Data Loading...

Pedoman TUN Non-Tanah Flipbook PDF

jamdatun_pedoman TUN Non-Tanah


120 Views
79 Downloads
FLIP PDF 1.1MB

DOWNLOAD FLIP

REPORT DMCA

KANTOR PENGACARA NEGARA

KUMPULAN YURISPRUDENSI DAN PUTUSAN PILIHAN PERDATA & TATA USAHA NEGARA

TATA USAHA NEGARA

KHUSUS UNTUK INTERNAL

Quality - Integrity - No Fees

JAKSA AGUNG MUDA BIDANG PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KUMPULAN YURISPRUDENSI DAN PUTUSAN PILIHAN PERDATA & TATA USAHA NEGARA TENTANG TATA USAHA NEGARA NON-TANAH

i

ii

PENGANTAR Buku ‘Kumpulan Yurisprudensi dan Putusan Pilihan di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Tentang Tata Usaha Negara Non-Tanah’ ini disusun sebagai

panduan

bagi

Pengacara

Negara

dalam

pelaksanaan tugas dan fungsinya, baik dalam kegiatan Bantuan Hukum, Hukum,

Pertimbangan Hukum, Pelayanan

Penerangan

Hukum

maupun

Pendampingan

Hukum, dalam rangka memperkuat penguasaan teknis Pengacara Negara untuk memberikan layanan yang berkualitas

dan

kepentingan,

profesional

baik

bagi

instansi

seluruh

pemerintah

pemangku maupun

masyarakat luas. Pedoman materi berisi kumpulan yurisprudensi, SEMA dan putusan Mahkamah Agung pilihan ini menitikberatkan pada pertimbangan Mahkamah Agung dalam pemeriksaan di Tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali. Pedoman

ini

disusun

dengan

mengelompokkan

Yurisprudensi dan pertimbangan putusan sesuai topik permasalahan yaitu meliputi : 1.

Hukum Acara

2.

Kompetensi Absolut

3.

Jangka Waktu dan Kadaluarsa

4.

Faktor Kepentingan dari Penggugat

5.

Putusan dan Alasan Upaya Hukum

iii

6.

Novum

7.

Keterbukaan Informasi Publik

8.

Perijinan

9.

Pemilu / Pilkada

10. TUN Lain

Semoga

Pedoman

materi

ini

dapat

memberi

manfaat.

Jakarta, 17 Agustus 2020

iv

DAFTAR ISI

1.

Pengantar ...........................................................................

iii

2.

Peraturan Mahkamah Agung ...........................................

1

3.

Surat Edaran Mahkamah Agung ......................................

12

4.

Putusan Pilihan Uji Materiil ..............................................

45

a. Hukum Acara ...............................................................

45

b. Kompetensi Absolut ....................................................

25

c. Jangka Waktu dan Kadaluarsa ....................................

27

d. Faktor Kepentingan dari Penggugat ............................

28

e Putusan dan Alasan Upaya Hukum...............................

30

f. Novum .........................................................................

43

g. Keterbukaan Informasi Publik ......................................

47

h. Perijinan ......................................................................

51

i. Pemilu / Pilkada .........................................................

53

j. TUN Lain .....................................................................

57

v

PEDOMAN PENANGANAN PERKARA T.U.N. BERDASAR PUTUSAN M.A. TENTANG T.U.N. 1.

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) PERMA No. 11 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan dan Sengketa Pelanggaran Administrasi Pemilihan. Dasar :

Pasal: 1 ke 12

1 ke 14

Ketentuan Pasal 153 jo 154 UU No. 10 Tahun 2016 dan Ketentuan Pasal 135A ... tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Objek Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan adalah Keputusan KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU Kabupaten/ Kota atau KIP Kabupaten/Kota tentang Penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati atau Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota. Objek Sengketa Pelanggaran Administrasi Pemilihan adalah Keputusan KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota, tentang pembatalan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati atau Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang diambil berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu, sebagaimana dimaksud Pasal 22B dan 135A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. 1

1 ke 15

Pengadilan adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang memeriksa dan memutus Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan yang bersangkutan.

4

Tergugat merupakan KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU Kabupaten/ Kota atau KIP Kabupaten/Kota.

5 (1)

Gugatan sengketa tata usaha negara pemilihan diajukan ke pengadilan di tempat kedudukan tergugat, paling lambat 3 (tiga) hari setelah dikeluarkannya putusan Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota.

8 (4)

Pemeriksaan sengketa tata usaha negara pemilihan tidak melalui proses dismissal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

12 (1)

Majelis hakim memutus sengketa pemilihan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak gugatan dinyatakan lengkap.

13 (1)

Para pihak yang keberatan atas putusan pengadilan sebagaimana dimaksud Pasal 12 ayat (1) dapat mengajukan permohonan kasasi dalam tenggang waktu 5 (lima) hari ...

13 (4)

Termohon kasasi diberikan kesempatan mengajukan jawaban memori kasasi paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak pengiriman memori kasasi. 2

14

Mahkamah Agung berwenang menerima, memeriksa, mengadili dan memutus sengketa pelanggaran administrasi pemilihan.

15 (2)

Termohon merupakan KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota yang menerbitkan Keputusan tentang pembatalan pasang an calon peserta pemilihan sebagaimana dimaksud Pasal 22B dan Pasal 135A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

17

Permohonan diajukan ke Mahkamah Agung paling lambat 3 (tiga) hari sejak ditetapkannya Keputusan KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU Kabupaten/ Kota atau KIP Kabupaten/Kota.

20

Hakim melakukan pengujian keabsahan keputusan tata usaha negara dari aspek kewenangan, prosedur dan/atau substansi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

24

Putusan sengketa pelanggaran administrasi pemilihan umum, bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat diajukan peninjauan kembali.

3

PERMA No.5 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengeta Proses Pemilihan Umum di Pengadilan Tata Usaha Negara. Dasar :

Pasal: 1 ke 8

2 (2)

3 (1)

12

Ketentuan pasal 471 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, memberikan kewenangan PTUN untuk menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan Sengketa Proses Pemilihan Umum. Sengketa Proses Pemilihan Umum adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara pemilihan umum antara partai politik, calon Peserta Pemilu atau calon anggota DPR, DPD, DPRD ... atau bakal calon Presiden dan Wakil Preiden yang tidak lolos verifikasi dengan KPU ,,, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU .... Pengadilan berwenang mengadili Sengketa Proses Pemilihan Umum setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu telah digunakan. Gugatan sengketa proses pemilihan uum diajukan ke pengadilan di tempay kedudukan tergugat, paling lama 5 (lima) hari setelah dibacakan putusan Bawaslu ... Majelis Hakim melakukan pengujian keabsahan keputusan tata usaha negara dari aspek kewenangan, prosedur dan/atau substansi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. 4

13 (5)

Putusan pengadilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat dilakukan upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali.

PERMA No. 2 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan Dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Badan Dan/Atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) Dasar:

Pasal: 1 ke 1

1 ke 4

Bahwa Penjelasan Umum alinea ke 5 (lima) UU No. 30 Tahun 2014 ... menyebutkan warga masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Administrasi Pemerintahan. Bahwa perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) merupakan tindakan pemerintahan sehingga menjadi kewenangan peradilan tata usaha negara ... Tindakan Pemerintahan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Sengketa perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) adalah sengketa yang di dalamnya mengandung tuntutan untuk 5

menyatakan tidak sah dan/atau batal tindakan Pejabat Pemerintahan, atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat beserta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 2 (1)

Perkara Sengketa perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) merupakan kewenangan peradilan tata usaha negara.

3

Warga masyarakat dapat mengajukan Gugatan Tindakan Pemerintahan secara tertulis kepada Pengadilan yang berwenang dengan menyebutkan alasan: a. bertentangan dengan peraturan peundang-undangan; dan b. bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

4 (1)

Gugatan diajukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak Tindakan Pemerintahan dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan Selama Warga Masyarakat menempuh upaya administratif, tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbantar sampai keputusan upaya administratif terkahir diterima.

4 (2)

5 (2)

Dalam hal gugatan dikabulkan, Pengadilan dapat mewajibkan kepada Pejabat Administrasi Pemerintahan untuk: a. melakukan Tindakan Pemerintahan; b. tidak melakukan Tindakan 6

Pemerintahan; dan menghentikan Tindakan Pemerintahan. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disertai pembebanan rehabilitasi dan/atau ganti rugi. Rehabilitasi merupakan pemulihan hak Penggugat dalam keadaan semula sebelum Tindakan Pemerintahan dilakukan. c.

5 (3)

5 (4)

8

Setiap frasa “Keputusan Tata Usaha Negara” dan frasa “Sengketa Tata Usaha Negara” yang tercantum dalam BAB IV UU No. 5 Tahun 1986 ... haruslah dimaknai juga sebagai “Tindakan Pemerintahan” dalam rangka penyelesaian sengketa Tindakan Pemerintahan menurut Peraturan Mahkamah Agung ini.

PERMA No. 4 Tahun 2015 Tentang Pedoman Beracara Dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang Dasar : Ketentuan Pasal 21 UU No. 30 Tahun 2014 ... memutus ada atau tidak ada unsur penyalahugunaan wewenang yang dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Pasal : 1 ke 3

Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara ... adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan ...

7

4

Tindakan Administrasi Pemerintahan ... adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

2 (1)

Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penilaian ada atau tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan sebelum adanya proses pidana. Pengadilan baru berwenang menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penilaian ... setelah adanya hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah.

2 (2)

3

Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang merasa kepentingannya dirugikan oleh hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan dinyatakan ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang.

20 (1)

Pemohon dapat mengajukan pemeriksaan banding terhadap putusan Pengadilan kepada PT TUN.

21 (2)

Putusan PT TUN ... bersifat final dan mengikat. 8

PERMA No. 8 Tahun 2017 Tentang Pedoman Beracara Untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan Dan/Atau Tindakan Badan Hukum Atau Pejabat Pemerintah Dasar: Pasal: 2 (4)

3 (3)

Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2014

Uraian yang menjadi dasar permohonan : a. Kewenangan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 UU Nomor 30 Tahun 2014; b. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon yang merasa kepentingannya dirugikan akibat tidak ditetapkannya Keputusan dan/atau tidak dilakukannya Tindakan ... paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) ... Tidak termasuk objek Permohonan yang dapat diajukan ke Pengadilan, sebagai berikut : a. Permohonan merupakan pelaksanaan dari Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; b. Permohonan terhadap permasalahan hukm yang sudah pernah diajukan gugatan.

9

6

Tenggang waktu pengajuan permohonan guna mendapatkan keputusan dan/atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan, hanya dapat diajukan 90 (sembilan pluh) hari kalender sejak : a. Batas waktu kewajiban ... untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan ... terlampaui; atau b. Setelah 10 (sepuluh) hari kerja permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, jika batas waktu kewajiban ... tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.

10

Pemeriksaan persidangan dilakukan oleh Majelis tanpa melalui proses dismissal maupun pemeriksaan persiapan.

11 (4)

Dalam perkara permohonan guna mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan ...tidak dimungkinkan masuknya pihak ketiga sebagai pihak berperkara atau pihak Intervensi.

18

Putusan Pengadilan dan penerimaan permohonan untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan ...bersifat final dan mengikat.

PERMA No. 6 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif Pasal : 1 ke 4

Tindakan

Administrasi 10

Pemerintahan

1 ke 5

7

yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Sengketa Administrasi Pemerintahan adalah sengketa yang timbul dalam bidang admintrasi pemerintahan antara warga masyarakat dengan badan dan/atau pejabat pemerintahan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan dan/atau tindakan pemerintahan berdasarkan hukum publik Upaya Administratif adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam lingkungan administrasi pemerintahan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan dan/atau tindakan yang merugikan.

2 (1)

Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administratif.

3 (2)

Dalam hal peraturan dasar penerbitan keputusan dan/atau tindakan tidak mengatur upaya administratif, Pengadilan menggunakan ketentuan yang diatur dakam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

5 (1)

Tenggang waktu pengajuan gugatan ke Pengadilan dihitung 90 (sembilan pluh) hari sejak keputusan atas upaya administratif diterima oleh Warga Masyarakat atau diumumkan ... 11

5 (2)

2.

Pihak ketiga yang tidak dituju oleh keputusan tindak lanjut administrasi tenggang waktu ... dihitung sejak yang bersangkutan pertama kali mengetahui ...

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) SEMA Nomor 2 Tahun 2001 Sehubungan dengan adanya surat yang disampaikan kepada Mahkamah Agung berkenaan dengan Penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua Majelis Hakim, hendaknya diperhatikan ketentuanketentuan yang termuat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1991. Disamping itu berkaitan dengan pelaksanaan Pasal 67 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 khususnya ayat (4), dalam rangka menetapkan penangguhan Surat Keputusan yang digugat, perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan permasalahan dengan dilaksanakannya penetapan tersebut, maka kepada pihak Tergugat hendaknya diberitahukan terlebih dahulu melalui surat kilat khusus, telegram, telepon ataupun faximille untuk dimintakan informasi dan penjelasan. SEMA Nomor 07 Tahun 2010 Tentang Petunjuk TEKNIS Sengketa Mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA) Ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 dan digabung terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara), menyiratkan bahwa keputusankeputusan atau ketetapan-ketetapan yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan baik di tingkat 12

Pusat maupun di tingkat Daerah mengenai hasil Pemilihan Umum, tidak dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara. Ketentuan tersebut secara tegas dan eksplisit menyebutkan "hasil pemilihan umum ", hal mana menunjukkan bahwa yang dituju adalah keputusan yang berisi hasil pemilihan umum sesudah melewati tahap pemungutan suara dan yang dilanjutkan dengan penghitungan suara. Dalam hal ini perlu dibedakan dengantegas antara dua jenis kelompok keputusan, yaitu keputusankeputusan yang berkaitan dengan tahap persiapan penyelenggaraan PILKADA, dan di lain pihak keputusan-keputusan yang berisi mengenai hasil pemilihan umum. Di dalam kenyataan pelaksanaan penyelenggaraan PILKADA di lapangan, sebelum meningkat pada tahap pemungutan suara dan penghitungan suara (pencoblosan atau pencontrengan), telah dilakukan berbagai pentahapan, misalnya tahap pendaftaran pemilih, tahap pencalonan peserta, tahap mas a kampanye, dan sebagainya. Pada tahap-tahap tersebut sudah ada keputusan-keputusan yang diterbitkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara (beschikking), yaitu keputusan Komisi Pemilihan Umum di tingkat Pusat dan Daerah. Keputusan-keputusan tersebut yang belum atau tidak merupakan "hasil pemilihan umum" dapat digolongkan sebagai keputusan di bidang urusan pemerintahan, dan oleh karenanya sepanjang keputusan tersebut memenuhi kriteria Pasal 1 butir 3 Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka tetap menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan mengadilinya. Hal ini disebabkan karena keputusan tersebut berada di luar jangkauan perkecualian sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 2 huruf g Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 13

Keputusan-keputusan yang berisi mengenai hasil pemilihan umum adalah perkecualian yang dimaksud oleh Pasal 2 huruf g Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara tersebut, sehingga tidak menjadi kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara. Maka berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dipandang perlu untuk menegaskan kembali Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2005 tanggal 6 Juni 2005 mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA), agar sesuai dengan maksud pembentuk Undang-Undang yang dirumuskan dalam perkecualian Pasal 2 huruf g tersebut diatas. Namun demikian hendaknya diperhatikan bahwa : 1. Pemeriksaan terhadap sengketanya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara agar dilakukan secara prioritas dengan mempercepat proses penyelesaian sengketanya. 2. Dalam proses peradilan, Ketua Pengadilan rata Usaha Negara atau Majelis Hakim yang ditunjuk memeriksa sengketanya agar secara arif dan bijaksana mempertimbangkan dalam kasus demi kasus tentang kemanfaatan bagi Penggugat ataupun Tergugat apabila akan menerapkan perintah penundaan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa sebagaimana yang dimaksudkan ketentuan Pasal 67 ayat (2), (3), dan (4) UndangUndang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini dikarenakan dalam proses pemilihan umum perlu segera ada kepastian hukum sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Harus dihindari putusan atau penetapan yang akan mengganggu proses dan jadwal pelaksanaan Pemilu.

14

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 Kriteria Sengketa TUN dan Perdata Apa kriteria yang dapat dipakai untuk menentukan suatu sengketa merupakan sengketa TUN atau sengketa Perdata ? Untuk menentukan suatu sengketa merupakan sengketa TUN atau sengketa Perdata (kepemilikan) kriterianya : a.Apabila yang menjadi objek sengketa (objectum litis) tentang keabsahan KTUN, maka merupakan sengketa TUN. b.Apabila dalam posita gugatan mempermasalahkan kewenangan, keabsahan Prosedur penerbitan KTUN, maka termasuk sengketa TUN; atau c. Apabila satu-satunya penentu apakah Hakim dapat menguji keabsahan KTUN objek sengketa adalah substansi hak karena tentang hal tersebut menjadi kewenangan peradilan perdata; atau d. Apabila norma (kaidah) hukum TUN (hukum publik) dapat menyelesaikan sengketanya, maka dapat digolongkan sebagai sengketa TUN. Pengertian Teori Melebur (Opplosing Theory) Kapan suatu KTUN dianggap melebur dalam perbuatan hukum perdata ? Untuk memastikan suatu KTUN dianggap melebur dalam perbuatan hukum perdata adalah apabila secara factual KTUN yang disengketakan dan diminta diuji keabsahannya ternyata : a. Jangkauan akhir dari KTUN diterbitkan (tujuannya) dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata. Termasuk didalamnya adalah KTUN-KTUN yang diterbitkan dalam rangka mempersiapkan 15

atau menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata. b. Apabila Tergugat dalam menerbitkan KTUN objek sengketa akan menjadi subjek atau pihak dalam perikatan perdata sebagai kelanjutan KTUN objek sengketa tersebut. c. KTUN yang berkaitan dengan ijin cerai tidak digolongkan sebagai KTUN yang melebur dalam perbuatan hukum perdatanya (ic.perceraian), karena ijin cerai merupakan ketentuan hukum public (hukum administrasi) sebagai syarat bagi PNS yang akan melakukan perceraian. Dengan demikian ijin cerai merupakan lex spesialis dan dikecualikan dari penerapan teori melebur. Tentang Kualifikasi Tindakan Tergugat Dalam Diktum/Amar Putusan PTUN Apakah dalam amar putusan perlu dinyatakan (dicantumkan) kualifikasi tindakan Tergugat (ic. Terbuktinya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Tergugat dalam penerbitan KTUN yang digugat) sebagaimana yang diatur Buku II tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan TUN, mengingat ketentuan Pasal 53 Ayat (1) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 terhadap tuntutan/petitum gugatan Penggugat hanya berisi agar KTUN yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah ? a. Paralel dengan ketentuan pasal 53 ayat (1) Undang-Undang PERATUN, kualifikasi pelanggaran di dalam penerbitan KTUN oleh Tergugat baik yang bersifat melanggar peraturan perundang-undangan ataupun yang bersifat melanggar AAUPB sebaiknya tidak perlu dicantumkan dalam dictum 16

putusan. Akan tetapi hakim harus memper timbangkannya dan mencantumkannya dalam pertimbangan hukum (ratio decidendi) putusan. b. Perlu ada revisi terhadap Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan TUN. Tentang Uang Paksa (Dwangsom) Apakah uang paksa dapat dimintakan dalam gugatan dan diputus oleh hakim, meskipun belum ada peraturan pelaksanaannya ? a. Uang paksa dapat diminta dalam gugatan dan dapat dikabulkan serta dimuat dalam amar putusan. Hal ini untuk mendorong pemerintah segera membuat peraturan pelaksanaannya sebagaimana yang diperintahkan oleh undang-undang. b. Agar setiap gugatan yang memuat tuntutan condemnatoir mencantumkan uang paksa. Tentang Permohonan HUM a. Apakah terhadap permohonan HUM yang telah diputus “NO” karena telah lewat waktu dapat diajukan kembali ? b. Bagaimana jika diajukan permohonan HUM oleh beberapa Pemohon dalam perkara yang berbeda atas suatu peraturan yang sama, apakah harus diputus semua atau terhadap perkara berikutnya cukup dinyatakan “NO” ? c. Apakah terhadap peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan sebelum Perma Nomor 01 Tahun 2011 diterbitkan dapat diajukan HUM? a. Permohonan HUM yang telah diputus “NO” karena telah lewat waktu, apabila diajukan kembali maka harus dinyatakan tidak dapat diterima (“NO”), karena nebis in idem. 17

b. Apabila terdapat permohonan HUM diajukan oleh beberapa Pemohon dengan nomor perkara yang berbeda terhadap peraturan perundangundang yang sama (obyek HUMnya sama), maka : 1) Beberapa perkara dengan nomor yang berbeda tersebut harus diputus secara bersamaan pada hari dan tanggal yang sama dengan amar putusan yang sama. 2) Jika diputus tidak secara bersamaan pada hari dan tanggal yang sama, namun ada yang diputus lebih dahulu, maka terhadap perkara HUM yang diputus pada hari dan tanggal berikutnya harus dinyatakan “NO”. c. Perma Nomor 01 Tahun 2011 tidak berlaku surut. Oleh karenanya pengajuan HUM terhadap peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang yang diterbitkan dan pernah diajukan sebelum dikeluarkan Perma tersebut, berlaku ketentuan Perma sebelumnya yaitu Perma Nomor 1 Tahun 2004. Sedangkan peraturan perundangundangan dibawah undang-undang yang diterbitkan sebelum dikeluarkan Perma tersebut dan belum pernah diajukan HUM diberlakukan Perma Nomor 1 Tahun 2011.

Tentang Kumulasi Gugatan a. Apakah dimungkinkan komulasi gugatan terhadap beberapa KTUN yang saling berkaitan ? a. Komulasi (penggabungan) gugatan terhadap beberapa KTUN dapat dilakukan, apabila beberapa KTUN tersebut karakter (sifat) hukumnya saling berkaitan erat satu sama lain (innerlijke samenhang). 18

b. Apakah dimungkinkan komulasi gugatan dengan objek sengketa berupa KTUN vide pasal 1 butir 9 jo pasal 53 dengan KTUN vide pasal 3 Undangundang PERATUN ? b. Penggabungan gugatan semacam itu tidak dibenarkan karena karakter hukum dari KTUN yang digugat berbeda. Karakter hukum suatu KTUN vide pasal 1 butir 9 berbentuk penetapan tertulis, sedangkan karakter hukum suatu KTUN fiktif negative vide pasal 3 ditandai oleh tidak ada bentuk penetapan tertulis yang dikeluarkan Tergugat. Yang ada adalah sikap diam pejabat yang tidak menjawab permohonan Penggugat. Sehingga keduanya tidak dapat digabungkan dalam satu gugatan. c. Bagaimana cara mengadili gugatan terhadap himpunan KTUN yang merupakan bundel beschikking, apakah seluruh KTUN dalam bundel beschikking harus dibatalkan ataukah cukup terhadap KTUN yang menyangkut kepentingan Penggugat saja yang dibatalkan ? c. Gugatan terhadap bundel beschikking pengujiannya hanya dilakukan terhadap KTUN dalam bundel beschikking yang dimohonkan untuk dibatalkan atau dinyatakan tidak sah yang berkaitan dengan kepentingan Penggugat. Dalam hal ini yang diuji keabsahannya hanya yang berkaitan dengan kepentingan Penggugat atau yang dimohonkan untuk dibatalkan atau dinyatakan tidak sah oleh Penggugat. Contoh A menggugat KTUN yang berbentuk bundel beschikking dimana A namanya ada dalam salah satu KTUN yang berbentuk bundel beschikking tersebut bersama-sama 19

dengan B, C, dan D. Akan tetapi B, C, dan D tidak ikut menggugat. Dalam hal ini yang dibatalkan oleh hakim hanya terhadap KTUN yang menyangkut A (yang digugat A). Apabila keseluruhan KTUN dalam bundel beschikking yang dibatalkan, maka hakim telah bertindak secara ultra petita dalam putusannya, hal ini dapat merugikan kepentingan B, C, dan D yang tidak ikut menggugat. Hal yang demikian tidak terkait dengan asas erga omnes, karena KTUNKTUN lainnya dalam bundel beschikking tersebut (ic. Atas nama B, C, dan D) yang tidak dipersoalkan (digugat) bukan derivate dari KTUN yang dibatalkan) Berbeda halnya dengan KTUN yang menyangkut sebidang tanah, ternyata sebagian adalah hak Penggugat maka dalam amar putusan harus membatalkan dan mencabut KTUN sengketa serta mewajibkan Tergugat menerbitkan KTUN baru sebagai penggantinya dengan mengeluarkan sebagaian tanah yang menjadi hak Penggugat. Tentang Template Putusan a. Dalam hal MA memerintahkan kepada pengadilan tingkat pertama untuk membuka persidangan kembali dan memutus pokok sengketa, apakah harus di format dalam bentuk putusan sela atau putusan akhir ? a.Agar prosedur penyelesaian perkaranya efektif, dalam hal MA memerintahkan kepada pengadilan tingkat pertama untuk membuka persidangan kembali dan memutus pokok sengketa, hendaknya di format dalam bentuk putusan akhir tanpa disertai perintah kepada pengadilan pengaju untuk mengirimkan 20

kembali berkas perkaranya ke MA. b. Bagaimana jika diputus dalam bentuk putusan sela, apakah perlu ditambah amar yang memerintahkan agar berkas dikirimkan kembali ke MA. Apabila hal ini dilakukan apakah MA tidak menyimpangi asas peradilan dua tingkat ? b. Apabila ternyata terlanjur di format dalam bentuk putusan sela dan ditambah amar “memerintahkan untuk mengirimkan kembali berkas ke MA”, idealnya putusan terhadap pokok perkara juga harus diperiksa oleh pengadilan tingkat banding (ic. PT.TUN) sehingga hal ini tidak melanggar asas pemeriksaan peradilan dua tingkat. c. Bagaimana apabila terhadap putusan pengadilan tingkat pertama tersebut, pihak-pihak yang berperkara mengajukan upaya hukum banding, apakah berkas dikirim ke pengadilan banding atau dikirim ke MA sesuai amar putusan sela ? c. Apabila terhadap pokok perkara yang telah diputus oleh pengadilan tingkat pertama diajukan permohonan banding, maka MA mengembalikan berkasnya ke PTUN yang bersangkutan dengan surat biasa (tanpa putusan sela) guna diproses dari segi administrasinya sesuai hukum acara terhadap upaya hukum banding yang menyangkut pokok perkaranya tersebut. Tentang Surat Kuasa di Pengadilan Pajak Apakah surat kuasa untuk berperkara di pengadilan pajak dianggap telah memenuhi syarat sebagai surat kuasa khusus, apabila hal-hal yang dikuasakan kepada pemberi kuasa tidak dirinci secara jelas dan tegas ? 21

Harus dibedakan surat kuasa untuk berperkara di pengadilan negeri (dalam perkara perdata) dan surat kuasa untuk berperkara di PTUN. Surat kuasa untuk berperkara perdata di pengadilan negeri harus disebutkan hal-hal apa yang dikuasakan (disebutkan kekhususannya) untuk membedakan dengan surat kuasa umum. Dalam berperkara di PTUN, Tergugatnya adalah pemegang jabatan TUN. Dalam hal ini Tergugat dapat memberi kuasa misalnya kepada biro hukumnya atau cukup dengan surat tugas. Surat tugas dapat menggantikan surat kuasa asalkan disebutkan kepada yang bersangkutan ditugaskan untuk hadir mewakili Tergugat dan dicantumkan hal-hal apa yang ditugaskan untuk mewakili Tergugat tersebut. Surat tugas terhadap jabatan dalam organisasi Tergugat adalah sama maknanya Tergugat (principal) yang hadir di persidangan. Di pengadilan pajak, surat kuasa mewakili untuk hadir dipersidangan merupakan les spesialis, sehingga ketentuan tentang surat kuasa yang berlaku untuk beracara dalam perkara perdata tidak dapat diterapkan dalamberperkara di pengadilan pajak, karena surat kuasa berperkara di pengadilan pajak sifatnya khusus. Kekhususannya karena bentuk dan isinya berbeda dengan bentuk dan isi surat kuasa khusus pada umumnya dan ini diatur (dipersyaratkan) dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang pengadilan Pajak. Tentang Amar Putusan a. Dalam hal Penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan atau gugatan telah lewat waktu 90 (sembilan puluh) hari, apakah amar putusan dinyatakan “NO” atau 22

gugatan ditolak ? 1) Dalam perkara perdata apabila gugatan dinyatakan “NO”, berakibat Penggugat masih dapat mengajukan gugatan baru. Dalam perkara TUN, tidak selalu berakibat demikian. Dalam hal tenggang waktu pengajuan gugatan telah lewat atau jika Penggugat nyata-nyata tidak mempunyai kepentingan untuk menggugat, maka berakibat seterusnya bagi Penggugat tidak lagi mempunyai hak untuk mengajukan gugatan baru. Atas dasar itu terhadap perkara TUN yang demikian itu, gugatannya dinyatakan ditolak. 2) Meskipun dalam proses dismissal menurut ketentuan pasal 62 ayat (1) huruf e UndangUndang PERATUN dinyatakan : dalam hal gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya Ketua PTUN berwenang memutuskan gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak mendasar, namun jika gugatan telah lewat waktu tersebut ternyata lolos dalam proses dismissal dan terbukti nyata-nyata melewati tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari menurut ketentuan undang-undang, maka gugatan harus dinyatakan ditolak. 3) Untuk mempertegas hal ini, MA akan mengaturnya dalam bentuk surat edaran (SEMA). b. Apabila MA membenarkan alasan-alasan kasasi yang substansinya juga menjadi materi eksepsi Tergugat atau Tergugat II intervensi, bagaimana amar putusan MA ? Apabila MA membenarkan alasanalasan kasasi yang substansinya juga menjadi materi eksepsi 23

dari Tergugat atau Tergugat II intervensi, maka amar putusan MA diperinci : Dalam eksepsi - Menerima eksespsi Tergugat/Tergugat II intervensi. Dalam Pokok Sengketa - Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. SEMA Nomor 4 Tahun 2014 Dalam beberapa Perkara KIP oleh Judex Facti sama sekali tidak dipertimbangkan tentang kepentingan yang berimplikasi pada legal standing Penggugat. Apakah hal tersebut dapat dibenarkan apabila ditinjau dari sudut pandang asas no interest no action yang dianut dalam Pasal 53 (1) UU Peradilan TUN dan Pasal 36 Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013. Dalam perkara KIP unsur adanya kepentingan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan. Walaupun dalam UU KIP siapa saja dapat mengajukan tuntutan untuk mendapatkan informasi, namun dalam pemeriksaan sengketa KIP harus dipertimbangkan tentang ada tidaknya kepentingan yang berimplikasi pada legal standing Penggugat. Hal ini sejalan dengan asas no interest no action dalam hukum acara PERATUN sebagaimana yang dianut dalam Pasal 53 (1) UU Peradilan TUN dan Pasal 36 Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013. Tentang Permohonan PK lebih dari 1 kali. a. PK pertama: dengan alasan adanya kekhilafan /kekeliruan yang nyata, apakah dapat diajukan PK ke dua dengan alasan diketemukan novum atau adanya Putusan Pengadilan yang saling 24

bertentangan. b. Apakah dapat diajukan PK lebih dari satu kali, apabila diajukan oleh pihak yang berbeda dan dengan waktu pengajuan yang tidak sama. a. Alasan kekhilafan berbeda dengan alasan adanya novum dalam pengajuan PK, sehingga walaupun pemohonnya sama namun apabila alasannya berbeda, maka terhadap perkara tersebut dapat diajukan PK kembali. b. PK tidak dapat diajukan dua kali dengan alasan yang sama walaupun orangnya berbeda, seperti yang pertama diajukan oleh Tergugat, kemudian yang kedua oleh Tergugat II Intervensi dan seterusnya. Tentang Putusan MA yang inkonsistensi dalam perkara HUM. Hasil Rapat Pleno Kamar TUN sebelumnya tanggal 11-13 April 2012 telah merumuskan bahwa Perma Nomor 01 Tahun 2011 tidak berlaku surut. Oleh karenanya pengajuan HUM terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang diterbitkan dan pernah diajukan sebelum dikeluarkan Perma tersebut (Perma Nomor 01 Tahun 2011) diberlakukan Perma Nomor 01 Tahun 2004. Sedangkan peraturan perundang-undangan di bawah undangundang yang diterbitkan sebelum dikeluarkan Perma tersebut (Perma Nomor 01 Tahun 2011) dan belum pernah diajukan HUM diberlakukan Perma Nomor 01 Tahun 2011; Namun inconcreto terdapat penerapan hukum yang berbeda, khususnya terhadap peraturan perundangundangan yang diterbitkan sebelum Perma No. 1 Tahun 2004, ada yang menerapkan aturan tenggang waktu sebagaimana diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2004 dan ada yang menerapkan Perma No. 1 Tahun 2011 yang tidak mengenal tenggang waktu; 25

Pengajuan HUM terhadap Peraturan perundang-undangan pada prinsipnya tidak ada batas waktu, namun harus menggunakan tolok ukur yang jelas (ada pembatasan), yaitu tidak boleh melanggar asas retroaktif dan nebis in idem. Oleh karenanya penerapan Perma Nomor 01 Tahun 2011 tentang HUM tidak boleh berlaku surut, sehingga terhadap peraturan perundangundangan yang terbit sebelum Perma Nomor 01 Tahun 2011, dan belum pernah diajukan berlaku Perma Nomor 01 Tahun 2004. Jangan terlalu mudah menyimpulkan sengketa TUN sebagai sengketa Perdata. Dalam praktek beracara di PTUN, manakala pihak Tergugat mengajukan eksepsi bahwa sengketa tersebut sebagai sengketa perdata, maka Hakim TUN secara serta merta menyatakan gugatan tersebut N.O. padahal untuk sampai kepada kesimpulan bahwa sengketa tersebut sebagai sengketa perdata harus melalui tahap pengujian yuridis sebagai berikut: Hakim TUN dalam menguji keabsahan KTUN objek sengketa melalui beberapa aspek yaitu: a. Aspek kewenangan Pejabat TUN tersebut; b. Aspek prosedural penerbitan KTUN tersebut; c. Aspek material substansial pendukung terbitnya KTUN objek sengketa. Ketiga aspek tersebut diuji secara tertib dan berurutan dari Nomor 1 sampai dengan 3. Hakim TUN akan menyimpulkan bahwa sengketa TUN tersebut sebagai sengketa Perdata, manakala semua aspek tersebut telah lolos dan tidak mengandung cacat yuridis. Hanya tinggal satusatunya “aspek substansi hak dari objek yang di atasnya diterbitkan KTUN objek sengketa” yang 26

belum terjawab. Tanpa menguji substansi “Hak” tersebut, maka Hakim TUN belum dapat menentukan keabsahan KTUN objek sengketa. Hal ini perlu ditegaskan semata-mata untuk menghormati berlakunya “asas Prae Sumtio Iustae Causa”. Dan wewenang untuk menguji substansi “Hak” adalah kewenangan absolut Hakim Perdata, sehingga gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima alias N.O. Dalam sengketa TUN tidak ada proses contradiktoir, sehingga kalau sudah kelihatan tanda-tanda ada sengketa keperdataan tidak perlu dilakukan pengujian secara keseluruhan tentang kewenangan, prosedur dan substansi suatu keputusan TUN. Belum dibedakan secara tegas antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan kebijakan (beleidsregel) dalam pengujian perkara HUM. Padahal, baik secara yuridis maupun secara akademis (arus besar pemikiran hukum) terdapat pembedaan yang tegas antara kedua hal tersebut. Pembedaan ini penting berkenaan dengan objek HUM yang menjadi kompetensi Mahkamah Agung [Pasal 24A Ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945, Pasal 31 Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Pasal 20 Ayat (2) Huruf b Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman]. Objek hak uji materiil adalah peraturan perundang-undangan di bawah undangundang. Peraturan kebijakan (beleidsregel) tidak dapat diuji oleh hakim.

27

Pasal 37 UU No. 14 Th. 1985 Tentang Mahkamah Agung berbunyi : “Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain”. Pasal 22 UU No. 48 Th. 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi : (1) Mahkamah Agung dapat memberi keterangan pertimbangan dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan. (2) Ketentuan mengenai pemberian keterangan, pertimbangan dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan diatur dalam undang-undang. Lampiran I Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. : 142/KMA/SK/IX/2011 Tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar Di Mahkamah Agung, pada angka II ayat (3) berbunyi : “Perkara permohonan grasi, permohonan fatwa, hak uji materiil, dan sengketa kewenangan antar lingkungan peradilan diperiksa dan diputus dengan mekanisme khusus di luar kamar, dengan Majelis Hakim yang terdiri atas Hakim-Hakim Agung dari beberapa kamar sekaligus”. Permasalahannya : Undang-undang yang mengatur mengenai pemberian keterangan, pertimbangan dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan sebagaimana dimaksud Pasal 22 UU No. 48 Th. 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman belum ada. Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan pelaksanaan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. : 142/KMA/SK/IX/2011 Tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar Di Mahkamah Agung khususnya terhadap angka II ayat (3) tersebut, maka permasalahannya adalah : Apakah mekanisme penyelesaian permohonan fatwa sebagaimana diatur dalam Lampiran I Surat Keputusan Ketua 28

Mahkamah Agung RI No. : 142/KMA/SK/IX/2011 Tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar Di Mahkamah Agung, pada angka II ayat (3) tersebut saat ini sudah dapat diterapkan? Fatwa yang dimintakan oleh lembaga negara menjadi kewenangan Ketua Mahkamah Agung, sedangkan fatwa yang dimintakan oleh selain lembaga negara menjadi kewenangan Ketua Kamar. SEMA 5 Tahun 2014 1. Pengajuan permohonan peninjauan kembali wajib disertai alasanalasannya pada hari yang sama. Apabila permohonan peninjauan kembali diajukan terlebih dahulu sedangkan alasan-alasannya diajukan di kemudian hari dengan alasan tenggang waktu pengajuan permohonan sebagaima na dimaksud dalam Pasal 69 UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung belum terlampaui, maka petugas Kepaniteraan yang menerima permohonan tersebut wajib menyarankan agar permohonan diajukan bersamaan dengan alasan-alasan peninjauan kembali sepanjang masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan. 2. Putusan peninjauan kembali terhadap pemohon at:au permohonan peninjauan kembali yang tidak memenuhi syarat formal at:au putusan peninjauan kembali yang belum sampai pada subst:ansi pokok perkara, amarnya menyat:akan permohonan "tidak dapat diterima". Sedangkan putusan peninjauan kembali yang mengenai subst:ansi poko perkara, 29

amarnya "mengabulkan" atau "menolak" permohonan. 3. Dalam hal terdapat suatu perkara yang mengandung titik singgung antar lingkungan peradilan, diperiksa dan diputus oleh lingkungan peradilan yang berbeda bahkan sampai adanya putusan PK sedangkan putusan di ant:ara lingkungan peradilan itu berbeda satu dengan yang lainnya, pihak atau pihak-pihak yang berperkara dapat mengajukan PK kedua agar perkaranya diperiksa dan diputus oleh Majelis Gabungan ant:ar Kamar, yang Ketua Majelisnya dari unsur Pimpinan Mahkamah Agung . SEMA 03 Tahun 2015 Tentang tenggang waktu pengajuan gugatan. Tenggang waktu 90 (Sembilan puluh) hari untuk mengajukan gugatan bagi pihak ketiga yang tidak dituju oleh keputusan tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang semula dihitung “sejak yang bersangkutan merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan tata usaha Negara dan sudah mengetahui adanya keputusan tata usaha negara tersebut” diubah menjadi dihitung “ sejak yang bersangkutan pertama kali mengetahui keputusan tata usaha Negara yang merugikan kepentingannya”. Tentang Keputusan Hasil Uji Kemampuan dan Kelayakan (fit and proper test) Keputusan hasil fit and proper test merupakan keputusan tata usaha negara, akan tetapi 30

Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk menguji keputusan tersebut karena : - Keputusan tata usaha Negara tersebut diterbitkan oleh lembaga independen, dan - Substansinya tidak hanya berisi tindakan hukum semata akan tetapi juga aspekaspek lain non hukum seperti moralitas, profesionalitas, akademis, integritas, rekam jejak (track record) dan prinsip kehati-hatian. Tentang Legal Standing dalam Sengketa Tata Usaha Negara Pemilihan yang mempunyai Legal Standing untuk mengajukan gugatan adalah : a. Peserta yang dinyatakan tidak lolos sebagai pasangan calon, b. Peserta yang lolos dan telah ditetapkan sebagai pasangan calon akan tetapi masih mempersoalkan pasangan calon lain, karena pasangan calon yang dimaksud tidak memenuhi syarat sebagai pasangan calon. Tentang Sumpah Ditemukannya Bukti Baru (Novum) Dalam hal permohonan peninjauan kembali dalam sengketa Tata Usaha Negara didasarkan karena adanya novum, yang disumpah adalah pihak yang menemukan novum atau Pemohon Peninjauan Kembali. Tentang Pengajuan Peninjauan kembali Lembaga Hukum Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan hanya satu kali sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang 31

Mahkamah Agung, namun dalam hal terdapat dua putusan Peninjauan kembali yang saling bertentangan terhadap satu objek sengketa yang sama dapat diajukan permohonan peninjauan kembali untuk membatalkan putusan peninjauan kembali yang kedua, karena dalam sengketa tata usaha Negara menganut asas erga omnes sehingga Peninjauan kembali yang kedua itu tidak diperlukan lagi. SEMA Nomor 04 Tahun 2016 Perubahan paradigma beracara di Peradilan Tata Usaha Negara pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP): 1. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara a. Berwenang mengadili perkara berupa gugatan dan permohonan. b. Berwenang mengadili perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah, yaitu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan pemerintahan (Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan) yang biasa disebut dengan onrechtmatige overheidsdaad (OOD). c. Keputusan tata usaha negara yang sudah diperiksa dan diputus melalui upaya banding administrasi menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara. 2. Subjek Gugatan/Permohonan Pasal 53 ayat (1), Pasal 1 angka 9 UndangUndang Peradilan Tata Usaha Negara (UndangUndang Peratun), dan Pasal 21 UndangUndang Administrasi Pemerintahan: 1) Penggugat/Pemohon : Orang atau Badan Hukum Perdata, dan Badan/Pejabat Pemerintahan. 32

2)Tergugat / Termohon: Badan / Pejabat Pemerintahan. 3. Objek Gugatan/Permohonan a. Objek gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara meliputi: 1) Penetapan tertulis dan/atau tindakan faktual. 2) Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan. 3) Diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik (keputusan tata usaha negara dan/atau Tindakan yang bersumber dari kewenangan terikat atau kewenangan bebas). 4) Bersifat: - Konkret-Individual (contoh: keputusan izin mendirikan bangunan, dsb). - Abstrak-Individual (contoh: keputusan tentang syarat-syarat pemberian perizinan, dsb). - Konkret-Umum (contoh: keputusan tentang penetapan upah minimum regional, dsb). 5) Keputusan Tata Usaha Negara dan/atau Tindakan yang bersifat Final dalam arti luas yaitu Keputusan Tata Usaha Negara yang sudah menimbulkan akibat hukum meskipun masih memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain (contoh: perizinan tentang fasilitas penanaman modal oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Izin Lingkungan, dsb). 6) Keputusan Tata Usaha Negara dan/atau Tindakan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum (contoh: LHP Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dsb). b.Keputusan Tata Usaha Negara dan/atau Tindakan FiktifPositif. 33

c.Keputusan Lembaga Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) permohonan pengujian penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 4. Pembuktian Alat bukti yang diatur dalam Pasal 100 UndangUndang Peradilan Tata Usaha Negara, ditambah dengan alat bukti elektronik dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara. Lebih khusus dasar hukum Kamar Tata Usaha Negara menggunakan bukti elektronik sebagai bukti yang sah dalam hukum acara adalah ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat (1) dan (2) : “Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah dan sesuai hukum acara yang berlaku di Indonesia”. 5. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Sehubungan dengan gugatan yang diajukan oleh pihak yang kemudian terbukti tidak memiliki “kepentingan” diputus dengan amar putusan “menolak gugatan”. 6.Pembatasan Upaya Hukum Kasasi Kriteria pembatasan upaya hukum kasasi dalam Pasal 45A ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 adalah bagi keputusan pejabat daerah yang berasal dari sumber kewenangan desentralisasi. Tetapi terhadap keputusan pejabat daerah yang bersumber dari kewenangan dekonsentrasi ataupun bersumber dari kewenangan perbantuan terhadap pemerintah 34

pusat (medebewin) tetap bisa dilakukan upaya hukum kasasi. SEMA Nomor 1 Tahun 2017 Pilihan Hukum Dalam Hal Terjadi Benturan Kaidah Hukum Substantif Dengan Kaidah Hukum Formal Bila terjadi benturan antara kaidah hukum substantif dengan kaidah hukum formal secara kasuistis, alam hal kepastian hak atau status hukum seseorang yang telah jelas melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, baik melalui putusan pengadilan perdata, putusan pengadilan pidana ataupun putusan pengadilan tata usaha negara, maka dengan pertimbangan: a. Tujuan hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) adalah dalam rangka melakukan harmonisasi rechtmatigheid beginsel dan doelmatigheid beginsel menuju tujuan utama kebenaran materiil, sesuai teori spannungsverhaltnis (prioritas baku) dari Gustav Rad bruch. b. Fungsi hukum formal / hukum acara adalah untuk menegakkan /mempertahankan kaidah hukum materiil/ substantif. c. Mengingat asas hukum Una Via hakim harus memilih satu cabang hukum yang lebih memihak keadilan. d Ketentuan dalam Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945 bahwa kekuasaan kehakiman adalah bertujuan menegakkan hukum dan keadilan. Adalah di pan dang lebih tepat dan adil apabila Hakim PERATUN lebih mengutamakan keadilan substantif dibandingkan keadilan formal Contoh: 1) Majelis Hakim PK memenangkan Pemohon PK yang telah dipastikan oleh putusan pengadilan perdata yang Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) 35

sebagai pemilik hak atas tanah walaupun secara formal dikalahkan di tingkat kasasi karena terlambat mengajukan kasasi. 2) Majelis Hakim PK memenangkan Termohon PK (Menteri Dalam Negeri) yang menerbitkan surat keputusan pemberhentian seorang Bupati yang dijatuhi pidana penjara karena melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, walaupun tidak ada usulan pemberhentian dari DPRD dan pendapat hukum dari Mahkamah Agung tentang usulan DPRD tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, karena dengan penafsiran rechtsverfijning (penghalusan hukum) hak terpidana untuk membela diri telah diberikan dalam persidangan perkara pidana. Sengketa Tata Usaha Negara Mengenai Upah Minimum Regional (UMR). Dalam hal sengketa tata usaha ne gara menyangkut Upah Minimum Re gional (UMR), perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Objek gugatan dalam bentuk surat keputusan gubernur/bupati/walikota biasanya adalah berupa beschikking/keputusan pejabat pemerintah atau peraturan kebijakan (beleidsregel /pseudo wetgeving), adalah menjadi kewenangan absolut PERATUN. b. Sengketa tata usaha negara terhadap UMR tersebut sedapat mungkin diselesaikan dalam waktu yang dipercepat ( court calendar), agar ada kepastian hukum bagi pihak-pihak bersengketa mengingat keputusan UMR hanya berlaku satu tahun dan bersifat einmalig (berlaku sekali selesai). Upaya Administratif dan Kompetensi Relatif Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang 36

Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP), terutama ketentuan Pasal 1 angka 18, Pasal 75, dan Pasal 76 undang-undang tersebut, maka perlu dicermati hal-hal sebagai berikut a. Berdasarkan ketentuan Pasal 75 ayat (1) UU AP, warga masyarakat yang dirugikan oleh keputusan/tindakan pejabat pemerintahan dapat mengajukan upaya administratif dalam bentuk keberatan dan banding. b. Upaya keberatan diajukan kepada pejabat pemerintahan yang menerbitkan keputusan/ melakukan tindakan. c. Upaya administratif dalam bentuk banding diajukan kepada atasan pejabat pemerintahan yang mengeluarkan keputusan/melakukan tindakan. d. Upaya administratif dalam bentuk keberatan /banding sesuai ketentuan Pasal 75 ayat (1) UU AP adalah berbentuk pilihan hukum, karena UU AP memakai terminologi kata "DAPAT". e. Dalam hal warga masyarakat tidak menerima atas penyelesaian banding dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai ketentuan Pasal 1 angka 18 dan Pasal 76 ayat (3) UU AP. f. Ketentuan Pasal 48 dan Pasal 51 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengenai kompetensi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama tidak dapat diterapkan lagi, karena persoalan hukum tentang upaya administratif telah diatur secara berbeda oleh peraturan perundang-undangan yang barn, yakni ketentuan Pasal 1 angka 18, Pasal 75 ayat (1), dan Pasal 76 UU AP, sesuai asas lex posteriori derogat lex priori. 37

Permohonan Fiktif-Positif dan Gugatan FiktifNegatif a. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 UU AP yang mengatur mengenai permohonan fiktif-positif, maka ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 mengenai gugat:an fiktif-negatif tidak dapat diberlakukan lagi, karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum tentang tat:a cara penyelesaian permasalahan hukum yang harus diterapkan oleh PERATUN. b. Oleh karena ketentuan Pasal 53 UU AP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 mengatur permasalahan hukum yang sama, yaitu tata cara pemberian perlindungan hukum bagi warga masyarakat untuk memperoleh keputusan pejabat pemerintahan, dan juga dalam rangka mendorong kinerja birokrasi agar memberikan pelayanan prima ( excel lent service), atas dasar prinsip lex posteriori derogat lex priori. Bahwa tentang permohonan fiktif-positif sebagaimana diatur dalam PERMA No. 8 Tahun 2017 sebagai pengganti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2015.

SEMA Nomor 3 Tahun 2018 Kewenangan Mahkamah Agung dalam uji materiil Mahkamah Agung berwenang melakukan hak uji materiil, meskipun Undang-undang yang menjadi dasar pengujian hak uji materiil di Mahkamah Agung masih diuji oleh Mahkamah Konstitusi, sepanjang bab, materi muatan pasal atau ayat yang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi tidak menjadi dasar pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang di Mahkamah Agung. 38

Ketentuan Pembatasan Upaya Hukum Kasasi Rumusan Kamar TUN dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2016 poin 6 tanggal 9 Desember 2016 disempurnakan sebagai berikut : Kriteria untuk menentukan pembatasan upaya hukum kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung adalah dengan melihat dasar hukum kewenangan diterbitkannya objek gugatan. Apabila objek gugatan diterbitkan atas dasar hukum kewenangan desentralisasi tidak dapat diajukan kasasi, kecuali kewenangan tersebut memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. berkaitan erat dengan kewenangan dekonsentrasi, atau b. berkaitan erat dengan kewenangan tugas pembantuan terhadap pemerintah pusat (medebewin), atau c. bersifat strategis atau berdampak luas. Hak gugat dalam sengketa Tata Usaha Negara pemilihan Rumusan Kamar TUN dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2015 poin 3 tanggal 29 Desember 2015 diubah sebagai berikut : Sesama Pasangan Calon (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota) yang sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi/KIP Aceh atau KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota tidak dapat menggugat dalam sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Pemilihan, karena kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak sebagai Penggugat dalam sengketa TUN Pemilihan hanya diberikan oleh Undang-undang bagi pasangan yang dirugikan kepentingannya atau yang tidak ditetapkan oleh 39

KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU Kabupaten/Kota sebagai Pasangan Calon (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota). Pengujian pengesahan badan hukum Pengujian surat keputusan TUN yang diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI terhadap pengesahan badan hukum tidak hanya meliputi aspek formal administratif badan hukum dan perizinannya saja, akan tetapi juga harus dipertimbangkan itikad baik, riwayat pendirian dan perubahan kepengurusan suatu badan hukum untuk menentukan siapa yang berhak bertindak untuk dan atas nama badan hukum atau organ badan hukum tersebut. Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan badan hukum yang baru tidak serta-merta menghilangkan eksistensi dan hak-hak pengurus lama yang tidak didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM RI. Pengujian sertipikat tumpang tindih 1. Pengujian keabsahan sertipikat hak atas tanah oleh pengadilan TUN dalam hal terdapat sertipikat hak atas tanah yang tumpang tindih, hakim dapat membatalkan sertipikat yang terbit kemudian, dengan syarat : a. Pemegang sertipikat yang terbit terlebih dahulu menguasai fisik tanah dengan itikad baik; atau b. Riwayat hak atau penguasaannya jelas dan tidak terputus; atau c. Prosedur penerbitan sertipikat yang terbit terlebih dahulu sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. 2. Dalam hal tidak terpenuhinya syarat sebagaimana poin a atau b atau c diatas maka masalah kepemilikan terlebih dahulu harus diselesaikan melalui proses perkara perdata. 40

SEMA Nomor 2 Tahun 2019 Sengketa Perangkat Desa a. Kepala Desa berwenang mengangkat dan memberhentikan Perangkat Desa, berdasarkan kewenangan atribusi sebagaimana ketentuan Pasal 26 ayat (2) jo. Pasal 49 dan Pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. b. Dalam sengketa Tata Usaha Negara berupa Keputusan tentang pengangkatan dan/atau pemberhentian perangkat desa, yang harus didudukkan sebagai tergugat adalah Kepala Desa, bukan Bupati. c. Sengketa tentang pengangkatan dan/atau pemberhentian perangkat desa, termasuk jenis sengketa yang terkena pembatasan Kasasi berdasarkan Pasal 45A ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. a. Revisi terhadap Hasil Pleno Kamar Tahun 2012 angka 9 tentang Amar Putusan dan Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2016 angka 5 tentang Amar Putusan. Dalam hal Penggugat tidak mempunyai kepentingan atau gugatan lewat waktu, maka amar putusan adalah “Gugatan tidak diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard)” b. Revisi Terhadap Hasil Pleno Kamar Tahun 2017 angka 3 tentang Upaya Administrasi 1) Dalam mengadili sengketa Tata Usaha Negara, Pengadilan menggunakan peraturan dasar yang mengatur upaya administratif. 2) Dalam hal peraturan dasarnya tidak mengatur upaya administratif secara khusus maka pengadilan harus mempedomani ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 41

tentang Administrasi Pemerintahan. 3) Setelah berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan setelah menempuh upaya administratif, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tetap berwenang mengadili sebagai pengadilan tingkat pertama dalam hal : a) Peraturan dasar mengatur mengenai upaya administratif berupa banding administratif b) Peraturan dasar telah menetapkan secara eksplisit Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berwenang mengadili. c. Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang mengadili dalam hal : a) Tidak ada peraturan dasar yang mengatur mengenai upaya administratif secara khusus, sehingga upaya administratifnya didasarkan pada ketentuan Pasal 75 sampai dengan Pasal 78 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif. b) Apabila hanya terdapat upaya administratif keberatan berdasarkan peraturan dasarnya (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara). c) Perkara-perkara yang berkaitan dengan : c.1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi 42

Pembangunan untuk Kepentingan Umum c.2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum c.3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 21 dan Pasal 53 harus terlebih dahulu melalui upaya administratif sebelum mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam mengadili sengketa tindakan pemerintahan/perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) jumlah tuntutan maksimal ganti rugi tidak dibatasi sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya pada Peradilan Tata Usaha Negara dengan alasan sebagai berikut : a. Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya pada Peradilan Tata Usaha Negara tidak dapat diterapkan terhadap sengekta tindakan badan dan/atau pejabat pemerintahan karena secara limitatif Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 hanya berlaku bagi sengketa terhadap keputusan tertulis dari badan dan/atau pejabat pemerintahan (Keputusan Tata Usaha Negara). b. Jumlah tuntutan ganti rugi adalah didasarkan kepada kerugian nyata/riil yang dialami oleh penggugat, yang harus dirumuskan secara terperinci dan jelas dalam posita gugatan serta jumlah dan bentuknya dimuat dalam petitum. 43

c. Besaran ganti rugi yang dapat dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara tergantung pada fakta persidangan dan kearifan hakim dalam memutus suatu sengketa. Pembatasan kewenangan Majelis Peninjauan Kembali dalam Menilai Putusan Kasasi. Alasan permohonan Peninjauan Kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 67 huruf f Undangundang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yaitu apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan nyata: a. Dapat dijadikan dasar oleh Majelis Peninjauan Kembali apabila dalam suatu putusan Kasasi secara inderawi/nyata terdapat kekhilafan atau kekeliruan. b. Alasan Peninjauan Kembali tersebut diatas tidak dapat dijadikan dasar untuk membatalkan putusan Kasasi, apabila yang terjadi Majelis Peninjauan Kembali hanya mempunyai pandangan atau pemahaman yang berbeda terhadap suatu norma hukum/perundangundangan, karena apabila ini dilakukan Majelis Peninjauan Kembali sudah menilai ataupun mengadili pendapat hukum atau interpretasi hukum Majelis Kasasi yang oleh prinsip universal dilindungi dan berada dalam ruang independensi (Independence of judiciary). c. Persoalan hukum suatu perkara sebenarnya sudah selesai / inkracht pada tingkat Kasasi, sehingga Majelis Peninjauan Kembali hanya bisa membatalkan Putusan Kasasi apabila di tingkat Peninjauan Kembali terjadi perubahan fakta persidangan yang menjadi dasar pilihan hukum untuk mengadili suatu perkara.

44

3.

Putusan Pilihan a. Hukum Acara Putusan MA No. 86 PK/TUN/2012 tanggal 22 Januari 2013 Pertimbangan hlm. 15 1. Pengujian keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa dicermati dalam 3 (tiga) aspek yaitu : a. Keabsahan dari aspek kewenangan Pejabat (Tergugat) dalam menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa; b. Keabsahan dari aspek prosedur penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( sesuai peraturan dasarnya); c. Keabsahan dari aspek material substansial pendukung terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa; 2. Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa dikualifisir sebagai sengketa perdata manakala aspek a sampai dengan c tersebut diatas telah diuji oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, dan hanya satu substansi yaitu substansi hak atas tanah yang diatasnya diterbitkan Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa yang tidak dapat diuji oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, karena adalah kewenangan Hakim Peradilan Umum. Dalam kondisi demikian Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara harus menyatakan sengketa tersebut sebagai sengketa Perdata. Karena tanpa lebih dahulu menentukan status substansi hak tersebut, maka Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara tidak dapat menguji keabsahan Surat Keputusan Objek Sengketa. Hal tersebut ditegakkan semata-mata menghormati berlakunya asas hukum “Prae Sumptio Iustae 45

Causa” (Putusan Pejabat benar atau salah harus dianggap benar dan segera dilaksanakan kecuali Hakim Pengadilan menyatakan sebaliknya Putusan MA No. 87 PK/TUN/2012 tanggal 28 November 2012 Bahwa asas “Prae Sumptio Iustae Causa” bermakna Keputusan Tata Usaha Negara benar atau salah oleh publik harus dianggap benar dan segera dilaksanakan kecuali Pengadilan yang berwenang menyatakan sebaliknya (Asas Praduga Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara) ; Berpegang pada asas Prae Sumptio Iustae Causa tersebut, maka Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara belum dapat menguji keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa, sebelum keabsahan peralihan hak atas tanah berikut perlindungan hukum terhadap pembeli beritikat baik diselesaikan melalui Peradilan Perdata dengan melibatkan Penggugat, Tergugat, Tergugat II Intervensi, Samari dan Pejabat Pembuat Akta Tanah serta pihak-pihak terkait lainnya (gugatan Tata Usaha Negara Prematur) Putusan MA No. 435 K/TUN/2013 tgl 24 Desember 2013 Pertimbangan hlm. 42 Bahwa ketentuan mengenai tenggang waktu 30 hari kerja antara Surat Peringatan Pertama, Surat Peringatan Kedua dan Surat Peringatan Ketiga, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 146/KPTSII/2003, adalah merupakan ketentuan yang bersifat imperatif dimana rentang waktu antara Surat Peringatan Pertama, Surat Peringatan Kedua dan Surat Peringatan Ketiga 46

tidak boleh kurang dari 30 hari kerja; • Bahwa alasan Penggugat/Termohon Kasasi yang tidak menerima Surat Peringatan Kedua dan Surat Peringatan Ketiga tidak dapat dibenarkan, karena sebagai perusahaan perkebunan besar, seharusnya apabila terjadi perpindahan alamat Penggugat/Termohon Kasasi melaporkan hal tersebut kepada instansi/pejabat yang terkait.; • Bahwa Kegagalan pengiriman dan penerimaan Surat Peringatan Kedua dan Ketiga, tidaklah dapat dibebankan menjadi tanggung jawab Tergugat II/Pemohon Kasasi, melainkan tetap menjadi tanggung jawab Penggugat/Termohon Kasasi, karena ternyata Surat Peringatan Pertama diterima oleh Penggugat/Termohon Kasasi; • Bahwa amar tentang penundaan surat keputusan objek sengketa I dan II yang termuat dalam putusan judex facti sesuai yurisprudensi adalah sebenarnya keliru dan tidak dapat dibenarkan karena putusan penundaan seharusnya dibuat dalam penetapan yang terpisah dari putusan akhir, karena apabila digabungkan akan menimbulkan persoalan hukum tersendiri

Putusan Nomor 557 K/TUN/2015 tgl 14 Desember 2015 Pertimbangan hlm. 25 Bahwa kuasa Penggugat tidak mempunyai kapasitas mewakili Penggugat untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena tidak disumpah sebagai Advokat

47

Putusan MA No. 13 PK/TUN/2019 tanggal 21 Maret 2019 Pertimbangan hlm. 6 putusan Mahkamah Agung di tingkat kasasi telah bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, terdapat kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata di dalamnya dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali I/Tergugat II Intervensi disebut sebagai pihak yang beritikad baik, karena tanah yang di atasnya terbit Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa diperoleh dengan Akte Notariil Nomor 213/2008 tanggal 24 Desember 2008 dengan proses balik nama; 2. Bahwa Sertipikat Hak Milik Penggugat dan Sertipikat Hak Milik Tergugat II Intervensi berasal dari sumber yang berbeda, yakni: -Sertipikat Hak Milik Penggugat -Sertifikat Hak Milik Tergugat II Intervensi : Tanah Yasan C.136 Persil 21 Kelas D II; : Tanah Yasan C.428 Persil 21 Kelas D II 3. Bahwa terdapat bukti Tergugat II Intervensi berupa Bukti T.II.Int-12, bahwa tanah yang di atasnya terbit Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa telah dibeli oleh Tergugat II Intervensi; 4. Bahwa berlangsung perkara Perdata Nomor 05/Pdt.G/2016/PN.Smg.; Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, semestinya Peradilan Tata Usaha Negara tidak menilai keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa, sampai dengan adanya Putusan dari Peradilan Perdata yang berkekuatan hukum tetap

48

Putusan MA No. 16 K/TUN/2019 tanggal 11 Februari 2019 Pertimbangan hlm. 5 1. Bahwa menghitung saat mengetahui harus bersifat faktual, dan pada surat gugatan perdata Pemohon Kasasi/Penggugat, tertanggal 15 Oktober 2017 yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Sampit pada tanggal 18 Oktober 2017 pada poin angka 8 disebutkan Berita Acara Pengukuran Pengembalian Batas tanggal 29 April 2016 atas permintaan Bambang yang memuat sertifikat objek sengketa, akan tetapi tidak disebutkan secara tegas kapan berita acara tersebut diterima oleh Pemohon Kasasi/Penggugat, sehingga tanggal 29 April 2016 tidak dapat dijadikan patokan menghitung tenggang waktu pengajuan gugatan a quo; 2. Bahwa walaupun pada Berita Acara Pengembalian Batas oleh Kantor Badan Pertanahan Kotawaringin Timur, 29 April 2016 telah disebutkan sertifikat objek sengketa, akan tetapi tidak dapat diketahui secara pasti apakah ada atau tidak hubungan antara Bambang sebagai Pemohonnya dengan Pemohon Kasasi/Penggugat; 3. Bahwa penentuan tenggang waktu gugatan dihitung sejak adanya surat Termohon Kasasi I/Tergugat kepada Pemohon Kasasi/Penggugat tertanggal 6 September 2017 yang menyebutkan keberadaan sertifikat objek sengketa, sedangkan gugatan tata usaha negara a quo didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya pada tanggal 22 November 2017. Dengan demikian, pengajuan gugatan masih belum lewat waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986; 4. Bahwa Pemohon Kasasi/Penggugat memiliki sertifikat tertanggal 12 Desember 2001 yang 49

terbit lebih dahulu dan tumpang tindih dengan sertifikat objek sengketa yang terbit tanggal 24 Desember 2008, dan fisik tanah dikuasai oleh pihak Pemohon Kasasi/Penggugat, sehingga dinilai sebagai ketidakcermatan Termohon Kasasi I/Tergugat menerbitkan sertifikat objek sengketa, sehingga harus dibatalkan sebagaimana dipertimbangkan Pengadilan Tata Usaha Negara Palangkaraya Putusan MA No. 24 PK/TUN/2012 tgl 9 November 2012 Pertimbangan hlm. 49 • Bahwa Judex Juris keliru dalam pertimbangan, karena terdapat sengketa kepemilikan tentang tanah yang jadi objek HPL dan Sertifikat HPL yang jadi Keputusan Tata Usaha Negara in litis masih dalam proses persidangan di peradilan umum belum berkekuatan hukum tetap; • Bahwa untuk mencegah kontradiksi Putusan Pengadilan dari lingkungan yang berbeda, adalah akan lebih baik apabila Prae Judicial Geischell, menyangkut Legal Standing Penggugat dan status tanah tersebut dituntaskan lebih dahulu lewat putusan hakim perdata yang berkekuatan hukum tetap; • Bahwa karena substansi persoalan terletak dalam ranah hukum perdata, maka Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa ini Putusan MA No. 30 PK/TUN/2015 tanggal 23 Juni 2015 Pertimbangan hlm. 25 -Bahwa objek gugatan dalam sengketa ini adalah keputusan fiktif negatif dari Tergugat, tentang sikap diam dari Penggugat yang tidak memproses perpanjangan Hak Guna Bangunan dari Penggugat; -Bahwa namun ternyata dalam pertimbangan 50

hukum putusan Judex Juris yang menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara telah membenarkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang menggeser objek gugatan dari yang digugat Penggugat menjadi tindakan Tergugat yang menolak permohonan Penggugat dengan memberi syarat bahwa permohonan Penggugat harus disertai persyaratan tidak keberatan dari Sekolah Dasar Negeri Ketabang I dan II yang berdiri diatas Hak Guna Bangunan tersebut, yang terjadi lebih dahulu menjawab permohonan Penggugat tanggal 14 September 2011; -Bahwa pertimbangan Judex Juris yang menyatakan bahwa gugatan seharusnya diajukan sejak dijawabnya surat Penggugat tanggal 14 September 2011 dan bukan mengajukan gugatan fiktif negatif pada tanggal 22 Maret 2012, adalah diluar kompetensi Judex Juris ataupun Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, karena sesuai ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, penentuan tentang objek gugatan adalah kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara yang dilaksanakan pada pemeriksaan persiapan; - Bahwa ketentuan asas dominis litis dari Hakim Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana terdiri dari Putusan Judex Juris dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah terlalu jauh melebar dari segi yang sebenarnya, karena Hakim tidak berwenang menentukan apa yang akan menjadi objek gugatan yang secara a contrario melahirkan asas ultra petita; 51

- Bahwa penentuan tentang objek gugatan dan apa yang jadi tuntutan adalah sepenuhnya merupakan otoritas Penggugat Putusan MA No. 32 PK/TUN/2017 tanggal 16 Maret 2017, Pertimbangan hlm. 21 1. Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan oleh pembuat undang-undang dimaksudkan untuk meningkatkan “kualitas pelayanan publik” dalam kerangka negara hukum dengan sistem demokrasi dan suasana kemajuan masyarakat di bidang ICT (Information Communication Technology), disebut Lembaga “Fiktif Positif”; 2. Lembaga “Fiktif Positif” tersebut legalitas implementasinya harus melalui Putusan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersifat final dan mengikat; 3. In casu dalam proses perkara tersebut telah berlangsung upaya hukum banding dan kasasi yang oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2015, tanggal 21 Agustus 2015, tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan, lembaga upaya hukum tersebut tidak dikenal, oleh sebab itu putusan kasasi tersebut harus dibatalkan namun substansi putusannya sudah benar dan diambil alih sebagai Putusan Peninjauan Kembali ini; 4. Lembaga upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali) menjadi dibuka untuk melakukan “Corrective Justice”; 5. Majelis Peninjauan Kembali menilai terdapat “kekeliruan yang nyata” dalam Putusan Judex Facti (Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi) sehingga harus dibatalkan, karena kewenangan 52

pemberian izin-izin bangunan telah didelegasikan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Merangin, sebagaimana Pasal 43 ayat (1) dan (2), Pasal 44, dan Pasal 45 Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 20 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Merangin, juncto ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 03 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, junctis ketentuan Pasal 227.B dan Pasal 228.B Peraturan Bupati Merangin Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Merangin, junctis ketentuan Pasal 1 ayat (7) Peraturan Bupati Merangin Nomor 65 Tahun 2014 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan di Bidang Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Merangin; 6. Selain itu, penyebutan istilah “Gugatan dan/atau Penggugat” dalam sengketa penerimaan permohonan untuk mendapatkan keputusan dan/atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan sebagaimana putusan Judex Facti Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tidaklah tepat, sehingga Mahkamah Agung dalam peninjauan kembali ini perlu memperbaikinya dengan menggunakan istilah “Permohonan dan/atau Pemohon”

53

Putusan MA No. 56 K/TUN/2012 tanggal 17 April 2012 Pertimbangan hlm. 27 a. Bahwa Tergugat menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa dalam rangka melaksanakan Penetapan Eksekusi Ketua Pengadilan Negeri Bale Bandung No. 80/Eks/G/2002/PN.BB jo. No. 107/Pdt/G/1994/PN.BB yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. b. Bahwa Pasal 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana diubah dengan UndangUndang No. 9 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peratun menentukan Keputusan yang tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-undang tersebut. Oleh karena itu “Pejabat yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara dalam rangka pelaksanaan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tidak termasuk pengertian Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 1 butir 3.” c. Bahwa Peradilan Tata Usaha Negara tidak dibenarkan menilai Putusan Hakim Peradilan Umum (mempunyai Kompetensi Absolut masingmasing) sehingga kalaupun benar ada pihakpihak yang hak-hak keperdataannya dirugikan oleh Putusan Peradilan Umum tersebut, dapat menempuh upaya hukum sesuai sistem yang dibangun dalam Hukum Acara Perdata (misalnya melakukan Derden Verzet dll). Putusan MA No. 58 PK/TUN/2014 tgl 9 September 2014 Pertimbangan hlm. 33 putusan Judex Juris tidak dapat dipertahankan karena terdapat putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 43/PK/PDT/2013 yang menolak Peninjauan Kembali dari Pemohon 54

Peninjauan Kembali tidak dapat diterima, sehingga yang menjadi kaidah hukum dalam perkara tersebut adalah Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 847 K/Pdt/2003. Pengadilan Tata Usaha Negara wajib mendukung tegaknya atau terselenggaranya hak perdata yang ditetapkan oleh Peradilan Perdata

Putusan MA No. 67 K/TUN/2018 tanggal 15 Februari 2018 Pertimbangan hlm. 4 Bahwa dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara dikenal lembaga “Sidang Pemeriksaan Persiapan” dimana Penggugat dibimbing untuk menyempurnakan kesalahankesalahan formal termasuk formalitas Surat Kuasa. Kekeliruan/kesalahan Judex Facti tidak boleh dibebankan kepada Penggugat (pihak yang harus dibimbing) sebagai kompensasi terhadap posisi yang tidak seimbang dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara

Putusan MA No. 89 PK/TUN/2011 tgl 24 November 2011 Pertimbangan hlm. 19 Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa berupa Surat Pelepasan Hak/ ganti rugi sebidang tanah, adalah berbentuk Akta partij yang bersifat kontraktual sehingga merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang mengandung Perbuatan Hukum Perdata sebagaimana diatur pasal 2 (a) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang No. 9 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 55

Putusan MA No. 134 PK/TUN/2019 tgl 3 Oktober 2019, Pertimbangan hlm. 14 - Bahwa kasus a quo memuat permasalahan hukum yang kompleks, karena mempunyai titik singgung dengan perkara perdata, perkara pidana, dan perkara fiktif positif Tata Usaha Negara dalam satu mata rantai yang tak terpisahkan, sehingga harus dipertimbangkan secara menyeluruh; - Bahwa walaupun Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa diterbitkan berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengandung cacat yuridis karena bertentangan dengan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali tanggal 29 Oktober 2013 Nomor 0196/Pbt/BPN.51/2013 tentang Pembatalan Pendaftaran Peralihan Hak terhadap Sertifikat Atas Tanah Hak Guna Bangunan Nomor 72/Ungasan (sekarang Hak Guna Bangunan Nomor 61/Kutuh) atas nama PT. Mutiara Sulawesi luas 71.700 m2 dan Sertipikat Atas Tanah Hak Guna Bangunan Nomor 1678/Ungasan berturut-turut atas nama Karna Brata Lesmana dan PT. Mutiara Sulawesi, luas 29.920 m2 dinyatakan batal, tetapi proses balik nama yang didasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri Cibinong tidak sah secara hukum, karena Putusan Pengadilan Negeri Cibinong telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung di tingkat kasasi; - Bahwa walaupun proses balik nama tidak sah secara hukum, tetapi berdasarkan putusan pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap Richard Christoforus sebagai Direktur PT. Nusantara Raga Wisata telah dijatuhi hukuman 56

pidana karena membuat dan menggunakan surat palsu; - Bahwa selain itu, atas tanah a quo telah terjadi beberapa kali peralihan hak, sehingga tanah yang dijual oleh Judio Jose Rizal Manopo kepada PT. Mutiara Sulawesi diragukan keabsahannya, karena Judio Jose Rizal Manopo mengaku bukan sebagai Direktur PT. Nusantara Rawa Wisata yang berhak menjual aset PT. Nusantara Raga Wisata. Oleh karena itu peralihan hak dari PT. Mutiara Sulawesi kepada Karna Brata Lesmana juga diragukan keabsahannya. Dengan demikian, semakin tidak jelas pemilik sah atas tanah a quo. Apakah tanah a quo kembali menjadi tanah negara? atau kepada PT. Mutiara Sulawesi?; - Bahwa berdasarkan fakta hukum terhadap tanah a quo sedang diproses di Peradilan Umum, dan belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap; - Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, untuk lebih menuntaskan penyelesaian sengketa a quo terlebih dahulu harus ditunggu adanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, sehingga gugatan Penggugat dinyatakan tidak diterima Putusan MA No. 213 K/TUN/2015 tanggal 07 Juli 2015 Pertimbangan hlm. 61 merupakan Yurisprudensi bahwa Risalah Lelang bukan merupakan objek sengketa tata usaha negara; Menimbang, bahwa sedangkan alasan kasasi terhadap Surat Keputusan Objek Sengketa II dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah salah dalam penerapan hukum, bahwa Surat Keputusan Objek Sengketa II diterbitkan dengan menyalahgunakan kewenangan karena tidak sesuai dengan putusan Pengadilan Niaga tentang 57

objek yang harus dilelang, oleh karena itu harus dinyatakan batal

Putusan MA No. 224 K/TUN/2012 Pertimbangan hlm. 17 - Bahwa umur Tju Tjok Kam alias Supardi sebagai Penggugat salah satunya yang dipertimbangkan namun Majelis Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta tidak mempertimbangkan tentang Warkah Sertifikat SHM 1904/Desa Sungai Ringin sebagai alat bukti dalam perkara sengketa a quo dan telah diperintahkan oleh Majelis Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak (halaman 33) untuk dibawa ke persidangan, namun Tergugat tidak mampu menunjukkan alat bukti tersebut sampai pada acara persidangan kesimpulan ; - Bahwa terdapat hal-hal yang tidak logis dalam penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa, sehingga dapat disimpulkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa diterbitkan tanpa dasar data fisik dan data juridis yang akurat, seperti tidak bisanya/tidak dapatnya ditunjukkan warkah tanah yang bersangkutan dipersidangan oleh Tergugat agar dapat ditelusuri kebenaran data juridis Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa

Putusan Nomor 269 K/TUN/2015 tanggal 31 Juli 2015 Pertimbangan hlm. 43 bahwa keputusan tata usaha negara objek sengketa diterbitkan adalah dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak bisa digugat di Peradilan Tata Usaha Negara 58

Putusan MA No. 271 K/TUN/2017 tanggal 18 Juli 2017 Pertimbangan hlm. 29 Bahwa penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa didasarkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menjadi dasar terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa. Hal tersebut bukan wewenang Peradilan Tata Usaha Negara untuk memutus dan mengadilinya Putusan MA No. 306 K/TUN/2018 tanggal 31 Mei 2018 Pertimbangan hlm. 6 objek gugatan a quo sesuai dengan ketentuan Pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 beserta perubahannya terakhir dengan Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 yaitu: Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut undang-undang ini: e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Putusan MA No. 351 K/TUN/2018 tanggal 2 Juli 2018 Pertimbangan hlm. 8 bahwa Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa merupakan pelaksanaan dari putusan pengadilan perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 2 huruf d Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara tidak dapat dijadikan objek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara harus mendukung pelaksanaan putusan peradilan perdata tersebut. Oleh karena itu, gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa harus dinyatakan tidak diterima 59

Putusan MA No. 450 K/TUN/2013 tanggal 13 Februari 2014 Pertimbangan hlm. 39 Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya yang berkekuatan hukum tetap adalah dalam rangka penegakan hukum publik, yang mengikat umum (asas erga omnes) terlebih-lebih Tergugat sebagai aparatur negara; Walaupun tidak diperintah, apabila mengetahui putusan tersebut, maka Pejabat Tata Usaha Negara wajib menanggapinya dengan melakukan koreksi-koreksi terhadap produk administrasi negara yang keliru. Rendahnya kualitas kesadaran hukum/kepatuhan hukum seperti inilah sebagai penyebab terjadinya sengketa Tata Usaha Negara ini Putusan MA No. 331 K/TUN/2016 tgl 22 November 2016 Pertimbangan hlm. 16 Bahwa Penggugat pada tingkat Judex Facti semula adalah Syahrir Djalali, oleh karena yang bersangkutan meninggal dunia pada tanggal 24 Januari 2016, kemudian digantikan kedudukan hukumnya oleh para ahli warisnya Bahwa dengan demikian dalam pemeriksaan tingkat kasasi ini kedudukan hukum almarhum Syahrir Djalali sebagai Termohon Kasasi digantikan oleh para ahli waris Putusan MA No. 586 K/TUN/2018 tanggal 6 November 2018 Pertimbangan hlm. 4 Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa bukanlah Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat menjadi objek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara, karena hanya bersifat informasi yang merupakan jawaban atas surat Penggugat tentang Permohonan Penjelasan Lingkup Kawasan Hutan Lindung 60

Putusan MA No. 94 K/TUN/2009. 22 Maret 2010 Pertimbangan hlm. 29 objek sengketa bukanlah objek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara, karena Surat Paksa yang bertitel Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, mempunyai kekuatan Grose Akta, seperti putusan Pengadilan Putusan MA No. 166 PK/TUN/2015 tanggal 07 Maret 2016 Pertimbangan hlm. 29 Bahwa Penerimaan Penyerahan Pengurusan Piutang Negara memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tanggal 24 Oktober 2007 karena tidak hanya adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan hanya bersifat faktatif dan Penggugat tidak memperhatikan jumlah hutangnya. Surat paksa merupakan hak/kewenangan yang diberikan undangundang kepada PUPN apabila debitur tidak memenuhi panggilan PUPN yang menggunakan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai isyarat kekuatan eksekutorial; b.

Kompertensi absolut Putusan MA No.270 K/TUN/2015 tgl 22 September 2015 Pertimbangan hlm. 16 Bahwa terhadap tanah objek sengketa telah diterbitkan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa yang sebelumnya telah terbit Keputusan Tata Usaha Negara yang lain dan berdasarkan pemeriksaan setempat terjadi tumpang tindih hak atas tanah dengan demikian substansi perkara adalah terdapat sengketa 61

kepemilikan yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui peradilan perdata Putusan MA No. 31 PK/TUN/2014 tanggal 11 Juni 2014 Pertimbangan hlm. 70 bahwa Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa berbentuk peraturan (regeling) yang bersifat umum dan tidak memiliki ciri individual, konkrit dan final, sehingga tidak dapat dijadikan objek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, sehingga gugatan tidak dapat diterima sudah tepat Putusan MA No.76 PK/TUN/2014 tgl 22 September 2014 Pertimbangan hlm. 45 terdapat adanya kekhilafan Hakim atau kekeliruan nyata dalam putusan Judex Juris tersebut dengan pertimbangan: Bahwa yang menjadi dasar terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa adalah Akta Notaris Nomor 11 tanggal 27 Mei 2011 yang merupakan Akta Otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara (termasuk Surat Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa) dilindungi oleh asas hukum administrasi negara yang dikenal dengan asas ”Prae Sumptio Iustae Causa” (asas praduga keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara); In casu Substansi terpenting sebagai landasan terbitnya Surat Keputusan Objek Sengketa adalah Akta Notariil tentang berlangsungnya suatu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) suatu badan hukum perdata; Bahwa Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang menguji keabsahan suatu Akta 62

Notariil, Karena keabsahan Akta Notariil yang berkaitan dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah kewenangan absolut Peradilan Perdata untuk mengujinya

Putusan MA No. 2 PK/TUN/2014 tanggal 6 Maret 2014 Pertimbangan hlm. 25 Judex Juris telah melakukan kekeliruan yang nyata karena pokok persoalan dalam perkara ini adalah masalah kepemilikan atau hak atas tanah. Penggugat menyatakan berhak atas lokasi objek sengketa berdasarkan jual beli antara Suprapto dengan Penggugat, sedang Tergugat II Intervensi merasa mempunyai hak atas tanah tersebut berdasarkan objek sengketa yang berasal dari peralihan hak dari Hadjono kepada Lili Wahyuni dan beralih kepada Tergugat II Intervensi karena pewarisan

Putusan MA No. 04 K/TUN/2011tanggal 28 November 2012 Pertimbangan hlm. 13 • Bahwa dari bukti yang diajukan tersebut terdapat perbedaan batas-batas tanah antara sawah dalam Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa dengan sawah yang pernah diputus Hakim Perdata yang telah berkekuatan hukum tetap; • Bahwa karena menyangkut sengketa Tanah Pusaka Tinggi, dua kaum dan luas yang sangat besar, lebih baik apabila Penggugat mempersoalkan kepemilikan tanah tersebut lebih dahulu ke Peradilan Umum, agar tidak terjadi kesalahan dalam putusan peradilan

63

Pertimbangan hlm. 82 Putusan MA No. 05 PK/TUN/2017tanggal 8 Maret 2017 - Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan Sertifikat Hak Milik Nomor ..... ternyata lokasinya tumpang tindih dengan Sertifikat Hak Milik Nomor ...., dengan demikian belum jelas siapa pemilik yang sebenarnya, sehingga masih ada sengketa kepemilikan yang harus diselesaikan oleh Peradilan Umum; - Bahwa oleh karena perkara a quo menyangkut pembuktian kepemilikan atas tanah maka terlebih dahulu harus diajukan ke Peradilan Umum Putusan Nomor 20 K/TUN/2018 tanggal 15 Februari 2018, Pertimbangan hlm. 6 Bahwa pada saat menerima hak garap dari Djoni Rosidi selaku Direktur PT. Perkebunan Tjisaroea Selatan telah terdapat Sertipikat Hak Milik Nomor 261/Cibeureum yang terbit tahun 1976 berdasarkan Surat Keputusan Pemberian Hak tahun 1974 dan setelah itu terjadi peralihan hak dari Budhi ke Sofwan (objek sengketa 2) dan untuk objek sengketa 1 beralih kepada Cristalia Pinky Riady, untuk tidak mengabaikan adanya hak dan peralihan beberapa kali, maka untuk menyelesaikannya harus ditempuh melalui Peradilan Perdata Putusan MA No. 21 K/TUN/2019 tanggal 19 Februari 2019 Pertimbangan hlm. 6 Bahwa walaupun objek sengketa merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, akan tetapi dalam gugatan Penggugat lebih banyak mempermasalahkan substansi asal hak kepemilikan, luas dan letak ketiga objek sengketa, dengan demikian Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang

untuk mengadilinya melainkan kewenangan Peradilan Umum untuk menyelesaikannya 64

Putusan MA No. 27 K/TUN/2015 tanggal 7 April 2015 Pertimbangan hlm. 53 Bahwa substansi sengketa dibalik Keputusan Tata Usaha Negara in litis adalah berupa persoalan keperdataan tentang keabsahan jual beli dari pihak ketiga PT. Mutiara Sulawesi yang secara formal tertuang dalam Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), namun sebelumnya yang berkaitan dengan Akta Jual Beli tersebut juga ada Penetapan Pengadilan Negeri (PN) Cibinong Nomor 127/Pdt.P/2005/PN.Cbn. juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 3280 K/Pdt/2010 juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 681/PK/Pdt/2012, yang menurut Tergugat menjadi dasar terbitnya Keputusan objek sengketa dalam perkara ini; ... • Bahwa menjadi persoalan hukum di ranah Perdata, apakah jual beli yang dilakukan dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang didasari juga oleh Penetapan Pengadilan Negeri (PN) yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung tersebut, sah secara hukum atau tidak; • Bahwa yang berwenang menguji keabsahan Peralihan Hak tersebut adalah menjadi kewenangan/kompetensi absolut Peradilan Umum karena dalam perkara a quo masih dominan masalah kepemilikan, dan Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk mengadilinya Putusan MA No. 39 K/TUN/2014 tanggal 27 Februari 2014 Pertimbangan hlm. 10 Bahwa dasar dari permohonan gugatan adalah keabsahan Akta Jual Beli antara Boy Zuherman kepada Nelda Akbar Manalu, tanah objek sengketa kemudian telah dijaminkan dengan Hak Tanggungan kepada PT. Bank ICB Bumi Putera, Tbk. transaksi tersebut tidak dapat dinilai oleh 65

Badan Peradilan Tata Usaha Negara melainkan menjadi kewenangan Peradilan Umum Putusan MA No. 46 K/TUNtanggal 30 Juni 2014 Pertimbangan hlm. 24 -Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa (Sertifikat .... telah beralih melalui jual beli dengan Akta Jual Beli .... menjadi atas nama Tergugat II Intervensi (I Nyoman Retha Aryana, S.H.); - Bahwa kondisi demikian dalam Yurisprudensi, Tergugat II Intervensi tersebut dipandang sebagai ”pembeli beritikad baik” yang harus dilindungi dari segi hukum perdata, pidana maupun tata usaha negara; - Bahwa dalam kasus yang demikian ini, sengketa harus diserahkan kepada Peradilan Perdata, karena pihak-pihak yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam peralihan hak tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian pihak-pihak terkait Putusan MA No. 78 /PK/TUN/2012 tgl 21 Desember 2012 Pertimbangan hlm. 41 • Bahwa sengketa tentang tanah yang tercantum dalam Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa masih berlangsung di Peradilan Umum dan belum berkekuatan hukum tetap; • Bahwa sengketa perdata yang terjadi adalah tentang kepemilikan antara Penggugat dengan pihak Pemda Surabaya; • Bahwa karena ada sengketa perdata yang belum berkekuatan hukum tetap maka belum jelas apakah benar Penggugat memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara ini 66

Putusan MA No. 144K/TUN/2017 tanggal 17 April 2017 Pertimbangan hlm. 21 Bahwa Judex Facti salah menerapkan hukum, karena berdasarkan fakta di persidangan, tanah a quo merupakan aset inventaris Penggugat, dan pada tanggal 13 Oktober 1997 Penggugat telah mengajukan permohonan penerbitan sertifikat kepada Tergugat, dan telah diterbitkan Surat Ukur Gambar Situasi oleh Tergugat, akan tetapi tidak ditindaklanjuti, sedangkan Tergugat II Intervensi menyatakan tanah a quo merupakan tanah warisan. Oleh karena itu, untuk menuntaskan pengujian atas sertifikat objek sengketa, terlebih dahulu harus diputuskan status kepemilikan atas tanah a quo melalui peradilan perdata Putusan MA No. 146 K/TUN/2014 tanggal 30 Juni 2014, Pertimbangan hlm. 27 Judex Facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya harus dibatalkan karena salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut: a Judex Facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya mengabaikan bukti P.01 (Girik Pethok D Nomor 945 tanggal 21 September 1960 atas nama Roeslan), dan bukti P.05 (Surat Keterangan Keahliwarisan Roeslan terhadap Para Penggugat/Para Pemohon Kasasi); b Bahwa bukti P.01 dan P.05 tersebut setidaktidaknya merupakan bagian dari riwayat penguasaan tanah yang di atasnya terbit Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa; c Bahwa dengan demikian sengketa in litis sesungguhnya bukan sengketa Tata Usaha Negara, tetapi sengketa kepemilikan atas tanah yang di atasnya terbit Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa. Oleh karena itu, 67

Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk menguji sengketa a quo Putusan MA No. 206 K/TUN/2017 tanggal 23 Mei 2017 Pertimbangan hlm. 16 Bahwa permasalahan peralihan hak atas Hak Guna Bangunan Nomor 136 Kelurahan Tanah Datar Kecamatan Pekanbaru Kota, Kota Pekanbaru Provinsi Riau tersebut adalah merupakan persoalan hak tanggungan yang merupakan kewenangan peradilan perdata untuk menilainya Putusan MA No. 218 K/TUN/2017 tanggal 23 Mei 2017 Pertimbangan hlm. 38 - Bahwa dalam hal terjadinya tumpang tindih dua atau lebih Sertifikat Hak Milik, belum tentu Sertifikat Hak Milik yang terbit kemudian adalah lebih legal daripada yang terbit lebih dahulu; - Bahwa dalam perkara ini Sertifikat Hak Milik atas nama Tergugat II Intervensi telah melalui peralihan hak sebanyak 2 (dua) kali dan penguasaan oleh Tergugat II Intervensi dan tanah Penggugat sudah beralih sebanyak 2 (dua) kali, kedua belah pihak perlu mendapat perlindungan sebagai pembeli/yang memperoleh tanah dengan itikad baik, oleh karena itu akan lebih tepat apabila perkara ini diselesaikan terlebih dahulu secara perdata guna menerapkan asas tersebut Putusan MA No. 219 K/TUN/2017 tanggal 23 Mei 2017 Pertimbangan hlm. 20 Bahwa substansi pengujian Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa adalah keabsahan jual beli tanah yang ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Keterangan Ganti Kerugian (SKGR) objek sengketa. Oleh karena itu, 68

sebelum pengujian Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa melalui Peradilan Tata Usaha Negara, terlebih dahulu harus diputuskan keabsahan jual beli tanah a quo melalui peradilan perdata Putusan MA No. 223 K/TUN/2017T tanggal 05 Juni 2017 Pertimbangan hlm. 27 Bahwa objek sengketa hanyalah surat dinas biasa sedangkan substansi gugatan Para Penggugat adalah memohon agar Sertifikat Hak Milik Nomor: 1022/Kelurahan 18 Ilir dan Sertifikat Hak Milik Nomor: 1150/Kelurahan 18 Ilir dinyatakan batal, dengan demikian objek sengketa a quo tidak termasuk keputusan tata usaha negara sebagaimana yang ditentukan peraturan perundang-undangan Putusan MA No. 142 K/TUN/2009 tanggal 27 Agustus 2009 Pertimbangan hlm. 27 Judex Factie telah salah dalam penerapan hukum tentang Pasal 77 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara tentang kewenangan absolut, bahwa sengketa perihal Perpajakan tentang kekurangan bayar pungutan ekspor tahun 2006 adalah kewenangan Pengadilan Pajak (PP) , oleh karena itu putusan Judex Factie harus dibatalkan c.

Jangka waktu dan kadaluarsa Putusan MA No. 327/K/TUN/2016 tgl 23 September 2016 Pertimbangan hlm. 21 sudah menjadi Yurisprudensi bahwa tenggang waktu pengajuan gugatan bagi pihak dalam kasus pembatalan sertifikat hak atas tanah dihitung 90 (senbilan puluh) hari sejak pihak 69

ketiga tersebut mengetahui dan kepentingannya dirugikan sebagaimana dimaksud Pasal 55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986. Oleh karena itu sesuai dengan asas hukum ”lex specialis de rogat lex generalis” dan ”lex superiore de rogat lex imperiore”, ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 mengenyampingkan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997 Putusan MA No. 347 K/TUN/2018 tanggal 24 Juli 2018 Pertimbangan hlm. 5 Bahwa tenggang waktu untuk mengajukan gugatan pada Peradilan Tata Usaha Negara terhenti sejak gugatan perdata diajukan ke kepaniteraan pengadilan perdata dan bergerak kembali sejak putusan perdata berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde); Bahwa tata cara penerbitan objek sengketa atas tanah yang berasal dari bekas hak adat (in casu tanah milik adat Persil 33 S.I Kohir Nomor 353 atas nama Neneng Sastramidjaja) menjadi tanah negara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana telah dipertimbangkan dengan benar oleh Judex Facti Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, oleh karenanya Penggugat harus mendapat perlindungan hukum terkait pelaksanaan landreform Putusan MA No. 88 K/TUN/2018 tanggal 27 Februari 2018 Pertimbangan hlm. 5 Bahwa sebagai tindak lanjut dari surat keberatan Penggugat melalui kuasa hukumnya, pada tanggal 21 Oktober 2014 Tergugat telah mengundang Penggugat untuk menyelesaikan permasalahan tanah antara Penggugat dan Tergugat II Intervensi, dan pada surat undangan 70

tersebut telah disebutkan keberadaan sertifikat objek sengketa (vide bukti T-6). Selain itu, Penggugat melalui kuasa hukum telah pula mengirim surat kepada Tergugat tertanggal 1 Juni 2015 yang di dalam surat tersebut juga telah disebutkan keberadaan sertifikat objek sengketa (vide bukti T-16), sehingga menurut nalar yang objektif, sejak Penggugat mengetahui sertifikat objek sengketa pada tanggal 21 Oktober 2014 atau setidak-tidaknya pada tanggal 1 Juni 2015, Penggugat sudah mengetahui dan merasa kepentingannya dirugikan atas penerbitan sertifikat objek sengketa, karena saat mengetahui sertifikat adalah inheren dengan saat kepentingannya dirugikan Putusan MA No. 238 K/TUN/2018 tanggal 31 Mei 2018 Pertimbangan hlm. 6 Bahwa oleh karena Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 5406/Desa Cikeas Udik (objek sengketa) merupakan pemisahan dari Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 159/Desa Cikeas Udik serta adanya permintaan dari Penggugat untuk dimediasi oleh Tergugat, maka secara hukum Penggugat telah mengetahui dan merasa dirugikan bahwa di atas tanah yang diklaim oleh Penggugat sebagai miliknya telah diterbitkan Sertipikat objek sengketa pada tanggal 7 Maret 2016, sedangkan gugatan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung pada tanggal 19 Januari 2017. Dengan demikian gugatan yang diajukan oleh Penggugat telah melewati tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara 71

Putusan MA No. 36 PK/TUN/2012tanggal 31 Agustus 2012 Pertimbangan hlm. 68 Bahwa Penggugat mengajukan gugatan telah lewat waktu, hal mana dapat diketahui dari bukti PK 1, PK 2 dan PK 3, dan P4. • Bahwa dalam pemeriksaan Judex Juris tidak mempertimbangkan Eksepsi Tergugat yakni mengenai legalitas dan identitas orang tua Penggugat yang tidak didukung dengan alat bukti bahkan kedudukan Penggugat sebagai ahli waris yang sah tidak didukung bukti. Dengan demikian legal standing dari Penggugat tidak dipenuhi. • Bahwa objek sengketa dalam Tahun 1971 dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara (Gubernur) yakni masing-masing SK No. 78/HM/LR/1971 dan Nomor 118, sedangkan Tahun 1972 diterbitkan 2 (dua) keputusan, masing-masing SK No. 42/HM/LR/1972 dan SK No. 10 dan Tahun 1973 terjadi pengalihan dan terjadi perbedaan luas objek sengketa. • Bahwa Penggugat telah mendalilkan tanah seluas 390 Ha adalah miliknya yang diperoleh secara turun-temurun dari orang tua berdasarkan SK Gubernur masing-masing : • SK Gub No. 42/HM/LR/1972 tanggal 19 April 1972 SK Gub No. 1181/HM/LR/1971 tanggal 15 November 1971 SK Gub No. 781/HM/LR/1971 tanggal 21 Agustus 1971 SK Gub No. 10/HM/LR/1972 tanggal 04 Februari 1972 Sejak Tahun 1950 sampai dengan Tahun 1972 yang apabila dijumlah terdapat perbedaan luas Objek Sengketa tersebut, termasuk batas berapa luas tanah masing-masing tidak disebutkan secara jelas dan kedudukan Penggugat sebagai ahli waris tidak didukung dengan bukti. • Disamping itu, persyaratan yang ditentukan dalam SK dimaksud diantaranya : 1. Penerima adalah anggota koperasi (tidak 72

dibuktikan) 2. Wajib mengerjakan secara aktif selama 2 tahun berturut-turut 3. Larangan pemindahan/peralihan kepada orang lain dari Keputusan Agraria Daerah yang bersangkutan. • Bahwa kewenangan Gubernur dalam melakukan realokasi atas tanah dipertanyakan sehubungan dengan pelaksanaan Permendagri No. 1 Tahun 1967 jo. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953 (Lembaran Negara Tahun 1953 No. 14) Putusan MA No. 20 PK/TUN/2018 tanggal 27 Februari 2018 Pertimbangan hlm. 5 -Bahwa gugatan Penggugat belum kedaluwarsa, dihitung sejak penyebutan objek sengketa dalam gugatan Perkara Perdata Nomor 24/Pdt.G/2014/PN.Pwk, yang didaftarkan pada tanggal 11 Agustus 2014, dan proses kedaluwarsa tersebut terhenti sejak perkara perdata didaftarkan sampai adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, sedangkan gugatan dalam sengketa ini didaftarkan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung tanggal 23 Juli 2015; -Bahwa terhadap keputusan objek sengketa yang terbit tanggal 15 Februari 1992, sebelumnya telah ada Sertipikat Hak Milik Nomor 283/Desa Plered tanggal 24 Desember 1980 a.n. Tin Achmad (yang telah diperbaharui dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 0780/Desa Plered tanggal 29 Desember 2000) berdasarkan Akta Jual Beli tanggal 14 Juli 1980, yang dibeli Penggugat dari ahli waris almarhum H. Uwi; -Bahwa tindakan hukum Tergugat menerbitkan keputusan objek sengketa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 3 73

ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas kecermatan Putusan MA No. 54 K/TUN/2018 tanggal 15 Februari 2018 Pertimbangan hlm. 4 - Bahwa Penggugat baru mengajukan permohonan pembatalan objek sengketa ke Kantor Pertanahan Kabupaten Bone pada tanggal 13 Juni 2016, karenanya Penggugat dianggap secara materiil mengetahui objek sengketa pada tanggal 13 Juni 2016, sedangkan gugatan diajukan pada tanggal 9 September 2016, dengan demikian gugatan Penggugat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 juncto Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 K/TUN/1992; - Bahwa Tergugat dalam menerbitkan objek sengketa kepada Tergugat II Intervensi terdapat cacat yuridis karena telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 9 ayat (2) angka 2 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 dan Pasal 55 ayat (2) huruf f sampai dengan Pasal 60 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011, serta melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB), yaitu Asas Kecermatan dan Asas Kepastian Hukum; - Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 huruf a angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 74

1997 tentang Pendaftaran Tanah, Keputusan Tergugat mengenai pemberian hak milik atas tanah negara kepada Tergugat II Intervensi merupakan dasar diterbitkannya objek sengketa a quo, sedangkan keputusan pemberian hak tersebut cacat yuridis, sehingga oleh karenanya secara substantif penerbitan objek sengketa juga cacat yuridis d.

Faktor Kepentingan dari Penggugat Putusan MA No. 18 K/TUN/2016 tanggal 7 April 2016 Pertimbangan hlm. 15 -Bahwa Objek Sengketa telah ada terlebih dahulu sebelum Penggugat memperoleh tanah lokasi objek sengketa; -Bahwa Pemohon Kasasi/Penggugat membeli tanah pada tanggal 17 Juli 2013, sedangkan sertifikat telah terbit sebelumnya, yaitu pada tanggal 24 Oktober 1994. Dengan demikian berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka Pemohon Kasasi/Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum mengajukan gugatan a quo Putusan MA No. 18 K/TUN/2017 tanggal 23 Februari 2017 Pertimbangan hlm. 47 - Bahwa Penggugat mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan dalam perkara ini karena Ruang Terbuka Hijau yang direncanakan merupakan hak publik dan khususnya subjek yang bertempat tinggal pada area perumahan tersebut berdasarkan Azas Kepercayaan dari Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik; - Bahwa bidang tanah untuk fasilitas umum (Fasum) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah 75

prasarana yang telah menjadi hak Pemerintah Kota Surabaya untuk kepentingan masyarakat umum, sesuai dengan Pasal 4 (1) a, Pasal 4 (2), Pasal 5 (1) b, Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas pada Kawasan Industri, Perdagangan, Perumahan dan Pemukiman, dan berdasarkan Asas Kepercayaan dari Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik, fasilitas umum (Fasum) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut wajib diwujudkan oleh pihak pengembang/developer dan pemerintah. Oleh karena itu penerbitan objek sengketa di atas bidang tanah yang telah dialokasikan untuk kepentingan fasilitas umum (Fasum) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak dapat dibenarkan secara hukum dan karenanya penerbitan objek sengketa tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) Putusan MA No. 28 K/TUN/2019 tanggal 21 Februari 2019 Pertimbangan hlm. 8 bahwa berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Nomor 42 PK/Pdt/2015, tanggal 21 April 2015 (vide bukti T.II.Int.I-5 = T.II.Int.II12) telah diputuskan bahwa tanah yang termuat dalam Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 170/Kuningan Barat merupakan milik Pemohon Kasasi I/dahulu Tergugat II Intervensi 1. Sedangkan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 00359/Kuningan Barat in casu objek sengketa merupakan hasil dari pemecahan Sertipikat Guna Bangunan Nomor 170/Kuningan Barat. Oleh karena itu Termohon Kasasi/dahulu Penggugat tidak memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan atas penerbitan objek sengketa a quo 76

Putusan MA No. 48PK/TUN/2014 tgl 9 September 2014 Pertimbangan hlm. 21 Bahwa dengan adanya Novum PPK 4 yaitu surat keterangan Jual Beli (JB) tanah tanggal 9Oktober 1960 antara orang tua Penggugat sebagai penjual dan Moh. Fatah sebagai pembeli maka tidak terdapat lagi hubungan hukum langsung antara Penggugat dengan tanah tersebut sehingga Penggugat tidak lagi memiliki kepentingan mengajukan gugatan terhadap tanah tersebut dan bukti haknya Putusan MA No. 72 K/TUN/2016 tanggal 2 Mei 2016 Pertimbangan hlm. 29 Bahwa hubungan hukum antara Andi Nangko dengan bidang tanah yang tersebut dalam Persil Nomor 2 SII/210 CI telah terputus terhitung sejak Andi Nangko menerima ganti rugi (pembebasan/pelepasan hak atas tanah) pada tanggal 19 Oktober 1984, sehingga oleh karena riwayat hubungan hukum antara Penggugat dengan bidang tanah didasarkan pada riwayat kepemilikan Andi Nangko maka secara mutatis mutandis hubungan hukum antara Penggugat dengan bidang tanah telah terputus. Oleh karena itu, Penggugat tidak mempunyai kepentingan lagi Putusan MA No. 131K/TUN/2018 tanggal 9 April 2018 Pertimbangan hlm. 7 Bahwa tanah a quo telah dijual dihadapan notaris oleh Termohon Kasasi/Penggugat kepada Puriyanto, kemudian oleh Puriyanto dijual kepada Samidi. Selanjutnya oleh Samidi dijual kepada Haji Hasbi. Berdasarkan putusan peradilan perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap, jual beli antara Termohon Kasasi/Penggugat dari Puriyanto sah menurut hukum, dan Peradilan Tata Usaha Negara harus 77

mendukung pelaksanaan putusan dari Peradilan Perdata tersebut. Oleh karena itu, Termohon Kasasi/Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum lagi mengajukan gugatan a quo sebagaimana dimaksud Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Putusan MA No. 278 K/TUN/2014 tanggal 26 Agustus 2014 Pertimbangan hlm. 33 Bahwa Para Penggugat, Tergugat dan Tergugat II Intervensi dalam obyek gugatan didalam perkara ini adalah sama dengan perkara Nomor 30/G/2013.PTUN.MDN yang sudah berjalan sebelum perkara ini, karena itu kepentingan Para Penggugat telah terakomodasi dalam perkara tersebut, demikian pula hasilnya, sehingga Para Penggugat tidak lagi memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan yang sama untuk keduakalinya Putusan MA No. 290 K/TUN/2015 tanggal 24 Agustus 2015 Pertimbangan hlm. 13 Bahwa Kepentingan tidak identik dengan kepemilikan, Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) telah cukup dijadikan dasar kepentingan dalam mengajukan gugatan; Bahwa Permohonan Penggugat kepada Tergugat tidak didukung data yang cukup mengenai luas dan batas dari tanah yang bersangkutan, oleh karena itu patut untuk ditolak dengan keputusan fiktif negatif; - Bahwa dengan dibuatnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), berarti tidak terjadi kesepakatan, untuk memindahkan hak dan kepentingan penjual kepada pembeli, sehingga pihak pembeli sudah punya kepentingan untuk menjaga haknya itu 78

Putusan MA No. 556 K/TUN/2015 tgl 23 Desember 2015 Pertimbangan hlm. 50 Bahwa Penggugat tidak mempunyai kepentingan mengajukan gugatan terhadap objek sengketa, karena menurut Akta Notaris Nomor 21 tanggal 21 Desember 1994 yang dibuat oleh Tan Bian Tjong Penggugat adalah sebagai pemakai yang diberikan oleh Perkumpulan Siang Boe. Penguasaan fisik oleh Penggugat didasarkan kepada perjanjian pinjam pakai dengan Perkumpulan Siang Boe Putusan MA No. 669 K/TUN/2018 tgl 10 Desember 2018 Pertimbangan hlm. 4 Bahwa Termohon Kasasi I, II/Para Penggugat tidak mempunyai kepentingan terhadap objek sengketa karena dasar kepentingan Termohon Kasasi I, II/Para Penggugat berupa Akta Pengikatan Jual Beli terhadap suatu bidang tanah bersertifikat hak milik (SHM) Nomor 702/Desa Pemokong, tanggal 30 Juli 2001, seluas 15.217 m2 atas nama Lalu Musyaffa belum beralih haknya kepada Termohon Kasasi I, II/Para Penggugat, oleh karenanya Termohon Kasasi I, II/Para Penggugat tidak mempunyai kepentingan terhadap objek sengketa a quo akan tetapi yang berkepentingan adalah Lalu Musyaffa

e.

Putusan dan Alasan Upaya Hukum Putusan MA No. 154 K/TUN/2017 tanggal 17 April 2017 Pertimbangan hlm. 38 Judex Facti telah keliru dan salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut: - Bahwa pembatalan sertipikat didasarkan pada 79

pertimbangan yang bersifat asumtif, bukan berdasarkan penilaian atas fakta hukum yang sesungguhnya Putusan MA No. 174 K/TUN/2019 tanggal 08 April 2019, Pertimbangan hlm. 5 - Bahwa putusan Judex Facti hanya berdasarkan asumsi yang pada pokoknya menyatakan “…oleh karena Tergugat I tidak dapat membuktikan penerbitan objek sengketa ke-2 sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka dikategorikan penerbitan objek sengketa ke-2 cacat yuridis, dan secara mutatis mutandis objek sengketa ke-1 juga dinyatakan cacat yuridis, sehingga beralasan untuk dibatalkan”; - Bahwa berdasarkan Pasal 107 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986, hakim harus bersikap aktif mencari atau menemukan bukti, karena keputusan objek sengketa ke-1 terbit sejak tahun 1993 dan keputusan objek sengketa ke-2 terbit tahun 1994, sehingga wajar jika dokumen-dokumen yang berkaitan dengan keputusan-keputusan objek sengketa tidak ditemukan lagi; - Bahwa Termohon Kasasi/Penggugat baru menguasai fisik tanah pada tahun 2016, sedangkan keputusan-keputusan objek sengketa telah terbit sejak tahun 1993 dan 1994; - Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, masih terdapat masalah kepemilikan yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui proses Peradilan Umum Putusan MA No. 217 K/TUN/2017 tanggal 16 Mei 2017 Pertimbangan hlm. 56 Bahwa pertimbangan Judex Facti bersifat asumtif, karena tidak berdasarkan fakta hukum yang ada. Ketidakmampuan Tergugat 80

mengajukan warkah tanah dipersidangan, tidak dapat disimpulkan bahwa Tergugat tidak memperhatikan syarat-syarat penerbitan suatu sertipikat. Berdasarkan asas dominus litis, Hakim Peradilan Tata Usaha Negara bersifat aktif, oleh karena itu, Hakim harus menggali dari alat-alat bukti lainnya Putusan MA No.45 PK/TUN/2016 tgl 16 September 2016 Pertimbangan hlm. 35 Bahwa dengan demikian pertimbangan hukum Judex Facti Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjung Pinang saling kontradiktif, sehingga terdapat perbedaan antara pertimbangan hukum dan amar putusan atau amar putusan tidak didukung oleh pertimbangan hukum; - Bahwa disamping itu, seharusnya yang dijadikan objek sengketa bukan sertifikat hak milik a quo, tetapi sertifikat hak guna bangunan sebagai pengganti sertifikat hak milik a quo, karena dengan adanya penggantian sertifikat tersebut, berarti sertifikat objek sengketa sudah tidak ada lagi (non eksisten). Berdasarkan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Hakim harus memberikan nasehat kepada Penggugat untuk mengganti objek sengketa dalam proses pemeriksaan persiapan Putusan MA No. 276 K/TUN/2019 tanggal 27 Juni 2019 Pertimbangan hlm. 3 bahwa dasar pertimbangan Judex Facti hanya bersifat asumtif, karena sejak terbitnya sertipikat objek sengketa tahun 1998, sampai dengan saat pengajuan gugatan a quo telah berlangsung lebih kurang 30 tahun, sehingga tidak dapatnya Pemohon Kasasi/Tergugat mengajukan bukti data fisik dan data yuridis tidak dapat dijadikan 81

alasan pembatalannya; Menimbang, bahwa pihak terkait belum dilibatkan dalam proses sengketa a quo; Menimbang, bahwa sertipikat objek sengketa didasarkan pada Surat Keputusan Pemberian Hak, sehingga untuk menuntaskan putusan Peradilan Tata Usaha Negara terlebih dahulu harus ditentukan status kepemilikan tanah a quo melalui Peradilan Umum yang berwenang Pertimbangan hlm. 3 Putusan MA No. 570 K/TUN/2018 tanggal 29 Oktober 2018 Bahwa pertimbangan Judex Facti sangat sumir dan bersifat asumtif, karena pada intinya berpendapat dengan tidak dapatnya Tergugat/Pemohon Kasasi menunjukkan warkah tanah sertipikat a quo, maka sertipikat dinilai cacat prosedur dan substansi; Bahwa selain itu, pihak ketiga tidak ikut dalam sengketa a quo, sehingga pembuktian tidak tuntas Putusan MA No. 486 K/TUN/2012 tanggal 20 Februari 2013 Pertimbangan hlm. 25 Bahwa Judex Facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara surabaya telah salah menerapkan hukum pembuktian, karena pertimbangan hukum dan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya tidak didasarkan kepada buktibukti yang jelas dan hanya disandarkan kepada pendapat dan prakiraan Majelis Hakim Tingkat Banding Putusan MA No. 2 PK/TUN/2017 Pertimbangan hlm. 21 Bahwa pemberitahuan putusan Peninjauan Kembali ke-1 (Nomor 106 PK/TUN/2009 tanggal 13 Januari 2010) dilakukan pada tanggal 2 82

Februari 2010; Bahwa pemberitahuan putusan Peninjauan Kembali perkara perdata (Nomor 227 PK/Pdt/2015 tanggal 19 Agustus 2015) dilakukan pada tanggal 22 Maret 2016; Bahwa permohonan Peninjauan Kembali ke-2 diajukan pada tanggal 21 September 2016 di bawah register Nomor 2 PK/TUN/2017, sehingga pengajuan permohonan Peninjauan Kembali ke-2 masih dalam tenggang waktu sebagaimana diatur dalam undang-undang, sehingga secara formal dapat diterima Putusan MA No. 250 K/TUN/2011 tgl 30 Desember 2011 Pertimbangan hlm. 14 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar telah salah menerapkan hukum terutama dalam menilai bukti yang diajukan pihak-pihak, sehingga berakibat salahnya pertimbangan hukum; Bahwa data juridis berupa Akta Jual Beli (bukti T.4) yang menjadi dasar terbitnya sertifikat hak milik objek sengketa tertera luas tanah 1.800 m2 (seribu delapan ratus meter persegi), sedangkan dalam surat ukur yang terbit kemudian luas tanah menjadi 3.502 m2 (tiga ribu lima ratus dua meter persegi), perbedaan ini seharusnya dicermati dan dipertimbangkan dengan teliti oleh Judex Facti, ternyata hal tersebut tidak dilakukan sehingga menjadi tidak jelas dan tidak pasti tentang kebenaran dari luas tanah yang tercantum dalam Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa, sementara disisi lain kegiatan pendaftaran tanah sesuai perintah UndangUndang Pokok Agraria dan ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur tentang hal itu ditujukan untuk memberikan kepastian hukum tentang hak atas tanah, dan 83

tentu juga meliputi kepastian tentang luas tanah; Menimbang, bahwa disamping itu dari pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar ternyata sertifikat yang diminta dibatalkan dalam petitum gugatan telah dimatikan dan telah terbit sertipikat baru Nomor 22413/Kel. Bangkala atas nama Tergugat II Intervensi seluas 11.230 m2 (sebelas ribu dua ratus tiga puluh meter persegi) yang sebagian tanahnya seluas 3.502 m2 (tiga ribu lima ratus dua meter persegi) berasal dari Sertifikat Hak Milik Nomor 20595 dan ditambah dari beberapa sertifikat lain; Menimbang, bahwa fakta tentang hal ini ternyata juga tidak dipertimbangkan dengan cermat oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar sehingga beralasan apabila putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar tersebut dibatalkan; Menimbang, bahwa apabila diperhatikan petitum gugatan Penggugat adalah menunjuk kepada Sertifikat Hak Milik Nomor 20595 atas nama Ir. Sudarno, tapi dalam putusan tanpa pertimbangan yang jelas Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar membatalkan Sertifikat Hak Milik Nomor 22413 atas nama H. A. Jamaluddin Jafar, S.E., M.M. berikut pecahannya; Menimbang, bahwa apabila Mahkamah Agung menitikberatkan kepada kebenaran formal, seharusnya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar juga harus dibatalkan karena tidak sinkron antara petitum gugatan dengan amar putusan, namun sesuai dengan tujuan Hukum Acara Tata Usaha Negara yang lebih menitikberatkan kepada kebenaran materiel, berdasarkan fakta-fakta dan kebenaran yang terungkap dalam persidangan tingkat pertama, 84

antara lain fakta bahwa Sertifikat Hak Milik Nomor 22413 adalah merupakan turunan dari Sertifikat Hak Milik Nomor 20595 ditambah beberapa sertifikat lain, maka demi kebenaran yang bersifat substantif dan tidak memperpanjang proses peradilan bagi pihakpihak yang berperkara, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar yang mengabulkan gugatan Penggugat dapat dibenarkan Pertimbangan hlm. 48 Putusan MA No. 04 PK/TUN/2016 tanggal 07 April 2016 terdapat kekeliruan yang nyata pada putusan Judex Juris, dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) Bahwa Judex Juris menyatakan bahwa Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum, akan tetapi pertimbangannya menyatakan: “bahwa keputusan tata usaha negara objek sengketa diterbitkan oleh Tergugat mengandung cacat yuridis, karena melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik”, dan amar putusan pada pokoknya menyatakan gugatan tidak diterima, padahal seharusnya gugatan dikabulkan, dan selanjutnya membatalkan keputusan tata usaha negara objek sengketa seperti amar Judex Facti; (2) Bahwa Judex Juris menyatakan perkara a quo memiliki keterkaitan dan hubungan hukum dengan perkara perdata Nomor 109/Pdt/G/1994/PN.Bgr, tanggal 29 Maret 1995 dan Nomor 262/Pdt/1996/PT.Bdg, tanggal 14 Oktober 1996, serta perkara pidana Nomor 01/Pid.C/2010/PN.Cbn, tanggal 02 Maret 2010, yang amar putusannya adalah: Menyatakan terbukti secara sah terdakwa I: H. Madhuri bin ABA dan terdakwa II: Mad.Yunus bin Aceng 85

Kosim menguasasi tanah hak milik orang lain tanpa izin pemiliknya, melanggar Pasal 6 PERPU Nomor 51 Tahun 1960; Bahwa setelah memperhatikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negaraa quo tidak terdapat bukti berupa perkara perdata Nomor 109/Pdt/G/1994/PN.Bgr, tanggal 29 Maret 1995 dan Nomor 262/Pdt/1996/PT.Bdg, tanggal 14 Oktober 1996, tersebut. Di samping itu, juga tidak dijelaskan sejauh mana dan bagaimana bentuk keterkaitan antara putusan yang satu dengan yang lainnya, seperti Judex Juris mengaitkannya dengan putusan pidana. Seharusnya jika Judex Juris hendak mendasarkan pertimbangannya pada putusan perkara perdata tersebut, maka putusan perkara a quo sudah semestinya diajukan sebagai bukti oleh para pihak, atau jika Judex Juris memperoleh sumber pengetahuannya dari direktori putusan Mahkamah Agung, maka hal tersebut seharusnya juga dicantumkan dalam pertimbangannya Putusan MA No. 19 PK/TUN/2017 tanggal 17 April 2017 Pertimbangan hlm. 137 Bahwa terhadap perkara ini tidak diajukan upaya hukum kasasi berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon Nomor: 14/G/2015/PTUN-ABN tanggal 12 April 2016 yang pada pokoknya menyatakan Permohonan Kasasi yang diajukan oleh Pemohon yaitu Bupati Halmahera Tengah dan PT. Mineral Trobos dalam Putusan Nomor: 14/G/2015/PTUN.ABN terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar Nomor: 18/B/2016/PT.TUN.MKS tidak dapat diajukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI; Menimbang, bahwa terhadap permasalahan hukum apakah benar dapat diajukan upaya 86

hukum Kasasi atau tidak terhadap Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa in litis, Majelis Peninjauan Kembali tidak akan mempertimbangkan dalam perkara ini karena tidak relevan dengan upaya Peninjauan Kembali yang diajukan. Namun perlu dipahami bahwa ketentuan Pasal 45A Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, secara limitatif mengatur tentang upaya hukum Kasasi dan tidak meliputi upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali seperti diajukan pihak Pemohon Peninjauan Kembali, sehingga pengajuan Peninjauan Kembali dalam perkara ini secara formal dapat diterima Putusan MA No. 117 PK/TUN/2017 tgl 6 September 2017 Pertimbangan hlm. 24 Bahwa oleh karena terdapat 2 (dua) putusan yang telah berkekuatan hukum tetap yang saling bertentangan tentang objek yang sama yaitu antara putusan Nomor 16 PK/TUN/2016, tanggal 18 April 2016 dengan putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 66/Pdt.G/2015/PN.Bjm, tanggal 15 Februari 2016 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor 37/Pdt/2016/PT.Bjm, tanggal 9 Juni 2016, maka permohonan pemeriksaan Peninjauan Kembali ke-2 tersebut secara formil dapat diterima Putusan MA No. 147 PK/TUN/2017 tgl 11 Oktober 2017 Pertimbangan hlm. 60 Judex Juris telah melakukan kekeliruan yang nyata, hal mana dalam pertimbangannya menyebutkan objek sengketa berupa Izin Lingkungan Nomor 660.2/1986, padahal yang 87

menjadi objek sengketa a quo adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor 645/299.K tanggal 24 Maret 2015 f.

novum Putusan MA No. 47 PK/TUN/2010 tanggal 20 Juli 2010 Pertimbangan hlm. 30 bahwa bukti baru (novum) PPK-1 yaitu Nota Dinas Nomor : ND-198/WPN.03/KP.04/2006 dan PPK-2 Daftar Hadir Pembahasan Penyelesaian Hutang PT. Adaro Indonesia tanggal 28 Agustus 2006 tidak dapat dikwalifisir sebagai novum, karena surat-surat tersebut berada dalam penguasaan manajemen Pemohon Peninjauan Kembali. Putusan MA No. 2 PK/TUN/2017 tanggal 23 Februari 2017 Pertimbangan hlm. 22 alasan Peninjauan Kembali ke-2 tersebut dapat dibenarkan, karena Judex Juris Peninjauan Kembali ke-1 yang telah menguatkan putusan Judex Juris dalam tingkat Kasasi pertimbangan yuridisnya dapat dilumpuhkan dengan munculnya putusan perdata yang menentukan tentang substansi hak atas tanah sebagaimana tertera dalam putusan Nomor 227 PK/Pdt/2015 tanggal 19 Agustus 2015; Bahwa eksistensi Grand Sultan Nomor 1709 Tahun 1917 yang menjadi dasar batalnya keputusan tata usaha objek sengketa dalam Peninjauan Kembali ke-1 ternyata dianulir oleh putusan perdata Nomor 227 PK/PDT/2015 tanggal 19 Agustus 2015; Bahwa karena substansi yang paling menentukan (hak atas tanah) dalam Peninjauan Kembali pertama telah dianulir dalam putusan perdata Nomor 227 PK/PDT/2015 tanggal 19 88

Agustus 2015, yang menentukan tentang kualitas Substansi Hak atas tanah yang diatasnya diterbitkan Surat Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa, maka demi hukum putusan Peninjauan Kembali ke-2 sengketa tata usaha negara mengikuti putusan Peninjauan Kembali perkara perdata tersebut, sehingga permohonan Peninjauan Kembali ke-2 berdasar hukum untuk dikabulkan Putusan MA No. 10 PK/TUN/2018 anggal 15 Februari 2018 Pertimbangan hlm. 8 Bahwa Novum (bukti Baru) ditandai sebagai bukti PK-5 sampai dengan bukti PK 9 berupa akta jual beli atas tanah yang diatasnya terbit Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa terjadi antara tahun 1994 sampai dengan tahun 1997 ditemukan tanggal 5 September 2017, sementara putusan hakim yang Berkekuatan Hukum Tetap (kasasi) tanggal 24 Januari 2017 oleh sebab itu bersifat menentukan; Bahwa In Casu Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa telah dibeli (dialihkan haknya) kepada pihak ke-III yang beritikad baik (Benny Gunawan dan Nunung Kartini) oleh sebab itu harus dilindungi dari segi hukum Perdata, Tata Usaha Negara maupun Pidana; Bahwa kalaupun benar Penggugat sebagai pihak yang benar secara hukum administrasi, maka hak-haknya akan diganti oleh pihak-pihak yang dinyatakan “melakukan perbuatan melawan hukum” dalam proses peralihan hak tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Perdata, sehingga gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara harus dinyatakan tidak dapat diterima 89

Putusan MA No. 17 PK/TUN/2015 tanggal 22 April 2015 Pertimbangan hlm. 9 1. Adanya bukti baru (Novum) berupa putusan Mahkamah Agung Rl (dalam perkara pidana) Nomor: 557 K/PID./2013 tanggal 17 Juli 2013 (Terlampir) yang pada intinya menyatakan para penggugat telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum menjual, menukar, sesuatu hak atas tanah Indonesia, penanaman, atau pembenihan diatas tanah dengan hak Indonesia, padahal di ketahui yang mempunyai hak atasnya adalah orang lain (korban Nurniawati/Pemohon peninjauan kembali); 2. Bahwa putusan Mahkamah Agung Rl nomor: 557 K/PID/2013 tanggal 17 Juli 2013 tersebut baru diketahui setelah adanya putusan Mahkamah Agung Rl Nomor : 122 KAUN/2013 tanggal 25 Juni 2013 maka dengan demikian adalah merupakan bukti baru (Novum). Putusan MA No. 17 PK/TUN/2016 tanggal 21 April 2016 Pertimbangan hlm. 14 - Bahwa berdasarkan Novum yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali terbukti bahwa penerbitan sertifikat objek sengketa telah didasarkan pada alas hak yang dibenarkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu Surat Keputusan Pemberian Hak dari Kepala Kantor Pertanahan kepada H. Surabaya dan Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT dari H. Surabaya kepada pembeli Wirda Husein; - Bahwa warkah tanah atas penerbitan Sertifikat objek sengketa dipandang lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 90

dan dari warkah tanah tersebut terbukti bahwa permohonan penerbitan sertifikat objek sengketa telah dinyatakan memenuhi syarat dan tidak terdapat permasalahan hukum Putusan MA No. 18 PK/TUN/2019 tgl 28 Februari 2019, Pertimbangan hlm. 14 -Bahwa sebagai pemilik tanah yang berbatasan, Pemohon Peninjauan Kembali/Penggugat (Hamberani Seman) merasa tidak pernah menandatangani dokumen pertanahan khususnya pada bagian kolom tanda tangan pada nama tetangga yang berkepentingan maupun sebagai salah satu saksi-saksi perbatasan, antara lain di dalam: 1) Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas .... -Bahwa dokumen pertanahan tersebut oleh Termohon Peninjauan Kembali II/Tergugat II Intervensi 1 (H. Muhammad Abdan) selanjutnya dijadikan sebagai dasar untuk mengajukan permohonan kepada Termohon Peninjauan Kembali I/Tergugat (in casu Kepala Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin) sehingga terbit sertipikat-sertipikat objek sengketa; -Bahwa namun demikian, tanda tangan Pemohon Peninjauan Kembali/ Penggugat (Hamberani Seman) di kemudian hari terbukti telah dipalsukan oleh Termohon Peninjauan Kembali II/Tergugat II Intervensi 1 (H. Muhammad Abdan) sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin dalam perkara pidana Nomor 167/Pid.B/2017/PN.Bjm, tanggal 26 September 2017 (Novum 1) juncto Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor 69/PID/2017/PT.BJM, tanggal 1 November 2017 (Novum 2), yang amarnya menyatakan: Terdakwa H.M. Abdan bin Ismail (alm) terbukti 91

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memakai surat palsu, dan dijatuhi pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan; -Bahwa oleh karena itu, Termohon Peninjauan Kembali/Tergugat dalam menerbitkan sertipikatsertipikat objek sengketa secara substansial cacat yuridis, karena adanya dokumen palsu mengenai batas tanah, sehingga harus dinyatakan batal Putusan MA No. 21 PK/TUN/2013 tanggal 3 April 2013, Pertimbangan hlm. 59 • Bahwa esensi tindak pidana yang dilakukan adalah : “bersalah melakukan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam Akta Otentik”; • Bahwa putusan pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Nomor 56 / B / 2012 / PT TUN.JKT berkekuatan hukum tetap pada tanggal 10 Agustus 2012 sedangkan putusan perkara pidana Nomor 355/Pid.B/2012/PN.Jkt.Sel berkekuatan hukum tetap pada tanggal 30 Mei 2012, tetapi sesuai Berita Acara sumpah baru diketemukan pada tanggal 13 Juli 2012 ; • Bahwa Akte Otentik yang dipalsukan tersebut merupakan substansi penentu dalam penerbitan Surat Keputusan Objek Sengketa ; • Bahwa seandainya judex facti mengetahui adanya “Novum” tersebut sebelum putusan dijatuhkan , sudah dapat dipastikan bahwa Judex Facti akan mengambil putusan yang sebaliknya dari putusan judex facti tersebut Putusan MA No. 27 PK/TUN/2018 tanggal 27 Februari 2018 Pertimbangan hlm. 3 Novum yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali bersifat menentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b Undang92

Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa Putusan Perdata yang dijadikan Novum dalam perkara ini menunjukkan gugatan Penggugat terhadap kepemilikan atas tanah objek sengketa telah ditolak, dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa ini harus sejalan dengan penyelesaian perkara perdata yang telah diputuskan tersebut. Dengan demikian, tindakan hukum Tergugat menerbitkan keputusan objek sengketa sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik Putusan MA No. 52 PK/TUN/2015 tanggal 18 Juni 2015 Pertimbangan hlm. 32 Bahwa bukti baru (novum) yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali II berupa Putusan Perkara Pidana Nomor : 1649 K/Pid/2013 tanggal 25 Februari 2014 dan telah dilakukan Sumpah Penemuan Bukti Baru sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Sumpah/Janji Nomor : 55/G/2011/PTUN-PLG. Tertanggal 23 Februari 2015 dapat dibenarkan dan memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009, yang membuktikan bahwa Termohon Peninjauan Kembali (Yanto Ho alias Kerempeng) untuk mendapatkan hak atas tanah yang diatasnya diterbitkan Surat Keputusan objek sengketa dengan cara menggunakan Surat Keterangan Tanah Palsu, yang pada pokoknya isi Putusan 93

Pidana tersebut menyatakan Termohon Peninjauan Kembali (Yanto Ho alias Kerempeng) terbukti menggunakan Surat Palsu yaitu Surat Keterangan Tanah Usaha Nomor 81 K/Si/1960 tanggal 2 Oktober 1960, sehingga Termohon Peninjauan Kembali (Yanto Ho alias Kerempeng) dijatuhi Pidana Penjara selama 6 (enam) bulan; Menimbang, bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Jawaban/Kontra Memori Peninjauan Kembali, sebagaimana termuat dalam Surat Pernyataan Termohon Peninjauan Kembali tertanggal 28 Februari 2015 Putusan MA No. 71 PK/TUN/2010 tanggal 26 Agustus 2010 Pertimbangan hlm. 21 Penggugat dengan gugatan yang terdaftar pada tanggal 14 Oktober 2000 dalam perkara a quo, adalah person rekayasa yang tidak didukung fakta dan eksistensinya, yang berisi kebohongan ( tipu muslihat ) yang menyesatkan. Dengan demkian novum tersebut membuktikan adanya kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus, sehingga menenuhi ketentuan Pasal 67 huruf a Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 Putusan MA No. 80 PK/TUN/2016 tanggal 20 Juni 201 Pertimbangan hlm. 18 Bahwa oleh karena Panitia A tidak melaksanakan pemeriksaan secara langsung ke lapangan tetapi hanya menandatangani Risalah Pemeriksaan Tanah A sehingga tindakan 94

Tergugat dalam menerbitkan keputusan pemberian haknya (bukti T-18) bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 ayat (4) juncto Pasal 6 ayat (1) huruf c Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 juncto Pasal 107 huruf a Permenegagraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 juncto Pasal 83 huruf b juncto Pasal 84 huruf c Permenegagraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 yang secara mutatis mutandis mengakibatkan juga batalnya keputusan in litis sebagaimana ketentuan Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2) Permenegagraria Nomor 9 Tahun 1999; Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali mengajukan bukti-bukti baru (novum) namun bukti-bukti surat tersebut juga dibuat tidak dengan sumpah yang menerangkan mengenai kapan dan dimana menemukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 juncto Pasal 69 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 sehingga tidak bernilai sebagai novum yang menentukan dalam mempertimbangkan penyelesaian atas sengketa a quo Putusan MA No. 102 PK/TUN/2018 tanggal 31 Mei 2018 Pertimbangan hlm. 4 Bahwa Novum yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali yaitu Novum P.PK-1, P.PK2 dan P.PK-4 sangat menentukan, yang membuktikan bahwa tanah yang di atasnya terbit Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa adalah milik Pemohon Peninjauan Kembali, sehingga Penggugat (Termohon Peninjauan 95

Kembali) tidak mempunyai hubungan hukum dengan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa Putusan MA No. 52 PK/TUN/LH/2019 tanggal 16 Mei 2019 Pertimbangan hlm. 5 Menimbang, bahwa novum yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali tidak bersifat menentukan, karena bukti yang diajukan tersebut tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, sedangkan yang menjadi objek sengketa adalah mengenai Izin Lingkungan, sehingga tidak bisa menggugurkan pertimbangan hukum dari putusan kasasi; g.

Keterbukaan Informasi Publik Putusan MA No.124 K/TUN/KI/2019 tgl 28 Februari 2019 Pertimbangan hlm. 3 Bahwa walaupun Pemohon Informasi mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk meminta informasi kepada Termohon Informasi (red. Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam) sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (1), ayat (11), ayat (12), dan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan pengajuan sengketa informasi juga masih dalam tenggang waktu sebagaimana diatur Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, akan tetapi permohonan informasi diajukan dalam jumlah yang besar sekaligus, dan tidak memiliki relevansi dengan tujuan perolehan informasi yang dimohonkan, sehingga permohonan informasi tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh dan itikad baik sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3) huruf a Peraturan 96

Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Putusan MA No. 204 K/TUN/KI/2018 tanggal 2 Mei 2018 Pertimbangan hlm. 5 bahwa dengan telah terpenuhinya jangka waktu yang ditentukan Undang-Undang Komisi Informasi Publik juncto Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2010 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tersebut di atas, maka Laporan Hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor SR617/PW15/4/2014 yang dibuat oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah sudah tidak termasuk kategori informasi yangg dikecualikan; Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010: (1) Jangka waktu pengecualian informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum ditetapkan paling lama 30 tahun (2) Jangka waktu pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan jika Informasi Publik tersebut telah dibuka dalam persidangan yang terbuka untuk umum Putusan MA No. 205 K/TUN/KI/2018 tanggal 8 Mei 2018 Pertimbangan hlm. 3 Bahwa alasan Termohon Kasasi (Jaringan Kawal Jawa Timur), dalam mengajukan permohonan informasi sudah sangat jelas yaitu untuk pengawalan atau pengawasan terhadap realisasi anggaran dan bersifat penelitian terhadap dokumen pelaksanaan anggaran yang 97

sudah diselenggarakan, serta untuk mengetahui dan memastikan pelaksanaan realisasi anggaran tersebut sudah dilaksanakan secara tepat dan benar

Putusan MA No. 209 K/TUN/KI/2019 tanggal 20 Mei 2019 Pertimbangan hlm. 3 Judex Facti Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta telah salah dalam menerapkan hukum dan keliru menterjemahkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; Bahwa syarat hak-hak Pemohon Informasi Publik untuk memdapatkan informasi publik yang bersangkutan mempunyai kepentingan terhadap informasi publik tersebut; Bahwa incassu sesuai putusan Nomor 129/Pdt.G/2010/PN.Mks dan Nomor 36/G/TUN/2011/PTUN.Mks, Pemohon Informasi tersebut tidak mempunyai hubungan hukum dengan objek yang berkaitan dengan informasi tersebut

Putusan MA No. 290 K/TUN/KI/2017t anggal 6 Juli 2017 Pertimbangan hlm. 48 Bahwa sudah dilakukan pemilahan mana informasi yang harus dikeluarkan dan mana informasi yang dikecualikan untuk menjadi pengetahuan umum, hal ini diatur pada Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa juncto Pasal 9 ayat 10, Pasal 11 dan Pasal 17 huruf b dan huruf h UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 98

Putusan MA No. 312 K/TUN/KI/2019 tanggal 27 Juni 2019 Pertimbangan hlm. 4 Bahwa Masrian Noor tidak memiliki kedudukan hukum untuk mewakili Perkumpulan Komite Nasional Jaring Politisi & Pemimpin Bersih, karena tidak berkedudukan sebagai Pengurus Perkumpulan Komite Nasional Jaring Politisi & Pemimpin Bersih dan/atau dapat menunjukkan bukti adanya pemberian kuasa untuk mewakili kepentingan perkumpulan; Bahwa selain itu perkumpulan Komite Nasional Jaring Politisi & Pemimpin Bersih tidak memliki legal standing pengajuan permohonan informasi, sebab tidak ada bukti yang menunjukkan mengenai kesinambungan kegiatan nyata dalam masyarakat, yang berkaitan dengan tujuan pendirian organisasi tersebut, khususnya berkaitan dengan permohonan informasi maupun pengawasan kinerja pemerintahan sebagaimana syarat kedudukan hukum (legal standing) sebuah badan hukum perdata untuk melakukan tindakan hukum tertentu; Dengan demikian Pemohon Kasasi (in casu Pemohon Informasi) tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan informasi a quo Putusan MA No.403 K/TUN/KI/2017 tgl 14 Sept 2017 Pertimbangan hlm. 24 Putusan Sidang Majelis Kehormatan Kode Etik dan Putusan Sidang Badan Pemeriksa Keuangan yang memutuskan sanksi yang dijatuhkan atas nama terlapor Sdr. Efdinal sebagai Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur pada Pasal 17 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan 99

Informasi Publik, dan Keputusan Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 3/K/X-XIII.2/I/2015 tanggal 16 Januari 2015, tetapi termasuk informasi terbuka yang dapat diberikan kepada Termohon Keberatan/Pemohon Informasi Putusan MA No. 570 K/TUN/KI/2017 tgl 7 Desember 2017 Pertimbangan hlm. 17 Bahwa Pemohon Kasasi adalah pembeli sebidang tanah seluas kurang lebih 14 (empat belas) hektar dari Fatimah dan Tjep Tjep, yang kemudian memakai nama 7 orang atas nama Ismail, Gabriel Gani, Hamnah, Kuswanti, Junaidi Burdadi, Rafael K. Markom, Suhaemi Yani untuk pembuatan surat peningkatan hak atas tanah (vide bukti P-1 sampai dengan P-35 kecuali bukti P-6 dan P-18 konform bukti T-6, T-7, T-9, T-10, T-12, T-14); - Bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut terdapat hubungan kausalitas antara informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi dengan kedudukan Pemohon Informasi selaku pembeli bidang tanah milik Fatimah dan Tjep Tjep, karenanya cukup alasan hukum untuk menyatakan Pemohon Kasasi/Pemohon Informasi memiliki kepentingan (legal standing) untuk mengajukan permohonan informasi a quo; - Bahwa informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi berupa berita acara dan surat keputusan pembatalan surat keterangan riwayat kepemilikan/penguasaan tanah serta berita acara serah terima asli surat keterangan kepemilikan atas nama Ismail dan kawan-kawan, tidak termasuk informasi yang dikecualikan menurut ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (4) huruf I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 tahun 100

2013; - Bahwa informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi tidak terkait dengan kepentingan hak-hak pribadi orang lain, karena surat keterangan riwayat kepemilikan/ penguasaan tanah tersebut adalah atas nama Ismail dan kawan-kawan yang dipakai namanya oleh Pemohon Informasi untuk pembuatan surat peningkatan status hak atas tanah yang dibeli oleh Pemohon Informasi dari Fatimah dan Tjetjep (vide bukti P-8, P-9, P-12, P-13, P-16, P17, P-20, P-21, P-24, P-25, P-28, P-29, P-32, dan P-33), sehingga hakikatnya informasi yang dimohonkan adalah terkait dengan hak pribadi Pemohon sendiri dan bukan hak pribadi orang lain. Dengan demikian informasi yang dimohonkan tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (3) huruf c juncto Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; - Bahwa dalam pemeriksaan kasasi ini, majelis Hakim Agung hanya menemukan dokumen berupa fotokopi Berita Acara Serah Terima 7 (tujuh) set Surat Keterangan Riwayat Kepemilikan/ Penguasaan Tanah alas hak atas nama Ismail dan kawan-kawan (vide bukti P-39 konform T-5 dan bukti P-44) dan Surat Keterangan Riwayat Kepemilikan/Penguasaan Tanah (vide bukti P-9, P-13, P-17, P-21, P-25, P29 dan P-33); - Bahwa informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi berupa standar prosedur yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat (SOP), berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik merupakan informasi yang wajib tersedia setiap 101

saat sehingga termasuk dalam kategori informasi yang bersifat terbuka, oleh karena itu Termohon wajib menyediakan informasi tersebut setiap saat; - Bahwa meskipun standar prosedur yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat (SOP) merupakan informasi yang bersifat terbuka dan wajib tersedia setiap saat, tetapi merujuk fakta dalam persidangan informasi tersebut belum didokumentasikan sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf e UndangUndang Nomor 14 tahun 2008 yang berbunyi “Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan”, sehingga permohonan Pemohon tidak dapat dikabulkan; - Bahwa informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi berupa berita acara dan surat keputusan pembatalan surat keterangan riwayat kepemilikan/penguasaan tanah, tidak ada dalam pemeriksaan kasasi ini, yang ada adalah Surat Lurah Pinang Kencana Nomor 203/PEM/XII/2009 tanggal 9 Desember 2009 perihal Penarikan Alas Hak (vide bukti P-38 konform T-4), yang kemudian diberitahukan kepada Pemohon melalui Surat Lurah Pinang Kencana Nomor 590/176/7.29/2016 tanggal 6 Juni 2016 perihal Pemberitahuan (vide bukti T2), serta Salinan Buku Registrasi di Kelurahan Pinang Kencana (vide bukti T-3); - Bahwa terhadap permohonan Pemohon mengenai pembuatan duplikat asli surat dasar milik Pemohon yang dinyatakan hilang oleh Kasi Pemerintahan Kelurahan Pinang, pembuatan duplikat asli surat persetujuan sepadan atas nama Ismail dan kawan-kawan, pernyataan tidak 102

berlaku surat Lurah Pinang Kencana Nomor 203/PEM/XII/2009 beserta lampiran, kewajiban Lurah Pinang memfungsikan kembali register yang telah dicoret dan membuat surat registrasi serta permohonan agar Termohon menyerahkan asli surat keterangan riwayat kepemilikan atas nama Ismail dan kawankawan, tidak termasuk dalam ruang lingkup sengketa informasi publik menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, tetapi merupakan sengketa administrasi pemerintahan yang harus diselesaikan menurut peraturan perundangundangan di bidang administrasi pemerintahan Putusan MA No. 574 K/TUN/KI/2018 tgl 30 Oktober 2018 Pertimbangan hlm. 4 Bahwa PT PLN (Persero) Area Lubuk Pakam merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maka berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Juncto Pasal 1 angka 9 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan, maka Pengadilan Tata Usaha Negara secara absolut tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan keberatannya melainkan kewenangan Pengadilan Negeri Putusan MA No. 356 K/TUN/2016 5 Oktober 2016 Bahwa, informasi yang dimintakan tidak termasuk yang dikecualikan pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, didukung pendapat Termohon Kasasi yang menegaskan informasi yang dimintakan dapat diberikan 103

sebagaimana dikemukakan melalui surat Nomor 180/114/HUK/2015, tanggal 6 Juli 2015 perihal Permohonan Informasi Publik, bahwa pada hakikatnya informasi yang diinginkan dapat saja diketahui, dilihat dan didapatkan oleh Pemohon Informasi pada Bagian Administrasi Kesra dan Kemasyarakatan Setda Kabupaten Katingan; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi: KETUA LSM MAKO NUSANTARA KABUPATEN KATINGAN (R. LINO TAHIR, S.H.,); Amar : Memerintahkan kepada Pemohon Keberatan dahulu Termohon Informasi untuk memberikan data informasi yakni Salinan/fotocopy Data Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang memuat identitas Penerima Hibah, tujuan pemberian hibah, jumlah uang yang dihibahkan beserta Bukti Surat Pertanggungjawaban, (SPJ)nya masing-masing untuk TA 2013 dan 2014 yang bersumber dari APBD Kabupaten Katingan; h.

Perijinan Putusan MA No. 08 PK/TUN/2016 tanggal 14 April 2016 Pertimbangan hlm. 26 - Prinsip Umum dalam penertiban bangunanbangunan, bahwa bangunan yang berdasar hukum untuk dibongkar/dirobohkan adalah : 1. Bangunan-bangunan yang didirikan tidak diatas alas hak yang sah; 2. Bangunan-bangunan yang didirikan bertentangan dengan peraturan tata ruang setempat; 104

3. Bangunan-bangunan yang membahayakan keselamatan umum; - In Casu berdasarkan Site Plan Nomor 648.3/21/486.5.2/2008 tanggal 22 April 2008 yang diterbitkan oleh Pemohon Peninjauan Kembali II atas permohonan Termohon Peninjauan Kembali, lokasi tempat berdirinya tembok/bangunan pembatas adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang diakui oleh Termohon Peninjauan Kembali sesuai dalil gugatan pada huruf D angka 4; - Oleh karena itu bangunan di atas Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau jo. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 cq. Nomor 6 Tahun 2013 tentang Bangunan, maka bangunan pagar tersebut wajib dilengkapi “Izin Bangunan”

Putusan MA No. 20 K/TUN/2012 tanggal 23 April 2012 Pertimbangan hlm. 20 Bahwa sesuai Pasal 49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Advokat Jo. SEMA Nomor 089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 Jo. SEMA Nomor 052/KMA/MK.01/III/2011, Advokat yang bisa beracara di Pengadilan adalah yang telah diambil sumpahnya di Pengadilan Tinggi setempat. • Bahwa Kuasa Hukum Para Penggugat belum disumpah sebagai Advokat sebagaimana dimaksud SEMA tersebut diatas, karena itu tidak punya Legitimasi Formal untuk mewakili Para Penggugat untuk beracara dalam sidang perkara ini. 105

Putusan MA No. 68 K/TUN/2014 tanggal 22 Mei 2014 Pertimbangan hlm. 42 Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara in litis a quo diterbitkan oleh Tergugat di atas lahan yang telah dikuasai oleh Penggugat yang telah diusahakan berdasarkan peruntukan di bidang perkebunan, oleh karenanya penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa nyata-nyata telah melanggar Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria juncto Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juncto Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997; • Bahwa dengan demikian penerbitan objek sengketa tumpang tindih di atas tanah Penggugat yang mana Tergugat tidak cermat, dengan mengabaikan Hak Prioritas Pemohon Kasasi (Penggugat), adalah mengandung cacat yuridis sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Putusan MA No. 73 K/TUN/2014tanggal 28 Mei 2014 Pertimbangan hlm. 25 Tergugat dalam menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara a quo tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu dan tidak melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik khususnya asas kecermatan dan profesionalitas 106

Putusan MA No. 89 PK/TUN/2012.tl 25 Oktober 2012 Pertimbangan hlm. 56 Bahwa pertimbangan putusan Mahkamah Agung (Judex Juris) yang menguatkan putusan Judex Factie tersebut apabila dikaitkan dengan bukti PK-5 berupa surat dari PT. Sawit Kaltim Lestari tertanggal, Jakarta 12 Nopember 2008 yang ditujukan kepada Bupati Kutai Kartanegara (Tergugat)/ Termohon Peninjauan Kembali tentang : Kepastian Hukum Berinvestasi, maka pertimbangan dalam putusan Judex Juris yang menguatkan putusan Judex Factie, terbukti terdapat kekhilafan dalam penerapan hukumnya, dengan pertimbangan Penggugat/Pemohon Peninjauan Kembali sudah pernah mohon penyelesaian/keberatan tentang pemberian ijin yang “tumpang tindih” kepada Tergugat/Termohon Peninjauan Kembali, tetapi tidak mendapat tanggapan sebagaimana mestinya sampai Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pertimbangan hlm. 87 Putusan MA No. 122 K/TUN/2015ggal 11 Juni 2015 Bahwa apabila Tergugat cermat mempertimbangkan keadaan-keadaan tersebut secara komprehensif tentulah Keputusan Tata Usaha Negara in litis tidak akan diterbitkan karena akan menimbulkan permasalahan hukum yang kompleks; • Bahwa dari keadaan tersebut terbukti Tergugat tidak cermat dalam mempersiapkan data-data terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara in litis, sehingga melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik khususnya asas kecermatan, dan karenanya patut untuk dibatalkan 107

Putusan MA No. 171 K/TUN/2014tanggal 30 Juni 2014 Pertimbangan hlm. 28 Objek gugatan in casu adalah Surat Keputusan Bupati Barito Timur Nomor 417 Tahun 2012 tanggal 30 November 2012 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada Tergugat II Intervensi ... Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengketa diterbitkan bertentangan dengan Surat Edaran Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral cq. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 08.E/30/DJB/ 2012 tanggal 6 Maret 2012 tentang Penghentian Sementara Penerbitan IUP Baru sampai ditetapkannya wilayah pertambangan. Sehingga izin yang terbit tumpang tindih Putusan MA No. 347 K/TUN/2013 tanggal 17 Oktober 2013 Pertimbangan hlm. 57 Bahwa tindakan Tergugat dalam mengeluarkan Surat Keputusan objek sengketa bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, khususnya Asas Kecermatan dan Asas Kepastian Hukum, karena Tergugat dalam menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa seharusnya mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua faktor dan keadaan yang berkaitan dengan materi keputusan, mendengar dan mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Tergugat seharusnya juga menilai keseriusan Penggugat dalam membangun kebun kelapa sawit dari izin lokasi 108

yang diterima tahun 2010 seluas + 6.517 Ha bukan izin yang pertama diterima dengan luas +13.000 Ha pada tahun 2005; sehingga Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa tersebut adalah cacat yuridis dan beralasan hukum untuk dinyatakan batal Halaman 19 dari 21 halaman. Putusan Nomor 423 K/TUN/2012anggal 25 Februari 2013, - Bahwa Penggugat selaku Komisaris Perusahaan memiliki legal standing untuk maju selaku Penggugat, karena telah menerima kuasa dari Direktur Utama Perusahaan, hal ini sesuai ketentuan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Putusan Nomor 460 K/TUN/2014tanggal 23 Februari 2015 Pertimbangan hlm. 40 Bahwa SK objek sengketa diterbitkan berdasarkan permohonan yang tidak disertai dengan dokumen-dokumen persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 74 ayat (3) PP No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan demikian objek sengketa diterbitkan sebelum diselesaikannya masalah lahan mana yang disetujui oleh Penggugat untuk dilepaskan Putusan MA No. 490 K/TUN/2015 Pertimbangan hlm. 48 Bahwa tindakan hukum Tergugat menerbitkan objek sengketa bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, terutama asas kecermatan dan kehati-hatian, karena seharusnya Tergugat pada waktu mengambil keputusan terlebih dahulu mencari gambaran yang jelas mengenai fakta yang relevan dan semua 109

kepentingan pihak ketiga yang tersangkut. Dalam sengketa a quo terbukti masih terdapat perselisihan keabsahan perubahan susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, oleh karena itu seharusnya Tergugat tidak sampai pada penerbitan keputusan objek sengketa Putusan MA No. 18 K/TUN/2017 tanggal 23 Februari 2017 Pertimbangan hlm. 47 - Bahwa Penggugat mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan dalam perkara ini karena Ruang Terbuka Hijau yang direncanakan merupakan hak publik dan khususnya subjek yang bertempat tinggal pada area perumahan tersebut berdasarkan Azas Kepercayaan dari Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik; - Bahwa bidang tanah untuk fasilitas umum (Fasum) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah prasarana yang telah menjadi hak Pemerintah Kota Surabaya untuk kepentingan masyarakat umum, sesuai dengan Pasal 4 (1) a, Pasal 4 (2), Pasal 5 (1) b, Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas pada Kawasan Industri, Perdagangan, Perumahan dan Pemukiman, dan berdasarkan Asas Kepercayaan dari Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik, fasilitas umum (Fasum) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut wajib diwujudkan oleh pihak pengembang/developer dan pemerintah. Oleh karena itu penerbitan objek sengketa di atas bidang tanah yang telah dialokasikan untuk kepentingan fasilitas umum (Fasum) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak dapat dibenarkan secara hukum dan karenanya penerbitan objek sengketa tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Azas-Azas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) 110

i.

Pemilu / Pilkada Pertimbangan hlm. 38 Putusan MA No. 19 P/HUM/2019 tanggal 13 Agustus 2019 Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak dapat menambah ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang terutama yang memberati atau menghalangi jalannya peserta yang memenuhi syarat untuk melanjutkan proses yang ditetapkan peraturan yang berlaku. Ketentuan objek permohonan keberatan HUM a quo memperkecil pilihan menemukan putra terbaik dari peserta yang memenuhi syarat. Selain itu objek permohonan keberatan berpotensi menimbulkan ketidakadilan karena tidak terdapat kriteria untuk mengeluarkan peserta yang memenuhi syarat dari proses seleksi yang berujung kepada ketidakadilan dengan terbukanya kesempatan dari penyelenggara untuk mengeluarkan orang tertentu dari proses seleksi; -Bahwa Termohon terbukti telah menambah/ membuat norma baru di luar ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang sehingga hak Pemohon sebagai peserta yang telah memenuhi syarat yang seharusnya dapat melanjutkan proses ke tahap selanjutnya menjadi terhalang. Tindakan demikian jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, karena ketentuan Pasal 21 ayat (1) tidak memuat materi tentang pembatasan calon anggota yang lulus penelitian administrasi sebagaimana yang termuat dalam objek permohonan hak uji materiil (HUM)

111

Putusan MA No. 1 P/PA-PEMILU/2018 tgl 19 Sept 2018 Pertimbangan hlm. 17 - Bahwa persyaratan untuk menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota diatur pada Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 yang secara eksplisit tidak mengatur adanya persyaratan kerja sama antara partai pendukung pada Pemilu terakhir dengan partai pendukung pada Pemilu 2019; - Bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (6) huruf b, dalam hal terdapat kondisi bakal calon yang bersangkutan tidak diberhentikan atau tidak ditarik sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota oleh Partai Politik yang diwakili pada Pemilu terakhir, maka calon anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota yang dicalonkan oleh Partai Politik yang berbeda dengan Partai Politik yang diwakili pada Pemilu terakhir, tidak diwajibkan mengundurkan diri sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, sebagaimana ditegaskan pula melalui surat KPU RI Nomor 783/PL.01.4D/06/KPU/VIII/2018, tanggal 1 Agustus 2018 yang ditujukan kepada KIP Kota Sabang yang pada pokoknya menjelaskan bahwa dengan merujuk pada Pasal 83 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, keanggotaan Partai Politik lokal diperbolehkan merangkap keanggotaan Partai Politik Nasional, sehingga anggota DPR Kota di wilayah Aceh yang mewakili Partai Politik nasional, tidak perlu mengajukan pengunduran diri sebagai anggota DPR Kota, apabila mencalonkan diri sebagai anggota DPR Kota di wilayah Aceh mewakili Partai Politik lokal (vide bukti. T.7). - Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di 112

atas, permohonan Pemohon beralasan untuk dikabulkan, karena Keputusan KIP objek permohonan didasarkan pada Putusan Panwaslih Kota Sabang yang mengandung cacat yuridis secara substantif Putusan MA No. 1 PK/KHS/2017 tgl 5 Februari 2018 Pertimbangan hlm. 29 -33 - Bahwa tentang dalil Termohon Peninjauan Kembali yang menyatakan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 PK/P-KHS/2008 tanggal 20 Agustus 2008 terhadap putusan perkara uji pendapat tidak dapat diajukan upaya hukum peninjauan kembali, tidak dapat dibenarkan karena pendirian Mahkamah Agung dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan lebih mengedepankan kebenaran substansial daripada kebenaran prosedural; - Bahwa dalam praktek peradilan adakalanya masih ditemukan suatu kesalahan, kekeliruan ataupun bukti-bukti yang belum dipertimbangkan dalam suatu putusan sehingga perlu dibuka adanya upaya hukum yang bersifat luar biasa untuk menguji kembali putusan tersebut, yaitu melalui lembaga peninjauan kembali sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 28 ayat (1) huruf c dan Pasal 34 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung; - Bahwa ratio legis pembatasan peninjauan kembali terhadap putusan uji pendapat dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 PK/P-KHS/2008 tanggal 20 Agustus 2008 pada dasarnya adalah untuk mewujudkan adanya kepastian hukum (rechts zekerheid) untuk menjaga, menegakkan dan menjalankan ketentuan norma dalam undang-undang. Pandangan seperti ini merupakan bagian dari 113

penegakan hukum yang bersifat formal legalistik. Formal legalistik diperlukan dalam rangka mencegah berlarutnya perkara karena bagaimanapun setiap perkara harus ada akhirnya (litis finiri oportet) serta menghasilkan keseragaman dan kesatuan. Namun di sisi lain pandangan demikian akan menegasikan dimensi keadilan, yaitu kepastian hukum yang adil sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menentukan bahwa, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; - Bahwa hakikat ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 adalah bahwa kepastian hukum tanpa keadilan akan meniadakan perlindungan, pemberian jaminan dan pengakuan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan prinsip keadilan dan persamaan di hadapan hukum (equality before the law), pembatasan permohonan upaya peninjauan kembali terhadap putusan uji pendapat sesungguhnya merupakan pelanggaran terhadap rasa keadilan dari pencari keadilan (justiciabelen). Dengan demikian oleh karena sesungguhnya tujuan dari proses peradilan sebagaimana termuat dalam irah-irah setiap putusan pengadilan adalah demi keadilan, maka dalam rangka mewujudkan kepastian hukum yang adil jika dihadapkan pada pilihan antara kepastian hukum dan keadilan, hukum harus berpihak pada keadilan sebagaimana amanat konstitusi; - Bahwa pandangan demikian sejalan dengan pendapat Gustav Radbruch yang menyatakan bahwa hukum adalah pengemban nilai keadilan yang memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif 114

maksudnya bahwa kepada keadilanlah hukum berpangkal dan karenanya keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum, tanpa keadilan sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum; - Bahwa sesungguhnya maksud ketentuan Pasal 69 huruf b Undang-Undang Mahkamah Agung tentang keharusan adanya sumpah adalah untuk memastikan substansi kapan ditemukannya surat bukti tersebut, yaitu bahwa surat bukti benar ditemukan setelah perkara yang diajukan peninjauan kembali diputus sebagaimana dimaksud Pasal 67 huruf b Undang-Undang Mahkamah Agung, sehingga oleh karena perkara uji pendapat diputus pada tanggal 9 Maret 2017 sementara surat bukti P.PK-16 dan P.PK-17 diterbitkan pada tanggal 30 September 2017, maka dengan demikian kewajiban penyumpahan tersebut telah kehilangan esensinya; - Bahwa esensi penegakan hukum dan keadilan adalah untuk mencapai tiga tujuan yang harus dipertimbangkan secara cermat, yaitu keadilan, kepastian hukum dan manfaat penegakan hukum itu sendiri; - Bahwa dihadapkan pada keadaan hukum yang demikian merujuk pada pandangan Aristoteles tentang keadilan korektif (remedial) yang menyatakan pada hakikatnya keadilan dapat dicapai dengan melakukan koreksi atas setiap akibat perbuatan dengan memperbaiki kerugian dan memulihkan keuntungan yang tidak sah, untuk itu keadaan hukum yang terjadi setelah adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 01 P/KHS/2017 tanggal 9 Maret 2017 harus dikembalikan pada keadaan semula seperti sebelum adanya putusan uji pendapat a quo, karena Pemohon Uji Pendapat pada waktu mengajukan permohonan uji pendapat telah 115

bertindak tidak jujur dengan mengabaikan fakta bahwa Pemohon Uji Pendapat tidak lagi berkapasitas sebagai Anggota DPRD Kabupaten Mimika Periode 2014-2019; - Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut dengan berpedoman pada nilai tujuan hukum yang hendak dicapai dipandang akan lebih menjamin adanya kepastian hukum yang adil apabila Putusan Nomor 01 P/KHS/2017 dinyatakan batal oleh karena diajukan oleh Pemohon Uji Pendapat yang tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) Pertimbangan hlm. 39 Putusan MA No. 194 K/TUN/2011 tanggal 04 Juli 2011 - Bahwa sesuai dengan Undang-Undang yang diterapkan dalam kasus sengketa ini, yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 2008, bahwa perselisihan partai politik diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat (v ide Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2008) ; - Bahwa dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak tercapai, maka penyelesaian perselisihan partai politik ditempuh melalui Pengadilan atau diluar Pengadilan (vide Pasal 32 ayat (2) UndangUndang No. 2 Tahun 2008) ; - Bahwa perkara partai politik berkaitan dengan Undang-Undang ini diajukan melalui Pengadilan Negeri (vide Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang No. 2 Tahun 2008) ; - Bahwa selanjutnya, putusan Pengadilan Negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (vide Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2008) ; - Bahwa dari Pasal-Pasal Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tersebut 116

terlihat bahwa perselisihan partai politik adalah merupakan kompetensi absolut dan yurisdiksi Peradilan Umum ; - Bahwa semula Penggugat (Amelia A.Yani) telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan register perkara No. 366/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Tim, dan kemudian telah dijatuhkan putusan pada tanggal 22 April 2010 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima; - Bahwa apabila Penggugat tidak puas atas putusan tersebut, maka upaya hukum yang tersedia baginya seharusnya adalah kasasi ke Mahkamah Agung, dan bukannya ia malah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Alur pemeriksaan sengketa ini harus masih tetap berada dalam jalur pemeriksaan Peradilan Umum, untuk menjaga tertib berperkara sampai berkekuatan hokum tetap dalam gugatan semula j.

TUN Lain Putusan MA No. 163 K/TUN/LH/2018 tanggal 3 April 2018 Pertimbangan hlm. 5 - Bahwa Penggugat belum memiliki Izin Usaha Pertambangan (eksploitasi), tidak mendapat persetujuan masyarakat dan Tergugat tidak pernah menerbitkan Rekomendasi Persetujuan Dokumen UKL-UPL, sehingga penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa telah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan Azas-Azas Umum Pemerintahan yang Baik; - Bahwa terlepas dari pro-kontra masyarakat dan motivasi gugatan atas keberadaan perusahaan batu gamping Penggugat, Kawasan 117

tambang yang dimohonkan izin lingkungan oleh Penggugat (daerah Pangkalan) merupakan Kawasan lindung geologi sehingga harus disesuaikan dengan RT/RW dan mendapat persetujuan dari Bupati sebagaimana ditegaskan pada Lampiran XI Peraturan Kabupaten Karawang Nomor 2 tahun 2013 bagian A.4 Kawasan Lindung Geologi, tetapi dalam hal ini Bupati tidak memberikan persetujuan. Oleh karena itu baik Penggugat maupun masyarakat dilarang melakukan kegiatan tambang batu gamping di daerah Kawasan lindung geologi tersebut. Dengan demikian, Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa sudah benar dan harus tetap dipertahankan, sehingga gugatan Penggugat harus ditolak Putusan MA No. 165 K/TUN/2019 tanggal 9 April 2019 Pertimbangan hlm. 4 Bahwa Penerbitan objek sengketa telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, baik dari aspek kewenangan, prosedur maupun substansial. Hasil penyelidikan terkait dengan siswa Seba Polri Tahun Ajaran 2017 atas nama Penggugat telah dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap Zhuraida Fujiasih, dan juga keluarga Penggugat serta keluarga Zhuraida Fujiasih, yang pada pokoknya mengungkapkan saudari Zhuraida Fujiasih (korban) pernah melakukan hubungan badan/bersetubuh diluar nikah hingga korban hamil dan melahirkan anak yang bernama Keisya (nama panggilan Khaisa) sehingga yang bersangkutan merasa dirugikan dan tidak terima serta akhirnya melaporkan pelanggaran tersebut ke polisi. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Kepala Lembanga Pendidikan dan Latihan Polri Nomor 118

Pol SKEP/244/XII/2006, tanggal 29 Desember 2006, diatur bahwa hasil pemeriksaan ditindaklanjuti oleh Kepala SPN dengan melaksanakan sidang Wandik Sekolah pada tanggal 29 November 2017 yang dipimpin oleh Kepala SPN Polda Aceh yang dihadiri oleh Pejabat Struktural Lemdik dan pejabat terkait yang diperlukan beserta Penggugat, selanjutnya hasil sidang tersebut dilaporkan kepada Kapolda Aceh untuk kemudian dibahas dalam Sidang Dewan Penyantun Pendidikan dan Pelatihan Polda (Wantun Diklat Polda) yang dipimpin oleh Wakapolda Aceh, Kepala SPN Polda Aceh, Kabid Propam Polda Aceh dan pejabat yang terkait; Putusan MA No. 274 K/TUN/2016 tanggal 11 Agustus 2016 Pertimbangan hlm. 34 1. Bahwa Penggugat (red. Yayasan Citra Keadilan) mempunyai legal standing untuk menggugat, karena eksistensinya sesuai dengan ketentuan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) telah dipertimbangkan dengan benar oleh Judex Facti Tingkat Pertama; 2. Bahwa sesuai dengan Surat Keputusan Tata Usaha Negara Objek Sengkata (Nomor 660.2/1896) tentang izin lingkungan atas kegiatan Superblock Podomoro City, mewajibkan dilengkapi AMDAL, tetapi berdasarkan hasil pembuktian pada Judex facti Pengadilan Tata Usaha Negara Medan AMDAL tersebut tidak ada; 3. Bahwa terhadap sengketa in litis tidak dapat diterapkan ketentuan Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, karena Izin Mendirikan Bangunan yang 119

berkaitan dengan lingkungan hidup bukan kewenangan murni otonomi daerah, melainkan sebagai kewenangan Perbantuan (Medebewin) ataupun kewenangan Dekonsentrasi; Putusan MA No. 281 K/TUN/2013 tanggal 20 Agustus 2013 Pertimbangan hlm. 28 • Bahwa kepentingan Para Penggugat harus dipertimbangkan karena telah berada dilokasi dan telah membangun, sementara bangunan mereka telah dirusak oleh pihak PT. Royal Ostrindo; Dalam surat gugatan a quo maupun dalam surat gugatan dalam perkara Perdata (Nomor 131/Pdt.G/2010/PN.Cbn.) tertanggal 15 Agustus 2011 tercantum ex aequo et bono yang patut dipertimbangkan ; Demikian juga posisi Para Penggugat dan Para Tergugat ada dalam posisi yang tidak seimbang dari sudut pandang apapun juga ; • Objectum litis adalah Keputusan Bupati No.591, tanggal 30 Juni 2010, Pemberian Izin Lokasi kepada PT. Royal Ostrindo untuk memperoleh tanah seluas + 330.000 M2, yang diperlukan dalam rangka pembangunan perumahan di Desa Pengasinan, Kecamatan Gunung Sindur; • Dalam putusan Nomor 131/Pdt.G/2010/ PN.Cbn. a quo yang dipertimbangkan hanyalah bahwa Para Penggugat tidak punya legal standing karena tidak memiliki alat bukti yang menunjukkan kepemilikan sementara dengan adanya kepentingan yang dirugikan, maka yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai pihak yang memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ; • Disamping itu dalam kasus ini sebenarnya penyelesaian dapat dilakukan dengan baik bila pihak PT. Royal Astrindo memiliki naluri 120

keadilan dengan memberi ganti rugi yang layak bagi mereka dengan pendekatan yang simpatik dari pihak Bupati dan Perumahan ; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas,menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : SIMON SIBORO dan kawan-kawan Putusan MA No. 283 K/TUN/LH/2019 tanggal 24 Juli 2019 Pertimbangan hlm. 7 - bahwa eksistensi Keputusan Walikota Semarang Nomor 660.1/239 tanggal 15 Oktober 2009 tentang Kelayakan Lingkungan atas nama PT Sinar Centra Cipta in casu Penggugat, tetap diakui dan sah menurut hukum sepanjang pejabat/badan tata usaha negara tersebut tidak mencabutnya, terdapat keputusan baru yang membatalkannya ataupun Putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang membatalkannya sesuai dengan Asas Vermoeden Van Rechmatigheid oleh karenanya Penggugat memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan atas penerbitan kedua objek sengketa; - bahwa PT Sinar Centra Cipta in casu Penggugat telah beberapa kali mengajukan permohonan perpanjangan izin reklamasi kepada Menteri Perhubungan yang diawali dengan Surat Nomor 040/SCC/X/2010 tanggal 14 Oktober 2010 yaitu sebelum habis masa berlaku izin reklamasi pada tanggal 31 Desember 2010 dan yang terakhir dengan Surat Nomor 010/SCC/V/17 tanggal 23 Mei 2017 serta terhadap permohonan perpanjangan izin reklamasi tersebut tidak pernah ditolak oleh Menteri Perhubungan, oleh karenanya Penggugat selaku pemegang izin reklamasi yang beriktikad baik sudah sepatutnya mendapatkan 121

prioritas untuk memperoleh perpanjangan izin reklamasi; - bahwa ternyata rencana reklamasi lahan seluas 22,0198 ha oleh PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) titik koordinat tapak reklamasi seluas 22,0198 ha, tumpang tindih dengan titik koordinat batas proyek rencana reklamasi oleh Penggugat seluas 67,6 ha. Hal tersebut diakui oleh Tergugat sendiri bahwa pembahasan dokumen addendum Amdal dan RKL-RPL maupun proses penerbitan izin lingkungan rencana reklamasi lahan oleh PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) tidak dapat dilanjutkan karena lokasi tapak proyek yang diajukan tersebut telah tercakup dalam Izin Lingkungan Penggugat dan telah dilaksanakan reklamasi di pantai Tanjung Emas seluas 8 hektar, dan selama melakukan pekerjaan ini tidak ada halangan atau pun komplain dari pihak manapun juga. Selama pekerjaan pengerukan/ reklamasi dilaksanakan sepanjang tahun 2010 tidak ada keberatan ataupun klaim dari pihak manapun juga sesuai dengan laporan perkembangan kegiatan telah dilaporkan kepada Menteri Perhubungan; - bahwa sesuai dengan hasil Rapat Pembahasan Reklamasi pada tanggal 13 April 2017 dan 26 Juli 2017, antara pihak Penggugat dan Tergugat II Intervensi terkait permasalahan tumpang tindihnya titik koordinat tapak reklamasi tersebut diselesaikan dengan cara Business to Business secara intensif terlebih dahulu agar dihasilkan keputusan yang tidak saling merugikan kedua belah pihak dan sebagai mediator Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Tanjung Emas Semarang. Namun demikian Tergugat tetap menerbitkan kedua keputusan objek sengketa a quo; 122

- bahwa berdasarkan uraian pertimbangan di atas, terbukti secara substantif tindakan Tergugat dalam menerbitkan kedua keputusan objek sengketa tidak dilakukan secara terukur dan telah bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Kecermatan yang merupakan bagian dari AAUPB oleh karenanya cukup alasan hukum untuk mengabulkan gugatan Penggugat dan menyatakan batal kedua keputusan objek sengketa Putusan MA No. 386 K/TUN/LH/2018 tanggal 16 Juli 2018 Pertimbangan hlm. 4 - Bahwa objek sengketa a quo telah memenuhi unsur keputusan tata usaha negara sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Tergugat sebagai pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu belum dapat diproses lebih lanjut berdasarkan Pasal 12 ayat (2) huruf a dan d Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Bangunan Gedung; bersifat konkret terkait izin mendirikan bangunan pagar; bersifat individual ditujukan kepada Penggugat; dan bersifat final sudah definitif yang tidak memerlukan persetujuan dari atasan atau instansi lain; serta menimbulkan akibat hukum bagi Penggugat sehingga tidak dapat melakukan pembangunan pagar, oleh karenanya Pengadilan Tata Usaha Negara in casu Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung berwenang mengadili perkara a quo; 123

- Bahwa tindakan Tergugat mengeluarkan objek sengketa a quo dikarenakan masih adanya permasalahan kepemilikan tanah antara Penggugat dengan pihak lain terkait, hal tersebut seharusnya tidak menjadi halangan Tergugat untuk menindaklanjuti permohonan Izin Membangun Bangunan (IMB) pembangunan pagar dari Penggugat, oleh karena atas tanah tersebut telah terbit Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 5 / Margamulya atas nama Penggugat, dan dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 143 PK/TUN/2015 kedudukan hokum Penggugat dinyatakan sebagai Pembeli Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 5 / Margamulya yang beritikad baik harus dilindungi dalam proses hukum pidana, hukum perdata maupun hukum tata usaha negara, sehingga sepanjang Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 5 / Margamulya tersebut tidak ditangguhkan pelaksanaannya atau dibatalkan sesuai asas “presumptio iustae causa” maka sertipikat tersebut selalu harus dianggap rechtmatig atau mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai adanya pembatalan, dan juga sertipikat tersebut untuk menjamin kepastian hukum sebagai surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat serta memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) dan (2) huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria Juncto Pasal 4 ayat (1), Pasal 3 huruf a, dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah; - Bahwa oleh karenanya tindakan Tergugat mengeluarkan objek sengketa a quo 124

bertentangan dengan peraturan perundangundangan khususnya Pasal 19 ayat (1) dan (2) huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Juncto Pasal 4 ayat (1), Pasal 3 huruf a, dan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dan asas kepastian hukum. Sehingga objek sengketa harus dinyatakan batal dan Tergugat diwajibkan untuk menindaklanjuti permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Penggugat Putusan MA No. 394K/TUN/LH/2017 tgl 14 Sept 2017 Pertimbangan hlm. 51 - Bahwa Izin Mendirikan Bangunan dan kegiatan membangun merupakan dua hal yang berbeda, oleh karena itu, pengujian Izin Mendirikan Bangunan harus mengacu pada aturan dasar dan/atau peraturan terkait dengan Izin Mendirikan Bangunan, sedangkan tentang kegiatan membangun antara lain mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung juncto Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Mendirikan Gedung; - Bahwa pada pokoknya posita gugatan Para Termohon Kasasi/Para Penggugat adalah bahwa penerbitan objek sengketa telah merugikan kepentingan Para Termohon Kasasi/Para Penggugat karena adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan berupa kebisingan, berkurangnya perolehan air bersih, udara bersih, dan adanya sampah yang menyebarkan bau busuk. Oleh karena itu, pengujian hakim Peradilan Tata Usaha Negara harus dibatasi pada aspek kewenangan, prosedur, dan substansi penerbitan Izin 125

Mendirikan Bangunan objek sengketa; - Bahwa Persyaratan Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 9 s/d Pasal 11 Permendagri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Ijin Mendirikan Bangunan. Sertifikat Laik Fungsi Bangunan tidak dijadikan sebagai salah satu syarat penerbitan Izin Mendirikan Bangunan; - Bahwa salah satu syarat Izin Mendirikan Bangunan diatur pada Pasal 9 ayat (2) huruf f yaitu berupa "dokumen analisis mengenai dampak dan gangguan terhadap lingkungan, atau Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)/Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) bagi yang terkena kewajiban". - Bahwa berdasarkan fakta di persidangan, sebelum penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa, terlebih dahulu telah didukung oleh dokumen-dokumen lingkungan, antara lain Lisensi Bupati Garut, tanggal 26 Agustus 2015 (vide bukti T.13), Pembentukan Komisi Penilai Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten Garut (vide bukti T.17), Rekomendasi dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Komisi Penilai AMDAL, tertanggal 26 Agustus 2015 (vide bukti T.18), Kerangka Acuan Rencana Kegiatan Pembangunan Revitalisasi Pasar Limbangan (vide bukti T.19.1), Analisa Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Rencana Kegiatan Pembangunan Revitalisasi Pasar Limbangan (vide bukti T.19.2), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKLRPL) serta kegiatan Pembangunan Revitalisasi Pasar Limbangan (vide bukti T.19.3). Selain itu, untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat mengawasi penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan objek 126

sengketa, telah dilakukan pula tahap pengumuman kepada masyarakat (vide bukti T.7 dan T.8); - Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan AsasAsas Umum Pemerintahan yang Baik Putusan MA No. 580 K/TUN/2018 tanggal 30 Oktober 2018 Pertimbangan hlm. 5 - Bahwa keputusan yang menjadi objek sengketa pada Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN) juncto Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah (UU AP); - Bahwa dengan mengacu pada kriteria Keputusan Tata Usaha Negara Pasal 1 angka 9 UU PTUN juncto Pasal 87 UU AP di atas, maka objek sengketa Tata Usaha Negara dalam perkara lingkungan tidak terbatas pada keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), akan tetapi semua Keputusan Tata Usaha Negara yang menyangkut lingkungan hidup dalam kaitannya dengan gugatan untuk membela kepentingan lingkungan hidup agar tidak sampai terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 25 UU PPLH, bahwa sengketa lingkungan hidup 127

adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup; - Bahwa keputusan objek sengketa memenuhi kriteria sebagaimana diuraikan di atas, sehingga merupakan keputusan yang menjadi wewenang Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadilinya; - Bahwa Mahkamah Agung secara substantif sependapat dengan Hakim Anggota II Judex Facti tingkat pertama, bahwa sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (1) UU PPLH, setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal). Kemudian Pasal 29 ayat (1) UndangUndang tersebut menyebutkan dokumen Amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Lebih lanjut Pasal 30 ayat (1) huruf e dan f UU PPLH menentukan bahwa keanggotaan Komisi Penilai Amdal diantaranya harus ada keterwakilan dari unsur masyarakat yang berpotensi terkena dampak dan Organisasi Lingkungan Hidup; - Bahwa dalam Keputusan Bupati Barru Nomor 77/KLH/I/2015, tanggal 2 Januari 2015 tentang Pembentukan Komisi Penilai Amdal Kabupaten Barru Tahun 2015, terbukti tidak terdapat keterwakilan dari unsur masyarakat yang berpotensi terkena dampak (in casu perwakilan dari masyarakat Kelurahan Mangempang, Kelurahan Sepee, dan Desa Siawung) maupun organisasi lingkungan hidup sebagai Anggota Komisi Penilai Amdal, sehingga pada saat Komisi Penilai Amdal melakukan pembahasan KA-ANDAL Rencana Pembangunan Industri 128

Semen Tergugat II Intervensi juga tidak ada keterwakilan dari kedua unsur tersebut; - Bahwa dengan demikian Keputusan Tergugat tentang Pembentukan Komisi Penilai Amdal di atas memiliki cacat yuridis karena tidak memenuhi syarat keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf e dan f UU PPLH; - Bahwa oleh karena Keputusan Tergugat tentang Pembentukan Komisi Penilai Amdal cacat yuridis, maka segala tindakan Komisi Penilai Amdal juga mengandung cacat yuridis dan secara mutatis-mutandis keputusan objek sengketa yang mendasarkan pada pertimbangan Komisi Penilai Amdal berakibat cacat yuridis, sehingga harus dinyatakan batal

129