat telah menggabungkan atau mencampur gugatan tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang merupakan kewenangan dari Pengadilan Negeri dengan gugatan tentang tuntutan pembayaran uang gaji, uang jaminan sosial dan uang pesangon yang merupakan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial yang seharusnya diajukan secara sendiri-sendiri atau terpisah, oleh karenanya gugatan Penggugat adalah menyalahi hukum acara dan harus dinyatakan tidak dapat diterima niet ontvankelijk verklaard (NO); Putusan MA No. 977 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 21 ) Bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah Pejabat Negara sehingga putusannya merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila ada pihak yang berkepentingan dan Peradilan Umum hanya berwenang mengenai selisih penghitungan suara pemilih, artinya bahwa masalah selain dan selebihnya merupakan kewenangan PTUN; Bahwa Keputusan dari Tergugat I yang memberhentikan Penggugat dari jabatannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Tergugat I dalam menjalankan tugasnya berwenang untuk mengeluarkan putusan yang bersifat mengikat dan segera, sehingga Surat Keputusan Tergugat I yang diterbitkan berdasarkan rekomendasi dari Tergugat II yang bersifat mengikat dan harus segera dilaksanakan dan apabila dipermasalahkan diantara pihak91

pihak yang terlibat dalam surat keputusan tersebut adalah merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk memeriksa dan mengadilinya; Bahwa dalam gugatan a quo yang dipermasalahkan adalah tentang sah/tidaknya putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang pemberhentian Penggugat, maka setelah dihubungkan dengan uraian di atas, maka yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sehingga dengan demikian pertimbangan hukum Putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi) yang membatalkan Putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri) harus dibatalkan; Putusan MA No. 1233 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 44) berdasarkan Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dimana di dalam Pasal 3 ditentukan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase (Pactum De Compromittendo) jo Pasal 11 yang pada pokoknya berbunyi: adanya perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak mengajukan penyelesaian sengketa/beda pendapat ke Pengadilan Negeri dan jika itu dilakukan para pihak, maka Pengadilan Negeri wajib menolak. Dengan demikian ketentuan tersebut bersifat dwingen dan imperative yang tidak bisa disimpangi dan menjadi kompetensi absolut bagi forum arbitrase in casu berdasarkan bukti-bukti yang ada berupa: - bukti P-26 berupa surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan (kontrak Induk) Nomor 640/803/PPK /Kont/KI/AB/MY/XII/2009 tanggal 4 Desember 92

2009 Pasal 18; - Bukti T.II.3 berupa Surat Perjanjian Kerja (kontrak anak) Nomor 640/803/PPK/Kont/KA/ AB/MY/XII/2009 tanggal 4 Desember 2009, Pasal 52 ayat (2) dan (3); - Bukti T.II 6 berupa Surat Perjanjian Kerja (kontrak anak ke-II) Nomor 640/142/PPK/KONT /KA/AB/MY/V/2010 tanggal 20 Mei 2010, Pasal 51 ayat (2) dan (3) ; - Bukti TII7, berupa Surat Perjanjian Kerja (kontrak anak III) Nomor 640/143/PPK/KONT/KA/ AB/MY/XI/2010 tanggal 26 November 2010 Pasal 51 ayat (2) dan (3); Perjanjian kerja tersebut antara Penggugat dan Tergugat II, Pasal pasal tersebut di atas menentukan jika ada perselisihan/beda pendapat mereka akan menyelesaikan melalui Panitia damai, Panitia arbitrase; Putusan MA No. 1480 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 13 ) Bahwa masalah pokok gugatan Penggugat adalah belum ada kesepakatan dari seluruh ahliwaris TD.Pardede untuk membuka Safe Deposit Box yang disewa oleh TD.Pardede Holding Campany pada Turut Tergugat sesuai Perjanjian Sewa tanggal 26 November 1991; Bahwa Turut Tergugat sebagai pihak yang menyewakan tidak tepat apabila dihukum untuk ikut membuka isi Safe Deposit Box bersamasama dengan Para Tergugat, mengambil asli sertifikat hak guna bangunan tersebut dan menyerahkannya kepada Penggugat, karena tanggung jawab Turut Tergugat hanya sampai menggunakan kunci yang ada padanya hingga pintu Safe Deposit Box; Bahwa untuk menyelesaikan persolan ini, maka 93

seluruh ahliwaris TD Pardede sepakat menunjuk perwakilannya dan memberikan persetujuan untuk membuka Safe Deposit Box tersebut, oleh karena itu gugatan Penggugat kurang pihak (seharusnya seluruh ahliwaris turut digugat dalam permasalahan ini, walaupun seluruh ahliwaris Pemegang Saham atas TD.Pardede tersebut); Putusan MA No. 1666 K/Pdt/2003 (Pertimbangan halaman 10) Bahwa menurut Mahkamah Agung, surat kuasa tanggal 3 Desember 2001 telah memenuhi syarat formil, karena yang memberi kuasa adalah PT. Centralindo Pancasakti dan yang diberi kuasa adalah Bra Koesmariam Djatikusuma. Bahwa dengan disebutkannya Bra Koesmariam Djatikusuma dengan jabatan Direktur Utama dan adanya cap stempel dari PT. Centralindo Panca Sakti maka surat kuasa itu dapat dibuktikan, surat kuasa yang dibuat oleh Bra. Koesmariam bukan sebagai pribadi, akan tetapi mewakili PT. Centralindo Panca Sakti. Selain itu, dalam surat gugatan juga disebutkan Bra. Koesmiram Djatikusumo, Direktur Utama PT. Centralindo Panca Sakti, yang berarti bahwa Bra Koesmariam Djatikusuma mewakili perusahaan tersebut (PT. Centralindo Panca Sakti) di Pengadilan; Bahwa dari fakta-fakta tersebut jelas bahwa yang memberi kuasa adalah PT. Centralindo Panca Sakti yang dalam hal ini diwakili oleh Bra Koesmariam Djatikusumo selaku Direktur Utama, bukan sebagai pribadi ;

94

Putusan MA No. 268 PK/Pdt/2014 (Pertimbangan halaman 47 ) Bahwa, pemuatan surat pembaca adalah menjadi tanggungjawab Pemimpin Redaksi surat kabar, sedangkan dalam gugatan ini Pemimpin Redaksi surat kabar harian Kompas, Tempo, Warta Kota dan Suara Pembaharuan tidak ikut ditarik sebagai Tergugat dalam perkara a quo, sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Tinggi (Judex Facti) sudah tepat; Bahwa penyelesaian sengketa ini seharusnya lebih dahulu ditempuh melalui mekanisme hak jawab putusan kasasi dalam perkara Nomor 483 K/Pdt/2010 ini dengan objek gugatan yang sama tentang Surat Pembaca putusannya bertentangan dengan perkara Nomor 1758 K/Pdt/2009 yang menolak permohonan kasasi dari PT. Buta Pertiwi, Tbk.;

Putusan MA No. 347 PK/Pdt/2014 (Pertimbangan halaman 25) Bahwa dari hal-hal tersebut di atas menurut Mahkamah Agung dikarenakan dalam perkara terdahulu telah diputus yang amar putusan dalam pokok perkara “menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya”, dan dikarenakan ternyata dalam perkara terdahulu tersebut pada dasarnya baik subyek maupun objek serta pokok gugatannya sama dengan perkara a quo, walaupun ada pihak yang berganti masuk dan keluar dalam perkara a quo, maka gugatan Penggugat dalam perkara a quo harus tetap dinyatakan “nebis in idem”

95

Putusan MA No. 454 K/PDT/2014 (Pertimbangan halaman 8) Bahwa pengertian perbuatan melawan hukum memiliki dimensi yang luas termasuk diantaranya adalah perbuatan ingkar janji, karena perbuatan ingkar janji pada dasarnya adalah termasuk perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum seseorang yaitu memenuhi janji yang dibuatnya; Bahwa karena itu gugatan yang berisi mengenai perbuatan ingkar janji dalam positanya dan berisi perbuatan melawan hukum dalam petitumnya adalah gugatan yang tidak salah; Bahwa lagipula dalam gugatan a quo Tergugat mengetahui isi tuntutan Penggugat yaitu mengenai pengembalian uang yang pernah diterima oleh Tergugat dari Penggugat sehingga bagi Tergugat gugatan a quo adalah gugatan yang jelas; Putusan MA No. 1764 K/Pdt/2014 (Pertimbangan halaman 25) Bahwa setelah meneliti dan memeriksa dengan saksama gugatan Para Penggugat, ternyata benar gugatan tersebut tidak menguraikan secara jelas tentang berapa luas tanah milik Para Penggugat yang telah dikuasai oleh masing-masing Tergugat, hal ini penting karena seumpama Para Penggugat dapat memenangkan perkara ini, maka bagian yang akan dieksekusi haruslah jelas, maka dengan demikian gugatan Para Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima Putusan MA No. 2245 K/Pdt/2014 (Pertimbangan halaman 17 ) Bahwa Judex Facti (Pengadilan Tinggi) salah dalam menerapkan hukum, karena gugatan 96

Penggugat tidak kabur; Bahwa adalah tugas Pengadilan untuk meluruskan apabila dalam gugatan didasarkan pada perbuatan melawan hukum kemudian yang terbukti adalah wanprestasi , agar peradilan sederhana dan cepat dapat terwujud; Bahwa pertimbangan Pengadilan Negeri diambil alih dengan perbaikan amar perbuatan melawan hukum menjadi wanprestasi ; Putusan MA No. 2774 K/Pdt/2014 (Pertimbangan halaman 29) Bahwa sudah menjadi yurisprudensi, dalam sengketa masalah perbuatan melawan hukum terhadap tanah warisan yang dikuasai oleh orang lain secara melawan hukum, tidak mengharuskan semua ahli waris ditarik dalam perkara a quo ; Bahwa I Ngurah Jegu almarhum adalah pewaris dari objek sengketa dari Puri Pemecutan dan para pihak yang mengusai objek sengketa adalah dari Puri Ukiran yang bukan ahli waris I Ngurah Jegu dari Puri Pemecutan, oleh karena itu Penggugat/Pemohon Kasasi adalah ahli waris dari I Ngurah Jegu dari Puri Pemecutan; Putusan MA No. 2879 K/Pdt/2014 (Pertimbangan halaman 18 ) Bahwa terbukti surat kuasa Penggugat hanya untuk menggugat Tergugat I dan Tergugat II saja, akan tetapi dalam surat gugatan Penggugat berdasarkan surat kausa tersebut juga menggugat Tergugat III; Bahwa Penggugat merubah surat gugatan semula hanya menggugat Tergugat I dan Tergugat II setelah pembacaan gugatan, Penggugat merubah gugatan dengan menambah 97

Tergugat III sekaligus menambah dasar tuntutan serta merubah tuntutan, karena tanah ternyata objek sengketa atas nama Tergugat III, yaitu ibu kandung Tergugat I; Bahwa perubahan tersebut menyebabkan pondamentum petendi gugatan berubah secara keseluruhan yang hal ini tidak diperkenankan dalam tertib hukum acara perdata yang berlaku; Putusan MA No. 108 K/Pdt./2015 (Pertimbangan halaman 11 ) antara kedua pihak terikat dalam Akad Pembiayaan Al Murabahah yang nota bene adalah masalah ekonomi syariah maka berdasarkan ketentuan dalam Pasal 49 huruf i UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama secara tegas dinyatakan Peradilan Agama diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Perbankan Syariah termasuk sengketa ekonomi syariah sehingga Peradilan Umum tidak berwenang menerima, memeriksa dan mengadili perakara a quo dan dengan demikian gugatan dinyatakan tidak diterima; Putusan MA No. 207 K/Pdt./2015 (Pertimbangan halaman 17) Bahwa benar luas tanah hasil pemeriksaan setempat berbeda dengan yang tertera dalam surat gugatan yaitu seluas 130.000 m2 (seratus tiga puluh ribu meter persegi) akan tetapi batasbatasnya sesuai dengan surat gugatan; Bahwa fakta luas tanah sengketa adalah 130.000 m2 (seratus tiga puluh ribu meter persegi) inilah yang akan dieksekusi seandainya gugatan dikabulkan; Bahwa hal ini tidak menyebabkan gugatan menjadi kabur, karena justru pemeriksaan 98

setempat dimaksudkan agar perkara menjadi terang, sejalan pula dengan prinsip peradilan yang sederhana dan biaya ringan, maka perbedaan tersebut tidak menjadikan gugatan kabur, sehingga pertimbangan dengan Judex Facti/Pengadilan Negeri telah sesuai hukum dan dijadikan pertimbangan Mahkamah Agung; Putusan MA No. 266 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 26) perkara in casu adalah merupakan partij verzet yaitu bantahan yang diajukan oleh pihak Tergugat dalam perkara asal yang sudah berkekuatan hukum tetap (perkara Peninjauan Kembali Nomor 444 PK/Pdt/1993) dan bukan merupakan bantahan/perlawanan pihak ketiga (derden verzet) sehingga tidak dapat dibenarkan, karena tidak mempunyai legal standing dalam perkara a quo; Putusan MA No. 309 PK/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 21 ) Bahwa karena sumber pokok perkara adalah perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris, ternyata antara Penggugat dengan Tergugat berbeda pendapat bahwa Penggugat mendalilkan Perbuatan Melawan Hukum sedangkan Tergugat mendalilkan Wanprestasi, sehingga untuk menentukan apakah perjanjian tersebut jual beli atau uang jaminan, maka sudah seharusnya pihak Notaris ditarik sebagai pihak atau setidaktidaknya pihak Notaris dapat diajukan sebagai saksi untuk membuat perkara lebih jelas; Dengan demikian gugatan kurang pihak, untuk itu gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima; 99

Putusan MA No. 650 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 38 ) Bahwa dalam Perjanjian Kredit Ekspor antara Penggugat/Pemohon Kasasi dan Tergugat I Termohon Kasasi, mata uang yang diperjanjikan adalah mata uang Dollar Amerika dan yen Jepang bukan Rupiah. Oleh sebab itu hukuman kepada Para Tergugat yang telah wanprestasi harus sesuai dengan perjanjian yaitu Dollar Amerika dan Yen Jepang; Putusan MA No. 712 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 31) Bahwa sesuai hasil pemeriksaan, pihak yang berhutang kepada Penggugat Rekonvensi II adalah suami Tergugat Rekonvensi, sehingga meskipun Tergugat Rekonvensi mengetahui terjadinya hutang tersebut, tetapi secara hukum Tergugat Rekonvensi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas pembayaran hutang tersebut secara sendiri, sedangkan gugatan Penggugat Rekonvensi dalam perkara a quo tidak menarik suami Tergugat Rekonvensi, sehingga gugatan rekonvensi Para Penggugat Rekonvensi tidak sempurna, yaitu kurang pihak, oleh karenanya gugatan Para Penggugat dalam Rekonvensi tidak dapat diterima; Putusan MA No. 890 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 47) Bahwa gugatan pokok Penggugat adalah ingin merubah batas-batas wilayah Kabupaten Musi Rawas (Tergugat V) dengan Kabupaten Musi Banyuasin (Penggugat); Bahwa batas-batas Wilayah kedua wilayah tersebut ditetapkan dengan Permendagri Nomor 63 Tahun 2007; Bahwa yang menjadi permasalahan apakah 100

kewenangan Mendagri dalam bentuk Permendagri dapat diubah dengan adanya kesepakatan Penggugat dengan Tergugat V; Bahwa kesepakatan antara Penggugat dengan Tergugat V tidak dapat mengesampingkan/ merubah Permendagri, karena Penggugat dan Tergugat V berarti telah melakukan kesepakatan yang “causanya” tidak halal/sah; Bahwa kesepakatan yang obyeknya tidak halal/sah adalah batal demi hukum; Bahwa Judex Facti juga telah melampaui kewenangannya yaitu memerintahkan untuk mencabut Permendagri; Bahwa meskipun tidak dimuat secara tegas dalam petitum, perkara aquo pada dasarnya berisi mengenai permohonan uji materi peraturan menteri yaitu Permendagri Nomor 63 tahun 2007, karena isi gugatan Penggugat dalam perkara aquo adalah bahwa keberatan Penggugat/Termohon Kasasi terhadap penetapan lokasi obyek sengketa berada dalam wilayah hukum Tergugat V sedangkan penetapan tersebut adalah muatan Permendagri Nomor 63 tahun 2007 ; Bahwa sesuai dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, kewenangan untuk melakukan uji materi peraturan di bawah Undang Undang adalah kewenangan Mahkamah Agung, oleh karenanya Judex Facti tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara a quo;

101

Putusan MA No. 900 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 21 ) yang dipersoalkan adalah mengenai tidak maunya Tergugat memberikan izin untuk memperpanjang Hak Guna Bangunan milik Penggugat, dan hal ini merupakan kewenangan Pemerintah Daerah setempat, sehingga merupakan sengketa Tata Usaha Negara, bahwa oleh karenanya Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa perkara a quo Putusan MA No. 924 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 22) Bahwa dalam surat gugatan Penggugat, dimana Penggugat telah mengajukan tuntutan atas denda keterlambatan dan tuntutan denda keterlambatan tersebut semestinya harus didukung dengan uraian yang jelas mengenai perhitungan besaran denda tersebut, hal mana tidak terbukti adanya dalam gugatan a quo, sehingga meskipun terbukti adanya transaksi jual beli kayu olahan antara Penggugat dan Para Tergugat tetapi Penggugat tidak menguraikan secara jelas perhitungan denda keterlambatan pengiriman kayu oleh Para Tergugat, sehingga gugatan Penggugat dalam perkara a quo termasuk gugatan yang tidak jelas dan kabur; Bahwa oleh karena gugatan tidak jelas dan kabur, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima; Putusan MA No. 1195 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 14 ) Bahwa antara pihak Tergugat principal dengan Penggugat perinsipal telah terjadi perdamaian tanggal 6 April 2014, isi perdamaian tersebut telah diserahkan didalam persidangan 102

Pengadilan Negeri Salatiga yang memeriksa perkara ini pada tanggal 16 April 2014, yang isinya menyatakan antara lain Pihak Tergugat mengakui bahwa tanah objek sengketa adalah benar hak milik Penggugat, dan kepada Tergugat telah menerima uang santunan, serta pihak Tergugat tidak akan menuntut apapaun lagi terhadap Penggugat; Bahwa dari adanya perdamaian tersebut telah membuktikan hak kepemilikan Penggugat atas objek sengkta a quo, sehingga dengan demikian harus dianggap sengketa antara Tergugat dan Penggugat telah selesai oleh karenanya demi keadilan, maka gugatan Penggugat Konvensi harus dikabulkan; Putusan MA No. 1400 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 23 ) Bahwa setelah membaca dan meneliti memori kasasi dan kontra memori kasasi para pihak dalam perkara a quo dihubungkan dengan putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri/ Pengadilan Tinggi) bahwa dikarenakan objek atau pokok gugatan Penggugat dalam perkara a quo adalah Surat Keputusan Walikota Pematang Siantar Nomor 690/504/VII/WK tanggal 5 Juli 2013 tentang Tarif Air Minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtauli Kota Pematang Siantar,

yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang dimohonkan dalam perkara a quo oleh Penggugat untuk dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sebagai dasar menaikkan dan memungut tarif air minum PDAM Tiartauli Kota Pematang Siantar dari Pelanggan (Konsumen), maka pokok sengketa dalam perkara a quo bukan merupakan kewenangan peradilan umum akan tetapi 103

merupakan kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara Putusan MA No. 1544 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 26) Bahwa yang dimaksud dengan tempat kediaman sebagaimana ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 adalah tempat dimana seseorang melakukan kegiatan kesehariannya, bukan tempat tinggal sebagaimana yang tercantum dalam KTP; Bahwa sebagaimana fakta di persidangan terbukti bahwa Tergugat/Pemohon Kasasi dan Penggugat/Termohon Kasasi dalam kegiatan seharihari memusatkan kegiatannya di tempat kediaman lain, yaitu di Pima County, Arizona, Amerika Serikat, sehingga telah benar bahwa Pengadilan Negeri Surabaya tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo, karena Tergugat/Pemohon Kasasi bertempat tinggal di Amerika Serikat, oleh karena itu gugatan a quo seharusnya diajukan di Pengadilan di Arizona, Amerika Serikat; Putusan MA No. 1632 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 80 ) Bahwa Penggugat dalam perkara a quo mendalilkan bahwa Tergugat I dan II telah ingkar janji karena tidak membayar pekerjaan yang telah dikerjakan oleh Penggugat sesuai dengan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor 360/02/2010 yang diterbitkan oleh Tergugat I sedangkan Penggugat tidak dapat membuktikan dalilnya bahwa Tergugat I dan II telah sepakat membayar pekerjaan Penggugat sesuai dengan dalil Penggugat, sebaliknya Tergugat V dan III telah 104

berhasil membuktikan dalil sangkalannya yaitu bahwa pembayaran pekerjaan Penggugat sebesar Rp358.518.000,00 (tiga ratus lima puluh delapan juta lima ratus delapan belas ribu rupiah) adalah sah didasarkan pada penilaian Tergugat IV dan V pada volume pekerjaan serta taksiran biaya yang telah dikeluarkan oleh Penggugat; Bahwa Judex Facti tidak cermat dalam memberikan pertimbangan karena menyatakan keabsahan SPMK Nomor 360/02/2010 yang diterbitkan oleh Tergugat I, sedangkan SPMK tersebut tidak diajukan selama dalam persidangan; Bahwa selain itu Judex Facti juga salah karena kurang dalam memberikan pertimbangan terhadap kesalahan Tergugat V dalam melakukan audit atas pekerjaan Penggugat karena tidak dijelaskan mengenai bagian mana dari standar umum audit APIP yang dilanggar oleh Tergugat V; Putusan MA No. 1821 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 18 ) Bahwa objek gugatan Penggugat dalam perkara a quo adalah tentang pembatalan izin prinsip pengelolaan lahan yang diterbitkan oleh Turut Tergugat kepada Tergugat secara melawan hukum, sehingga seharusnya pihak yang menjadi Tergugat adalah Turut Tergugat in casu Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, bukan Tergugat sehingga gugatan a quo adalah salah pihak, karena itu gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima dan dengan demikian putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Pekanbaru harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini; 105

Putusan MA No. 1890 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 80 ) Bahwa PT Kymco Lippo Motor Indonesia (PT KLMI)adalah perusahaan yang telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 25/Pailit/2010/PN Niaga.Jkt.Pst tanggal 12 Mei 2010, dan Tergugat I dan II telah ditunjuk selaku kuratornya; Bahwa perkara a quo adalah yang menyangkut penjualan harta-harta budel pailit dari PT KLMI tersebut; Bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (1) juncto Pasal 1 butir 7 UU Kepailitan, maka yang berwenang untuk memeriksa perkara tersebut adalah Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka eksepsi Para Tergugat dalam perkara a quo dapat dikabulkan, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo; Putusan MA No. 2316 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 30) Bahwa ada pihak-pihak yang tidak digugat dalam perkara ini yakni perusahaan pengangkut/pembawa yaitu Hanjin Logistics dan pihak Pengirim Barang (Shipper) yaitu Stavis Seafood, Inc., sehingga gugatan a quo menjadi kurang pihak, karena berdasarkan dokumen Forwading Instruction (Bukti T-1) dan Dokumen Perjanjian Pengangkutan (Bill of Lading) (Bukti T-2) secara hukum para pihak terutama pihak Pengirim Barang yang disebut sebagai Ekspeditur dan pihak Pengangkut tidak digugat oleh Penggugat; 106

Putusan MA No. 3237 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 16) Bahwa sesuai dengan fakta perkara perlawanan a quo diajukan oleh pihak yang sama dalam perkara semula, dalam hal ini salah seorang Pelawan adalah isteri Muh. Amir Nurdin (menantu Sape almarhum) yang telah kalah dalam perkara sebelumnya dan siap dieksekusi, yaitu Perkara Nomor 51/Pdt.G/2007/PN Kdi, juncto Nomor 62/PDT/2008/PT SULTRA, juncto Nomor 1328 K/Pdt/2009; Bahwa sesuai aturan tentang derden verzet/bantahan hal tersebut tidak diperkenankan, oleh karena itu ditolaknya perlawanan a quo oleh Judex Facti (Pengadilan Negeri) sudah tepat; Putusan MA No. 3259 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 24) Bahwa gugatan Penggugat cacat formil karena tidak memperinci secara jelas letak tanah yang dimaksud oleh Penggugat yang telah diambil atau dikuasai oleh Tergugat, seperti panjang dan lebarnya, serta pada sisi yang mana, demikian pun tentang batas-batasnya, hal ini menjadi sangat kabur meskipun Penggugat sudah membuktikannya dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 35 akan tetapi Sertifikat Hak Milik tersebut sudah dipecah menjadi Sertifikat Hak Milik lain; Menimbang, bahwa dengan demikian maka dalil eksepsi dari Tergugat II tentang gugatan Penggugat tidak jelas dan kabur (obscuur libel), dapat diterima;

107

Putusan MA No. 3372 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 32 ) gugatan a quo merupakan pengulangan gugatan dalam Perkara Nomor 09/Pdt.G/2012/PN TPI., yang masih dalam proses atau belum berkekuatan hukum tetap. Oleh sebab itu, amar yang tepat dan benar dalam pokok perkara bukan menyatakan “menolak gugatan” tetapi seharusnya “menyatakan gugatan tidak dapat diterima” dengan alasan bahwa pokok perkara belum diperiksa; Putusan MA No. 3429 K/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 15 ) Bahwa untuk mengajukan suatu gugatan ke pengadilan, haruslah di dahului dengan adanya sengketa atau adanya hak Penggugat yang dilanggar; Menimbang bahwa terlepas dari alasan kasasi dalam perkara ini, ternyata gugatan Penggugat dalam petitum gugatannya tidak mengandung suatu sengketa, oleh karena itu gugatan Penggugat premature, sehingga gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima; Putusan MA No. 343 PK/Pdt/2016 (Pertimbangan halaman 78 ) Bahwa walaupun gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo ada perbedaan dengan merubah dan/atau menambah subjek, objek serta posita maupun petitum gugatan, akan tetapi terhadap hal-hal yang pokok baik subjek, objek, posita dan petitum gugatan Para Penggugat pada dasarnya sama dengan perkara terdahulu yaitu perkara Nomor 78/Pdt.G/2001/PN Tng., juncto putusan Nomor 642/PDT/2001/PT BDG., 108

juncto putusan Nomor 39 K/Pdt/2003 juncto putusan Nomor 401 PK/Pdt/2010, yang status hukumnya telah ditetapkan dalam putusan perkara terdahulu dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tersebut, maka gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo telah memenuhi maksud ketentuan Pasal 1917 KUHPerdata, untuk itu dalam gugatan a quo melekat azas “nebis in idem” (bandingkan dengan beberapa putusan Mahkamah Agung, yaitu putusan MARI Nomor 13 K/Sip/1968 juncto putusan MARI Nomor 647 K/Sip/1973 juncto putusan MARI Nomor 1149 K/Sip/1982 juncto putusan MARI Nomor 1226 K/Pdt/2001); Bahwa walaupun dasar tuntutan sebutannya berbeda (dalam perkara Nomor 78/Pdt.G/2001/PN Tng.) adalah wanprestasi, sedangkan dalam perkara a quo adalah perbuatan melawan hukum, namun oleh karena pihak-pihak dan objeknya adalah sama, maka sudah dapat dikategorikan nebis in idem; Bahwa benar yang menjadi objek perkara dalam perkara Nomor 78/Pdt.G/2001/PN Tng., adalah sama dengan 240/Pdt.G/2011/PN Jkt.Sel., yaitu pelaksanaan Hak Opsi Para Penggugat untuk membeli kembali berdasarkan Perjanjian Penyelesaian Utang Piutang tanggal 17 Mei 1999 yang telah disahkan dengan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 01/Pailit/1998/PN Niaga.Jkt.Pst., tanggal 25 Mei 1999, namun dalam putusan PKPU/Pailit Jakarta Pusat maupun dalam Perjanjian Penyelesaian Utang Piutang tanggal 17 Maret 1999 tidak ada ditegaskan mengenai Hak Opsi yang dituntut Para Penggugat tersebut; Bahwa oleh karena perkara a quo yaitu perkara 109

Nomor 240/Pdt.G/2011/PN Jkt.Sel., adalah sama dengan perkara Nomor 78/Pdt.G/2001/PN Tng. Yang telah berkekuatan hukum tetap sampai di tingkat peninjauan kembali, yang inti putusannya adalah menolak tuntutan Para Penggugat terhadap pelaksanaan Hak Opsi Para Penggugat untuk membeli kembali berdasarkan Perjanjian Penyelesaian Utang Piutang tanggal 17 Mei 1999 yang telah disahkan dengan putusan Pengadilan Niaga ...; Putusan MA No. 775 K/Pdt/2016 (Pertimbangan halaman 19) Bahwa perkara a quo adalah menyangkut masalah perselisihan mengenai hasil penghitungan suara Pemilihan Kepala Desa (Pembakal Desa) Patikalain, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan yang dilaksanakan pada tanggal 1 September 2014; Bahwa sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 37 ayat (6) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berbunyi: .......... (6) Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5); Bahwa yang lebih khusus mengatur tentang perselisihan mengenai hasil pemilihan Kepala Desa ditentukan dalam Pasal 41 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (PP Desa) yang mengatur bahwa dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari; Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas 110

dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, kewajiban dan kewenangan untuk penyelesaian perselisihan mengenai hasil pemilihan Kepala Desa itu ada pada Bupati/Walikota daerah yang bersangkutan, maka oleh karenanya Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini; Putusan MA No. 975 K/Pdt/2016 tgl 15 Juni 2016 (Pertimbangan halaman 28 ) Bahwa hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat adalah didasarkan adanya Akta Perjanjian Jual Beli Proyek Nomor 14 tanggal 27 Maret 2007, oleh karena itu ada atau tidak adanya wanprestasi masing-masing pihak harus mengacu pada isi perjanjian yang mengikat kedua belah pihak tersebut; Bahwa Tergugat telah terbukti wanprestasi mengenai adanya Pembeli Rumah sebanyak 120 (seratus dua puluh) konsumen yang siap akad kredit dilokasi proyek perumahan yang ternyata tidak ada kebenaran dan realisasinya, sedangkan Penggugat telah terlanjur melakukan pembayaran sebesar Rp1.344.000.000,00 (satu miliar tiga ratus empat puluh empat juta rupiah) kepada Tergugat I yang digunakan untuk membayar pelunasan tanah kepada pemilik tanah proyek perumahan tersebut; Bahwa dengan demikian pertimbangan Judex Facti/Pengadilan Negeri yang membagi tanah yang telah dibeli tersebut sesuai kontribusi yang telah dikeluarkan oleh pihak Tergugat I dan Penggugat adalah tepat dan benar; Putusan MA No. 1285 K/Pdt/2016 (Pertimbangan halaman 29 ) 1) Bahwa keputusan untuk tidak melantik Penggugat sebagai anggota DPRD Kabupaten 111

Kutai Timur adalah Keputusan Lembaga DPRD karena sudah melalui rapat/musyawarah Pimpinan Dewan, bukan keputusan pribad ipribadi Para Tergugat, tetapi merupakan beschiking dan bukan perbuatan melawan hukum; 2) Bahwa oleh karena itu sengketa tersebut merupakan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara; 3) Bahwa Judex Facti Pengadilan Tinggi Samarinda dalam menentukan adanya kerugian immateriil tidak disertai perincian yang jelas mengenai jumlah kerugian immateriil tersebut; B.

Pihak Dalam Gugatan 1.

Yurisprudensi : Yurisprudensi : Putusan MA No. 231.K/Sip/1956, tanggal 10 Juli 1957 Gugatan untuk menuntut kembali barang gonogini dari tangan pihak ketiga yang menguasainya secara tidak sah, tidak harus ditujukan oleh suami-isteri bersama, tetapi diajukan baik oleh suami maupun istri sendiri (i.e. gugatan diajukan oleh istri sendiri) karena dalam hal ini memang tidak ada kepentingan bagi pihak lawan yang mengharuskan turut sertanya suami-isteri kedua-duanya; Yurisprudensi : Putusan MA No. 161.K/Sip/1959, tanggal 20 Juni 1959 Gugatan yang diajukan oleh sebagian ahli warisnya terhadap seseorang yang dengan melawan hukum menduduki tanah warisan, tidak dapat ditahan oleh ahli waris lainnya

112

Yurisprudensi : Putusan MA No. 227.K/Sip/1961, tanggal 12 Pebruari 1962 Dalam perkara yang berisi sengketa antara Direktur dan Komisaris Perseroan Terbatas (PT), sudah tepat yang dijadikan pihak-pihak dalam perkara adalah Direktur dan Komisariskomisaris yang bersangkutan Yurisprudensi : Putusan MA No. 439.K/Sip/1968, tanggal 8 Januari 1969 Tentang tuntutan pengembalian barang harta warisan dari tangan pihak ketiga kepada para ahli waris yang berhak, tidak perlu diajukan oleh semua ahli waris; Yurisprudensi : Putusan MA No. 938.K/Sip/1972, tanggal 30 September 1972 Putusan Pengadilan Tinggi yang membatalkan hubungan hukum antara Tergugat dengan pihak ketiga harus dibatalkan, karena untuk itu pihak ketiga harus diikutsertakan sebagai Tergugat; Yurisprudensi : Putusan MA No. 476.K/Sip/1972, tanggal 22 Oktober 1973 Penggugat bukan pemilik tanah. Karena Penggugat asal bukan pihak yang bersangkutan dalam perkara (i.e. ia bukan pemilik tanah persil terperkara) gugatan rekonpensi terhadapnya tidak mungkin dikabulkan; Yurisprudensi : Putusan MA No. 102.K/Sip/1972, tanggal 23 Juli 1973 Apabila dalam perkara baru ternyata subyek hukum para pihak berbeda dengan pihak-pihak dalam perkara yang sudah diputus lebih dulu, maka tidak ada Ne bis in Idem (perkara diteruskan) 113

Yurisprudensi : Putusan MA No. 431.K/Sip/1973, tanggal 9 Mei 1974 Dengan meninggalnya Penggugat asli dan tidak adanya persetujuan dari semua ahli warisnya untuk melanjutkan gugatan semula, gugatan harus dinyatakan gugur; Yurisprudensi : Putusan MA No. 480.K/Sip/1973, tanggal 2 Juli 1974 Karena persil sengketa tercatat atas nama PT. Gunung Mas, untuk dapat berhasil gugatan harus pula ditujukan kepada PT tersebut sebagai Tergugat atau Turut Tergugat Yurisprudensi : Putusan MA No. 64.K/Sip/1974, tanggal 1 Mei 1975 Walaupun tidak semua ahli waris tutur menggugat, tidaklam menjadikan batalnya atau tidak sahnya Surat Gugatan itu, sebab sebagai ternyata dalam Surat Gugatan para Penggugat/ Terbanding semata-mata menuntut haknya; dan tidak ternyata ada intervensi dari ahli waris lainnya, lagi pula para Penggugat Terbanding tidaklah minta untuk ditetapkan sebagai satusatunya ahli waris dari alm. Haji Bustami; Yurisprudensi : Putusan MA No. 151.K/Sip/1975, tanggal 13 Mei 1975 Bahwa karena yang berhutang kepada Penggugat/Terbanding adalah 2 orang, seharusnya gugatan ditujukan kepada kedua orang tersebut; Bahwa gugatan tidak lengkap (yang digugat hanya seorang), gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima; 114

Yurisprudensi : Putusan MA No. 42.K/Sip/1974, tanggal 5 Juni 1975 Orang yang bertindak sebagai kuasa penjual dalam jual-beli, tidak dapat secara pribadi (tanpa Kuasa Khusus dari Penjual) mengajukan gugatan terhadap pembeli, gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima; Yurisprudensi : Putusan MA No. 589.K/Sip/1974, tanggal 31 Juli 1975 Karena Bupati Cirebon mengadakan perjanjian tersebut bukan selaku Kepala Daerah/KDH melainkan selaku Ketua Proyek Pangan Kabupaten Cirebon, sedang proyek ini bukanlah Badan Hukum, maka R.A. Soetisna (Bupati Cirebon) pribadi juga bertanggung jawab; Yurisprudensi : Putusan MA No. 1121.K/Sip/1973, tanggal 22 Oktober 1975 Perkara ini benar obyek gugatannya sama dengan Perkara N0. 597/Perd/1971/ PN.Mdn, tetapi karena subyek hukum pihak-pihaknya tidak sama (berbeda), tidak ada Ne bis in Idem (perkara diteruskan); Yurisprudensi : Putusan MA No.904.K/Sip/1973, tanggal 29 Oktober 1975 Dalam mempertahankan gono-gini (harta bersama) terhadap orang ketiga memang benar salah seorang dari suami-isteri dapat bertindak sendiri, tetapi karena perkara ini tidak mengenai gono-gini, si suami tidak dapat bertindak selaku kuasa dari istrinya tanpa Surat Kuasa Khusus untuk itu;

115

Yurisprudensi : Putusan MA No. 23.K/Sip/1973, tanggal 30 Oktober 1975 Gugatan yang diajukan oleh Penggugat sendiri (sebagai ahli waris) dapat diterima karena ahli waris lain-lainnya dari almarhum Ny. Tjoe Eng Nio telah menyatakan menolak bagiannya dari harta peninggalan pewaris; Yurisprudensi: Putusan MA No.1078.K/Sip/ 1972, tanggal 11 Nopember 1975 : Bahwa Tergugat II Pembanding mendalilkan bahwa tanah sengketa telah dijual kepadanya oleh Paultje Pinontoan dan ia minta agar Saartje dan Paultje Pinontoan juga dipanggil dalam perkara ini; Bahwa seharusnya Paultje Pinontoan itu diikut sertakan dalam perkara, sebagai pihak yang telah menjual tanah tersebut perkara, sebagai pihak yang telah menjual tanah tersebut kepada Tergugat-Terbanding dan Saartje Pinontoan berhak penuh atas warisan yang belum dibagi itu; Bahwa berdasarkan kekurangan formil ini gugatan Penggugat-Terbanding harus dinyatakan tidak diterima; Yurisprudensi : Putusan MA No. 457.K/Sip/1975, tanggal 18 Nopember 1975 Tidak dapat dibenarkan apabila Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan Negeri untuk menarik pihak ketiga sebagai "Turut Tergugat" (juga dalam gugatan asal dijadikan pihak dalam perkara); Yurisprudensi : Putusan MA No. 516.K/Sip/1973, tanggal 25 Nopember 1975 Pertimbangan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena hanya seorang ahli waris yang 116

menggugat, tidak dapat dibenarkan, karena menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung : tidak diharuskan semua ahli waris menggugat; Yurisprudensi : Putusan MA No. 459.K/Sip/1973, tanggal 29 Desember 1975 Karena Tergugat I telah meninggal dunia sebelum perkara diputus oleh Pengadilan Negeri adalah tidak tepat jika nama Tergugat I masih saja dicantumkan dalam putusan Pengadilan Negeri, karena seandainya Penggugat menginginkan Tergugat; diikutsertakan sebagai pihak dalam perkara ini, yang harus digugat adalah ahli warisnya; Yurisprudensi : Putusan MA No. 369.K/Sip/ 1973, tanggal 4 Desember 1975 Menurut Ps. 144 (1) Rbg., orang yang diberi kuasa tidak mempunyai hak untuk mengajukan gugat lisan; Yurisprudensi : Putusan MA No. 437.K/Sip/1973, tanggal 9 Desember 1975 Karena tanah-tanah sengketa sesungguhnya tidak hanya dikuasai oleh Tergugat I Pembanding sendiri tetapi bersama-sama dengan saudara kandungnya, seharusnya gugatan ditujukan terhadap Tergugat I Pembanding bersaudara, bukan hanya terhadap Tergugat I Pembanding sendiri, sehingga oleh karena itu gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima; Yurisprudensi : Putusan MA No. 482.K/Sip/1975, tanggal 8 Januari 1976 Hakim Pertama telah menyalahi Hukum Acara karena menganggap Tergugat dikeluarkan dari gugatan dan terhadapnya tidak menjatuhkan putusan 117

Yurisprudensi : Putusan MA No. No.201.K/Sip/ 1974 tanggal 28 Januari 1976 Karena pengertian "Turut Penggugat" tidak dikenal dalam Hukum Acara Perdata, ke 8 orang tersebut (yang dalam putusan Pengadilan Negeri disebut sebagai "Turut Penggugat") oleh Pengadilan Tinggi dianggap sebagai "Penggugat" Yurisprudensi : Putusan MA No. 966.K/Sip/1974, tanggal 12 Pebruari 1976 Sudah tepat gugatan untuk menyerahkan / mengosongkan tanah tersebut ditujukan terhadap Tergugat asal, Kotamadya pelambang, karena secara "feitelijk" asal tersebut yang menguasai tanah terperkara; Yurisprudensi : Putusan MA No. 175.K/Sip/ 1974, tanggal 17 Juni 1976 Bahwa Hakim pertama telah menjadikan isteri ke II dari Tergugat sebagai pihak III dalam perkara ini, dengan tiada lawan; Bahwa lebih tepat kepadanya diberi kedudukan dalam perkara sebagai Tergugat II di samping suaminya sebagai Tergugat I, mengingat ia masih tinggal bersama dan bersama-sama pula menguasai barang-barang cidra; Yurisprudensi : Putusan MA No. 177.K/Sip/1976, tanggal 26 Oktober 1976 Di dalam amar putusan orang-orang yang tidak merupakan pihak dalam perkara, tidak dapat dinyatakan sebagai Ahli waris; Yurisprudensi : Putusan MA No. 621 K/Sip/1975 tanggal 25 Mei 1977 Bila sebagian harta terperkara tidak lagi 118

dikuasai oleh Tergugat, tetapi telah menjadi milik pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut harus diikut-sertakan digugat.; Yurisprudensi : Putusan MA No. 503.K/Sip/1974, tanggal 12 April 1977 Bahwa karena yang berhak atas tanah tersengketa adalah ketiga orang tersebut, maka mereka semuanya harus diikutsertakan dalam perkara ini, baik sebagai Penggugat maupun sebagai Tergugat; Yurisprudensi : Putusan MA No. 601.K/Sip/1975, tanggal 20 April 1977 Gugatan Penggugat tidak dapat diterima, karena dalam surat gugatan Tergugat digugat secara pribadi, padahal dalam dalil gugatannya disebutkan Tergugat sebagai Pengurus Yayasan yang menjual rumah-rumah milik Yayasan; seharusnya Tergugat digugat sebagai Pengurus Yayasan Yurisprudensi : Putusan MA No. 1004.K/Sip/1974, tanggal 27 Oktober 1977 Karena Pemerintah Kelurahan Krajan digugat dalam kedudukannya selaku Aparat Pemerintah Pusat, Gugatan seharusnya ditujukan kepada Pemerintah RI.qq Departemen Dalam Negeri, qq Gubernur Jawa Tengah, qq Pemerintah Kelurahan Krajan; Yurisprudensi : Putusan MA No. 268.K/Sip/1980 Dalam gugatan mengenai kewajiban hukum yang menjadi tanggung jawab PT. harus disebutkan Pengurusnya yang sekarang, sebab tanggung jawab suatu Badan Hukum melekat pada Badan Hukum itu sendiri; 119

Yurisprudensi : Putusan MA No. 2438.K/Sip/1980 Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena tidak semua ahli waris turut sebagai pihak (Tergugat) dalam perkara; Yurisprudensi : Putusan MA No. 1260.K/Sip/1980 Gugatan tidak dapat diterima karena ditujukan terhadap kuasa daripada Ny. Sukarlin, sedang yang seharusnya digugat adalah Ny. Sukarlin pribadi; Yurisprudensi : Putusan MA No. 1072.K/Sip/1982 Gugatan cukup ditujukan kepada yang secara feltelijk menguasai barang-barang sengketa Yurisprudensi : Putusan MA No. 2438 K/ Sip/1980, tanggal 23 Maret 1982 “Gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena tidak semua ahli waris turut sebagai pihak dalam perkara“ Yurisprudensi : Putusan MA No. 400.K/Pdt/1984, tanggal 19 Juli 1985 Karena hubungan hukum yang sesungguhnya adalah hubungan hutang-hutang antara Penggugat dengan anak Tergugat, anak Tergugat tersebut harus turut digugat Yurisprudensi : Putusan MA No. 365.K/Pdt/1984, tanggal 30 Juli 1985 Dengan adanya pernyataan dari kontraktor, bahwa segala akibat dan resiko pembangunan proyek pertokoan dan perkantoran tersebut menjadi tanggung jawab kontraktor, kontraktor tersebut harus ikut digugat;

120

Yurisprudensi : Putusan MA No. 546.K/Pdt/1984, tanggal 31 Agustus 1985 Gugatan tidak dapat diterima karena dalam perkara ini Pengadilan seharusnya menggugat semua ahli waris almarhum, bukan hanya isterinya Yurisprudensi : Putusan MA No. 443.K/Pdt/1984, tanggal 26 September 1985 Karena rumah yang digugat merupakan harta bersama (gono-gini), isteri Tergugat harus juga digugat Yurisprudensi : Putusan MA No. 829 K/Pdt/1991, tanggal 10 Desember 1993 Bahwa karena gugatan itu mengenai harta peninggalan yang belum dibagi waris, maka seluruh ahli waris dari almarhum harus diikutsertakan dalam gugatan baik sebagai Penggugat ataupun ikut Tergugat, sehingga sesuai dengan eksepsi Tergugat yang menyatakan para pihak dalam gugatan Penggugat asal tersebut tidak lengkap, maka gugatan Para Penggugat Asal harus dinyatakan tidak dapat diterima“ Yurisprudensi : Putusan MA No. 2678.K/Pdt/1992, tanggal 27 Oktober 1994 Bahwa Pengadilan Tinggi telah keliru dalam pertimbangannya yang mengatakan bahwa Bank Duta Cabang Lhokseumawe hanya merupakan cabang dari Bank Duta Pusat dengan demikian tidak mempunyai legitimasi personal standi in judicio, padahal Cabang adalah perpanjangan tangan dari Kantor Pusat oleh karena itu dapat digugat dan menggugat; Sehingga gugatan yang ditujukan kepada Agamsyah Hamidy selaku Manager Operasional 121

Bank Duta Cabang Lhokseumawe dalam kapasitasnya sebagai Manager berdasarkan Akte Perjanjian Kredit dalam rangka perikatan dengan permohonan kasasi adalah mempunyai legitimasi dalam jabatannya mewakili Bank Duta Cabang Lhokseumawe, oleh karena itu gugatan tersebut adalah sah menurut hukum; Yurisprudensi : 2/Yur/Pdt/2018 Tuntutan tentang pengembalian harta warisan dari tangan pihak ketiga kepada para ahli waris yang berhak tidak diharuskan untuk diajukan oleh semua ahli waris. Catatan : Terhadap permasalahan ini pada tahun 1959 yaitu dalam perkara Marulak Simanjuntak vs Johannes Simanjuntak No. 244 K/Sip/1959 tanggal 5 Januari 1959 penah memutus bahwa dalam hal obyek sengketa merupakan harta warisan yang dikuasai pihak ketiga tidak dipersyaratkan seluruh ahli waris menjadi pihak baik sebagai penggugat maupun turut tergugat. Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung telah menyatakan: Gugatan untuk penyerahan kembali harta warisan yang dikuasai oleh seseorang tanpa hak, dapat diterima walaupun dalam gugatan ini tidak semua akhli waris turut serta ataupun disertakan (i.c. saudara kandung penggugat tidak ikut serta ataupun diikut sertakan), karena tergugat dalam hal ini tidak dirugikan dalam pembelaannya. Sikap Mahkamah Agung tersebut kembali ditegaskan dalam putusannya No. 439 K/Sip/1969 tanggal 8 Januri 1969 yaitu dalam perkara Paria Sinaga dkk vs Japet Sinaga. Dalam pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan:

Bahwa

keberatan 122

ini

pula

tidak

dapat

dibenarkan, karena tuntutan tentang pengembalian barang warisan dari tangan pihak ketiga kepada para ahli waris yang berhak tidak perlu diadjukan oleh semua ahli waris. Pertimbangan yang demikian diperkuat lagi oleh Mahkamah Agung dalam putusannya No. 516 K/Sip/1973 tanggal 25 Nopember 1975 antara David Reinhard vs Ny. Z. Sahusilawane yang menyatakan: Pertimbangan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena hanya seorang ahhi waris yang menggugat, tidak dapat dibenarkan karena menurut jurisprudensi Mahkamah Agung tidak diharuskan semua ahli waris menggugat. Berikutnya pada tanggal 11 Mei 2016 dalam putusan No. 2490 K/Pdt/2015 antara Ny. Sartini Rizal vs Hj. Dahniar dkk Mahkamah Agung kembali menegaskan sikapnya, dengan menyatakan: Bahwa gugatan tentang harta warisan tidak diwajibkan harus seluruh ahli waris menjadi Penggugat dalam gugatan tersebut, cukup salah seorang dari ahli waris saja yang mewakili kepentingan ahli waris yang lainnya, maka kepentingan ahli waris yang lainnya tersebut telah terwakili secara hukum; Bahwa dalam perkara a quo objek sengketa dikuasai oleh Para Tergugat (pihak diluar ahli waris) sehingga Penggugat tidak perlu mendapat kuasa dari ahli waris yang lain dalam mengajukan gugatan, oleh karena tujuan gugatan adalah mengembalikan objek sengketa dari penguasaan pihak lain ke dalam boedel warisan dan menjadi hak Penggugat bersamasama ahli waris yang lain sebagaimana dituntut dalam petitum gugatan; 123

ini masuk dalam Himpunan Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 1969. Dengan telah konsistennya sikap Mahkamah Agung sejak tahun 1959 atas permasalahan ini maka disimpulkan bahwa sikap hukum Mahkamah Agung yang berpandangan bahwa dalam hal suatu obyek yang dikuasai pihak ketiga (bukan ahli waris) gugatan pengembalian obyek sengketa tersebut tidak harus mengikutsertakan seluruh ahli waris telah menjadi yurisprudensi di Mahkamah Agung. 2.

Putusan Pilihan : Putusan MA No. 888 K/Pdt/2016 (Pertimbangan halaman 12) Bahwa kecuali diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan pihak yang berhak mengajukan gugatan pembatalan terhadap perjanjian perdata adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut, hal mana tidak terbukti adanya dalam perjanjian jual beli a quo; Bahwa sesuai dengan fakta persidangan, gugatan dalam perkara a quo diajukan oleh Notaris/PPAT pihak yang tidak memiliki kepentingan ekonomi dan bukan pihak dalam perjanjian jual beli dalam perkara a quo, sehingga Penggugat tidak memiliki kualitas (legal standing) untuk mengajukan gugatan a quo, karena itu gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima; Putusan MA No. 1930 K/Pdt/2018 (Pertimbangan halaman 6) Bahwa pokok perkara dalam gugatan a quo adalah mengenai perbuatan Pemohon Kasasi II 124

tidak membayar lunas sisa biaya pembuatan taman air mancur di lingkungan Masjid Agung Kota Lubuklinggau kepada Termohon Kasasi atas dasar Surat Perintah Kerja dari Termohon Kasasi, yang menurut Pemohon Kasasi I tidak ada hubungan hukum antara Termohon Kasasi dengan Pemohon Kasasi I; Bahwa Judex Facti berpendapat pada pokoknya bahwa Pemohon Kasasi II telah ingkar janji kepada Termohon Kasasi karena tanpa alasan sah tidak membayar sisa kewajibannya kepada Termohon Kasasi dan sebagai pemilik proyek Pemohon Kasasi I bertanggung jawab untuk membayar denda keterlambatan pembayaran kewajiban Pemohon Kasasi II kepada Termohon Kasasi; Bahwa terhadap pendapat Judex Facti tersebut Pemohon Kasasi I tidak sependapat dan mendalilkan pada pokoknya bahwa Pemohon Kasasi I tidak memiliki hubungan hukum dengan Termohon Kasasi sehingga tidak berdasar Pemohon Kasasi I dibebani tanggung jawab secara tanggung renteng dengan Pemohon Kasasi II untuk membayar denda keterlambatan pembayaran kewajiban Pemohon Kasasi II kepada Termohon Kasasi; Bahwa Mahkamah Agung sependapat dengan Pemohon Kasasi I bahwa Pemohon Kasasi I tidak memiliki hubungan hukum dengan Termohon Kasasi karena Surat Perintah Kerja dari Pemohon Kasasi II kepada Termohon Kasasi diterbitkan tanpa sepengetahuan Pemohon Kasasi I sehingga Pemohon Kasasi I tidak dapat dibebani tanggung jawab secara tanggung renteng membayar kewajiban Pemohon Kasasi II kepada Termohon Kasasi; 125

Putusan MA No. 2023 K/PDT/2009 (Pertimbangan halaman 39) Bahwa, domisili pilihan yang diperjanjikan tidak jelas karena hanya disebut Pengadilan Negeri Jakarta saja, sehingga telah mengabaikan domisili sebenarnya, yaitu Depok. Hal ini beakibat bahwa diajukannya gugatan a quo ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjadi rancu karena dengan ditentukannya pilihan hukum Pengadilan Negeri Jakarta, tidak dapat dijadikan ukuran ke Pengadilan Negeri mana gugatan boleh diajukan ; Putusan MA No. 2603 K/Pdt/20182 (Pertimbangan halaman 7) Bahwa Judex Facti tidak melaksanakan tata tertib beracara dengan benar karena di dalam gugatan di mana pihak Tergugat-Tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan meskipun telah dipanggil secara patut maka tidak dibenarkan adanya gugatan intervensi; Putusan MA No. 1378 K/Pdt/2008 (Gugatan LSM Terhadap APBD) (Pertimbangan hal 34) Gugatan Penggugat didasarkan pada adanya Onrechtmatige overheid daad (Perbuatan melawan Hukum oleh penguasa) ; Bahwa akan tetapi Penggugat sebagai LSM tidak punya hak untuk mengajukan gugatan tuntutan ganti rugi sebagaimana diuraikan dalam surat gugatannya ; Putusan MA No. 2737 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 20 ) Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru telah salah 126

menerapkan hukum karena terbukti yang menyebabkan kerusakan/kebakaran dan menimbulkan kerugian nyata yang diderita oleh Penggugat sebagai pemilik kapal TB. Anugrah 9 adalah karena ditabrak oleh kapal BG Marcopolo-368 yang ditarik oleh kapal TB Maju Daya 15 yang dinahkodai oleh Tergugat IV dan saat dilakukan perbaikan/pengelasan oleh pihak TB Maju Daya 15, kapal TB Anugrah 9 terbakar; Bahwa memang berdasarkan Grosse Akta Pendaftaran kapal TB Maju Daya 15 atas nama PT Pelayaran Asli Mega Lines selaku pemilik tapi saat kejadian tersebut, yang nyata mengoperasikan kedua kapal baik kapal BG Marcopolo-368 dan kapal TB Maju Daya 15 adalah PT. Armada Maritim Nusantara (PT AMN) hingga timbul kerugian dimaksud sehingga pihak PT.Pelayaran Asli Mega Lines tidak perlu ditarik sebagai pihak ikut bertanggungjawab atas kerugian dimaksud; Putusan MA No. 1166 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 27 ) Penggugat dalam gugatan a quo adalah berkedudukan sebagai pribadi, bukan selaku Direktur PT. Hasil Bumi Indonesia Buntu Marannu karena tidak mencantumkan kata-kata “bertindak untuk dan atas nama” PT Hasil Bumi Indonesia Buntu Marannu, oleh karenanya gugatan Penggugat tidak memenuhi syarat formal dari suatu gugatan dan harus dinyatakan tidak dapat diterima; Putusan MA No. 2552 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 41 ) Bahwa adanya putusan PTUN yang sudah berkekuatan hukum tetap yaitu Nomor 29 PK/TUN/2010 tanggal 16 Maret 2011 yang 127

direalisasikan dengan Surat Keputusan BPN No. 61/Pdt/BPN-RI/2013 tanggal 10 Januari 2013 dimana diputuskan tentang pembatalan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 2702/Tebet Barat a.n. Bank Mandiri (Termohon Kasasi/Penggugat dalam gugatan a quo), maka Termohon Kasasi/ Penggugat tidak mempunyai kapasitas lagi untuk menggugat (tidak ada legal standing); Bahwa putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap diawali dengan gugatan No. 56/G/2007/PTUN.JKT tanggal 2 Oktober 2007 dan terakhir dengan putusan No. 29 PK/TUN/2010 tanggal 16 Maret 2011 yang menyatakan batalnya sertifikat hak Guna Bangunan Nomor 2702, namun Termohon Peninjauan Kembali/Penggugat dalam gugatan tanggal 27 Juli 2012 (yang diajukan pada tahun 2011) dimana telah ada putusan PTUN yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut di atas. Oleh karena Termohon Kasasi/Penggugat dalam posita/petitumnya menggunakan landasan sebagai pemilik berdasarkan surat HGB 2702 tersebut yang ternyata sudah dibatalkan, maka landasan tersebut tidak ada lagi atau Termohon Kasasi/Penggugat tidak memiliki lagi legal standing. Dalam putusan yang sah No. 145 K/Pdt/2009 tanggal 26 Oktober 2009 (P-14) maka landasan kepemilikan terkait dengan adanya “occupatie verguning“ tersebut adalah sah; Putusan MA No. 2581 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 39 ) Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (2) huruf f jo. Pasal 82 Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 Tergugat I sebagai agen TKI adalah pihak yang menjamin dilaksanakannya dengan baik perjanjian kerja antara TKI yang 128

direkrutnya (Penggugat) dan pihak Pengguna di luar negeri, sehingga tidak ditariknya pihak Pengguna in casu Uniplus Electronic Co. Ltd. di Taiwan tidak menyebabkan tidak sempurnanya gugatan a quo, oleh karenanya eksepsi dari Tergugat I dan II harus ditolak; Putusan MA No. 2618 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 43 ) Bahwa setelah diperiksa dan diteliti dengan seksama putusan dalam perkara ini ternyata Penggugat tidak memenuhi kriteria yang ditentukan dalam Pasal 23 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang siapasiapa yang berhak untuk mengajukan pembatalan perkawinan karena Penggugat hanya sekedar sebagai anak angkat ... sedang Tergugat I bukan anak kandung antara ... yang tidak pernah menikah secara sah, sehingga antara Penggugat dengan Tergugat I tidak ada hubungan kekeluargaan dalam garis keturunan keatas dari suami dan isteri tersebut ; Bahwa berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berhak untuk mengajukan pembatalan perkawinan adalah; Keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami dan istri ; Suami atau istri ; Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan; Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus; Bahwa oleh karena Penggugat tidak memenuhi kriteria tersebut maka Penggugat tidak berhak untuk mengajukan gugatan pembatalan 129

perkawinan, dengan demikian eksepsi para Tergugat harus dikabulkan ; Putusan MA No. 1033 K/Pdt/2014 (Pertimbangan halaman 10 ) Bahwa Penggugat memperoleh tanah objek sengketa dengan cara “membeli” dari Muhammad Syafei, S.Sos dan sebidang lagi dibeli dari Drs. Affifuddin, Msi, yang kemudian diklaim oleh Tergugat I dan II untuk masingmasing tanah secara sendiri-sendiri; Bahwa dengan demikian terbukti Penggugat tidak dapat menguasai tanah sengketa karena dihalangi para Tergugat, maka dalam keadaan yang demikian dalam gugatan pihak Penggugat “harus” menggugat si penjual yaitu Muhammad Syafei, S.Sos. dan Drs. Affifuddin, M.Si. atau paling tidak “didengar sebagai saksi”; Bahwa hal ini tidak ternyata dilakukan Penggugat, sehingga menurut hukum maka surat gugatan Penggugat cacat formil, karena kurang pihaknya (plurium litis consortium); Putusan MA No. 2354 K/Pdt/2013 (Pertimbangan halaman 13 ) Bahwa terlepas dari alasan-alasan kasasi, ternyata sumber permasalahan dalam perkara ini adalah karena tidak jelasnya batas antara tanah Penggugat berdasarkan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 6 (sebagai pengganti Sertifikat HGB Nomor 5 yang hilang) yang tidak dilampiri Gambar Situasi Asli, dengan batas tanah Tergugat yang berasal dari 85 anggota masyarakat berdasarkan sertifikat kolektif (Sertifikat Nomor 113 sampai dengan 197/MUNJUL) seluas 42.5 ha. Dan papan pengumuman Putusan Mahkamah Agung Nomor 130

1802 K/PDT/2009 sudah dicabut atau sudah tidak ada di atas tanah objek sengketa; Bahwa, tanah objek seluas 50 meter X 200 meter tidak dapat diketahui secara jelas dimana letaknya apakah di dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 6 atau di dalam Sertifikat Kolektif (Sertifikat Nomor 113 sampai dengan 197/MUNJUL); Bahwa, untuk menentukan secara pasti objek sengketa, maka Badan Pertanahan yang menerbitkan kedua sertifikat tersebut haruslah diikutsertakan sebagai pihak dalam perkara ini; Bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut, maka gugatan Penggugat haruslah dinyatakan tidak dapat diterima karena selain kurang pihak, juga objek sengketa tidak jelas; Putusan MA No. 648 K/Pdt/2016 (Pertimbangan halaman 8 ) Bahwa Koperasi Unit Desa (KUD) Buana Tambun tidak ikut digugat, padahal gugatan a quo mempersoalkan masalah kepengurusan koperasi dan bukan masalah orang-perorang sebagai pribadi, oleh karena itu gugatan a quo menjadi kurang pihak; Putusan MA No. 60 PK/Pdt/2014 (Pertimbangan halaman 18) Bahwa pemalsuan tanda tangan dan surat persetujuan para ahli waris Mamad belum ada putusan hakim yang menyatakan palsu dan Penggugat tidak menarik PPAT/Camat tempat digunakan surat palsu sebagai pihak; Bahwa Penggugat mendalilkan bahwa objek perkara dijual oleh saudaranya Fahrudin tanpa persetujuan ahli waris yang lain, tapi Penggugat tidak menarik pihak penjual yaitu Fahrudin, 131

saudara Penggugat sebagai pihak dalam perkara ini; Bahwa karena Camat/PPAT tidak turut digugat dan pihak penjual yang tanda tangannya dipalsukan juga tidak turut digugat, maka gugatan Penggugat haruslah dinyatakan kurang pihak; Putusan MA No. 3253 K/Pdt/2013 tanggal 22 Oktober 2014 (Pertimbangan halaman 12 ) Judex Facti (Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi) keliru atau salah menerapkan hukum: Bahwa sesuai bukti “Surat perjanjian tertanggal 23 November 2007” pihaknya adalah Penggugat dengan Tergugat saja, disebabkan Tergugat ingkar janji maka diajukannya gugatan ini; Bahwa mengenai objek jaminan adalah milik pihak lain in casu Tutik tidak menyebabkan perkara ini kurang pihaknya, karena Tutik dapat mengajukan derden verzet bila dikehendakinya karena hak-hak subyektif dia terlanggar; Bahwa oleh karena itu gugatan konvensi dapat dikabulkan dan rekonvensi ditolak; Putusan MA No. 2609 K/Pdt/2014 tgl 11 Maret 2015 (Pertimbangan halaman 39) Bahwa gugatan Penggugat dalam perkara a quo telah berisi penggabungan dalil ingkar janji (wanprestasi) yaitu oleh Tergugat I karena menolak menandatangani rancangan kerjasama (MoU) antara Tergugat I dengan investor in casu Tn. Tarumanegara yang dibawa oleh Penggugat, dengan dalil perbuatan melawan hukum yaitu tindakan Tergugat I tanpa persetujuan Penggugat menjual objek sengketa kepada Tergugat III melalui pengikatan jual beli, sehingga gugatan Penggugat dalam perkara a quo secara formil tidak dapat diterima, karena 132

itu gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima Bahwa oleh karena gugatan konvensi dinyatakan tidak dapat diterima, maka dengan sendirinya gugatan rekonvensi harus dinyatakan tidak dapat diterima; Putusan MA No. 579 PK/Pdt/2012 tgl 22 Mei 2013 (Pertimbangan halaman 5 ) Bahwa berdasarkan Surat Perjanjian Kerja (kontrak) tanggal 3 Desember 2007 (bukti T.2) serta dihubungkan dengan bukti kwitansi pembayaran dalam proyek Pembangunan Pelabuhan dan Jalan Produksi, sebagai pihak dalam perjanjian adalah PT Toshida Indonesia dengan PT Wijaya Pratama Sukses Gemilang, jadi antara Badan Hukum dengan Badan Hukum, bukan Penggugat dan Tergugat sebagai pribadi, akan tetapi gugatan dalam perkara a quo ditujukan kepada Tergugat La Ode Sinarwan Oda sebagai pribadi dan Penggugat juga secara pribadi, fakta ini membuktikan gugatan menjadi salah pihak baik yang menggugat maupun yang digugat; Bahwa dengan demikian gugatan Penggugat cacat formal karena kesalahan subjek hukumnya, oleh karena itu gugatan Penggugat dalam konvensi maupun dalam rekonvensi tidak dapat diterima; Putusan MA No. 1924 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 11) Bahwa sesuai bukti P-1 berupa B/L ternyata pihak penerima atau pemesan barang adalah Inkopad bukan Penggugat i.c. Tjoeng Ka Pauw pemilik perusahaan PD Aneka Jaya; Bahwa demikian pula dari bukti lainnya tidak terlihat hubungan hukum antara Penggugat 133

dengan Inkopad, sehingga Penggugat tidak mempunyai kwalitas dan kapasitas untuk menggugat pihak Tergugat, Bahwa dengan demikian substansi pokok sengketa tidak perlu dipertimbangkan lagi; Putusan MA No. 1646 K/Pdt/2012 (Pertimbangan halaman 37 ) Bahwa terlepas dari alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi, ternyata Penggugat tidak mempunyai kapasitas selaku Penggugat dalam perkara ini dan gugatan Penggugat tidak berlandaskan hukum sehingga gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima dan karena gugatan konvensi dinyatakan tidak dapat diterima maka gugatan rekonvensi juga harus dinyatakan tidak dapat diterima sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Judex Facti (Pengadilan Negeri) dengan tepat; Putusan MA No. 3662 K/Pdt/2002 (Pertimbangan halaman 8 ) Bahwa meskipun tidak semua ahli waris ikut mengajukan tuntutan hak akan tetapi dalam bukti P-I telah terdapat silsilah keturunan dari I Made Rendeh dan Pan Rendah, demikian halnya yang dimohonkan dalam petitum gugatan adalah harta peninggalan almarhum I Made Rendeh dan Pan Rendah, sehingga para Penggugat dapat mewakili atas nama keseluruhan ahli waris I Made Rendeh dan Pan Rendah tersebut ; Putusan MA No. 226 PK/Pdt/2001 (Pertimbangan halaman 11 ) Bahwa terdapat suatu kekhilafan Hakim atau kekeliruan nyata dalam putusan judex facti, yaitu yang menjadi Mamak Kepala Waris dalam kaum 134

para Termohon Peninjauan Kembali/para Penggugat adalah Anas Gelar Garak Parang (Termohon Peninjauan Kembali/Penggugat 1) bukan Zainir Gelar Garak Parang, laki-laki tertua dari kaum Termohon Peninjauan Kembali/ Penggugat, padahal berdasarkan Yurisprudensi (putusan Mahkamah Agung RI No.180 K/Sip/1971 tanggal 25 Agustus 1971) menyatakan bahwa “Mamak Kepala Waris ialah laki-laki tertua dalam kaum”, maka seharusnya yang menjadi Mamak Kepala Waris dalam kaum para Termohon Peninjauan Kembali/para Penggugat adalah Zainir Gelar Garak Parang karena sebagai laki-laki tertua dari kaum para Termohon Peninjauan Kembali/para Penggugat walaupun in cassu apabila benar Zainir Gelar Garak Parang dalam keadaan sakit ingatan seharusnya dibuktikan oleh Surat Keterangan Dokter, dan apabila ia menderita penyakit lain, Zainir Gelar Garak Parang dapat memberi kuasa kepada saudaranya untuk melaksanakan tugas Mamak Kepala Waris tersebut ; Bahwa karena Termohon Peninjauan Kembali/Penggugat 1 bukan merupakan Mamak Kepala Waris dalam kaum para Termohon Peninjauan Kembali/para Penggugat, maka gugatan dalam petitum butir 2 (dua) harus dinyatakan tidak dapat diterima dan mengenai gugatan dalam petitum lainnya karena gugatan tersebut telah diajukan oleh yang tidak berwenang untuk mengajukan gugatan terhadap harta pusaka oleh karena itu gugatan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima ; Putusan MA No. 1737 K/Pdt/2002 (Pertimbangan halaman 7) Bahwa dalam gugatan Penggugat penyebutan terhadap para Tergugat selain disebut 135

jabatannya ternyata disebut pula lembaganya/Badan Hukumnya ; Bahwa dalam petitum ke- 4 gugatan Penggugat telah jelas ternyata disebut PT. Pataka Mas Lestari sebagai Debitur selaku Tergugat II, PT. Bank Bumi Daya sebagai Kreditur selaku Tergugat III dan PT. Askrindo sebagai Penjamin Kredit selaku Tergugat V ; Bahwa oleh karena itu penyebutan kwalitas para Tergugat dalam gugatan Penggugat telah memenuhi syarat formil yaitu telah menyebutkan Badan Hukum yang digugat yaitu Tergugat II PT. Pataka Mas Lestari, Tergugat III PT. Bank Bumi Daya dan Tergugat V PT. Askrindo ;

Putusan MA No. 2723 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 33 ) Bahwa Penggugat bukanlah pihak dalam perjanjian tanggal 20 Oktober 2003, sebab yang mengikatkan dirinya atas nama pribadi adalah H.Saleh Akbar, oleh karena itu, Penggugat (Abu Tholib) tidak mempunyai Legal Standi In Judicio ; Bahwa Judex Facti telah mengabulkan gugatan Penggugat (Abu Tholib), padahal Penggugat bukanlah pihak dalam perjanjian tanggal 20 Oktober 2003 tersebut ; Bahwa sekalipun telah ada Perubahan Anggaran Dasar dari Perseroan Komanditer CV. Hidup bersama, namun perubahan mana tidak serta merta menggantikan kedudukan HM. Soleh Akbar dalam perjanjian 20 Oktober 2003 dengan Dai Nippon, sebab saat perjanjian dibuat HM. Soleh Akbar bertindak untuk dan atas nama diri sendiri dan bukan atas nama Perseroan; 136

Putusan MA No. 579 PK/Pdt/2012 tgl 22 Mei 2013 (Pertimbangan halaman 25 ) putusan Judex Juris dan Judex Facti terdapat kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata khususnya tentang formalitas gugatan yang berkaitan dengan subjek hukum; Bahwa berdasarkan Surat Perjanjian Kerja (kontrak) tanggal 3 Desember 2007 (bukti T.2) serta dihubungkan dengan bukti kwitansi pembayaran dalam proyek Pembangunan Pelabuhan dan Jalan Produksi, sebagai pihak dalam perjanjian adalah PT Toshida Indonesia dengan PT Wijaya Pratama Sukses Gemilang, jadi antara Badan Hukum dengan Badan Hukum, bukan Penggugat dan Tergugat sebagai pribadi, akan tetapi gugatan dalam perkara a quo ditujukan kepada Tergugat La Ode Sinarwan Oda sebagai pribadi dan Penggugat juga secara pribadi, fakta ini membuktikan gugatan menjadi salah pihak baik yang menggugat maupun yang digugat; Bahwa dengan demikian gugatan Penggugat cacat formal karena kesalahan subjek hukumnya, oleh karena itu gugatan Penggugat dalam konvensi maupun dalam rekonvensi tidak dapat diterima; C.

Kompetensi Arbitrase 1. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 1. Apakah putusan Arbitrase Internasional yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 4, 5, 62 (2) dan Pasal 66 huruf c yaitu dapat diajukan sebagai alasan untuk tidak dapat dilaksanakannya eksekusi ? 137

1. Putusan Arbitrase Internasional Tidak dapat dilaksanakan (eksekusi) oleh karena melanggar ketertiban umum (public policy, public order, dll) lihat pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999. 2. Apakah ketentuan Pasal 70 (dengan Penjelasan) tentang alasan pembatalan putusan arbitrase domestik yang bersifat limitatif bisa disimpangi ? 2.Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung tidak dapat disimpangi. 3. Apakah putusan Arbitrase yang telah diputus ditingkat banding pada Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir sesuai dengan Pasal 72 (4) dapat diajukan upaya hukum luar biasa (PK) 3. Dapat, sebagaimana ditentukan UndangUndang Mahkamah Agung. 4. Apakah kata-kata banding ke Mahkamah Agung (Pasal 72 (4)) sama pengertian hukumnya dengan kata-kata banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi, dimana untuk banding ke Pangadilan Tinggi tidak wajib ada memori banding (mohon koreksi) dan kewenangan untuk memeriksa kembali fakta hukum seperti kewenangan Pengadilan Negeri. 4. Kata banding diartikan kasasi (Perlu Pleno). Penjelasan Pasal 72 ayat (4) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 menyebutkan bahwa yang dimaksud banding adalah hanya terhadap pembatalan putusan arbitrase sebagaimana dimaksud Pasal 70. 138

5. Apakah pembatalan putusan Arbitrase dapat diajukan oleh Pihak Ketiga yang tidak ikut sebagai pihak dalam perjanjian Arbitrase. 5. Pembatalan putusan arbitrase hanya dapat diajukan oleh para pihak (Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999). 6. Apakah putusan Arbitrase Syari’ah yang dimintakan pelaksanaanya ke Pengadilan Negeri dapat diterima PN sesuai dengan Pasal 61 UU No. 30 Tahun 1999, setelah adanya SEMA No.08 tahun 2008 tanggal 10 Oktober 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syari’ah. 6. PN tidak berwenang. 7. Sebelum ada proses kepailitan, ada putusan arbitrase tentang utang, putusan Arbitrase belum di dieksekusi. Apakah putusan Arbitrase yang belum di eksekusi dapat diperhitungkan sebagai utang dalam perkara Kepailitan? 7. Dapat (lihat penjelasan Pasal 2 UU Kepailitan) 8. Pada saat Arbitrase dan proses kepailitan sedang berjalan bersamaan. 8. Sekalipun ada klausula arbitrase pengadilan niaga tetap berwenang memeriksa perkara permohonan pernyataan pailit. (lihat penjelasan Pasal 303 UU Kepailitan) 9. Pembatalan Putusan Arbitrase. Penggugat dan Tergugat sepakat untuk menyelesaikan sengketa di Arbitrase, Bank 139

Syariah tidak puas dengan putusan Arbitrase mengajukan pembatalan ke Pengadilan Agama, Pengadilan Agama membatalkan putusan Arbitrase dengan alasan karena sengketa Niaga Syariah, oleh Majelis KMA pada tingkat Kasasi putusan Pengadilan Agama dibatalkan dan putusan PK menguatkan Kasasi. 9. Berdasarkan Pasal 71 UU Arbitrase No. 30 Tahun 1999 Jo. SEMA No. 8 Tahun 2010 Pembatalan Putusan Arbitrase adalah wewenang Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa dan memutus gugatan pembatalan putusan Arbitrase sekalipun berasal dari putusan Arbitrase Syariah. (SEMA No. 8 Tahun 2010 mencabut SEMA No. 8 Tahun 2008). 10. Perkara Arbitrase di daftar dengan nomor Register Kasasi Perdata Khusus, kenyataannya perkara tersebut adalah banding arbitrase. Di dalam amar putusan dicantumkan menerima permohonan banding arbitrase, akan tetapi perkara tersebut didaftar dengan Nomor Register --K/Pdt.Sus/20—Jika tetap perkara tersebut didaftar dengan perkara kasasi, sedang memori kasasi tidak dilampirkan/diajukan. Undang- Undang Mahakamah Agung mewajibkan diajukan Memori Kasasi dalam hal perkara tersebut diajukan upaya hukum kasasi. 10. Meskipun menggunakan istilah Banding, Pemohon Banding Arbitrase wajib mengajukan Memori Banding.

140

SEMA Nomor 4 Tahun 2014 Upaya hukum terhadap putusan pengadila negeri mengenai permohonan pembatalan putusan arbitrase Dalam hal putusan pengadilan negeri tentang permohonan pembatalan arbitrase yang diajukan banding ke Mahkamah Agung Banding terhadap putusan arbitrase ke Mahkamah Agung diperlakukan sebagai upaya hukum banding sehingga tidak ada kewajiban untuk mengajukan memori banding. Sedangkan register dan penomoran perkara akan disesuaikan

SEMA Nomor 04 Tahun 2016 Sesuai dengan ketentuan Pasal 72 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan penjelasannya, terhadap putusan pengadilan negeri yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase tidak tersedia upaya hukum baik banding maupun peninjauan kembali. Dalam hal putusan pengadilan pegeri membatalkan putusan arbitrase, tersedia upaya hukum banding ke Mahkamah Agung, terhadap putusan banding tersebut Mahkamah Agung memutus pertama dan terakhir sehingga tidak ada upaya hukum peninjauan kembali. 2. Yurisprudensi : Yurisprudensi : Putusan MA No. 211 B/Pdt.SusArbt/2018 Putusan pengadilan negeri yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase nasional tidak dapat diajukan upaya hukum banding ke Mahkamah Agung. Permohonan banding ke Mahkamah Agung atas putusan 141

pengadilan negeri yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase harus dinyatakan tidak dapat diterima.; 2.

Putusan Pilihan : Putusan MA No. 1815 K/Pdt/2016 (Pertimbangan halaman 86) Bahwa permohonan kasasi Pemohon Kasasi I/Penggugat tidak dapat dibenarkan karena pokok sengketa terkait perselisihan yang bersumber dari Perjanjian Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) yang memuat klausula arbitrase, sehingga pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri oleh Pemohon Kasasi I berarti pelanggaran terhadap klausula arbitrase dalam angka 12 Perjanjian Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) antara Penggugat/Pemohon Kasasi I dan Tergugat II/Termohon Kasasi III; Bahwa permohonan kasasi Pemohon Kasasi II/Tergugat I dapat dibenarkan karena gugatan pembatalan Perjanjian Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) oleh Pemohon Kasasi I/Penggugat terkait erat dengan substansi Perjanjian Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) itu sendiri. Perjanjian Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) pada angka 12 telah tegas mengatakan pada pokoknya bahwa: “Setiap perselisihan berdasarkan jaminan pelaksanaan ini yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat antara Perseroan dan Asuransi akan diselesaikan secara final dengan arbitrase yang mengikat”; Bahwa oleh karena klausula arbitrase dalam angka 12 Perjanjian Jaminan Pelaksanaan 142

(Performance Bond) mengikat para pihak, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 11 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara a quo; Putusan MA No. 417 K/Pdt /2009 (Pertimbangan halaman 31) Bahwa yang menjadi obyek sengketa adalah Surat Pernyataan Nomor KC/Tfn.136/ Bouw.1/VI/2006 tanggal 28 Oktober 2006 tentang kesanggupan Tergugat I / Pemohon Kasasi untuk memperbaiki kerusakan pada struktur perkerasan runway dan taxyway C dan D; Bahwa obyek sengketa tidak dapat dipandang sebagai gugatan terhadap benda tidak bergerak, melainkan gugatan untuk memenuhi prestasi yang belum dilaksanakan, oleh karenanya yang berwenang menyelesaikan perselisihan ini sesuai dengan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Pembangunan Bandara Syamsuddin Noor adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI ) Putusan MA No. 270 PK/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 20) Bahwa berdasarkan bukti P3 (Surat Perjanjian Kerja, Pasal 9 huruf b, para pihak telah mengikatkan diri pada klausula arbitrase). Berdasarkan Pasal 134 HIR juncto Pasal 3 juncto Pasal 11 Ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009, Pengadilan wajib menyatakan diri tidak berwenang jika para pihak mengikatkan diri pada perjanjian arbitrase; Bahwa pernyataan tidak memiliki kewenangan absolut dapat dilakukan pada pemeriksaan tingkat I, tingkat banding dan tingkat kasasi; 143

Putusan MA No. 2433 K/PDT/2012 (Pertimbangan halaman 25) Bahwa dalam kontrak yang dibuat oleh Penggugat dan Tergugat, Pasal 15.11 Akad Mudharabah Muqayyadah No. 150 telah dicantumkan klausula penyelesaian sengketa yang akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat untuk mengakhiri sengketa tersebut. Jika tidak berhasil menyelesaikan perselisihan itu dengan cara musyawarah mufakat, para pihak sepakat dan setuju diselesaikan oleh Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) Jakarta yang sekarang sudah berubah nama menjadi Badan Arbitrase Syariah Indonesia (BASYARNAS); Oleh karena sengketa Penggugat dan Tergugat merupakan sengketa yang terikat dengan perjanjian arbitrase, maka secara absolut Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara a quo, yang berhak mengadili dan menyelesaikan sengketa a quo adalah BASYARNAS Jakarta (Vide Pasal 10 UndangUndang No. 30 Tahun 1999 tentang ADR; Putusan MA No. 631 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 27 Desember 2012 (Pertimbangan hal 36 ) Bahwa Pengadilan yang berwenang membatalkan putusan Arbitrase IDSR 129100009 a quo adalah di Negara mana putusan arbitrase tersebut dibuat yaitu Pengadilan di London, Inggris; Bahwa pembatalan putusan Arbitrase Internasional tidak diatur dalam perjanjian internasional, oleh sebab itu Pengadilan Nasional suatu Negara tidak mungkin dapat membatalkan putusan Arbitrase Internasional; Bahwa pembatalan putusan Arbitrase Internasional diatur dalam Konvensi New York 144

1958 dan sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing Negara peserta konvensi untuk menentukan sendiri kriteria dan dasar yang digunakan sebagai alasan pembatalan putusan arbitrase, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang, namun pertimbangan hukum Pengadilan Negeri tentang gugatan prematur sudah tepat sebab landasan putusan adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang belum berkekuatan hukum tetap; Putusan MA No. 902 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 17) Bahwa ketika dalam suatu perjanjian terdapat klausula arbitrase (ketentuan mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase), meskipun tidak ada penegasan dalam perjanjian tersebut bahwa penggunaan forum arbitrase adalah pilihan pertama, maka klausula tersebut mengikat para pihak; Bahwa judex facti (Pengadilan Negeri Jakarta Utara maupun Pengadilan Tinggi Jakarta) salah dalam menerapkan hukum dengan mengabulkan gugatan Penggugat, yang menyatakan bahwa para Tergugat telah melakukan wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana telah ditentukan dalam perjanjian distributor, karena itu judex facti (Pengadilan Negeri Jakarta Utara maupun Pengadilan Tinggi Jakarta) telah melampaui batas kewenangannya memutus suatu perkara yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase, yang seharusnya diputus oleh badan arbitrasi yang telah disepakati, sehingga gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;

145

Putusan MA No. 405 K/Pdt/2012 tgl 1 Agustus 2012 (Pertimbangan halaman 17) Bahwa dalam perjanjian tanggal 15 April 2010 Code : PJBB/ABC/ENJ/IV/ 2010 tentang jual beli batu bara dalam Pasal 12 Perjanjian tersebut terdapat klausula “arbitrase”; Bahwa menurut Pasal 3 UU No. 30 UU No. 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili sengketa para pihak yang terkait dalam perjanjian “arbitrase” ; Bahwa walaupun di wilayah hukum Pengadilan Negeri Banjarmasin tidak ada Badan Arbitrase, maka harus ditafsirkan sebagai Arbitrase Ad Hoc yang ada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Banjarmasin ; Bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Negeri sudah tepat dan benar dan diambil alih menjadi pertimbangan Mahkamah Agung ; Putusan MA No. 270 PK/Pdt/2015 (Pertimbangan halaman 20 ) Bahwa berdasarkan bukti P3 (Surat Perjanjian Kerja, Pasal 9 huruf b, para pihak telah mengikatkan diri pada klausula arbitrase). Berdasarkan Pasal 134 HIR juncto Pasal 3 juncto Pasal 11 Ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009, Pengadilan wajib menyatakan diri tidak berwenang jika para pihak mengikatkan diri pada perjanjian arbitrase; Bahwa pernyataan tidak memiliki kewenangan absolut dapat dilakukan pada pemeriksaan tingkat I, tingkat banding dan tingkat kasasi; Putusan MA No. 24 PK/Pdt/2008 (Pertimbangan halaman 11 ) Bahwa dari alat bukti (novum) dihubungkan dengan alat-alat bukti serta dalil-dalil kedua 146

belah pihak maka hubungan hukum yang sebenarnya antara para pihak adalah bersumber dari MOU (bukti T.1) yang dilanjutkan dengan perjanjian pemborongan (bukti T.2) yang menimbulkan adanya ingkar janji dari Tergugat, masalah tersebut diselesaikan dengan menempuh seolah-olah ada perjanjian jual beli tanah (kavling) dimana perjanjian borongan tersebut di kerjakan, akan tetapi juga tidak tuntas karena Tergugat lagi-lagi ingkar janji dan tidak memenuhi apa yang dijanjikan sebagaimana dicantumkan pada alat bukti P.1a, P.1b ; Bahwa sebagaimana di cantumkan pada alat bukti T.2 yang tidak disangkal oleh Penggugat, pada pasal 10 dicantumkan apabila ada sengketa maka diselesaikan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), karena itu sengketa ini bukan wewenang Pengadilan Negeri ; Putusan MA No. 24 PK/Pdt/2008. (Pertimbangan halaman 11 ) Bahwa dari alat bukti (novum) dihubungkan dengan alat-alat bukti serta dalil-dalil kedua belah pihak maka hubungan hukum yang sebenarnya antara para pihak adalah bersumber dari MOU (bukti T.1) yang dilanjutkan dengan perjanjian pemborongan (bukti T.2) yang menimbulkan adanya ingkar janji dari Tergugat, masalah tersebut diselesaikan dengan menempuh seolah-olah ada perjanjian jual beli tanah (kavling) dimana perjanjian borongan tersebut di kerjakan, akan tetapi juga tidak tuntas karena Tergugat lagi-lagi ingkar janji dan tidak memenuhi apa yang dijanjikan sebagaimana dicantumkan pada alat bukti P.1a, P.1b ; Bahwa sebagaimana di cantumkan pada alat bukti T.2 yang tidak disangkal oleh Penggugat, pada pasal 10 dicantumkan apabila ada sengketa 147

maka diselesaikan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), karena itu sengketa ini bukan wewenang Pengadilan Negeri ; Putusan MA No. 902 K/Pdt/2011 (Pertimbangan halaman 17 ) Bahwa ketika dalam suatu perjanjian terdapat klausula arbitrase (ketentuan mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase), meskipun tidak ada penegasan dalam perjanjian tersebut bahwa penggunaan forum arbitrase adalah pilihan pertama, maka klausula tersebut mengikat para pihak; Bahwa judex facti (Pengadilan Negeri Jakarta Utara maupun Pengadilan Tinggi Jakarta) salah dalam menerapkan hukum dengan mengabulkan gugatan Penggugat, yang menyatakan bahwa para Tergugat telah melakukan wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana telah ditentukan dalam perjanjian distributor, karena itu judex facti (Pengadilan Negeri Jakarta Utara maupun Pengadilan Tinggi Jakarta) telah melampaui batas kewenangannya memutus suatu perkara yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase, yang seharusnya diputus oleh badan arbitrasi yang telah disepakati, sehingga gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima; Putusan MA No. 7 B/Pdt.Sus-Arbt/2016 (Pertimbangan halaman 168) Bahwa berdasarkan Pasal 72 ayat (4) UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999, terhadap pembatalan putusan Arbitrase oleh Pengadilan Negeri dapat diajukan banding kepada Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat terakhir, sedangkan dalam penjelasannya 148

dinyatakan bahwa yang dimaksud “banding” adalah hanya terhadap pembatalan putusan Arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Oleh karena yang diperiksa dalam perkara ini adalah permohonan pembatalan putusan Arbitrase, maka Mahkamah Agung akan memeriksa perkara ini dalam tingkat terakhir; Bahwa selanjutnya Mahkamah Agung akan mempertimbangkan keberatan-keberatan permohonan dari Para Pemohon sebagai berikut: Bahwa alasan banding I dan II tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Judex Facti sepanjang mengenai Putusan Sela tidak salah dalam menerapkan hukum, sebab telah benar bahwa dalam sengketa/permohonan pembatalan putusan arbitrase tidak dikenal adanya Permohonan Intervensi oleh karena itu permohonan banding terhadap Putusan Sela harus dinyatakan ditolak; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa Putusan Sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 24/PDT.G/2015/PN.JKT.PST., tanggal 11 Maret 2015 telah tepat dan benar, sehingga beralasan untuk dikuatkan; Bahwa terlepas dari alasan-alasan banding III dan IV, Putusan Judex Facti salah dalam menerapkan hukum sepanjang mengenai status putusan arbitrase yang bertentangan dengan ketertiban umum dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa dalam pertimbangan hukumnya Judex Facti berpendapat bahwa Putusan BANI Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013, tanggal 12 Desember 2014 bertentangan dengan ketertiban umum in casu Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sehingga harus dibatalkan; 149

Bahwa terhadap pertimbangan tersebut Majelis sependapat sepanjang mengenai pertimbangan bahwa Putusan Arbitrase yang bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah putusan yang bertentangan dengan ketertiban umum sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 karena untuk menjamin berlangsungnya ketertiban umum maka Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak, dan dalam perkara a quo Pihak Pembanding telah mengikuti proses berperkara di Mahkamah Agung RI. melalui perkara gugatan biasa sampai dengan putusan kasasi, dan Pihak Pembanding baru mengajukan/membawa perkara a quo ke forum arbitrase setelah adanya putusan kasasi/setelah perkara a quo berkekuatan hukum tetap; Bahwa namun demikian Majelis tidak sependapat dengan pertimbangan Judex Facti terhadap status Putusan BANI dalam perkara a quo karena ketentuan Pasal 62 bukan mengatur mengenai pembatalan tetapi pelaksanaan Putusan Arbitrase, sehingga Putusan BANI dalam perkara ini seharusnya dinyatakan tidak dapat dilaksanakan bukan dinyatakan batal; Bahwa selain itu tindakan Pemohon Banding III mengajukan gugatan melalui BANI dalam perkara ini tidak dapat dibenarkan karena Pemohon Banding III telah mengetahui bahwa salah satu petitum yang diajukan kepada BANI secara tidak langsung telah ditetapkan statusnya oleh Pengadilan yaitu bahwa RUPSLB yang diadakan oleh Pemohon/Terbanding II pada tanggal 17 Maret 2005 adalah sah, RUPSLB yang diadakan oleh Pemohon Banding III pada tanggal 18 Maret 2005 dinyatakan batal, sehingga secara tidak 150

langsung status kepemilikan saham Pemohon Banding I sebesar 75 % adalah tetap milik Pemohon/Terbanding II; D.

Kepailitan 1. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 1. Bagaimana bila Pemohon Pailit mendalilkan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih tersebut, adalah hutang Kreditor lain yang tidak mengajukan permohonan Pailit. 1.Seharusnya yang dapat memohonkan Pailit adalah Kreditor yang hutangnya sudah jatuh waktu. 2. Kapan pengertian Cessie dapat dikatakan sebagai Kreditor dari Debitor yang dimohonkan pailit? 2. Setelah penyerahan itu diberitahukan kepada Debitor, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. (pasal 613 ayat (2) KUHPdt). 3. Bagaimana apabila setelah tenggang waktu 270 hari tersebut habis, para pihak baik Debitor maupun Kreditor, masih minta waktu perpanjangan dalam rangka perdamaian. 3. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah menentukan secara tegas tenggang waktu tersebut, dan tidak dapat diperpanjang lagi dengan alasan apapun. (Pasal 228 ayat 6 UU No. 37 Tahun 2004, Penundaan kewajiban pembayaran utang tetap, tidak boleh melebihi 270 hari). 151

4. Apabila tuntutan hukum terhadap Debitor adalah tuntutan pekerja/para pekerja perusahaan Debitor tentang perselisihan hak atau perselisihan PHK di PHI sedang berjalan, apakah tuntutan/perkara di PHI tersebut gugur dengan diajukan diajukannya permohonan pernyataan pailit ? sebab apabila dalam rapat verivikasi terjadi perbedaan perhitungan mengenai besarnya tuntutan hak para pekerja/kewajiban Perusahaan (Debitor) (mengingat di PHI sedang dimasalahkan mengenai perselisihan hak atau perselisihan PHK), dan Hakim Pengawas tidak dapat menyelesaikannya, maka masalah tersebut harus diputus oleh Majelis Hakim pemutus melalui mekanisme Renvoi Proses/prosedur. Karena Hakim Niaga tidak berwenang memutuskan mengenai perselisihan hak dan PHK, maka akan menyatakan dalam putusannya tidak berwenang, dan menyatakan PHI yang berwenang. Sehingga perselisihan tersebut akan diajukan kembali ke PHI. 4.Penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada Pengadilan Hubungan Industrial sebelum adanya putusan pernyataan pailit, tetap dilanjutkan sampai Hakim menjatuhkan putusan. Apabila putusan PHI diucapkan sebelum putusan Pailit maka hasil putusan PHI diajukan dalam rapat verifikasi. 5. Apakah setiap permohonan untuk menunjuk TIM KURATOR harus dikabulkan di dalam permohonan pernyataan pailit. 5.Tidak. Jika perkara pailit tersebut sederhana, tidak sulit, harta pailit dan jumlah Kreditor tidak banyak, karena fee kurator 152

dibebankan kepada harta pailit. Lagi pula yang dimaksud Kurator dalam undangundang kepailitan adalah Balai Harta Peninggalan dan orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan. Penambahan Kurator dapat diajukan di dalam rapat Kreditor berdasarkan Pasal 71 ayat (1) dan (2 UUKepailitan. Apabila di dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit terdapat kesulitan atau terdapat banyak Kreditor atau Debitor tidak kooperatif di dalam memberikan keterangan tentang harta pailit, maka penambahan Kurator dapat dilakukan berdasarkan permohonan kurator, permintaan Debitor atau usul Hakim Pengawas. (kasuistis). 6. Bagaimana Amar putusan Kasasi dalam hal mengabulkan permohonan Pernyataan Pailit? 6. Mengabulkan permohonan Kasasi.. Membatalkan Putusan PN Niaga.... Mengadili Sendiri Mengabulkan permohonan pernyataan Pailit tersebut Menyatakan Debitur Pailit dengan segala akibatnya Memerintahkan Ketua PN Niaga untuk menunjuk Kurator dan Hakim Pengawas yang terdapat pada PN Niaga ..... tersebut. 7. Apakah badan hukum yang dalam proses likuidasi dapat dipailitkan ? 7. Dapat. Apabila Likuidator belum selesai melakukan pemberesan atau dengan kata lain perseroan masih dalam proses pemberesan (dalam likuidasi) maka badan hukum tersebut masih ada, sehingga badan hukum dalam likuidasi masih dapat dimohonkan pailit. 153

8. Apakah kantor Pajak adalah Kreditor yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit? 8. Termasuk Kreditor Karena ada kewajiban yang harus dibayarkan oleh Debitor. Apabila pada waktu verifikasi mengajukan hak tagihnya kepada kurator. 9. Apakah penjualan asset pailit melalui lelang umum harus dengan Penetapan Hakim Pengawas ? 9. Tidak perlu Penetapan Karena berdasarkan Pasal 185 ayat (2) UU Kepailitan, Penetapan Hakim Pengawas hanya untuk penjualan di bawah tangan. 10. Bagaimana mekanisme pelaksanaan permohonan Gijzeling dalam Kepailitan? 10. Sampai saat ini belum dapat dilaksanakan, oleh karena belum ada Peraturan Pelaksanaannya, dalam hal biaya, prosedur dan kerjasama dengan instansi terkait. 11. Apakah Kurator dapat melakukan penyitaan harta Debitor tanpa ada Penetapan penyitaan dari Pengadilan Niaga? 11. Dapat. Karena pailit pada dasarnya adalah merupakan sita umum, sehingga tidak diperlukan lagi Penetapan dari pengadilan. 12. Apakah syarat adanya Kreditor kedua cukup dibuktikan dengan Neraca/Laporan keuangan dari Termohon pailit, yang sudah diaudit maupun yang belum ? 12. Tidak cukup Kreditor kedua harus dibuktikan dengan bukti surat (loan agreement) atau saksi (Kreditor kedua hadir), kecuali diakui oleh Debitor. 154

13. Apakah secured Kreditor berhak mengajukan permohonan pailit ? 13. Secured Kreditor dapat mengajukan permohonan pailit dengan kehilangan kedudukannya sebagai kreditor separatis. 14. Apakah Kurator berhak mewakili pemegang saham yang sudah pailit untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS? 14. Dalam UU PT tegas-tegas tidak memisahkan hak yang melekat pada seorang pemegang saham dari kepemilikan saham karena yang berhak adalah pemegang saham, tetapi yang menjual sahamnya adalah Kurator, bukan pemegang saham. 15. Apakah pembagian asset pailit yang sudah terjual memerlukan Penetapan Majelis pemutus ? 15. Tidak perlu. 16. Apa saja yang termasuk biaya kepailitan? Bagaimana menentukan imbalan jasa Kurator? Bagaimana apabila Kurator lebih dari satu orang ? 16. Belum ada aturan yang pasti untuk menghitung biaya kepalitan dan imbalan jasa Kurator, meskipun sudah ada Kep.Men.Keh.RI No.M.09-HT.05.10 Tahun 1998 tentang besarnya imbalan jasa Kurator. Hakim Pengawas perlu mempertimbangkan apakah besarnya imbalan jasa Kurator yang diajukan tersebut wajar. Keputusan Menteri tersebut tidak sesuai dengan pasal 17 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 . Usul : Revisi Kep.Men.Keh.RI No.M.09155

HT.05.10 Tahun 1998 supaya menentukan nilai maksimal (nilai kewajaran fee profesi) Meskipun Kurator lebih dari 1 (satu) orang, jasa Kurator tetap dibayar untuk 1 (satu ) orang. 17. Apakah dalam PKPU, Pengurus yang memerlukan keterangan saksi atau ahli harus berbentuk ‘permohonan’ kepada Hakim Pengawas ? 17. Tata cara pemanggilan saksi atau ahli tetap mengacu pada HIR. 18. Siapakah yang melakukan pemanggilan Kreditor lain untuk menghadiri sidang permohonan pailit, pengadilan atau Pemohon pailit ? 18. Yang harus melakukan pemanggilan adalah Pemohon pailit, oleh karena Kreditor lain merupakan bagian pembuktian dari Pemohon pailit. 19. Dimana diajukan gugatan terhadap Kurator yang melakukan kelalaian/kesalahan atau kerugian dalam melaksanakan tugas pengurusan atau pemberesan ? 19. Gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga di wilayah hukum Kurator bertempat tinggal. 20. Dapatkah pembuktian secara materiil diterapkan dalam menghadapi permohonan pailit yang diajukan oleh Debitor ? 20. Hakim harus berhati-hati apabila menghadapi permohonan pailit yang diajukan oleh Debitor, sehingga Hakim harus aktif dengan memanggil Kreditor-Kreditor lain yang disebut dalam permohonan tersebut. 156

21. Apakah PT dapat dipailitkan atas utang yang dibuat oleh Direktur yang melanggar AD/ART ? 21. PT tidak dapat dipailitkan 22. Bagaimanakah apabila Debitor menolak pembayaran fee Kurator, setelah permohonan pailit ditolak di tingkat Kasasi dan PK ? 22. Kurator dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada Pengadilan Negeri. 23. Debitor pailit sebagai Penggugat di perkara perdata dalam tingkat banding. Apabila terhadap perkara perdata tersebut hendak diajukan permohonan Kasasi, siapakah yang berhak mengajukan kasasi ? Bahwa undang-undang kepailitan sendiri telah menentukan bahwa terhadap perkara PKPU baik PKPU sementara maupun PKPU tetap tidak ada upaya hukum, hal ini dapat dilihat pada: - Pasal 235 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa terhadap putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak dapat diajukan upaya hukum apapun. - Pasal 290 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa Apabila Pengadilan telah menyatakan Debitor Pailit maka terhadap putusan pernyataan pailit tersebut berlaku ketentuan tentang kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Bab II, kecuali Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 13‖. 157

- Sudah beberapa perkara semacam ini diteruskan kepada Majelis Hakim Kasasi maupun Peninjauan Kembali, perkara tersebut diputus dengan berbagai amar, ada yang menolak dalam arti menyatakan tidak dapat diterima, akan tetapi ada juga yang menerima permohonan kasasi dan mengabulkan permohonan kasasi. - Hal ini menimbulkan disparitas putusan. 23. Begitu debitor dinyatakan pailit maka kurator akan mewakili debitor sebagai penggugat. 24. Bahwa undang-undang kepailitan sendiri telah menentukan bahwa terhadap perkara PKPU baik PKPU sementara maupun PKPU tetap tidak ada upaya hukum, hal ini dapat dilihat pada: - Pasal 235 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa ‖terhadap putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak dapat diajukan upaya hukum apapun‖. - Pasal 290 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa ‖Apabila Pengadilan telah menyatakan Debitor Pailit maka terhadap putusan pernyataan pailit tersebut berlaku ketentuan tentang kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Bab II, kecuali Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 13‖. - Sudah beberapa perkara semacam ini diteruskan kepada Majelis Hakim Kasasi maupun Peninjauan Kembali, perkara tersebut 158

diputus dengan berbagai amar, ada yang menolak dalam arti menyatakan tidak dapat diterima, akan tetapi ada juga yang menerima permohonan kasasi dan mengabulkan permohonan kasasi. - Hal ini menimbulkan disparitas putusan. 24. Putusan PKPU berdasarkan pasal 235 tidak dapat diajukan upaya hukum apapun. Sedangkan upaya hukum terhadap putusan Pailit berdasarkan atas PKPU sebagaimana dimaksud dalam pasal 290 tetap diterima pendaftarannya dan perkara diteruskan kepada Majelis Hakim. 25. Apakah Sub kamar Perdata Khusus dapat menyepakati kriteria atau parameter dari terbukti sederhana? 25. Lihat penjelasan Pasal 8 ayat 4 UU No. 37 Tahun 2004. Parameternya adalah pada waktu pembuktian adanya hutang. 26. Apakah pemegang Hak Tanggungan dpt mengajukan permohonan pailit terhadap Debitur pemegang Hak Tanggungan ? Mengingat kreditur mestinya dapat menggunakan hak istimewanya yaitu mengambil pelunasan hutang melalui penjualan objek Hak Tanggungan. 26. Pemegang Hak Tanggungan dapat mengajukan permohononan pailit karena dia juga sebagai kreditor sebagaimana penjelasan Pasal 2 ayat 1UU No. 37 Tahun 2004. 27. Bahwa di dalam UU Kepailitan No. 37 Th 2004 tdk mengatur mengenai eksepsi, tetapi faktanya ada judex facti yg mengabulkan perihal Eksepsi, krn dalam Undang-undang 159

tersebut sdh menentukan fakta yang harus dibuktikan haruslah sederhana (Ps 8 ayat 4), dengan demikian kalau para pihak mengajukan Eksepsi, perkara tersebut mestinya diterjemahkan menjadi tidak sederhana. 27. Dalam UU Kepailitan tidak mengenal adanya eksepsi, kecuali eksepsi mengenai kewenangan mengadili. 28. Bahwa ada Judex Facti dalam amarnya ‘Mengabulkan Pailit sebagian’ kalau menyatakan pailit mengapa sebagian dan bagian mana yang dipailitkan dan bagian mana yang tidak dipailitkan ? 28. Terhadap permohonan pernyataan pailit amar putusannya hanya berisi kabul atau tolak. Sehingga tidak ada amar yang berbunyi kabul sebagian. 29. Dalam hal pembagian harta pailit disamping kreditur konkuren terdapat hutang pajak dan gaji buruh mana hak yang didahulukan antara pajak dan buruh ? 29. ketika budel pailit tidak cukup dibagi rata maka dibagi berdasarkan perimbangan dan proporsional. 30. Ketika perkara diperiksa di Pengadilan debitor membayar utang salah satu kreditor sehingga kreditor tinggal 1 (satu). Apakah dalam keadaan demikian debitor dapat dinyatakan pailit ? sesuai pasal 1 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU ? 30. Tidak memenuhi syarat Pasal 2 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004. 160

31. Apakah dalam suatu perikatan yang memuat klausula arbitrase dapat diajukan permohonan pernyataan pailit mana yang harus lebih dahulu diajukan? 31. Berdasar pasal 303 UU No 37 Tahun 2004 Kreditor bisa mengajukan permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga. 32. Apabila perkara di PHI sedang berjalan terhadap debitor mengenai perselisihan hak debitor dinyatakan pailit. Apakah perkara PHI gugur (pasal 29) atau diteruskan ? 32. Berdasar Pasal 29 UU No 37 Tahun 2004 terhadap perkara PHI tersebut harus dinyatakan gugur.

SEMA Nomor 4 Tahun 2014 Upaya hukum terhadap putusan PKPU Dalam hal ada upaya hukum terhadap putusan PKPU baik dikabulkan maupun ditolak Terhadap putusan PKPU tidak ada upaya hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 235 dan Pasal 293 Undang-Undang Nomo 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

SEMA Nomor 03 Tahun 2015 a. Dalam hal amar putusan kasasi/PK yang mengabulkan permohonan pernyataan pailit, Majelis Hakim Kasasi/PK menunjuk kurator sesuai dengan permohonan pemohon dan memerintahkan Ketua Pengadilan Niaga untuk menunjuk Hakim Pengawas. b. Tidak ada upaya hukum apapun terhadap : 1) Putusan PKPU Sementara (Pasal 235) 2) Putusan PKPU Tetap (Pasal 235) 3) Putusan PKPU Tetap tidak disetujui oleh 161

c.

d.

e.

f.

Kreditur, kemudian Debitur dinyatakan Pailit (Pasal 290) 4) Putusan Penolakan Perdamaian Dalam PKPU (Pasal 285 ayat (4)) 5) Putusan atas pemohonan Rehabilitasi terhadap Debitor (ahli waris) setelah berakhirnya Kepailitan (Pasal 220) Jika terhadap putusan kepailitan/PKPU yang tidak tersedia upaya hukum apapun sebagaimana dimaksud dalam huruf A diatas tetap diajukan ke MA, maka isi amar putusan adalah TIDAK DAPAT DITERIMA. Gugatan pembatalan terhadap merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain untuk barang atau jasa yang tidak sejenis maka amar putusan adalah GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA. Sesuai dengan prinsip legistik, ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek belum berlaku efektif, karena Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal tersebut belum diundangkan. Dalam hal terjadi PHK terhadap pekerja/buruh karena alasan melakukan kesalahan berat ex Pasal 158 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasca Putusan MK Nomor 012 /PUU-I/2003 tanggal 28 Oktober 2004, maka PHK dapat dilakukan tanpa harusmenunggu putusan pidana berkekuatan hukum tetap (BHT). Pasca Putusan MK Nomor 37/PUU-IX/2011, tertanggal 19 September 2011 terkait dengan upah proses maka isi amar putusan adalah MENGHUKUM PENGUSAHA MEMBAYAR UPAH PROSES SELAMA 6 BULAN. Kelebihan waktu dalam proses PHI sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang 162

Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bukan lagi menjadi tanggung jawab para pihak. g. Dalam hal terjadi perkawinan yang dilakukan di luar negeri yang tidak dicatat kan di kantor pencatat perkawinan di Indonesia, maka perkawinan itu dianggap tidak pernah ada.

SEMA Nomor 2 Tahun 2019 Titik Singgung Perselisihan Hubungan Industrial dengan Kepailitan Permohonan pailit terhadap perusahaan yang tidak membayar hak pekerja hanya dapat diajukan jika hak pekerja tersebut telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang telah berkekuatan hukum tetap dan telah dilakukan proses eksekusi sekurang-kurangnya pada tahap teguran aanmaning yang kedua oleh Ketua Pengadilan Negeri serta hak pekerja yang belum dibayar tersebut dianggap sebagai satu utang sesuai dengan ketentuan peraturan Perundangundangan. 2. Yurisprudensi : Yurisprudensi : Putusan MA No. 010K/N/2000 Dalam hal adanya penjamin dan selaku penjamin yang telah melepaskan hak-hak istimewanya yang diberikan oleh undangundang, maka kreditur dapat memilih apakah akan menagih hutangnya kepada debitur asli atau kepada penjamin Yurisprudensi : Putusan MA No. 013K/N/2000 Dalam hal penentuan jumlah seluruh utang pemohon kasasi, dapat ditentukan dengan pasti dalam proses pencocokan piutang-piutang pada 163

rapat verifikasi dan bila ada saling perbedaan dalam rapat verifikasi yang tidak dapat didamaikan oleh hakim pengawas, maka akan ditempuh prosedur renvoi ke majelis hakim Pengadilan Niaga Yurisprudensi : Putusan MA No. 012PK/N/2001 Bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 256 ayat(1) undang-undang nomor 4 tahun 1998, rencana perdamaian dapat diterima apabila disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) kreditur konkuren yang haknya diakui oleh yang hadir pada rapat permusyawaratan Yurisprudensi : Putusan MA No. 030PK/N/2001 Bahwa dengan diasuransikannya utang debitur yang telah dijamin oleh termohon pailit melalui asuransi kredit eksport maka sesuai dengan ketentuan pasal 12, 4, 1 dan 13 perjanjian kredit yang bersangkutan perlu dibuktikan apakah perjanjian asuransi tersebut telah terpenuhi dan sampai sejauh mana tanggung jawabnya, proses mana membuat pembuktian dalam permohonan pailit a quo menjadi kompleks dan rumit Yurisprudensi : Putusan MA No. 03PK/N/2002 Bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 1917 BW yang menyatakan bahwa suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (BHT), mempunyai bukti yang kuat, maka berdasarkan putusan pailit tersebut, termohon peninjauan kembali (PK) harus dinyatakan terbukti mempunyai hutang kepada pemohon PK Yurisprudensi : Putusan MA No. 016PK/N/2002 Bahwa untuk dapat diajukan upaya hukum peninjauan kembali, putusan pengadilan niaga 164

harus memenuhi syarat pasal 82 undang-undang kepailitan, yang menentukan bahwa ketetapanketetapan hakim dalam hal-hal yang mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit, pengadilan memutus dalam tingkat penghabisan. dengan demikian terhadap perkara yang diputus oleh pengadilan niaga dalam rangka pengurusan dan pemberesan harta pailit tidak dapat diajukan upaya hukum kasasu maupun peninjauan kembali (PK) Yurisprudensi : Putusan MA No. 01PK/N/2003 Bahwa sesuai pasal 278 UUK terhadap putusan atas permohonan perdamaian tidak dapat diajukan kasasi, karenanya dalam putusan yang dimohonkan pk tersebut terdapat kesalahan berat dalam penerapan hukum, sehingga putusan tersebut harus dibatalkan Yurisprudensi : Putusan MA No. 01PK/N/2004 Bahwa menurut pasal 82 UU nomor 1/1985 direksi (i.c termohon pailit II), bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan karena itu termohon pailit ii pribadi tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban atas perbuatan yang dilakukannya mewakili termohon pailit I (PT. kawi) didalam atau diluar pengadilan, dengan demikian putusan yang dimohonkan pk harus dibatalkan karena telah melakukan kesalahan berat dalam penerapan hukum (pasal 286 ayat(2)b) UUK Yurisprudensi : Putusan MA No. 09PK/N/2004 Bahwa dari bukti pk 3 (kesejahteraan bersama antara debitur dengan kreditur) dan bukti PK 5d 165

(kuitansi pelunasan pembayaran oleh debitur kepada kreditur) yang baru ditermukan oleh debitur pada tanggal 10 februari 2004, sehingga kreditur tidak lagi menjadi kreditur dari debitur. dengan demikian syarat sekurang-kurangnya mempunyai dua kreditur daru debitur sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat(1) uuk tidak terbukti dan dalam hal ini diketahui pada tahap pemeriksaan kasai maka putusan kasasi akan berbeda Yurisprudensi : Putusan MA No. 011PK/N/2004 Bahwa walaupun pemohon pailit adalah penerima fiducia sebagai kreditur, ia dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit ke pengadilan niaga pada pengadilan negeri jakarta pusat tanpa harus melaksanakan haknya atas jaminan fiducia tersebut, sehingga putusan yang dimohonkan PK harus dibatalkan dan mahkamah agung akan mengadili kembali Yurisprudensi : Putusan MA No. 04PK/N/2005 Bahwa PT. Palysindo (pemohon pk) mengaku mempunyai kewajiban unseconed comunicial papper lebih dari $400.000.000 (empat ratus juta dolar) kepada para kreditur termasuk bppn pengakuan ini menunjukkan bahwa pemohon pk mempunyai lebih dari dua kreditur salah satunya adalah bukti f.c surat bank lippo 11 oktober 2004 dan 23 november 2004 Yurisprudensi : Putusan MA No. 011PK/N/2005 Bahwa berdasarkan bukti P.3 yang diajukan oleh pemohon dihubungkan dengan bukti PK-1 (perjanjian pengalihan piutang akta notaris tanggal 25 februari 2004) yang diajukan oleh pemohon peninjauan kembali/termohon I. 166

terbukti bahwa termohon ii telah mengalihkan piutangnya (cessie) kepada termohon I (lihat pasal 1 perjanjuan pengalihan piutang bukti PK-1)

Yurisprudensi : Putusan MA No. 033K/N/2006 Pengadilan wajib menolak pengesahan perdamaian yang diajukan oleh debitur pailit jika salah satu syarat penolakan berdasarkan pasal 159 ayat(2) undang-undang nomor 37 tahun 2004 telah terpenuhi. dalam kasus ini, syarat yang terpenuhi adalah bahwa pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin karena pembayaran kepada para kreditur hanya dengan saham (penyertaan modal) Yurisprudensi : Putusan MA No. 017K/N/2007 Untuk pembatalan jual beli yang dilakukan oleh seorang debitur pailit, harus dapat dibuktikan bahwa jual beli dilakukan dengan itikad tidak baik untuk merugikan kreditur Yurisprudensi : Putusan MA No. 010PK/N/2007 Dari novum terbukti bahwa utang pemohon PK kepada termohon PK maupun kepada para kreditur lain balum jatuh tempo dan belun dapat ditagih, sehingga belum terpenuhi ketentuan pasal 2 ayat(1) undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang syarat untuk menyatakan pemohon PK pailit Yurisprudensi : Putusan MA No. 018PK/PDT.SUS/ 2007 Pasal 41 uu 37/2004 hanya memungkinkan pembatalan perbuatan hukum debitur pailit yang merugikan kepentingan kreditur yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan 167

Yurisprudensi : Putusan MA No. 118K/PDT.SUS/ 2007 Dengan telah berakhirnya kepailitan termohon (pasal 166 ayat(1) undang-undang 37/2004), maka penentuan pemohon sebagai kreditur dari termohon harus diperiksa dan diputus oleh pengadilan negeri dalam suatu gugatan perdata 3.

Putusan Pilihan : Putusan MA No. 385 K/Pdt.Sus-Pailit/2014 (Pertimbangan halaman 16) - Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dinyatakan bahwa permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Debitor dapat diajukan pula oleh Kreditor yang dapat memperkirakan Debitor yang bersangkutan tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih; - Bahwa semestinya yang lebih mengetahui keadaan dapat tidaknya melanjutkan membayar adalah pihak Debitor sendiri sedangkan pihak Kreditor tidak mungkin mengetahui secara pasti keadaan Debitor yang sebenarnya sehingga apabila pihak Kreditor juga dapat mengajukan permohonan (PKPU) maka seolah-olah lembaga (PKPU) bisa dianggap sebagai jalan pintas bagi Kreditor untuk lebih mudah menjatuhkan pailit Debitor melalui lembaga (PKPU) daripada melalui proses persidangan permohonan pernyataan pailit; - Bahwa oleh karenanya, sebagai tolok ukur bagi Kreditor dalam menentukan Debitor 168

-

-

-

dapat tidaknya melanjutkan pembayaran hutangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih tersebut haruslah berdasarkan financial audit dan analisa keuangan yang dilakukan oleh Pihak Akuntan Publik Independen dan bukan atas pertimbangan subjektif dari pihak Kreditor semata; Bahwa alasan-alasan permohonan kasasi dari PT Golden Spike Energy Indonesia sebagai Pemohon Kasasi pada pokoknya dapat dibenarkan karena terbukti setelah putusan perdamaian dimaksud Pemohon Kasasi pernah membayar hutangnya sebanyak dua kali mengangsur yakni tanggal 28 Pebruari 2013 sebesar USD $ 50.000,00 dan tanggal 5 Juni 2013 sebesar USD $ 50.000,00 dan selain itu, Pemohon Kasasi masih memiliki tagihan atas hasil lifting crude oil dan gas yang mesti dibayar oleh Pertamina kepada Pemohon Kasasi sebesar USD $ 4.150.434,52; Bahwa meskipun Termohon Kasasi selaku Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian tapi sesuai ketentuan dalam Pasal 170 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dan (PKPU), pengadilan juga memiliki kewenangan untuk memberikan kelonggaran kepada Debitor in casu Pemohon Kasasi untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 hari setelah putusan diucapkan dan kelonggaran dimaksud ternyata tidak pernah diberikan oleh pihak Pengadilan; Bahwa oleh karena sebelumnya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) juga tidak didasarkan adanya penilaian dari Akuntan Publik terhadap kemampuan Debitor sekarang sebagai Pemohon Kasasi sedangkan usaha dari 169

Pemohon Kasasi sendiri masih dimungkinkan untuk berkembang dan masih adanya piutang yang dimiliki oleh Pemohon Kasasi di atas serta pihak pengadilan juga belum memberikan kelonggaran seperti diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundangundangan di atas maka perlu diberikan kesempatan bagi Pemohon Kasasi untuk kembali menyelesaikan kewajiban untuk membayar hutang-hutangnya kepada Termohon Kasasi yakni menguatkan Putusan Nomor 63/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 17 Mei 2013 dan menyatakan Perjanjian Perdamaian tanggal 14 Mei 2013 tetap sah dan mengikat Putusan MA No. 704 K/Pdt.Sus/2012 (Pertimbangan halaman 41 ) - Judex Facti telah salah menerapkan hukum, oleh karena apakah benar telah ada utang Termohon kepada Pemohon dalam perkara ini memerlukan pembuktian yang tidak sederhana oleh karena dalil Pemohon tentang adanya utang Termohon kepada Pemohon ternyata dibantah oleh Termohon, sehingga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 ayat (4) tentang Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; - Oleh karena dalam perkara ini tentang kebenaran adanya utang Termohon Pailit kepada Pemohon Pailit memerlukan adanya suatu pembuktian yang rumit, dan tidak sederhana sehingga permohonan pailit dari Pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (4) tersebut di atas sehingga 170

penyelesaiannya harus dilakukan melalui Pengadilan Negeri dan bukan ke Pengadilan Niaga; E.

HAKI 1. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) PERMA No. 6 Tahun 2019 Tentang Perintah Penangguhan Sementara Pasal : 1 ke 7

1 ke 9

15 (1) 15 (3)

Penangguhan sementara adalah penundaan untuk sementara waktu terhadap pengeluaran barang Impor atau Ekspor dari Kawasan Pabean yang diduga merupakan atau berasal dari pelanggaran HKI. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum Kawasan Pabean setempat berada. Penetapan Perintah Penangguhan Sementara bersifat final dan mengikat. Penetapan bukan merupakan objek dalam sengketa Tata Usaha Negara dan praperadilan.

PERMA No. 5 Tahun 2912 Tentang Penetapan Sementara Dasar :

Ketentuan Pasal 49 sd Pasl 52 UU No 31 Tahun 2000 tentang Disain Industri, Pasal 125 sd Pasal 128 UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, Pasal 85 sd Pasal 88 UU No. 15 Tahun 2001 171

tentang Merek dan Pasal 67 sd 70 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. UU tentang ... belum mengatur secara jelas dan rinci tentang syarat-syarat dan proses pengajuan permohonan Penetapan Sementara di Pengadilan Niaga. Pasal : 1 ke 1

1 ke 2

Penetapan Sementara adalah penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan berupa perintah yang harus ditaati semua pihak terkait berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Pemohon terhadap pelanggaran hak atas Disain Industri, Paten, Merek dan Hak Cipta, untuk: a. Mencagah masuknya barang yang diduga melanggar HKI dalam jalur perdagangan. b. Mengamankan dan mencegah penghilangan barang bukti oleh Pelanggar. c. Menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga yang meliuti wilayah hukum terjadinya pelanggaran.

8 (1)

Dalam yhal permohonan dikabulkan, Juru Sita wajib melaksanakan penetapan tersebut sesuai dengan amar penetapan.

14 (2)

Penetapan Sementara tidak dapat diajukan upaya hukum banding, kasasi maupun peninjauan kembali. 172

2. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 1. Merek /Logo/ Kop surat/Emblem badge dan lainnya dari sekolah yang sudah lama dibubarkan tapi masih digunakan oleh Alumninya. Sejauh mana Alumni dapat terus menggunakan Merek/logo/emblem tersebut ? 1. Merek yang dilindungi adalah merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek. (Pasal 3 dan 28 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001). Merek tersebut dapat digunakan sepanjang telah terdaftar menurut ketentuan yang berlaku. 2. Penghapusan pendaftaran Merek menurut Pasal 61 ayat (2) huruf A Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, tentang merek tidak digunakan selama 3 (tiga tahun) berturut-turut. Bagaimana cara menghitung saat pemakaian terakhir ? 2. Penjelasan Pasal 61 ayat (2) menyatakan ―Yang dimaksud dengan ―pemakaian terakhir‖ adalah penggunaan merek tersebut pada produksi barang atau jasa yg diperdagangkan. Saat pemakaian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian sekalipun barang yang bersangkutan masih beredar di masyarakat. (Undang Undang No. 15 Tahun 2001 tidak jelas). Pengaturan di Indonesia hanya menggabungkan ― tidak digunakan selama 3 tahun berturut turut sejak tanggal pendaftarannya atau pemakaian terakhir, “ ditambah dengan Penjelasan Pasal 66, yang dapat menyusahkan dalam praktek pembuktian. 173

(seperti dalam perkara 018 PK/Pdt.Sus/2008 ). Menetapkan suatu merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut turut sejak tanggal pendaftarannya tidak terlalu sulit untuk dibuktikan, dapat dilakukan melalui suatu survey dan pemeriksaan pasar. Menentukan waktu 3 tahun berturut turut sejak pemakaian terakhir amat sulit dan perlu diwaspadai. Studi banding di bawah ini adalah lebih tegas, dan ―pemakaian terakhir‖ dihitung 3 (atau 5) tahun sampai dengan satu bulan sebelum tanggal permohonan pendaftaran pembatalan, kecuali dapat dibuktikan pemilik terdaftar telah/pernah menggunakan produk tersebut dengan itikad baik dalam jangka waktu tsb. UU Singapore mengatur dalam Trademarks Act 1992 tentang ―non-use‖ 5 tahun:...that the appellants‟ registered trademark be expunged from the register for lack of bona vide use for a period of 5 years ending application..( case Swanfu Trading Pte v. Beyer Electrical Enterprises Pte (1994). Hukum Australia senada…. A trademark may also be removed if it has been on the register for a continuous period of 3 years (up to one month before the removal application) and at no time during that period has the registered owner used the trademark in good faith in Australia. (The Trademarks Act 1995,s 92 (4)(b)) Usul : Pasal 61 ayat (2) huruf a UU No. 15 Tahun 2001 tentang ―atau pemakaian terakhir‖ dibaca suatu merek yang tidak digunakan 3 tahun berturutturut dihitung sebelum tanggal permohonan penghapusan pendaftaran merek diajukan. 174

3. Bagaimana proses Legalisasi Dokumen Asing agar dapat diterima sebagai alat Bukti pada peradilan Indonesia? 3. Sertifikat dan dokumen asing sebagai alat Bukti harus memenuhi syarat syarat legalisasi baik di negara asal dan di Indonesia, disamping itu juga harus diterjemahkan oleh seorang penterjemah resmi dan disumpah di RI. Dokumen asing harus dilegalisir oleh Notaris Publik dan disahkan oleh konsul jenderal RI di negara setempat. Berkaitan dengan Pengakuan Hak Merk Terkenal harus diwaspadai jangan terkecoh oleh jumlahnya pendaftaran di berbagai negara. Yang perlu diwaspadai adalah perihal Alat Pembuktian. Dalam perkara no 067/RP & P/PK/Merek /Vll/08l terdapat kekurangan dalam proses Legalisasi Dokumen Asing. Termohon kasasi dalam perkara aquo mengandalkan diri pada Sertifikat Surat Penegasan dari Dewan Promosi Perdagangan Internasional China tertanggal 10 Mei 2007 ,yang menjelaskan bahwa ―dokumen dokumen Penggugat (sekarang Termohon PK) yg berasal dr negara asalnya RRC dan dijadikan bukti dalam perkara aquo telah disesuaikan dengan aslinya dan semua isinya benar serta berlaku‖ … padahal Dewan Promosi Perdagangan Internasional China tidak berkompeten dan tidak berwenang untuk melegalisasi tetang keabsahan suatu Dokumen Otentik yang akan dipergunakan sebagai alat bukti di persidangan di peradilan Indonesia. Disamping ternyata Sertifikat ini juga tidak tercantum dalam daftar bukti P1- P35, dan bukti no 23 ternyata bukan seperti diakuinya sebagai Sertifkat Surat Penegasan tersebut. 175

4. Apakah yang dimaksud dengan itikad tidak baik dalam UU Merek? 4.Lihat Penjelasan Pasal 4 UU No.15 Tahun 2001 5. Apakah gugatan pembatalan Merek terkenal mengharuskan pemilik Merek tersebut mengajukan pendaftaran Mereknya ke Dirjen HaKI? 5.Ya Desain Industri 1. Bagaimana cara menentukan adanya unsur ‘baru’ atau ‘novelty’ dalam suatu desain? 1. Harus dinilai dari unsurunsur Penampakan/Visual Features yg terlihat, bukan pada adanya persamaan pada unsur-unsur Fungsional/Functional features produk tersebut. Mata adalah penilai yang paling tepat untuk memperoleh suatu kesan umum dari objek secara keseluruhan.(The Eye was to be the judge of similarities and differences?. Pengembangan dari suatu desain yang terdaftar dapat dianggap suatu Novelty Scope of Desain Rights/Luas lingkup hak desain: Protecting visual appearance/ proteksi penampakkan visual Must have a distinctive visual appeal/ harus memiliki suatu penampakan tersendiri/khas Design = overall appearance resulting from visual features of the product. If the appearance is not new and distinctive there can be no design right/Penampakan secara menyeluruh sebagai hasil dari unsur unsur penampakan visual dari produk tersebut. Jika Penampakan tidak bersifat Baru dan distinctive/ Khas, maka tidak ada hak Desain (hal. 27 Intelectual Property oleh Jill Mc Keough, Australia, 2004) 176

SEMA Nomor 1 Tahun 2017 Hak Kekayaan Intelektual 1) Gugatm pembatalan merek terkenal dengan alasan iktikad tidak baik secara formil dapat diterima tanpa batas waktu. (vide Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis). 2) Rumusan Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung RI Tahun 2015 sebagaimana tercantum dalam Lampiran SEMA Nomor 3 Tahun 2015 tanggal 29 Desember 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015, pada huruf B angka 2 (d) tentang gugatan pembatalan terhadap merek terkenal yang tidak sejenis dinyatakan tidak berlaku, setelah diundangkannya UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis juncto Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek (vide Pasal 21 ayat (1) huruf c dan ayat (4) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 juncto Pasal 16 ayat (2) huruf c juncto Pasal 19 ayat (2) dan (3) Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016). 3) Terhadap gugatan pembatalan merek yang didaftarkan di pengadilan sebelum tanggal 25 November 2016 tunduk pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek sedangkan terhadap gugatan pembatalan merek yang didaftarkan di pengadilan pada dan/atau setelah tanggal 25 November 2016 tunduk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (vide Pasal 105 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis). 177

4)

Hari kerja (vide Pasal 1 angka 22 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis) digunakan untuk menyelesaikan proses administrasi di Kementerian Hukum dan HAM, sedangkan hari kalender (vide Pasal 85 dan seterusnya Juncto Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016) digunakan untuk menghitung proses peradilan tingkat pertama dan tingkat kasasi/peninjauan kembali.

SEMA Nomor 2 Tahun 2019 Hak Kekayaan Intelektual (HKI) a. Pelanggaran hak siar berbasis teknologi dan informasi dalam perkara hak cipta/hak terkait : 1) Pihak yang menyiarkan program siaran untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di wilayah komersial tanpa izin pemegang hak adalah pelanggaran terhadap Undangundang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, termasuk didalamnya tindakan menyiarkan secara langsung pertunjukan dan pertandingan di lingkungan hotel tanpa izin dari pemegang hak kekayaan intelektual. 2) Besaran ganti rugi diputuskan oleh hakim berdasarkan perincian kerugian dengan mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh oleh pelanggar dan kerugian pemegang hak kekayaan intelektual. b. Pemusnahan/penghancuran terhadap barangbarang hasil pelanggaran di bidang kekayaan intelektual c. Pemusnahan/penghancuran barang-barang hasil pelanggaran di bidang kekayaan intelektual dapat dikabulkan apabila diminta dalam petitum gugatan dan dalam amar putusan disebutkan pemusnahan/penghancuran barang-barang tersebut. 178

3. Yurisprudensi : Yurisprudensi : Putusan MA No. 1405K/SIP/1979 Perkara yang berkenaan dengan penerapan pasal 2 UU merek 1961 tidak hanya termasuk yurisdiksi pengadilan negeri jakarta Yurisprudensi : Putusan MA No. 2981K/PDT/1984 Karena merk "ratu ayu" yang telah didaftarkan pada direktorat patent dan hak cipta dibawah nomor. 167258 belum diumumkan dalam tambahan berita negara RI, gugatan pembatalan pendaftaran merk tersebut tidak dapat diterima Yurisprudensi : Putusan MA No. 294K/PDT/1989 Adanya itikad buruk pihak yang mendaftarkan merek harus dinyatakan dalam suatu putusan tersendiri dan tidak dapat dinyatakan sekaligus dalam putusan pengabulan permohonan pembatalan pendaftaran merek yang bersangkutan. barang-barang yang dilindungi oleh suatu merek adalah barang-barang yang sejenis Yurisprudensi : Putusan MA No. 05PK/N/HaKI/ 2003 Bahwa sesuai dengan pasal 61 ayat(2)b UndangUndang nomor 15 tahun 2001 gugatan penghapusan merek tergugat yang diajukan oleh penggugat dapat dikabulkan, dan menurut pasal 64 ayat(2) dan ayat(3) Undang-Undang nomor 15 tahun 2001, panitera pengadilan harus segera menyampaikan isi putusan ini kepada dirjen haki yang selanjutnya melaksanakan penghapusan merek tergugat dan daftar umum merek dan mengumumkannya dalam berita resmi merek

179

Yurisprudensi : Putusan MA No. 06PK/N/HaKI/ 2004 Bahwa oleh karena tidak terbukti adanya itikad baik dari tergugat dalam pendaftaran merek miliknya tersebut dan dengan demikian merek boncafe dan logo milik tergugat tidak bertentangan dengan ketertiban umum Yurisprudensi : Putusan MA No. 012PK/N/HaKI/ 2005 Bahwa penggugat i secara faktual didirikan oleh sekolah cipta era sejahtera pada tahun 1929 selaku pencipta logo sejahtera yang pendirinya diambil dari mantan pengurus sekolah (mantan kepala sekolah sejahtera) ataupun alumni sekolah cipta era sejahtera dan kepada penggugat i diberikan hak dan izin atas pendirinya Yurisprudensi : Putusan MA No. 016K/N/HAKI/ 2006 Dalam kasus paten proses, pemilik harus menjelaskan secara terperinci pada bagianbagian proses mana yang dilanggar oleh tergugat, agar dapat diperjelas ada tidaknya perbedaan antara paten penggugat dan herbisida milik tergugat Yurisprudensi : Putusan MA No. 010PK/N/HAKI/ 2007 Dalam kasus paten proses, yang melarang pihak lain menggunakan proses produksi yang diberi paten tersebut tanpa persetujuan pemilik (termasuk metode atau penggunaan dari proses tersebut), penggugat (pemilik paten proses) harus menjelaskan secara terperinci pada bagian-bagian proses mana yang dilanggar oleh 180

tergugat, apakah pada proses pembuatan isi, kandungan atau formula, ataukah pada bagian proses penggunaannya, agar dapat diperjelas ada tidaknya perbedaan antara paten penggugat dan herbisida milik tergugat yang telah memperoleh izin dari departemen pertanian republik indonesia. karena hal tersebut tidak diperjelas oleh penggugat dalam gugatannya, maka sudah tepat judex factie menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) 4.

Putusan Pilihan : Putusan MA No. 658 K/PDT.SUS/2012 (Pertimbangan halaman 13 ) - Bahwa “persamaan pada pokoknya” dikenal dalam penyelesaian perkara Merek ; - Bahwa dalam sengketa Hak Cipta, harus diteliti siapa “pencipta terdahulu atau pertama kali” sesuai dengan sistem deklaratif yang dianut dalam hak cipta ; - Bahwa dalam perkara ini antara hak merek milik Tergugat (dilindungi dengan Sertifikat Merek dan hak cipta milik Penggugat dilindungi dengan Sertifikat Hak Cipta), keduanya sama-sama memiliki perlindungan hukum. Masalahnya siapa “pemakai terdahulu/pertama” ? ; - Bahwa Hak Cipta Penggugat baru terdaftar pada tanggal 15 April 2011 sedangkan Merek Tergugat sudah terdaftar sejak tanggal 5 Juni 2000 ; - Bahwa dari fakta di atas memperlihatkan pihak Tergugat lebih dahulu menggunakan Logo N untuk merek dagang NIKITEX ; - Bahwa fakta dan pengakuan Tergugat 181

-

sendiri diuraikan dalam gugatan bahwa Penggugat pada tahun 2011 mulai menggunakan Logo H untuk ciptaan HOKOTEX ; Bahwa hal ini membuktikan bahwa Tergugatlah lebih dahulu yang membuat/ sekaligus menciptakan dan menggunakan Logo N untuk merek NIKITEX ;

Putusan MA No. 392 K/Pdt.Sus-HKI/2013 (Pertimbangan halaman 37 ) - Bahwa keberadaan Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) yang dalam gugatan ini merupakan wadah “Pencipta lagu dan pemusik” dengan tujuan memungut royalti dari kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan “performing” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah tidak diperkenankan karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan yang menerangkan bahwa tujuan Yayasan adalah di bidang Sosial, Keagamaan dan Kemanusiaan; - Bahwa kegiatan Yayasan dibidang sosial meliputi kegiatan pendidikan formal/non formal, rumah sakit, laboratorium, penelitian di bidang ilmu pengetahuan, studi banding, di bidang keagamaan meliputi kegiatan mendirikan sarana ibadah, pemahaman keagamaan, studi banding keagamaan, di bidang kemanusiaan memberi bantuan kepada korban bencana, kepada tuna wisma, fakir miskin, memberi perlindungan konsumen dan lain-lain; - Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan 182

bahwa kegiatan memungut royalti yang dilakukan Yayasan KCI, bertentangan dengan tujuan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang, sehingga Yayasan KCI harus dikategorikan tidak mempunyai legal standing dalam mengajukan gugatan a quo; Putusan MA No. 358 K/Pdt.Sus-HaKI/2013 (Pertimbangan halaman 25 ) - Bahwa dengan digunakannya merek-merek seperti IKS “untuk jenis barang pada kelas yang sama (06)”, termasuk “perbuatan pemakaian merek yang bersifat membingungkan dan dapat mengelabui serta mengacaukan opini dan visual khalayak ramai dikualifikasikan mengandung unsur bad faith (itikad tidak baik) dan unfair competition (persaingan tidak sehat) – lihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 39 K/Pdt/1989 tanggal 24 November 1990; - Bahwa pertimbangan tersebut didasarkan atas huruf yang menonjol adalah KS (bandingkan dengan semua merek Tergugat yang tidak meninggalkan huruf KS); - Sehingga apa yang dilakukan dalam perkara ini oleh Majelis Hakim (Judex Facti), termasuk alasan yang tidak masuk akal dan cenderung dicari-carikan alasan pembenar, karena yang dipermasalahkan hanyalah – adanya titik – sesudah huruf KS, dimana sesudah huruf KS milik Penggugat ada titiknya, sementara dalam merek Tergugat tidak ada titiknya, padahal apabila dibaca (voice) atau huruf yang digunakan adalah yang menonjol huruf KS pada semua merek Tergugat, dengan demikian terdapat 183

-

-

-

“persamaan pada pokoknya”; Bahwa Judex Facti salah menerapkan hukum menolak seluruh gugatan Penggugat padahal Penggugat telah dapat membuktikan dalil gugatannya tentang adanya persamaan pada pokoknya antara merek milik Penggugat yang telah terdaftar lebih dahulu di Depkumham dengan merek milik Tergugat yang didaftar belakangan; Bahwa merek-merek Tergugat/Termohon Kasasi (6 merek menggunakan kata KS pada awal merek) untuk kelas barang 06 mengandung “Similarity in sound and phonetics” dengan merek KS dari Penggugat/Pemohon Kasasi untuk kelas barang 06 yang didaftarkan lebih dahulu (tahun 2004) dibandingkan dengan Tergugat/ Termohon Kasasi yang baru didaftarkan pada tahun 2009, jadi terkandung unsur persamaan pada pokoknya; Bahwa selain itu pada tahun 2010 ada 2 (dua) putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang mengakui Penggugat/ Pemohon Kasasi sebagai pendaftar pertama dari merek KS;

Putusan MA No. 554 K/Pdt.Sus-HKI/2015 (Pertimbangan halaman 12) - Bahwa fakta di persidangan terbukti Tergugat telah melakukan pendaftaran 2(dua) Desain Industri atas nama Tergugat pada tanggal 26 Agustus 2013 dengan judul: - Kemasan Daftar Nomor IDD 0000037751; - Kemasan Daftar Nomor IDD 0000037752; - Bahwa Tergugat mendaftarkan 2(dua) Desain Industri tersebut 13 tahun atau setidak-tidaknya 8 tahun setelah Desain 184

-

Industri tersebut digunakan atau beredar di pasaran, sehingga Desain Industri yang didaftarkan oleh Tergugat tersebut tidak memiliki unsur kebaharuan atau inovasi; Bahwa Penggugat juga sudah mempergunakan 2(dua) Desain Industri tersebut dengan kemasan “Multi Color Bunga” dan kemasan “Kuning Hijau” dan sudah diperdagangkan sejak tahun 2003 atau 2009;

-

-

F.

Bahwa oleh karena Desain Industri tersebut sudah lama beredar dan diperdagangkan maka bukan merupakan Desain Industri yang baru, sehingga sudah menjadi milik umum dan siapapun boleh memakainya, akan tetapi tidak boleh memilikinya; Bahwa dengan demikian maka 2(dua) Desain Industri yang telah didaftarkan oleh Tergugat tersebut harus dinyatakan batal dengan segala akibat hukumnya, dan selanjutnya memerintahkan Kementerian Hukum dan HAM cq. Direktorat Jenderal HKI cq. Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang untuk mencatat pembatalan 2(dua) Desain Industri atas nama Tergugat tersebut;

Perlindungan Konsumen 1. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) PERMA No. 01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengjuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Pasal : 1 ke 1 Pengadilan Negeri adalah pengadilan yang memeriksa perkara keberatan 185

2

Keberatan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK

3 (1)

Keberatan terhadap putusan BPSK dapat diajukan baik oleh Pelaku Usaha dan/atau Konsumen kepada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan hukum konsumen tersebut.

5 (1)

Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak Pelaku Usaha atau Konsumen menerima pemberitahuan putusan BPSK.

6 (2)

Pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan BPSK dan berkas perkara.

6 (3)

Keberatan terhadap putusan BPSK dapat diajukan apabila memenuhi persyaratan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 ...

7 (1)

Konsumen mengajukan permohonan eksekusi atas putusan BPSK yang tidak diajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan hukum konsumen yang bersangkutan atau dalam wilayah hukum BPSK yang mengeluarkan putusan. 186

2. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 1. Keberatan terhadap Keputusan diajukan ke Pengadilan Negeri di tempat BPSK berada. Kapan jangka waktu. Berapa lama disidangkan Pengadilan Negeri sejak keberatan diterima? 1. Ditetapkan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, bahwa keberatan terhadap keputusan BPSK diselesaikan Pengadilan Negeri dalam waktu 21 hari dihitung sejak hari pertama keberatan itu disidangkan, tetapi tidak diatur berapa lama keberatan itu mulai disidangkan sejak diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, karena 21 hari itu tidak akan ada artinya bila saat pendaftaran tidak ditentukan waktu limitnya . 2. Siapa pihak-pihak yang diperiksa dalam perkara keberatan BPSK di Pengadilan Negeri? 2. Yang menjadi pihak yaitu pihak yang mengajukan keberatan: konsumen sebagai Pemohon, bisa juga pelaku usaha – pihak yang diajukan keberatan pihak pelaku usaha atau bisa juga sebaliknya konsumen, tetapi ada kemungkinan yang diajukan adalah BPSK dengan alasan keputusan BPSK tidak taat azas yaitu manfaat, keselamatan konsumen, atau kepastian hukum, yang diajukan baik oleh konsumen maupun oleh pelaku usaha. 3. Tidak disyaratkan bentuk tertentu surat permohonan keberatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri dan demikian juga pembuktian yang diajukan Pemohon. 3. Permohonan keberatan cukup diajukan dengan surat biasa yang ditandatangani oleh 187

Pemohon atau kuasa dengan surat kuasa khusus atau melalui LPKSM yang jelas maksud, tujuan dan alasannya. Pembuktian diajukan seperti pembuktian perkara kontradiktif, bukti tertulisdinazegelen dilafter, demikian juga pihak lawan dapat dimintai keterangan baik oleh Pemohon atau Termohon melalui Pengadilan atas biaya yang bersangkutan. 4. Apakah BPSK dapat diajukan ke Pengadilan Negeri oleh salah satu pihak atas alasan PMH. 4. BPSK dapat diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan atas tindakannya, meskipun badan ini berfungsi untuk membantu upaya menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha karena BPSK itu sendiri bukanlah badan peradilan. 5. BPSK merupakan badan atau institusi alternatif dengan konsumen/produsen untuk menyelesaikan perselisihan mereka selain kepada Peradilan Umum atau ADR. 5. Jika konsumen/pelaku usaha ingin mempercepat mata rantai penyelesaian perselisihan mereka asal sengketa mereka tidak terlalu safisticated, sebaiknya mereka selain kepada Perdilan Umum atau ADR. 6. Apakah perkara keberatan atas keputusan BPSK dapat diajukan PK ke MA setelah upaya kasasi? 6. PK tidak diperkenankan, mengingat ‖semangat dan prinsip‖ yang ada dalam eksistensinya BPSK adalah percepatan proses, disyaratkan dengan pembatasan-pembatasan waktu seperti disebut terdahulu serta alasanalasan perlindungan. 188

7. Sering timbul permasalahan usaha jika keputusan BPSK diajukan keberatan ke Pengadilan Negeri, salah satu pihak enggan untuk menghadap, dalam waktu yang ditentukan tersebut, apakah dapat minta kepada Pengadilan untuk memanggil mereka? 7. BPSK dapat langsung minta bantuan Kepolisian untuk memanggil yang bersangkutan termasuk untuk menghadirkan saksi atau ahli sekalipun. BPSK juga dapat menyampaikan pangaduan bila konsumen/pelaku usaha melakukan tindak pidana dalam bidang perlindungan konsumen dan meminta untuk melakukan tindakan penyidikan. 8. Pasal 56 ayat (2) Undangundang 8 tahun 1999 mengatakan bahwa : Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan tersebut, Bagaimanakah halnya apabila dalam suatu putusan BPSK dimana para pihak hadir yaitu : pelaku usaha dan konsumen pada waktu pembacaan atau pengucapan putusan hadir. Apakah tenggang waktu untuk mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK tersebut, dihitung sejak putusan diucapkan atau sejak putusan tersebut diberitahukan sesuai dengan pasal 56 ayat (2) Undang Undang No. 8 Tahun 1999 8. Berlaku Ketentuan Hukum Acara Perdata 9. Apakah BPSK dapat diajukan ke Pengadilan Negeri oleh salah satu pihak atas alasan PMH. 9. BPSK dapat digugat dalam perkara Perbuatan Melawan Hukum . 189

10. BPSK merupakan badan atau institusi alternatif dengan konsumen/produsen untuk menyelesaikan perselisihan mereka selain kepada Peradilan Umum atau ADR. 10. Ya 3. Putusan Pilihan Putusan MA No. 190 K/Pdt.Sus-BPSK/2016) (Pertimbangan halaman 9 ) Judex Facti telah keliru karena substansi masalah dalam perkara ini adalah mengenai wanprestasi yang merupakan kewenangan peradilan umum, oleh karena itu BPSK tidak mempunyai kewenangan dalam memeriksa perkara ini; Putusan MA No. 107 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 (Pertimbangan halaman 29 ) Bahwa objek sengketa yang diperiksa dan diputus oleh BPSK Kota Pekanbaru pada dasarnya mengenai tindakan Termohon Kasasi tidak memenuhi kewajibannya sebagai penyewa sesuai dengan perjanjian sewa guna usaha sehingga merupakan sengketa ingkar janji bukan sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 8 SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK, oleh karena itu BPSK Kota Pekanbaru tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara ini; Putusan MA No. 98 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 (Pertimbangan halaman 15) - Bahwa sengketa yang terjadi dalam perkara ini adalah tentang penarikan 1 (satu) unit mobil merk Daihatsu Xenia yang telah 190

-

-

dijaminkan secara fidusia oleh Termohon kepada Pemohon dan Termohon telah melakukan penunggakan pembayaran, sehingga telah wanprestasi; Bahwa dengan demikian materi/substansi masalah perkara ini merupakan wewenang Pengadilan Negeri, sehingga harus dinyatakan BPSK tidak berwenang memeriksa dan mengadili sengketa ini; Bahwa oleh karena itu sengketa a quo tidak sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sehingga BPSK tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara a quo;

Putusan MA No. 188 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 (Pertimbangan halaman 17 ) Bahwa ternyata antara Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan dalam perkara a quo, telah terikat dalam perjanjian pembiayaan konsumen, dimana terbukti Termohon Keberatan berpotensi “wanprestasi” terhadap Pemohon Keberatan, sehingga BPSK Kabupaten Batu Bara menjadi tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo, untuk itu putusan Judex Facti tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan; G.

Perselisihan Hubungan Industrial 1. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 sikap Mahkamah Agung dan Pengadilan Hubungan Industrial terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No. 27 dan No. 37 disepakati : 191

Untuk putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUUIX/2011 dan putusanm Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011 dapat diterapkan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 1. Apakah Agen assuransi dan Sopir perusahaan dapat disebut sebagai pekerja sebagaimana dimaksud di dalam UndangUndang No. 2 Tahun 2004. 1. Agen bukan merupakan pekerja sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 karena tidak menerima upah. Sedangkan dalam kasus sopir Perusahaan termasuk lingkup PHI. 2. Jika sengketa perselisihan hubungan industrial diajukan ke Pengadilan Negeri sebagai gugatan perkara perdata bagaimana sikap Pengadilan Negeri? 2. Pengadilan Negeri harus menyatakan diri tidak berwenang mengadili sengketa PHI. 3. Bagaimana bentuk perjanjian kerja yang dapat dijadikan bukti di Pengadilan Hubungan Industrial 3. Perjanjian kerja tersebut bisa tertulis atau lisan. 4. Bagaimana menentukan berakhir masa kerja, jika perjanjian kerja dibuat secara lisan. 4. Berakhirnya masa kerja dapat ditentukan berdasarkan pembuktian kedua belah pihak. 5. Dalam gugatan pemutusan hubungan kerja, bagaimana menentukan kapan hubungan kerja tersebut putus?, bagaimana pula terhadap PHK 192

kolektif. 5. Lihat Pasal 156, 157, 158, 160, 162, 164, 167, 168, 169, 170, 172 UU. NO. 13 Tahun 20035. Lihat Pasal 156, 157, 158, 160, 162, 164, 167, 168, 169, 170, 172 UU. NO. 13 Tahun 2003 6. Dalam menentukan jumlah pembayaran, jenis pembayaran apa saja yang menjadi hak buruh. 6. Pasal 156 7. Bagaimanakah perhitungan tenggang waktu dalam hal penyelesaian perkara PHI dalam tingkat kasasi di Mahkamah Agung. 7. Pasal 110 UU No.2 Tahun 2004 Permohonan Kasasi diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja terhitung sejak putusan dibacakan atau terhitung sejak tanggal menerima salinan putusan Saran memori kasasi diajukan bersama-sama dengan permohonan kasasi. Berkas perkara selambatlambatnya 14 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus disampaikan kepada Ketua Mahkamah Agung.(Pasal 112) Usul: dibuatkan SEMA. 8. Kepada Pengadilan manakah diajukan perlawanan terhadap eksekusi perkara PHI, apakah ke Pengadilan Negeri ataukah Pengadilan Hubungan Industri?, mengingat kewenangan PHI berdasarkan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada pasal 1 butir 1 jo. Pasal 2 adalah mengenai a) Perselisihan hak, b) perselisihan kepentingan, c) perselisihan 193

pemutusan hubungan kerja dan d) perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Sedangkan masalah rekening Bank adalah mengenai sengketa kepemilikan. 8. Pengadilan Negeri 9. Berdasarkan Pasal 58 UU tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ditentukan bahwa dalam proses beracara di PHI pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya yang nilai gugatannya dibawah Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). Bagaimanakah apabila terhadap perkara tersebut diajukan gugatan rekonpensi dengan nilai tuntutan lebih dari Rp.150.000.000,-, apakah dikenakan biaya taukah karena merupakan gugatan rekonpensi yang merupakan penggabungan gugatan, sehingga tidak perlu membayar pula ? 9. Karena merupakan gugatan rekonpensi yang merupakan penggabungan gugatan, biaya perkara dibebankan kepada negara (nilai gugatan dibawah Rp.150.000.000,-) 10. Berdasarkan HIR dan Buku II, pelaksanaan putusan dengan uit voerbaar bij vooraad (UVB) harus diwajibkan kepada pemohon eksekusi untuk membayar uang jaminan. Bagaimanakah pelaksanaan putusan UVB PHI yang diajukan oleh pemohon sebagai pekerja/buruh, apakah harus tetap diwajibkan membayar uang jaminan sebesar nilai amar putusan, mengingat gugatan diajukan secara prodeo karena nilai gugatan di bawah Rp. 150.000.000,- atau diajukan oleh pekerja/buruh yang notabenenya ekonomi lemah (apabila nilai gugatan di atas 194

Rp.150.000.000,-). 10. Untuk melaksanakan putusan uit voerbaar bij vooraad Ketua PHI harus mendapat persetujuan MA. 11. Apakah perhitungan hari kerja hanya diterapkan terhadap proses penyelesaian perkara pada Pengadilan Hubungan Industrial saja, tidak pada pada proses penyelesaian perkara PHI pada tingkat kasasi dan peninjauan kembali? 11. Sepanjang sudah diatur oleh UU No. 2 Tahun 2004 maka diterapkan ketentuan UU tersebut yaitu hari adalah hari kerja. 12. Apakah setiap perkara PHI yang diajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung wajib disertai dengan memori kasasi. 12. Wajib. Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung menentukan: bahwa dalam hal pengajuan permohonan kasasi Pemohon Kasasi WAJIB menyampaikan pula MEMORI KASASI yang memuat alasan-alasannya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah permohonan dimaksud dicatat dalam buku daftar. 13. Apakah bagian Pranata Mahkamah Agung dapat meminta disetorkan biaya perkara kepada Pihak, jika di dalam gugatan tidak dicantumkan nilai gugatan, akan tetapi pada amar putusan PHI ditentukan nilai uang yang harus dibayar oleh Tergugat yang nilainya lebih dari 150 juta. 13. Tidak dapat Karena sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 58 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, nilai uang Rp.150.000.000 ditentukan sebagaimana tercantum di dalam gugatan, bukan di dalam amar putusan. 195

14. Apakah Manager Personalia dan Kepala Cabang suatu PT dapat mewakili perusahaan di dalam persidangan PHI. 14. Dapat. Bilamana Manager personalia dan Kepala Cabang mendapat kuasa dari Direksi. 15. Apakah perusahaan dapat menghadirkan seseorang dari perusahan yang sama dengan pekerja/buruh untuk didengar keterangan sebagai saksi di persidangan? 15. Dapat sesuai dengan ketentuan HIR (Pasal 146). 16. Apakah biaya pendaftaran Perjanjian Bersama pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dikutip per perjanjian atau per kasus, karena satu kasus terdiri dari beberapa perjanjian bersama tergantung berapa pekerja yang terlibat di dalam kasus tersebut. 16. Tidak dipungut biaya kecuali biaya PNBP (PP 53 Tahun 2008) 17. Apakah putusan PHI yang tidak mencantumkan kewarganegaraan pada identitas pihak,batal? 17. Tidak, sepanjang unsurunsur lain dari pasal tersebut sudah dipenuhi.

SEMA Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 163 UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan dan ada pekerja yang tidak bersedia bergabung Karyawan yang tidak bersedia bergabung dengan perusahaan baru, maka karyawan 196

tersebut tetap berhak untuk mendapatkan pesangon. Pasal 163 jo Pasal 156 UU No.13 Tahun 2003. Pasal 96 UU UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Penerapan kadaluwarsa untuk menuntut hak pesangon dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Rumusan Pasal 96 UU 13 Tahun 2003 yang telah di-judicial review berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-X/2012 tanggal 19 September 2013 bukan menerbitkan norma baru. Oleh karenanya dalam memutus kedaluwarsa tidak mengurangi kebebasan hakim untuk mempertimbangkan rasa keadilan berdasarkan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Penerapan Pasal 1979 KUH Perdata (BW) dalam perkara PHI Dalam perkara PHI yang diputus di tingkat Pengadilan Negeri gugatan dinyatakan tidak dapat diterima karena syarat formil tidak terpenuhi, kemudian gugatan diajukan kembali untuk kedua kalinya, apabila dihitung dari putusan dalam gugatan pertama telah lewat waktu satu tahun dan gugatan menjadi kadaluwarsa. Gugatan pertama mengakibatkan daluwarsa tercegah, oleh karenanya tenggang waktu daluwarsa dihitung sejak gugatan pertama berkekuatan hukum tetap 197

SEMA Nomor 04 Tahun 2016 Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) berwenang memeriksa dan memutus perselisihan pemutusan hubungan kerja antara tenaga kerja/pekerja/ pegawai/staf lokal dengan perwakilan Negara asing (Kedutaan Besar, Kuasa Usaha, dan lain-lain) yang ada di Indonesia karena Perwakilan Negara asing adalah pemberi kerja sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu terhadap perjanjian kerja yang dibuat perwakilan Negara asing dengan tenaga kerja/pekerja/pegawai/staf lokal berlaku ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

SEMA Nomor 1 Tahun 2017 Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) 1) a) Tenaga Kerja Asing (TKA) dapat dipekerjakan di Indonesia hanya untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu dengan PKWT. b) Tenaga Kerja Asing (TKA) yang dilindungi hanya Tenaga Kerja Asing (TKA) yang telah memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). c) Tenaga Kerja Asing (TKA) yang jangka waktu IMTA-nya telah berakhir namun PKWT nya masih berlaku, sisa waktu PKWT tidak lagi mendapat perlindungan hukum. 2) Perselisihan mengenai pembatalan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat oleh Serikat Pekerja/ Serikat Bur uh (SP /SB) dengan Pengusaha (Pemberi Kerja) ter masuk dalam penger tian per selisihan hak yang merupakan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), (vide Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial). 198

SEMA Nomor 3 Tahun 2018 1) Hak Pekerja atas Upah Proses Dalam hal terjadi perubahan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Terentu (PKWTT), pekerja tidak berhak atas Upah Proses apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 2) Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) yang memuat dalil Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Posita gugatan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) yang memuat dalil Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tidak menyebabkan gugatan PHI menjadi kabur (obscuur libel) sepanjang dalam posita dan petitum menitikberatkan pada alasan Perselisihan Hubungan Industrial. 3) Upaya hukum perkara Perselisihan Hubungan Industrial Putusan Pengadilan Hubungan Industrial dalam perkara perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap, sedangkan putusan mengenai perselisihan hak dan perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja dapat diajukan kasasi sebagai upaya hukum terakhir sesuai Pasal 56, Pasal 57, Pasal 109, dan Pasal 110, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial, sehingga dalam perkara Perselisihan Hubungan Industrial tidak ada upaya hukum Peninjauan Kembali.

199

3. Putusan Pilihan Putusan MA No. 676 K/Pdt.Sus/2012 (Pertimbangan halaman 11) - Bahwa judex facti telah salah yang pada pokoknya membenarkan kebijakan perusahaan/Termohon Kasasi dalam rangka mengatasi PHK/kesulitan perusahaan menempuh dua cara yaitu: sebagian karyawan tetap bekerja dipotong upahnya dan sebagian dirumahkan dengan tidak mendapat upah sama sekali; - Bahwa sesuai pasal 151 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 semua usaha mengatasi PHK/kesulitan maka Pengusaha harus merundingkan dengan serikat pekerja atau pekerja, namun ternyata Termohon Kasasi tidak merundingkan dengan Pemohon Kasasi sehingga opsi merumahkan Pemohon Kasasi bertentangan dengan ketentuan Pasal 151 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003; - Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas serta mempertimbangkan dalam gugatan Penggugat memohon putusan yang seadiladilnya maka mengingat Pasal 155 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 yang mewajibkan Pengusaha tetap membayar upah dan hak-hak lain yang biasa diterima dan mengingat selama Pemohon Kasasi selama dirumahkan tidak mengeluarkan ongkos-ongkos untuk bekerja maka patut dan adil Pemohon Kasasi diberi upah selama dirumahkan dan THR sebesar 50% (lima puluh persen)

200

Putusan MA No. 378 K/Pdt.Sus-BPSK/2013 (Pertimbangan halaman 17 ) - Bahwa para pihak di dalam Surat Perjanjian Pembiayaan Konsumen telah bersepakat memilih Pengadilan Negeri Jakarta Selatan apabila timbul perselisihan. Oleh karenanya klausula pemilihan forum ini harus ditaati karena perjanjian adalah mengikat para pihak yang membuatnya. Klausula pemilihan forum tidak termasuk klausula yang dilarang dalam hubungan konsumen dan produsen. Oleh karenanya tidak ada alasan hukum untuk menyimpangi klausula pemilihan forum itu; - Bahwa di samping itu perkara a quo adalah kasus perdata murni yaitu wanprestasi dan bukan sengketa konsumen (vide Pasal 1 angka 8 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPPP/Kep/ 12/2001), dan Penggugat/Termohon Keberatan bukan konsumen vide Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tersebut karena itu seharusnya Penggugat/Termohon Keberatan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan bukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Kosumen; Putusan MA No. 687 K/Pdt.Sus-PHI/2014 (Pertimbangan halaman 19) - Bahwa Judex Facti tidak mempertimbangkan bukti T.II.1 sekalipun copy, namun telah dibenarkan oleh saksi Penggugat dan Tergugat, yang pada pokoknya setelah mogok ada kesepakatan bersama yang berlaku sebagai Perjanjian Bersama (PB) 201

-

-

yang isinya hanya menyangkut sanksi mogok yang dilakukan Para Tergugat, namun tidak ada kesepakatan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK); Bahwa Judex Facti tidak mempertimbangkan bahwa tindakan mogok yang dilakukan oleh Tergugat II/Pemohon Kasasi tidak dalam kapasitas sebagai pribadi, melainkan dalam kapasitas sebagai Sekretaris Serikat Pekerja, karenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. Pasal 27 dan Nomor 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 harus mendapat perlindungan dari tindakan pemutusan hubungan kerja, sehingga Putusan Judex Facti yang mem-PHK Tergugat II harus dinyatakan batal; Bahwa sesuai pertimbangan Judex Facti, mogok kerja yang dilakukan oleh Tergugat II dan kawan-kawan dinyatakan tidak sah, karenanya sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (1) Kepmentakertrans Nomor 232/Men/2003 Penggugat dikualifikasikan mangkir;

Putusan MA No. 766 K/Pdt.Sus-PHI/2014 (Pertimbangan halaman 12 ) - Judex Facti dalam pertimbangan menyatakan bahwa panggilan pekerja (T3 & T4) Surat Panggilan tanggal 15 Desember 2012 dan 18 Desember 2012 tidak dapat dibuktikan oleh Tergugat bahwa Penggugat menerima surat panggilan yang dimaksud; - Pekerja sendiri mengenai surat panggilan kerja tidak dilihat dalam hal mana tidak dapat dibuktikannya; - Oleh karena pekerja sudah 2 kali dipanggil akan tetapi tetap tidak hadir bekerja, maka 202

-

-

sesuai Pasal 168 Undang-Undang 13 Tahun 2003 maka pekerja dianggap mengundurkan diri oleh karena pekerja mengundurkan diri maka pekerja hanya diberi uang pisah sesuai Kep Men 78/tahun 2001 (9 x Rp1375.000,00x 15%) = Rp1.856250,00 Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Pimpinan PT. Citra Robin Sarana tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini; Menimbang, bahwa oleh karena nilai gugatan dalam perkara ini di bawah Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah), sebagaimana ditentukan dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, maka biaya perkara dalam tingkat kasasi ini dibebankan kepada Negara;

Putusan MA No. 602 K/Pdt.Sus-PHI/2016 (Pertimbangan halaman 51) - Bahwa Para Penggugat/Para Pemohon Kasasi sebagaimana telah benar dipertimbangkan Judex Facti melanggar pedoman kebijakan personalia, peraturan perusahaan yang berlaku untuk Staff, SR, Manager, SR Manager dari Tergugat/Termohon Kasasi, karena pernah meminjamkan uang, menerima uang dan uang terimakasih dari Suyanto dan Anto Galan/Kontraktor; - Bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Para 203

-

Penggugat/Para Pemohon Kasasi dengan jumlah uang paling banyak dan tidak lebih dari Rp20.000.000,00 bertujuan untuk kelancaran pekerjaan kebun, sebagaimana surat pernyataan Para Penggugat/Para Pemohon Kasasi; Bahwa ketentuan pelanggaran a quo jika dihubungkan dengan isi kesalahan berat eks Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang telah dinyatakan tidak berlaku oleh putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia secara kualitas tidak terkandung bobot kesalahan yang setara, maka walaupun sudah diatur dalam peraturan perusahaan tidak serta merta dapat diterapkan dengan konpensasi yang sama dengan kesalahan berat, lagipula dari alat bukti Para Penggugat/Para Pemohon Kasasi tidak pernah dikenai surat peringatan-surat peringatan, sehingga dalam perselisihan ini adil pemutusan hubungan kerja terhadap Para Penggugat/Para Pemohon Kasasi dengan kualifikasi pelanggaran PP sesuai maksud Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yaitu 1 kali Uang Pesangon (UP), Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), dan Uang Penggantian Hak (UPH);

204

H.

Sengketa Komisi Pengawas Persaingan Usaha 1. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) PERMA No. 3 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Pasal : 1 ke 1

3

4 (1)

14 (1)

14 (2)

15

Keberatan adalah permohonan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri yang idajukan oleh terlapor yang tidak menerima putusan KPPU. Putusan atau penetapan KPPU mengenai pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 ... tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana ... Keberatan diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung setelah tanggal putusan KPPU ... Putusan KPPU baik yang .... telah berkekuatan hukum tetap, harus dilaksanakan secara sukarela oleh Terlapor paling lambat 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal pembacaan putusan ... Dalam hal terlapor tidak melaksanakan putusan ..., KPPU mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri tempat kedudukan hukum Terlapor. Terhadap putusan keberatan, Terlapor dan/atau KPPU hanya dapat mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung sebagai upaya hukum terakhir. 205

2. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 1. Karena saat ini KPPU tidak mempergunakan kelompok kerja, maka ditugaskanlah staf sekretariat untuk beracara di pengadilan, berupa penugasan dan staf sekretariat mempergunakan surat tugas. Di beberapa Pengadilan, KPPU diminta untuk menyerahkan Surat Kuasa. Bahkan ada juga diminta surat kuasa insidentil. 1. Suatu instansi pemerintah yang akan mengadiri persidangan jika diwakili oleh staf, cukup memberikan Surat Tugas tanpa materai. 2. Dalam perkara keberatan terhadap putusan KPPU, Pemohon disamping mengajukan permohonan keberatan kepada Majelis Hakim, juga mengajukan replik dan duplik. Dasar yang dipakai adalah Pasal 8 PERMA No.03 Tahun 2005 tentang Tata cara pengajuan upaya hukum terhadap putusan KPPU menentukan bahwa ‖kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Mahkamah Agung ini, Hukum Acara Perdata yang berlaku diterapkan pula terhadap Pengadilan Negeri‖. Apakah semua hukum acara perdata perlu diterapkan terhadap persidangan keberatan persaingan usaha? 2. Tidak perlu adanya replik dan duplik, sebab PERMA No.03 Tahun 2005 Pasal 5 ayat (4) menentukan bahwa pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan KPPU dan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

206

3. Apakah perlu pihak lain diajukan sebagai pihak ‘Turut Termohon keberatan’ dalam keberatan, sebab pihak lain tersebut sebagai pihak pada KPPU akan tetapi tidak mengajukan keberatan pada Pengadilan Negeri. 3. Tidak harus ditarik/dijadikan Turut Termohon. Hal ini mengakibatkan semakin lamanya proses Pengadilan, dikarenakan Pengadilan harus mengirimkan relaas panggilan sidang kepada pihak lain yang berdomisili di wilayah hukum yang berbeda, sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama. 4. UU No. 5 Tahun 1999 tidak mengatur adanya PK terhadap perkara persaingan usaha, namun dengan adanya ketentuan Pasal 8 PERMA No. 03 Tahun 2005 dapat menjadi celah untuk pengajuan PK, karena Hukum Acara Perdata yang berlaku memungkinkan adanya PK. Apakah dimungkin PK terhadap putusan perkara persaingan usaha? 4. Terhadap putusan perkara persaingan usaha yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dimungkinkan untuk diajukan upaya hukum luar biasa yaitu PK. 5. Apakah terhadap KPPU dapat diajukan gugatan PMH oleh FSP, dengan dasar gugatan merasa dirugikan oleh KPPU karena KPPU telah mempergunakan laporan yang telah mereka cabut sebagai dasar KPPU untuk memeriksa perkara Temasek. 5. Karena KPPU bukan Hakim, konsekwensinya dapat digugat.

207

6. Apakah Majelis Hakim dapat meminta untuk memeriksa alat bukti yang sebelumnya tidak ada dalam putusan KPPU sebagai pemeriksaan tambahan ? Mengingat ketentuan Pasal 5 ayat (4)?. 6. Dimungkinkan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) PERMA No.03 Tahun 2005. menentukan bahwa dalam hal Majelis Hakim berpendapat perlu pemeriksaan tambahan, maka melalui putusan sela memerintahkan kepada KPPU untuk dilakukan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan tambahan adalah kebutuhan dari Majelis Hakim yang menginginkan suatu permasalahan dalam putusan menjadi lebih jelas dengan melakukan pemeriksaan tambahan. 7. Bagaimana cara penghitungan kembali jangka waktu pemeriksaan hasil Konsolidasi, sebab Pengertian kalimat dihitung kembali masih menimbulkan intrepretasi yang berbeda, ada yang menafsirkan dihitung kembali sebagai meneruskan sisa penghitungan waktu di pengadilan yang ditunjuk dan ada yang menafsirkan dihitung dari awal kembali karena bagaimanapun hal tersebut merupakan perkara yang berbeda dari segi pemohon keberatannya. Perlu penegasan yang lebih jelas mengenai dihitung kembali. 7. Dihitung dari awal lagi. Pasal 5 ayat (6) PERMA 03 Tahun 2005 menentukan dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), jangka waktu pemeriksaan dihitung kembali sejak Majelis Hakim menerima berkas perkara yang dikirim oleh Pengadilan Negeri lain yang tidak ditunjuk oleh Mahkamah Agung. Pasal 4 ayat (4) menyatakan bahwa dalam hal keberatan diajukan oleh lebih dari 1 208

(satu) Pelaku Usaha untuk putusan KPPU yang sama tetapi berbeda tempat kedudukan hukumnya, KPPU dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Mahkamah Agung untuk menunjuk salah satu Pengadilan Negeri disertai usulan Pengadilan mana yang akan memeriksa keberatan tersebut. 8. Bagaimana jika Judex factie memeriksa keberatan perkara KPPU berdasarkan hukum acara perdata yang tidak mengenal bukti petunjuk, melainkan persangkaan ( 163 HIR), sedangkan Pasal 42 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 mengatur salah satu alat bukti yang digunakan KPPU adalah petunjuk? 8. Tidak menjadi permasalahan 9. Apakah setiap dokumen yang yang diajukan sebagai bukti pada pemeriksaan perkara persaingan usaha wajib dibubuhi materai dan leges? mengingat hal tersebut sulit dilakukan karena banyaknya dokumen yang ada. Beberapa pengadilan memerintahkan hanya list dokumen saja yang dibubuhi materai. 9. Tidak perlu 10. Apakah berkas yang diserahkan kepada KPPU adalah berkas asli atau copy. Didasarkan atas pendapat bahwa berkas perkara adalah minute dan milik KPPU, maka yang diserahkan dalam bentuk copy. Namun dikarenakan kendala biaya, waktu dan banyaknya dokumen, KPPU seringkali menyerahkan dokumen perkara dalam bentuk asli, sebagaimana diperoleh selama pemeriksaan di KPPU. 10. Berkas yang diserahkan harus asli 209

11. Apakah dibolehkan penerimaan bukti/ dokumen selamapemeriksaan, dengan alasan memberikan kesempatan kepada pihak pemohon untuk membuktikan dalil-dalil keberatannya, dikarenakan majelis hakim dalam hal ini bertindak sebagai judex factie dengan memeriksa hal-hal materiil yang berkaitan dengan pokok perkara, dan bukan Judex Juris yang hanya memeriksa penerapan hukum. Meskipun beberapa pengadilan yang ditemui masih bersikap abu-abu dengan menyatakan tetap menerima bukti yang diserahkan Pemohon namun tetap mempertimbangkan relevansinya dengan pokok perkara dan dengan berkas perkara yang sudah diserahkan atau bahkan menyatakan menolaknya pada saat dibacakan putusan. 11. Tidak dibolehkan(ditolak). Apabila hakim menganggap perlu dapat diterima melalui pemeriksaan tambahan. 12. Terdapat jeda waktu yang cukup signifikan antara pendaftaran keberatan di PN oleh Pemohon keberatan dan relaas panggilan sidang, mengakibatkan misconclusion bagi KPPU dalam menyusun isi surat permohonan penggabungan perkara. Kendala yang terjadi adalah adanya keberatan di pengadilan negeri lain, setelah terbitnya penetapan MA mengenai penggabungan perkara. Pada sidang pertama keberatan, KPPU seringkali meminta penundaan sidang guna menunggu ada/tidaknya keberatan di pengadilan negeri yang berbeda. 12. Disarankan melakukan pemantauan secara aktif kemungkinan pengajuan keberatan dari beberapa Pengadilan. 210

13. Dalam beberapa perkara ditemui beberapa hakim yang beranggapan jangka waktu pemeriksaan 30 hari adalah terhitung sejak sidang pertama, meskipun belum ditetapkannya penggabungan perkara oleh MA. 13. Perhitungan sejak dimulainya pemeriksaan keberatan. 14. Batas waktu pengajuan keberatan terhadap Putusan KPPU adalah 14 hari setelah putusan dibacakan atau dimuat di website, apakah hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum acara? Bagaimana penunjukan pengadilan negeri untuk proses perkara yang sama dengan domisili yang berbeda berdasarkan ketentuan apa? 14. Penyampaian putusan dalam website adalah sebagai publikasi sedangkan untukproses keberatan tetap mengikuti hukum acara yang berlaku. Jika pengadilan negeri (PN) sebagai domisili perkara yang sama, berbeda untuk masing-masing terlapor, maka penunjukan PN harus mengacu dan tidak boleh menyimpangan dari Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.3 Tahun 2005 15. Pada Pasal 4 ayat 1 dalam Perma No.3 Tahun 2005, tercantum bahwa keberatan diajukan dalam waktu 14 hari. Selanjutnya untuk proses keberatan di PN juga ditentukan waktunya. Apakah hal tersebut dimungkinkan ? 15. Untuk menangani suatu perkara, hakim harus mengetahui subtansinya. Dengan demikian para hakim diminta untuk mempelajari dengan baik meskipun dalam Perma No. 3 Tahun 2005 terdapat ketentuan batas waktu. Pada saat pemeriksaan, hakim 211

diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan tambahan jika diperlukan tetapi juga mengacu pada ketentuan Perma No. 3 Tahun 2005. 16. Bagaimana mengatasi masalah jika terdapat ketentuan bahwa relaas harus disampaikan dalam waktu 3 hari ? Bagaimana jika PN belum memutus perkara tersebut dan apa sanksinya ? 16. Jika memanggil pelaku usaha diluar wilayah kewenangan maka sebelum relaas ketentuan tersebut harus dijalankan. Suatu ketentuan harus diikuti kewenangannya agar prosedur yang dijalankan sah. 17. Apakah dalam perkara Putusan KPPU perlu dilakukan mediasi ? 17. Sebagaimana ketentuan dalam PERMA No.3 Tahun 2005, maka perkara tersebut tidak mengenal mediasi. 18. Bagaimana jika pada saat keberatan diajukan ke Pengadilan Negeri, terdapat bukti baru ? 18. Bukti baru tidak diperbolehkan, Pengadilan Negeri hanya bisa memeriksa berdasarkan bukti dari KPPU (PN keberatan tidak bisa memeriksa bukti-bukti baru lagi), PN bisa meminta KPPU untuk memeriksa bukti baru yang dianggap penting oleh PN keberatan (dikembalikan), PN memutuskan dengan putusan sela jika PN meminta KPPU untuk memeriksa bukti baru.

212

19. Bagaimana melakukan eksekusi putusan KPPU yang ada ganti ruginya (inkracht) ? 19. PN bisa mengeksekusi kalau perlu bisa memakai sita jaminan dan KPPU bisa meminta eksekusi melalui PN. 20. Dalam sidang apakah berhadapan dengan pihak ? 20.Iya, KPPU dan pihak yang berkeberatan. 21. Dalam pemeriksaan apakah kehadiran para pihak adalah wajib ? 21. Dalam proses perkara keberatan yang masuk ke PN, para pihak harus hadir dalam sidang pertama, pihak yang mengajukan keberatan dan KPPU. (Pada proses tersebut tidak ada jawab menjawab, replik duplik karena keterbatasan waktu yaitu 30 hari).

SEMA Nomor 2 Tahun 2019 Sehubungan dengan dicabutnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan KPPU maka Rumusan Hasil Rapat Kamar Perdata Khusus tanggal 19 sampai dengan 21 April 2012 Angka 2, 4, 6, 7, 11, 14, 15, 17 dan 18 dalam Lampiran Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan dinyatakan tidak berlaku sepanjang rumusan 213

tersebut bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2019. I.

Sengketa Informasi Publik (PERMA) PERMA No. 02 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Di Pengadilan Pasal : 1 ke 2

Putusan Komisi Informasi adalah putusan ajudikasi non litigasi yang dikeluarkan oleh Komisi Informasi terkait sengketa antara Badan Publik dan Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik

1 ke 6

Pemohon Informasi adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

2

Penyelesaian sengketa informasi di Pengadilan dilakukan oleh Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara

3

Sesuai dengan Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor l4 Tahun 2008 tentang Keterbukaan lnformasi Publik: a. Pengadilan Negeri berwenang 214

untuk mengadili sengketa yang diajukan oleh Badan Publik selain Badan Publik Negara dan/atau Pemohon Informasi yang meminta informasi kepada Badan Publik selain Badan Publik Negara. b. Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang untuk mengadili sengketa yang diajukan oleh Badan Publik Negara dan/atau Pemohon lnformasi yang meminta informasi kepada Badan Publik Negara 4 (1)

Salah satu atau para pihak yang tidak menerima putusan Komisi Informasi dapat mengajukan keberatan secara tertulis ke Pengadilan yang berwenang

4 (2)

Keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak salinan putusan Komisi Informasi diterima oleh para pihak berdasarkan tanda bukti penerimaan

5 (1)

Setiap keberatan, baik yang diajukan oleh Pemohon informasi maupun Badan Publik diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Badan Publik

5 (2)

Dalam hal keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi namun tempat kedudukan Badan publik tidak berada dalam wilayah hukum Pengadilan tempat kediaman pemohon lnformasi, maka keberatan dapat diajukan ke 215

Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon Informasi untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan

J.

7 (1)

Pemeriksaan dilakukan secara sederhana hanya terhadap Putusan Komisi Informasi, berkas perkara serta pemohonan keberatan dan jawaban atas keberatan tertulis dari para pihak

7 (2)

Pemeriksaan dilakukan tanpa proses mediasi

7 (3)

Pemeriksaan bukti hanya dapat dilakukan atas hal-hal yang dibantah salah satu atau para pihak serta jika ada bukti baru selama dipandang perlu oleh Majelis Hakim

7 (4)

Untuk terangnya suatu perkara, Majelis Hakim dapat memanggil Komisi lnformasi untuk memberikan keterangan apabila diperlukan

9 (2)

Terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung

Perselisihan Partai Politik (SEMA)

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 1. Perselisihan apa saja yang termasuk ke dalam Perselisihan Partai Politik? 1. Lihat penjelasan Pasal 32 ayat (1) UndangUndang No. 2 Tahun 2008. 216

2. Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, sengketa partai politik yang diajukan ke Pengadilan Negeri antara lain sengketa kepengurusan partai, penggantian antara waktu (PAW) anggota DPR dari Partai Politik, melanggar aturan partai, perbuatan melawan hukum dan lain-lain. Bagaimana membedakan perbuatan melawan hukum pada sengketa partai politik dengan perbuatan melawan hukum pada perkara perdata. Hal ini menyangkut kewenangan mengadili Pengadilan Negeri (Perdata). 2. SEMA No 04 Tahun 2003, menentukan bahwa sengketa partai politik adalah perkara yang menyangkut masalah internal dalam tubuh partai terkait yang belum diselesaikan secara musyawarah. Pengadilan Negeri Perkara Perdata harus menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara tersebut secara perdata. Disamping itu SEMA No. 11 Tahun 2008 tentang gugatan yang berkaitan dengan Partai Politik, juga menentukan bahwa gugatan yang berkaitan dengan Partai Politik adalah gugatan yang ditujukan terhadap pejabat/ fungsionaris dalam tubuh partai, berkaitan dengan suratsurat keputusan yang diterbitkannya dalam jangkauan internal kepartaian. 3. Bahwa latar belakang lahirnya SEMA No.4 Tahun 2003 adalah masa Pemilu 2004, yang diperkirakan terjadi meningkatnya kasus-kasus perdata yang berkaitan dengan Pemilu. Apakah SEMA No.4 Tahun 2003 masih relevan dipakai sebagai pedoman/petunjuk Mahkamah Agung kepada para Hakim setelah keluarnya SEMA N0. 11 Tahun 2008 dalam penanganan kasus217

kasus Partai Politik yang diajukan ke Pengadilan. 3. Dengan lahirnya SEMA No. 11 Tahun 2008 maka SEMA No.4 Tahun 2003 dianggap tidak berlaku kecuali ketentuan mengenai konflik internal partai. SEMA Nomor 4 Tahun 2014 Dalam hal putusan dijatuhkan melewati tenggang waktu (60) hari yang ditentukan oleh Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Bahwa putusan sah karena tidak ada ancaman pembatalan terhadap lewatnya tenggang waktu SEMA Nomor 04 Tahun 2016 Perselisihan partai politik akibat ketentuan Pasal 32 ayat (5) dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, sepenuhnya merupakan kewenangan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain. Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir. E.

Pengadilan Pajak (PERMA) PERMA No. 7 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak. Pasal: 3 (1)

Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak diajukan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dengan diantar secara langsung. 218

3 (2)

Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak

6 (1)

Permohonan Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohon atau tipu muslihat ... Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan alasan karena terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan ... dalam jangka waktu waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukannya bukti tertulis baru yang pada hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali berdasarkan alasan : Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus mengabulkan sebagian atau seluruhnya dan menambah Pajak yang harus dibayar; Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya; atau Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.

6 (2)

6 (3)

6 (4)

219

220