Data Loading...

FILSAFAT-AJARAN-ISLAM Flipbook PDF

FILSAFAT-AJARAN-ISLAM


198 Views
7 Downloads
FLIP PDF 7.16MB

DOWNLOAD FLIP

REPORT DMCA

FILSAFAT AJARAN ISLAM

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Al-Masih dan Imam Mahdia.s. Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah

Filsafat Ajaran Islam Karya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmada.s., Qadian, (1835-1908) xxxiv + 223 halaman. Ukuran 14.8 x 21 cm Terjemahan dari versi bahasa Inggris: “The Philosophy of the Teachings of Islam” Diterbitkan pertamakali di India, 1905 dalam beberapa edisi dengan judul asli: “Islami Ushul Ki Filasafi (Urdu)”. Pertamakali diterbitkan dalam bahasa Inggris, 1979 oleh: The London Mosque. Dicetak dan diterbitkan ulang 1989, 1992, 1996, 2007 oleh Islam International Publications Ltd. Islamabad, Inggris. Edisi Revisi (dengan format baru) 2010 dan 2011 Dicetak-ulang di Inggris 2012 ©Islam International Publications Ltd. Islamabad, Sheephatch Lane Tilford, Surrey GU10 2AQ UK

Penerjemah : Mukhlis Ilyas Penyunting : H. Abdul Basit Desain & Lay Out : D. Nasir Ahmad

Cetakan ke-1: Padang, 1937. Penerjemah Rosmali bin Aboebakar Ahmadi. Cetakan ke-2: Tasikmalaya 1947. Penerjemah Malik Aziz Ahmad Khan. Cetakan ke-3: Jakarta 1977. Penerjemah Sayyid Shah Muhammad & R. Ahmad Anwar. Cetakan ke-4: Jakarta 1996. Penerjemah Mukhlis Ilyas. Cetakan ke-5: Jakarta, Januari 2016.

Penerbit

:

email

: [email protected]

ISBN: 978-602-70788-2-6

Sekapur Sirih Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia Buku Filsafat Ajaran Islam (Islāmi Ushul Kī Filasafi) ini merupakan buku karya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud dan Imam Mahdia.s yang paling populer setelah Barāhīn-e-Ahmadiyya. Buku ini aslinya adalah sebuah makalah yang dibacakan pada acara Konferensi Agama-agama Besar di Lahore, pada bulan Desember 1896. Makalah beliau ini mendapat sambutan serta pujian yang besar dari para hadirin peserta Konferensi saat itu. Bahkan makalah beliau ini dinyatakan sebagai yang paling unggul dari makalah-makalah lainnya yang disampaikan oleh para tokoh agama lainnya dalam Konferensi tersebut. Dan keunggulan makalah ini dalam forum tersebut telah tampil sebagai Tanda kebenaran dan keunggulan Islam. Jauh-jauh hari sebelum acara Konferensi tersebut berlangsung, Haḍrat Mirza Ghulam Ahmada.s. menerbitkan sebuah Selebaran menginformasikan kepada khalayak bahwa makalah beliau, sesuai dengan wahyu Ilahi, akan unggul di atas semua makalah lainnya dari agama-agama yang lain. Tentu saja, Selebaran beliau tersebut telah menggerakkan ribuan massa untuk dapat menghadiri konferensi itu dan mendengarkan makalah beliau tersebut. Ribuan massa dari berbagai latar belakang, baik dari kalangan intelek maupun masyarakat awam khususnya dari anak benua India tertarik untuk menghadiri acara tersebut untuk menyaksikan apakah nubuatan Haḍrat Mirza Ghulam Ahmada.s. tentang makalah beliau itu benar akan terbukti seperti yang diramalkan. Sebab, dua tahun sebelumnya, pada tahun 1894 dua Tanda samawi yang menggemparkan pun telah

iii

Filsafat Ajaran Islam

mereka saksikan sebagai bukti yang mendukung kebenaran Haḍrat Mirza Ghulam Ahmada.s. sebagai Al-Masīh dan Imam Mahdi yang dijanjikan, yaitu peristiwa Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari dalam satu bulan Ramadhan pada tanggaltanggal yang telah dikabarkan oleh Rasulullahs.a.w. Oleh karena itu, buku ini menjadi sangat bernilai karena bukan saja mengandung unsur Tanda Samawi, melainkan juga memuat gambaran indah tentang kebenaran dan kebesaran agama Islam secara murni, yang ditulis oleh beliau pada saat kondisi agama Islam tengah berada di tepi kemunduran dan hampir terpuruk dan tenggelam oleh gejolak permusuhan antar agama pada masa itu. Demikian menariknya buku yang beliau tulis ini, sehingga buku ini telah banyak diterjemahkan dan diterbitkan dalam berbagai bahasa penting di berbagai belahan dunia. Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia telah dikerjakan oleh antara lain: Rosmali bin Aboebakar (almarhum), Maulana Malik Aziz Ahmad Khan (almarhum); Maulana Sayyid Shah Muhammad (almarhum); R. Ahmad Anwar (almarhum); dan Maulana Mukhlis Ilyas. Untuk itu kami haturkan jazakumullah ahsanal jaza disertai doa semoga AllahS.w.t. menerima amal baik mereka semua. Selamat membaca dan menelaah buku ini. Semoga Allah Ta’ala melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada siapa saja yang berkesempatan membaca dan menelaah buku ini. Amin. Wassalam, Jakarta, Januari 2016 H. Abdul Basit

iv

Tentang Penulis Lahir pada tahun 1835 di Qadian, India, Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmada.s., Al-Masīh dan Imam Mahdia.s. Yang Dijanjikan, terus mengabdikan hidupnya dalam mempelajari Kitab Suci AlQuran serta hidup dengan banyak beribadah dan pengabdian untuk Islam. Mendapati Islam tengah menjadi sasaran serangan busuk dari segala arah, keadaan umat Islam berada di ambang kemunduran, keyakinan Islam mulai menimbulkan keraguan dan agama hanya sebatas kulit, maka beliau tampil melakukan upaya pembelaan dan mengemukakan keunggulan Islam. Di dalam sekian banyak kumpulan karya-karya tulis beliau (termasuk kitab beliau yang termasyhur Barāhīne-Ahmadiyya), pidato dan ceramah-ceramah beliau, serta perdebatan dan lain lain, beliaua.s. mengemukakan bahwa Islam adalah agama yang hidup dan satu-satunya agama yang dengan menganutnya seseorang dapat melakukan komunikasi dengan Sang Khāliq serta masuk ke dalam ikatan perhubungan yang erat dengan Dia. Ajaran yang terkandung di dalam Kitab Suci Al-Quran serta hukum syariat yang dikemukakan oleh Islam telah dirancang untuk meningkatkan moral, intelektual dan kesempurnaan rohani umat manusia. Beliaua.s. mengumumkan bahwa Allahs.w.t. telah menunjuk beliau sebagai Al-Masīh dan Imam Mahdi sebagaimana yang telah dinubuatkan baik dalam Bible, Kitab Suci Al-Quran maupun Kitab-kitab Hadīth. Pada tahun 1889 beliaua.s. mulai menerima baiat untuk masuk bergabung ke dalam Jemaatnya yang kini telah berdiri di 204 negara di dunia. Sebanyak 91 buah judul buku-buku beliau ditulis kebanyakan dalam bahasa Urdu, tetapi ada juga yang yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia. Setelah beliau wafat pada tahun 1908, Imam Mahdi dan Al-Masīh Yang Dijanjikana.s. Dijanjikan diteruskan oleh v

Filsafat Ajaran Islam

Haḍhrat Maulvi Hakim Nūrud-Dīnr.a., sebagai Khalīfatul Masīh pertama. Pada masa kewafatan Haḍhrat Maulwi Hakim NūrudDīnr.a. pada tahun 1914, Haḍhrat Mirza Bashīruddin Mahmud Ahmadr.a., yang juga adalah putra yang dijanjikan dari Al-Masih, terpilih sebagai Khalīfah. Haḍhrat Mirza Bashīruddīn Mahmud Ahmadr.a. memangku jabatan ini selama hampir 52 tahun. Beliaur.a. meninggal pada tahun 1965 dan digantikan oleh putra tertua beliau, Haḍhrat Al-Hāfiẓ Mirza Nasir Ahmadr.a., cucu yang dijanjikan dari Al-Masih dan Imam Mahdia.s.. Setelah selama 17 tahun memangku jabatan sebagai Khalīfah, beliaur.a. meninggal pada tahun 1982. Beliaur.a. digantikan oleh adiknya, yakni Haḍhrat Mirza Tahir Ahmadr.h., sebagai Khalīfatul Masīh IV _yang setelah memimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah hingga memiliki kekuatan dan pengakuan global seperti sekarang_, meninggal dunia pada tanggal 19 April 2003. Haḍhrat Mirza Masrūr Ahmada.t.b.a., Khalīfatul V, adalah Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah Internasional pada saat ini, yang memiliki ciri khas sebagai cicit dari Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmada.s..

vi

DAFTAR ISI

Sekapur Sirih Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia............................................................................

iii

Tentang Penulis ................................................................

v

Daftar Isi ............................................................................

vii

Pengantar Edisi Sekarang .............................................

xi

Kata Pengantar ................................................................. xvii •

Kabar Suka Agung Bagi Para Pencari Kebenaran ......... xxiii

ISLAM .................................................................................

1

Setiap Pengakuan dan Dalil Hendaknya Berdasar Pada Kitab yang Diwahyukan ..................................................

1

MASALAH PERTAMA .....................................................

3

Keadaan Jasmani (Thabi’i), Akhlaki Dan Ruhani Manusia ...........................................................................

3

Tiga Macam Keadaan Manusia .......................................

3

Sumber Pertama: Jiwa Yang Selalu Mendorong kepada Kejahatan .........................................................................

4

Sumber Kedua: Jiwa Yang Selalu Menyesali Dirinya Sendiri ..............................................................................

5

Sumber Ketiga: Nafs Muthmainnah ...............................

6

Ruh Sebagai Makhluk ......................................................

17

Kelahiran Kedua bagi Ruh ...............................................

18

Kemajuan Manusia Secara Bertahap...............................

19

vii

Filsafat Ajaran Islam

Arti Islam Yang Sesungguhnya .......................................

19

Perbedaan Antara Keadaan Thabi’i dan Keadaan Akhlaki .............................................................................

21

Penolakan terhadap Konsep Ajaran Kekekalan Hidup................................................................................

23

Tiga Cara Perbaikan ........................................................

24

Diutusnya Rasulullahs.a.w. Ketika Perbaikan Sangat Diperlukan .......................................................................

25

Tujuan Pokok Ajaran Al-Quran Syarif Adalah Perbaikan Ketiga Keadaan ................................................................. 27 Keadaan-keadaan Alami Berubah Menjadi Keadaan Akhlaki Yang Berkualitas ...........................................................

28

Akhlak Sejati ...................................................................................

30

Perbedaan antara Khalq dan Khulq .......................................

31

Keadaan Thabi’i (Alami) Manusia ..........................................

34

Mengapa Daging Babi Diharamkan? .................................... 42 Keadaan-keadaan Akhlaki Manusia ....................................... 44 Akhlak Berkenaan dengan Meninggalkan Kejahatan ...... 45 (1) Ihsaan (Kesucian Farji) ........................................................... 45 Lima Obat Untuk Memelihara Kesucian .............................. 50 (2) Amanah (Dapat dipercaya) & Diyaanah (jujur).............................................................................

53

(3) Hudnah (Tidak Jail) dan Hawn (Bersikap Rukun) .......................................................................................

59

(4) Rifqun (Ucapan Yang Sopan) dan Qoulu Hasan (Tutur Kata Yang Baik) ................................................. 62 Jenis-jenis Akhlak Yang Berkenaan dengan Berbuat Kebaikan ..........................................................................

64

1. Sikap Memaafkan ...................................................... 64 2. Bersikap Adil ............................................................. 67

viii

Daftar Isi

3. Berbuat Ihsaan(Kebajikan)....................................... 68 4. Memberi Tanpa Perhitungan Seperti Kepada Kaum Kerabat ................................................................................ 70 Beberapa Contoh Ihsaan (Kebajikan) ............................. 71 1. Keberanian Sejati ...................................................... 77 2. Lurus Hati ................................................................. 80 3. Sabar ......................................................................... 82 4. S  olidaritas Terhadap Sesama Makhluk .................... 84 5. Mencari Wujud Yang Maha Agung ........................... 86 Hikmah Kedatangan Rasulullahs.a.w. di Negeri Arab............. 91 Jasa-jasa Quran Syarif Kepada Dunia.............................. 92 Dalil-dalil Adanya Tuhan ................................................ 93 Sifat-sifat Allah Ta’ala ..................................................... 98 Perbaikan Ketiga: Keadaan-keadaan Ruhani Manusia............................................................................ 109 Sebuah Doa Yang Indah .................................................. 115 Hakikat Serbat Kafur dan Zanjabil ................................. 123 Khasiat Zanjabil ............................................................... 125 Sarana Untuk Menciptakan Hubungan Ruhani Yang Sempurna Dengan Allah Ta’ala ....................................... 134 MASALAH KEDUA .......................................................... 139 Keadaan Manusia Sesudah Mati ..................................... 139 Tiga Makrifat Quran Syarif Mengenai Alam Akhirat ..... 144 Rahasia Makrifat Pertama ............................................... 145 Tiga Macam Ilmu ............................................................. 147 Tiga Alam ......................................................................... 148 Rahasia Makrifat Kedua .................................................. 156 Rahasia Makrifat Ketiga .................................................. 161 ix

Filsafat Ajaran Islam

MASALAH KETIGA ........................................................ 165 Tujuan Sebenarnya Manusia Hidup di Dunia dan Sarana untuk Dapat Mencapainya?........................................................ 165 Sarana-sarana Untuk Mencapai Tujuan Hidup Manusia .......................................................................... 168 MASALAH KEEMPAT .................................................... 179 Apa Dampak Pengamalan Syariat Di Kehidupan Ini dan di Kehidupan Akan Datang?.................................... 179 Hikmah Sumpah Allah Taala dengan Berbagai Benda ........................................................................................

183

MASALAH KELIMA ....................................................... 191 Sarana-sarana Untuk Mendapatkan Ilmu Makrifat Ilahi ................................................................................. 191 Hakikat Fitrat Manusia .................................................. 196 Apakah Yang Dimaksud dengan Ilham .......................... 200 Keistimewaan Islam ....................................................... 205 Penceramah Memperoleh Anugerah Mukalamah dan Mukhatabah Ilahiyah ..................................................... 206 Sarana untuk Memperoleh Ilmu Yang Sempurna adalah Ilham Allah Taala ................................................ 207 Dua Periode Kehidupan Rasulullahs.a.w. .......................... 213 Tujuan Peperangan Rasulullahs.a.w. ................................ 218 Indeks ................................................................................ 221

x

Pengantar Edisi Sekarang Buku Filsafat Ajaran Islam ini adalah terjemahan dari sebuah karangan tentang Islam yang sangat masyhur oleh Hādhrat Mirza Ghulam Ahmad, Al-Masīh dan Imam Mahdia.s., Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah. Naskah aslinya ditulis dalam bahasa Urdu yang dipersiapkan untuk Konferensi Agama-agama Besar yang diselenggarakan di Lahore pada 2629 Desember 1896. Sejak itu buku ini menjadi sebuah pengantar pengenalan Ajaran Islam bagi para pencari kebenaran dan juga menjadi sumber pengetahuan agama di seluruh penjuru dunia. Buku ini membahas 5 tema bahasan yang luas sebagai berikut, yang ditetapkan oleh moderator Konferensi: 1. Keadaan Jasmani, Akhlaki dan Rohani Manusia. 2. Keadaan Manusia sesudah Mati. 3. Tujuan Hidup Manusia di Dunia dan Sarana untuk Mencapainya. 4. Pengaruh Pengamalan Hukum Syariat di dalam Kehidupan Dunia ini dan di dalam Kehidupan Yang Akan Datang. 5. Sumber-sumber Ilmu Samawi Karangan ini telah diterbitkan secara luas di berbagai negara dalam berbagai bahasa. Saya ingin menyimpan sebagai catatan bahwa Haḍhrat Hafiẓ Mirza Nasir Ahmadr.a. Khalīfatul Masīh III pada tahun 1978 memberikan arahan kepada saya dan kepada Almarhum Mubarak Ahmad Saqi Sahib untuk membandingkan terjemahan bahasa Inggris buku Filsafat Ajaran Islam yang ada pada waktu itu dengan tulisan aslinya dalam bahasa Urdu, dan diminta untuk menunjukkan kepada Hudhur bagianbagian dimana ada teks terjemahan yang hilang, atau jika ada xi

Filsafat Ajaran Islam

terjemahan yang tidak tepat. Dengan Karunia Allahs.w.t., kami dapat menyelesaikan tugas ini dalam waktu yang singkat dan melaporkannya kepada Huẓur. Setelah menerima laporan kami ini, Hudhur memerintahkan Sir Chaudry Muhammad Zafrullah Khanr.a. Sahib untuk menerjemahkan kembali Buku Filsafat [1] Ajaran Islam ini. Terjemahan bahasa Inggris karya Sir Chaudry Muhammad Zafrullah Khanr.a. telah diterbitkan pertama kali di Inggris oleh the London Mosque, pada tahun 1979 dan sejak itu, buku ini telah dicetak sebanyak 4 kali (1989-1992-1996-2007) oleh Islam International Publications Ltd. Inggris. Terbitan edisi sekarang ini memiliki tampilan sebagai berikut: (a) Belakangan ini diperhatikan ada beberapa halaman dari karangan Penulis yang tidak dapat disertakan ketika karangan ini diterbitkan dalam bentuk buku. Sekarang halaman-halaman tersebut telah disertakan dalam edisi asli bahasa Urdu dan telah diterbitkan dengan izin dari Haḍhrat Mirza Masrūr Ahmad, Khalīfatul Masīh Va.t.. dalam Kitab Rūhāni Khazāin Jilid 10 hal 322, 322a, 322b, 322c dan 322d. Terjemahan bahasa Inggris halaman-halaman ini juga telah disertakan dalam buku terbitan edisi sekarang ini pada halaman 13-14-15-16-17. Pada permulaan dan akhir dari halaman-halaman ini ditandai dengan tanda q q q q w w w w (b) Pada terbitan edisi sebelumnya, terjemahan ayat-ayat Al-Quran pada teks ditulis secara harfiah, padahal Haḍhrat Masih Mau’uda.s. memberikan terjemahannya berupa terjemahan tafsir. Pada terbitan edisi sekarang ____________________________

[1] Stok buku Filsafat Ajaran Islam dari terjemahan versi terdahulu telah

dimusnahkan sesuai perintah dari Hudhur.

xii

Pengantar Edisi Sekarang

ini, terjemahan dari Haḍhrat Masīh Mau’ūda.s. diletakkan pada teks, dan terjemahan harfiah diletakkan pada catatan kaki. (c) Pada edisi terjemahan yang terdahulu ada beberapa kalimat bahasa Urdu yang tidak terterjemahkan. Terjemahan kalimat-kalimat tersebut dalam edisi kali ini telah ditambahkan. Lagi pula, di beberapa tempat, terjemahan beberpa kalimat tidak sesuai dengan teks bahasa Urdu. Kalimat-kalimat tersebut kali ini telah diterjemahkan kembali. (d) Sebuah indeks kata-kata penting telah ditambahkan, sementara pada edisi-edisi terdahulu tidak ada. Untuk revisi dan persiapan pembuatan indeks dll., saya telah dibantu oleh Mirza Anas Ahmad Sahib, M.A, M.Litt. (Oxon), Wakīlul Isyā'at, Tahrīk Jadīd, untuk pekerjaan mana saya sangat berterimakasih kepada beliau. Referensi ayat-ayat Al-Quran disini disebutkan nomor surah dan nomor ayat. Dalam beberapa versi terjemahan lain, ayat permulaan Basmalah (Bismillāhir Rahmānir Rahīm _ dengan nama Allah, Maha Pemurah dan Maha Penyayang) tidak dihitung sebagai ayat pertama dan para pembaca yang menggunakan Al-Quran dengan versi terjemahan seperti itu harus ingat supaya mendapatkan referensi yang relevan karena pada buku ini ayat Basmalah kami hitung sebagai ayat pertama dari setiap surah dalam Al-Quran kecuali surah At-Taubah. Nama Nabi Muhammads.a.w., Nabi umat Islam, selalu diikuti dengan simbol “s.a.w.”, merupakan singkatan dari ucapan doa penghormatan Shallallāhu alaihi wa salām (Semoga shalawat beserta salam dilimpahkan atas beliau). Nama Nabi-nabi lainnya diikuti dengan simbol “a.s.”, singkatan dari ‘Alaihis

xiii

Filsafat Ajaran Islam

salām/‘Alaihimussalām’(semoga keselamatan dilimpahkan atas beliau/mereka). Ucapan doa dan penghormatan tersebut umumnya tidak ditulis secara lengkap, namun demikian setiap kali dijumpai simbol tersebut harus diucapkan/dibaca secara lengkap. Simbol “r.a.” ditaruh di belakang nama-nama para Sahabat Rasulullahs.a.w. dan juga para Sahabat Haḍhrat Masīh Mau’ūda.s.. Simbol itu adalah singkatan dari ‘Radhiallāhu ‘anhu/’anhā/’anhum’ (Semoga Allah meridhoi beliau/mereka). Simbol “r.h.” adalah singkatan dari ‘Rahimallāhu Ta’ālā’ (Semoga rahmat Allah dilimpahkan atas beliau). Simbol “a.t” adalah singkatan dari ‘Ayyadahullāhu Ta’ālā’ (Semoga Allah, Yang Maha Kuasa menolong beliau). Dalam menerjemahkan kata-kata Arab kami telah mengikuti system yang dipakai oleh Royal Asiatic Society. pada permulaan sebuah kata, diucapkan dengan bunyi huruf a, i, u didahului oleh bunyi yang amat tipis seperti bunyi huruf h dalam kata bahasa Inggris ‘honor’. Th, diucapkan seperti bunyi th dalam kata bahasa Inggris ‘thing’. h, bunyi suara garau yang lebih keras dari h. kh, diucapkan seperti bunyi ch dalam kata ‘loch’ dh, diucakan seperti bunyi th dalam kata ‘that’ s, artikulasi yang kuat dari bunyi s. ḍ, sama seperti bunyi th dalam kata ‘this’ t, artikulasi yang kuat dari bunyi huruf t. ẓ, dengan kuat diartikulasikan bunyi huruf z. ‘, suara garau yang kuat, yang pengucapannya harus dipelajari dengan cara didengarkan. xiv

Pengantar Edisi Sekarang

gh, bunyi yang hampir mendekati bunyi huruf r pada kata ‘grasseye’ dalam bahasa Prancis dan bahasa Jerman. Pada saat mengucapkannya membutuhkan otot tenggorokan seperti sedang berkumur. q, ucapan bunyi huruf k dengan suara garau yang dalam. ‘, semacam bunyi suara saat tersedu. Bentuk bunyi huruf vokal direprisentasikan sbb: ____ (seperti u dalam kata ‘bud’) a untuk ____ i untuk (seperti i dalam kata ‘bid’) u untuk ____ (seperti oo dalam kata ‘wood’) Bentuk bunyi huruf vokal yang panjang sbb: ã untuk ____ atau ____ (seperti a dalam kata ‘father’) ____ ĩ untuk atau (seperti ee dalam kata ‘deep’) ũ untuk ____ (seperti oo dalam kata ‘root’) Bentuk bunyi yang lainnya: ai untuk au untuk ‘sound’).

____ (seperti i dalam kata ‘site’) ____ (menyerupai bunyi ou dalam kata

Agar diperhatikan bahwa dalam transliterasi kata untuk huruf ‘e’ diucapkan dengan bunyi seperti kata ‘prey’ yang seirama dengan bunyi kata ‘day’; namun demikian pengucapannya datar tanpa unsur bunyi rangkap. Jika dalam bahasa Urdu dan Persia kata ‘e’ agak dipanjangkan, ditransliterasikan seperti ‘ei’ diucapkan seperti ‘ei’ dalam kata ‘feign’ tanpa unsur bunyi rangkap, jadi ‘......’ sebagai ‘Kei’. Untuk bunyi ‫ کے‬ditransliterasikan ‫میں‬ sengau huruf ‘n’ kami menggunakan simbol huruf ‘n’. jadi kata bahasa Urdu ‫‘ کے‬.......’ ‫ میں‬ditransliterasikan sebagai ‘mein’.* ____________________________

 ransliterasi ini tidak termasuk dalam system transliterasi Royal Asiatic * T Society.

xv

Filsafat Ajaran Islam

Huruf-huruf konsonan (huruf mati) yang tidak dimasukkan dalam daftar di atas, memiliki nilai fonetis sama seperti dalam prinsip bahasa-bahasa di Eropa. Kami tidak mentransliterasikan kebanyakan kata-kata Arab, Urdu dan Persia yang telah menjadi bagian dari bahasa Inggris, sepanjang kata-kata tersebut secara umum dikenal oleh orangorang yang berbahasa Inggris seperti kata ‘Islam’, ‘Muslim’, ‘Quran’ ** dsb. Tanda kutip koma yang tegak dipakai untuk membedakan dengan tanda koma yang melingkar sebagaimana yang dipakai dalam system transliterasi, tanda ‘ untuk huruf ..... dan tanda , untuk huruf ..... Koma sebagai tanda baca dipakai sesuai dengan penggunaan seperti biasanya. Demikian juga dalam menggunakan tanda kutip normal seperti biasanya. Munirud-Din-Shams Additional Wakilut Tasnif Oktober 2010

________________

** Kamus Singkat Oxford Dictionary mencatat kata Quran dalam 3 bentuk Quran, Qur’an dan Koran.

xvi

_

Kata Pengantar

Seorang bernama Swāmi Sādhu Shugan Chandra sampai tiga atau empat tahun terus-menerus berupaya mengadakan [2] perbaikan di golongan Kāisth .. Hindu. Pada tahun 1892 terpikir olehnya bahwa selama semua orang belum dikumpulkan bersama, maka upayanya tidak akan bermanfaat. Akhirnya timbul gagasannya untuk menyelenggarakan suatu Konferensi agama. Pertemuan pertama semacam itu berlangsung di Ajmir. setelah itu, dengan mempertimbangkan bahwa suasana Lahore cukup baik untuk penyelenggaraan Konferensi kedua, maka pada tahun 1896 ia mulai mengadakan persiapan untuk itu. Swāmi Sahīb telah membentuk sebuah komite untuk penyelenggaraan Konferensi agama ini. Ketuanya adalah Master Durgah Parshād. Dan Lāla Dhanpat Roy, BA, LLB, seorang pengacara Hindu dari Pengadilan Tinggi Lahore rnerupakan sekertaris jendralnya. Tanggal yang ditetapkan untuk Konferensi tersebut adalah 26, 27, 28 Desember 1896. Dan berikut ini enam orang moderator yang telah ditunjuk: 1. R  oy Bahādur Bābū Partol Chand Sāhib, hakim Pengadilan Tinggi, Punjab. 2. K  han Bahādur Sheikh Khudā Bakhs Sahīb, hakim Pengadilan Rendah, Lahore. [3] 3. R  oy Bahādur Pandit Rādha.3..Kishan Sāhib Kole, pengacara Pengadilan Tinggi, Lahore; mantan Gubernur Jammu. ________________ [2]

 isini “th” pada akhir kata diucapkan sebagai “th” seperti dalam kata D bahasa Inggris “three”.

[3]

 isini “dh” pada pertengahan kata diucapkan sebagai “dh” seperti dalam D kata “dharma”.

xvii

Filsafat Ajaran Islam

4. Haẓrat Maulwi Hakīm Nūruddīn Sāhib, tabib Kerajaan. 5. Roy Bhawānī Dās Sāhib, MA, pejabat Extra Settlement, Jhelum. 6. Sardar Jawāhar Singh Sāhib, sekretaris Khalsa Committee, Lahore. [4] Swāmi Sādhu Shugan Chandar Sāhib, atas nama Komite, dalam selebaran Konferensi tersebut mengundang para ulama kenamaan dari kalangan Islam, Kristen, dan Hindu Arya agar memaparkan keindahan-keindahan agama mereka masingmasing di dalam Konferensi terebut. Dan dituliskan bahwa tujuan Konferensi Agama-agama Besar yang diselenggarakan di Balai Kota Lahore ini adalah agar kelebihan-kelebihan serta keindahan-keindahan agama yang benar, dapat tampil di hadapan sekumpulan orang yang berperadaban. sehingga kecintaan terhadapnya dapat tertanam di dalam kalbu, serta dalil-dalil dan argumentasi-argumentasinya dapat difahami oleh orang-orang secara mendalam. Dan dengan demikian para tokah suci setiap agama akan dapat memperoleh kesempatan menanamkan kebenaran-kebenaran agamanya di dalam kalbu orang-orang. Dan para pendengar pun memperoleh peluang untuk membandingkam tiap pidato dengan pidato lainnya di dalam pertemuan seluruh tokoh tersebut, sehingga dimana saja mereka menemukan cahaya kebenaran, mereka dapat menerimanya. Dan pada masa sekarang ini, karena perselisihan-perselihan antar agama, di dalam hati manusia timbul pula keinginan untuk mengetahui agama yang benar. Dan cara yang terbaik untuk itu adalah: segenap tokoh suci agama yang memiliki ________________ [4]

 aporan Konferensi Agama-agama Besar hal. 253-254, terbitan Siddiqi L Press, Lahore 1897.

xviii

Kata Pengantar

kemampuan berceramah dan memberikan nasihat, berkumpul di satu tempat, dan mereka dapat menguraikan keindahankeindahan agama masing-masing berdasarkan topik-topik permasalahan yang telah diedarkan. Jadi dalam Konferensi Agama-agama Besar ini, agama yang berasal dari Tuhan sejati akan menampakan cahayanya yang menonjol. Untuk tujuan itulah Konferensi ini diselenggarakan. Dan para tokah setiap agama mengetahui benar bahwa menzahirkan kebenaran agama mereka adalah kewajiban mereka. Jadi, sesuai dengan tujuan diselenggarakannya Konferensi ini _agar kebenaran-kebenaran dapat zahir_ maka Tuhan telah memberikan kesempatan penuh bagi mereka untuk memenuhi maksud tersebut, yang selamanya tidak ada di dalam ikhtiar manusia. Kemudian lebih lanjut dalam menarik kesan mereka, Swāmi Sāhib menuliskan: “Apakah saya dapat menerima, apabila seseorang menyaksikan orang-orang terkena penyakit fatal dan dia yakin bahwa keselamatan mereka berada di dalam obat yang dia miliki dan dia pun menyatakan solidaritasnya terhadap umat manusia, namun tatkala orang-orang sakit itu memanggilnya agar mengobati mereka ternyata dia dengan sengaja mengelak? Hati saya senantiasa bergejolak untuk mengetahui agama mana yang pada hakikatnya dipenuhi oleh kebenaran-kebenaran. Dan saya tidak memiliki kata-kata yang dapat mengungkapkan gejolak hati saya ini.” Para wakil dari berbagai agama telah menerima undangan Swāmi Sāhib untuk turut serta di dalam Konferensi agama atau pertemuan agama-agama besar di Lahore itu. Dan Konferensi Agama-agama Besar ini telah berlangsung di Lahore pada hari-hari libur umum bulan Desember 1896. Para wakil dari berbagai agama menyampaikan pidato mereka dalam acara tersebut, berkenaan dengan lima topik permasalahan yang xix

Filsafat Ajaran Islam

telah diumumkan oleh Komite Konferensi. Kelima topik permasalahan itu sudah disebarluaskan terlebih dahulu oleh Komite untuk mendapatkan jawaban-jawabannya. Dan untuk jawaban tersebut komite mempersyaratkan agar para penceramah sedapat mungkin membatasi diri hanya pada kitab yang telah diakuinya sebagai Kitab Suci dari sudut pandang agamanya. Permasalahan-permasalahan itu adalah: 1. Keadaan Jasmani, Akhlaki dan Rohani manusia. 2. Bagaimana keadaan manusia sesudah mati yakni di akhirat? 3. A  pa tujuan sebenarnya hidup manusia di dunia, dan bagaimana cara memenuhi tujuan tersebut? 4. Apa dampak amal perbuatan manusia di kehidupan dunia ini dan di hari kemudian? 5. Apa saja sarana-sarana untuk mendapatkan ilmu samawi? Konferensi ini berlangsung dari tanggal 26 sampai 29 [5] Hindu Arya Desember 1896. Wakil-wakil dari Sanātan Dharm,... Samāj, Free Thinker, Brāhmu Samāj, Theosophical Society, Religion of Harmony, Kristen. Islam dan Sikh menyampaikan makalah-makalah mereka. Akan tetapi hanya satu makalah saja yang berisikan jawaban sejati serta lengkap terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Tidak dapat digambarkan bagaimana suasana tatkala Haḍhrat Mauhvi Abdul Karim Sialkotir.a. membacakan makalah Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmada.s itu dengan suara yang menarik. Tidak seorang pun dari agama tertentu yang tidak memujinya secara spontan. Tiada seorang pun yang tidak terpukau serta tertegun. Cara penyampaiannya sangat menarik dan memikat hati. Tidak ________________ [5]

 isini “dh” pada permulaan kata diucapkan sebagai “dh” seperti dalam kata D “dharma”.

xx

Kata Pengantar

ada lagi bukti yang lebih besar tentang kehebatan makalah ini dari sikap para penentang yang memuji-mujinya. Sebuah surat kabar berbahasa Inggris yang terkenal dan terkemuka, the Civil and Military Gazette, Lahore, walaupun merupakan harian Kristen, telah memuat pujian yang tinggi terhadap makalah tersebut, dan menyatakannya sebagai sesuatu yang patut disebut-sebut. Pidato ini merupakan makalah yang ditulis oleh Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmad, dari Qadian, Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Jatah waktu yang ditetapkan untuk makalah tersebut adalah dua jam, namun karena belum tuntas, maka Konferensi terpaksa diteruskan sampai tanggal 29 Desember. Harian Punjab Observer memenuhi kolom demi kolomnya dengan pujian terhadap artikel tersebut. Surat kabar Paisa Akhbaar, [6] Chaudhwīn.... Shadi, Sadiqul Akhbār, Makhbir-e-Dakkan, dan General-o-Gohari Āshifi dari Kalkllta, dan sebagainya, memuat sanjungan dan pujian atas artikel tersebul. Orang-orang non India maupun non Muslim menyatakan bahwa pidato tersebut adalah yang paling unggul di atas pidato-pidato lainnya dalam Konferensi tersebut. Sekretaris Konferensi Agama-agama ini Lala Dhanpat Roy, BA, LLB, pengacara pada Pengadilan Tinggi Lahore, menuliskan tentang pidato ini dalam Laporan Konferensi Agama-agama Besar (Dharam Mohotsu): “Saat itu merupakan waktu rehat setengah jam setelah pidato Pandit Gurdhan Dās Sāhib. Akan tetapi dikarenakan sesudah rehat tersebut akan ditampilkan pidato seorang utusan ternama dari Islam, maka kebanyakan hadirin yang tertarik, tidak meninggalkan tempat mereka. Belum lagi pukul 1.30, ________________ [6]

 isini “dh” pada pertengahan kata diucapkan sebagai “dh” seperti dalam D kata “dharma”.

xxi

Filsafat Ajaran Islam

gedung besar Islamia College dengan cepat mulai terisi dan dalam beberapa menit saja telah penuh. Pengunjung waktu itu antara tujuh sampai delapan ribu orang. Para intelek dan orang-orang terdidik dari berbagai agama dan suku bangsa hadir. Dan walaupun kursi-kursi, meja serta lantai yang disediakan sangat banyak dan luas, namun bagi ratusan orang tidak ada pilihan lain kecuali berdiri. Diantara mereka yang berdiri itu adalah para tokoh dan pemimpin Punjab, para ulama, barristers, pengacara, dosen, extra assisten dan dokter. Ringkasnya berbagai macam tokoh dari berbagai golongan hadir saat itu. Berkumpulnya orang-orang itu demikian dan tetap berdiri dengan penuh hikmat serta kesabaran, jelas menunjukkan sejauh mana mereka peduli terhadap gerakan suci ini. Penulis makalah itu sendiri tidak dapat hadir dalam Konferensi. Akan tetapi beliau telah mengutus sendiri murid istimewa beliau, Maulwī Abdul Karim Sahib Sialkotī untuk membacakan makalah tersebut. Untuk makalah itu Panitia telah mengalokasikan waktu hanya dua jam, namun makalah tidak selesai dibacakan dalam waktu yang ditetapkan. Karena melihat para pengunjung Konferensi secara umum sangat tertarik sedemikian rupa terhadap makalah tersebut, maka para moderator dengan senang dan penuh semangat memberikan persetujuan, bahwa acara Konferensi diperpanjang sampai makalah tersebut habis dibacakan. Keputusan mereka itu betulbetul sesuai dengan keinginan para hadirin dalam Konferensi tersebut. Ketika waktu yang ditetapkan telah habis, Maulwi Abu Yusuf Mubarak Ali pun memberikan jatah waktunya untuk pembacaan makalah Hādhrat Mirza Ghulam Ahmada.s. hingga selesai, maka hadirin serta para moderator pun dengan luapan penuh kegembiraan mengucapkan terimakasih kepada maulwi tersebut. Acara Konferensi ini semula akan selesai pada pukul 4.30 sore, akan tetapi dengan memperhatikan keinginan xxii

Kata Pengantar

hadirin maka acara Konferensi terpaksa harus diteruskan sampai pukul 5.30 sore. Makalah ini selesai dalam tempo sekitar empat jam. Dan dari awal hingga akhir, orang-orang tetap tertarik serta mengikutinya.” Setelah mendapat kabar dari Allah Taala, pada tanggal 21 Desember 1896, beberapa hari sebelum acara Konferensi berlangsung, Pendiri Jemaat Ahmadiyah menyebarkan sebuah selebaran mengumumkan kepada khalayak bahwa makalah beliau akan menjadi yang paling unggul. Terjemahan dari selebaran tersebut dimuat sebagai berikut dengan judul:

Kabar Suka Agung Bagi Para Pencari Kebenaran [7] ....Di dalam Konferensi Agama-agam Besar yang akan dielenggarakan pada tanggal 26, 27, dan 28 Desember 1896 bertempat di Balaikota Lahore, makalah hamba ini yang berkenaan dengan kelebihan serta mukjizat Al-Quran Suci akan dibacakan. Makalah ini akan merupakan makalah yang di

________________ [7]

 alam pengumumannya Swāmi Shugan Chandar Sāhib telah mengundang D para tokoh terkemuka dari kalangan Muslim, Kristen, dan Arya, atas nama Tuhan, untuk mengemukakan keunggulan agama masing-masing dalam Konferensi yang direncanakan oleh beliau. Kami ingin menginformasikan kepada Swāmi Sāhib bahwa demi kehormatan nama Tuhan, seperti yang beliau sebutkan, kami siap untuk memenuhi undangannya dan, insya Allah, makalah kami akan dibacakan pada Konferensi yang direncanakan. Islam adalah agama yang memerintahkan kepada kaum Muslim sejati agar menunjukkan ketaatan yang sempurna manakala ia dipanggil untuk melakukan sesuatu atas nama Tuhan. Sekarang kami akan melihat seberapa besar rasa hormat yang saudara-saudara pemuka kaum Arya dan Kristen miliki terhadap kehormatan Parmeshwar atau terhadap Yesus dan apakah mereka siap untuk berpartisipasi dalam Konferensi yang akan diselenggarakan atas nama Tuhan Yang Maha Tinggi.

xxiii

Filsafat Ajaran Islam

luar kemampuan manusia dan merupakan salah satu di antara Tanda-tanda Ilahi dan telah ditulis berdasarkan dukungan khusus dari-Nya. Di dalamnya terkandung rahasia serta makrifat-makrifat Al-Quran Suci, yang dengan perantaraan itu akan tampak dengan jelas _laksana matahari yang terang benderang_ bahwa Al-Quran benar-benar Kalam Ilahi dan Kitab Tuhan semesta alam. Setiap orang yang mendengarkan makalah ini dari awal sampai akhir, yang meliputi jawaban atas 5 permasalahan, saya yakin, di dalam dirinya akan timbul suatu keimanan baru dan di dalam dirinya akan bangkit memancar suatu nur baru. Ia akan mendapatkan tafsir yang padat lagi luas tentang Kitab Suci Allah Taala. Makalah saya ini bersih dari unsur-unsur kesia-siaan manusia dan dari bualan. Yang mendorong saya menulis surat selebaran ini ialah semata-mata karena solidaritas kepada sesama manusia, supaya mereka dapat menyaksikan kebagusan serta keindahan Al-Quran Suci serta dapat melihat betapa aniayanya lawanlawan kami dalam mencintai kegelapan dan membenci cahaya. Allah Yang Maha Mengetahui telah memberi khabar kepada saya dengan perantaraan ilham bahwa makalah inilah yang akan unggul di atas semua makalah yang lainnya. Di dalamnya terdapat cahaya kebenaran, hikmah dan makrirat. Golongan-golongan lain, bila hadir dalam Konferensi itu, mendengarkannya dari awal hingga akhir, akan menjadi malu dan mereka sama-sekali tidak akan sanggup memperlihatkan kelebihan-kelebihan semacam ini dari kitab-kitab mereka, baik yang beragama Kristen, atau Sanathan Dharm maupun yang lainnya. Sebab, Allah Taala telah menghendaki agar pada hari itu zahir manifestasi Kitab Suci-Nya. Berkenaan dengan itu di dalam alam kasyaf saya melihat suatu tangan secara ghaib menyentuh tempat kediaman saya. Akibat sentuhan tangan tersebut, dari tempat kediaman itu muncul cahaya yang xxiv

Kata Pengantar

berbinar-binar dan menyebar ke sekeliling dan sinarnya juga menerpa tangan saya. Lalu, seseorang yang berdiri di samping saya berseru dengan suara yang membahana:

‫ﻠ ّﻟٰ ﻠ ﻟ ْﻛ ﻟ ﺧ‬ ‫ﱪ‬ ْ ‫ﱪ ﻟ ِﺮﺑ ﻟ ْﺖ ﻟﺧيْ ﻟ‬ ُ ُ

[Allah Mahabesar, binasalah Khaibar.]

‫ﺖ‬ ‫ﻠٰﻟ ﻟﻣﻌﻟ ﻟ‬ ّ ‫ﻠِ ّﻟن‬ ّ ‫ﻚ ﻠِ ّﻟن‬ ‫ﻠٰﻟ ﻳ ﻟ ُﻘ ْﻮ ُم ﻠ ﻟﻳْﻨ ﻟ ﻟﻤﺎ ُﻗ ْﻤ ﻟ‬

Ada pun ta’birnya ialah, yang dimaksud dengan tempat kediaman adalah hati saya, yang menjadi tempat turun dan hinggapnya nur. Dan nur itu adalah makrifat-makrifat Quraniah. Sedangkan yang dimaksud dengan Khaibar adalah semua agama yang rusak yang telah dicampuri oleh syirik dan kebatilan, di dalam agama mana seorang manusia telah ditempatkan pada kedudukan Tuhan atau menjatuhkan sifatsifat Tuhan dari kedudukan-kedudukan-Nya yang kamil. Kepada saya telah diperlihatkan, setelah makalah saya ini tersiar luas, maka akan terbukalah tirai kedustaan agama-agama palsu, lalu hari demi hari kebenaran Al-Quran akan tersebar luas ke seluruh permukaan bumi hingga akhirnya mencapai tujuannya. Kemudian dari kondisi kasyaf itu saya dialihkan pada ilham, lalu turunlah ilham kepada saya:

‫ﻠ ّﻟٰ ﻠ ﻟ ْﻛ ﻟ ﺧ‬ ‫ﱪ‬ ْ ‫ﱪ ﻟ ِﺮﺑ ﻟ ْﺖ ﻟﺧيْ ﻟ‬ ُ ُ

‫ﺖ‬ ‫ﻠٰﻟ ﻟﻣﻌﻟ ﻟ‬ ّ ‫ﻠِ ّﻟن‬ ّ ‫ﻚ ﻠِ ّﻟن‬ ‫ﻠٰﻟ ﻳ ﻟ ُﻘ ْﻮ ُم ﻠ ﻟﻳْﻨ ﻟ ﻟﻤﺎ ُﻗ ْﻤ ﻟ‬

“Allah beserta engkau. Allah berdiri di mana engkau berdiri.” Ini merupakan ungkapan dukungan Ilahi. Sekarang saya tidak bermaksud menulis lebih banyak. Saya beritahukan kepada tiap-tiap orang supaya meluangkan waktu untuk berkunjung ke Lahore pada waktu Konferensi tersebut

xxv

Filsafat Ajaran Islam

diselenggarakan, guna mendengarkan makrifat-makrifat yang akan memberi fedah kepada akal serta keimanan mereka di luar dugaan mereka sendiri. Keselamatanlah bagi mereka yang mengikuti petunjuk. Ghulam Ahmad Qadian, 21 Desember 1896 Alangkah tepat pada tempatnya apabila di sini ditampilkan sebagai contoh, pandangan-pandangan beberapa Surat Kabar pada masa itu:

Civil and Military Gazzette, Lahore, menulis: “Di dalam Konferensi ini perhatian mendalam serta istimewa dari hadirin, semuanya tertuju pada ceramah Mirza Ghulam Ahmad, dari Qadian, yang sangat cakap dalam membela dan melindungi agama Islam. Dari tempat-tempat jauh orang-orang dari berbagai aliran agama berbondong-bondong datang untuk mendengarkan ceramah itu. Dikarenakan Mirza Sahib sendiri tidak dapat hadir dalam Konferensi ini, untuk itulah ceramah beliau tersebut dibacakan oleh murid pilihan beliau, Munshi Abdul Karim Sahib Sialkoti. Pada tanggal 27, ceramah ini terus berlangsung selama 3 jam, dan khalayak umum mendengarkan ceramah ini dengan antusias dan penuh perhatian. Akan tetapi saat itu baru satu permasalahan saja yang telah selesai. Maulwi Abdul Karim berjanji, jika diberi waktu, maka beliau akan membacakan bagian lainnya. Oleh karena itulah Ketua dan Panitia Penyelenggara menyetujui usul itu agar dilanjutkan pada tanggal 29 Desember.” (Ringkasan).

xxvi

Kata Pengantar

Chaudwin..[8] Shadi, Rawalpindi, memberikan ulasan sebagai berikut: 1 Februari 1897. “Di antara ceramah-ceramah ini, ceramah paling baik dan merupakan ruh dari Konferensi ini adalah ceramah Mirza Ghulam Ahmad, dari Qadian, yang telah dibacakan dengan sangat indah dan dengan suara yang menarik oleh orator terbaik dan terkenal, Maulwi Abdul Karim Sahib Sialkoti. Ceramah ini selesai dalam dua hari. Pada tanggal 27 Desember sekitar empat jam, dan pada tanggal 29 Desember berlanjut sampai dua jam. Ceramah ini habis dalam total waktu enam jam, dan terdiri dari sekitar 100 halaman. Ringkasnya, Maulwi Abdul Karim memulai ceramah tersebut, dan begitu mulai maka para hadirin langsung terpesona. Tiap-tiap kalimat mengundang sambutan dan pujian. Kadang-kadang ada kalimat yang diminta oleh hadirin agar diperdengarkan ulang. Sepanjang hidup, telinga kita belum pernah mendengar ceramah seindah itu. Para pembicara dari agama lain dalam ceramah masing-masing sebenamya tidak memberi jawaban terhadap permasalahan yang telah ditetapkan. Kebanyakan pembicara banyak mengulas permasalahan nomor empat saja. Sedangkan permasalahan-permasalahan lainnya sedikit sekali mereka singgung. Namun di situ tidak ada hal-hal yang memiliki ruh, kecuali ceramah Mirza Sahib yang menjawab tiaptiap permasalahan secara rinci dan lengkap. Para hadirin dalam Konferensi itu menyimak dengan penuh perhatian dan penuh minat serta memberikan penilaian yang tinggi. ________________ [8]

 isini “dh” pada pertengahan kata diucapkan sebagai “dh” seperti dalam D kata “dharma”.

xxvii

Filsafat Ajaran Islam

Kami bukanlah pengikut Mirza Sahib, dan tidak pula kami memiliki hubungan apa pun dengan beliau. Akan tetapi kami tidak bisa bersikap tidak adil dalam memberikan ulasan kami. Mirza Sahib telah menjawab seluruh permasalahan (sebagaimana dikehendaki) berdasarkan Kitab Suci Al-Quran. Setiap prinsip pokok ajaran agama Islam dikemukakan olehnya berdasarkan dalil-dalil akal serta argumentasi-argumentasi yang meyakinkan. Pertama-tama membuktikan masalah Ketuhanan dengan dalil-dalil secara akal, kemudian mengutip firman-firman llahi, memang memperlihatkan suatu kehebatan yang menakjubkan. Mirza Sahib tidak hanya mengupas falsafah perkara-perkara Al-Quran, melainkan juga secara beriringan menjelaskan falsafah serta filosofi kata-kata dalam Al-Quran. Ringkasnya, ceramah Mirza Sahib secara keseluruhan merupakan suatu ceramah lengkap dan luas jangkauannya; di dalamnya terdapat mutiara-mutiara makrifat, hakikat, hukum, hikmah dan rahasia yang berkilau-kilauan. Dan falsafah Ketuhanan diterangkan dengan cara demikian rupa sehingga menyebabkan semua ahli agama menjadi terpukau. Tidak ada sebanyak itu orang berkumpul pada waktu penceramah lain berpidato, yakni sebanyak orang yang memenuhi seluruh ruangan pada waktu ceramah Mirza Sahib. Para hadirin semuanya memperhatikan dengan seksama. Untuk membandingkan ceramah Mirza Sāhib dengan ceramah yang disampaikan oleh pembicarapembicara lainnya, memadailah jika digambarkan bahwa pada waktu ceramah Mirza Sahib berlangsung, khalayak ramai berbondong-bondong datang bagaikan lebah mengerubuti madu. Tetapi pada waktu ceramah xxviii

Kata Pengantar

pembicara lainnya diperdengarkan, maka banyak orang yang meninggalkan tempat karena tidak merasa tertarik. Ceramah Maulwi Muhammad Hussein Batalwi hanya biasa-biasa saja. Yaitu pemikiran-pemikiran mullah (kiyai) yang setiap hari sering kita dengar. Di dalamnya tidak ada perkara yang menarik. Dan pada waktu ceramah kedua Maulwi Mausūf, banyak orang yang pergi meninggalkan tempat. Bahkan kepada Maulwi Mamduh sedikit pun perpanjangan waktu tidak diizinkan untuk menyelesaikan ceramahnya.” (Ringkasan).

General-o-Gohar Āshifi, Kalkuta, 24 Januari 1897, (Artikel ini diterbitkan dengan dua judul “Konferensi Agamaagama Besar” dan “Kemenangan Islam“): “Sebelum kita membicarakan acara Konferensi, adalah penting untuk menyampaikan, sebagaimana diketahui oleh para pembaca, bahwa di kalangan kolumnis surat kabar ini telah diperbincangkan siapa yang paling hebat dalam mewakili Islam dalam Konferensi Agama-agama Besar itu. Seorang koresponden ternama kami dengan pikiran lurus dan dengan mempertimbangkan kejujuran. Di dalam pendapatnya beliau telah memilih Hādhrat Mirza Ghulam Ahmad Sahib Rais Qadian. Dan seorang tokoh senior kami, melalui suratnya, persis sekali mendukung hal itu. Maulwi Sayyid Muhammad Fakhruddin Sāhib Fakhar dengan gamblang telah memaparkan pemilihan ini di hadapan publik dengan dasar-dasar pertimbangan beliau yang bebas, penuh dasar, dan berharga itu. Disitu terpilih Hādhrat Mirza Ghulam Ahmad Sāhib Rais Qadian, Sir Sayyid Ahmad Khan dari Aligarh, dan urutan berikutnya dalam membela Islam adalah: Maulwi Abu xxix

Filsafat Ajaran Islam

Sa’id Muhammad Hussein Batalwi, Maulwi Haji Sayyid Muhammad Ali Kanpuri, dan Maulwi Ahmad Hussein Azīmabādi. Adalah sangat tepat bila dipaparkan disini bahwa seorang koresponden sebuah surat kabar lokal kita telah menunjuk Maulwi Abdul Haq Dhelwi, penulis Kitab Tafsīr Haqqāni, untuk tugas tersebut.” (Ringkasan). (Kemudian setelah menyadur selebaran dari Swāmī Shugan Chandar lebih lanjut Surat Kabar ini menulis): “Setelah menelaah selebaran-selebaran Konferensi ini dan setelah menerima undangan-undangan, maka ulamaulama Islam India mana saja yang telah memperlihatkan gejolak semangat untuk mewakili agama Islam yang suci ini? Dan sejauh mana mereka telah berusaha untuk membela Islam dan menanamkan ke dalam kalbu orang-orang tentang keagungan Ilahi melalui dalil dan argumentasi? Melalui sumber-sumber yang terpercaya kami mengetahui bahwa para penyelenggara Konferensi ini telah menulis surat secara khusus kepada Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmad Sāhib dan Sir Sayyid Ahmad Khan Sāhib untuk ambil bagian dalam Konferensi tersebut. Hādhrat Mirza Sahib, karena kondisi kesehatan yang tidak baik, beliau tidak dapat hadir dalam Konferensi itu. Akan tetapi beliau mengirimkan makalah beliau dan telah menetapkan murid pilihan beliau, Maulwi Abdul Karim Sāhib Sialkoti, untuk membacakannya. Namun Sir Sayyid tidak mau ikut hadir dalam Konferensi itu dan tidak pula mau mengirimkan makalahnya. Itu bukan disebabkan oleh usia beliau yang telah lanjut, bukan pula karena ada janji lain yang menghalanginya untuk ambil bagian dalam

xxx

Kata Pengantar

Konferensi seperti itu. Melainkan karena beliau tidak tertarik pada Konferensi agama. Sebab, beliau di dalam suratnya (insya Allah pada waktu lain akan kami muat di dalam surat kabar ini) dengan jelas ia menulis bahwa: “Saya bukanlah seorang Penceramah, atau Pembaharu atau seorang Kiayi. Sedangkan Konferensi ini untuk para Penceramah dan Pembaharu. Maulwi Sayyid Muhammad Ali Sāhib Kanpuri, Maulwi Abdul Haq Sāhib Dhelwi dan Maulwi Ahmad Hussein Sāhib Azīmabādi tidak memperlihatkan ketertarikan yang besar terhadap Konferensi tersebut. Dan tidak pula ada ulama dari kalangan terpelajar umat Islam ini serta dari kalangan bawahan yang cukup cakap, yang bersedia untuk mengirimkan makalah kepada Konferensi ini. Ya, hanya ada satu dua orang ulama saja yang dengan semangat memenuhi tantangan itu, namun terbalik. Sebabnya adalah, mereka tidak menyinggung pokok-pokok bahasan yang telah ditetapkan, atau mereka hanya ribut berceloteh tentang hal-hal yang tidak relevan. Hal itu akan tampak dari laporan kami mendatang. Ringkasnya, dari pelaksanaan Konferensi itu terbukti bahwa hanya Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmad Sāhib Rais Qadian sajalah yang telah tampil sebagai pembela Islam yang sempurna di arena pertandingan ini. Dan beliau telah memberikan kehormatan terhadap pemilihan _yang secara khusus menunjuk beliau sebagai wakil Islam_ yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama oleh berbagai golongan Islam India dari Peshawar, Rawalpindi, Jhelum, Shahpur, Bhera, Khushab, Sialkot, Jammu, Wazirabad, Lahore, Amritsar, Gurdaspur, Ludhiyana, Shim la, Delhi, Ambala, Riasat Patiala, Dera Duun, Ilahabad, Madras, Bombay, Hyderabad Dakkan, dan Bangalore. xxxi

Filsafat Ajaran Islam

Sungguh nyata benar bahwa seandainya saja di dalam Konferensi itu tidak ada makalah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Sāhib, niscaya umat Islam akan mendapatkan kehinaan dan kenistaan di hadapan umat-umat agama lainnya. Akan tetapi dengan tangan-Nya yang perkasa, Tuhan telah menyelamatkan Islam dari keruntuhan. Bahkan berkat makalah Mirza Sāhib tersebut Islam telah memperoleh kemenangan. Baik kawan maupun lawan, kedua-duanya menggakui bahwa makalah Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmad Sāhib-lah yang paling unggul di atas makalahmakalah yang lainnya! Bahkan pada saat pembacaan makalah beliau selesai dibacakan, pengakuan jujur keluar dari mulut para penentang: “Kini hakikat Islam telah terbuka.... dan Islam telah memperoleh kemenangan.” Memilih Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmad Sāhib sebagai pembela agama Islam sangatlah tepat; tidak akan ada orang yang menolak memilih beliau demikian. Justru hal itu merupakan kebanggaan bagi kita. Sebab beliau telah memberikan kepada kita dalil untuk merasa bangga akan bukti kehebatan dan keagungan agama Islam. Walaupun ini merupakan pertemuan kedua dari Konferensi Agama-agama Besar di India, namun dinilai dari segi ukuran kehadiran para intelektual pada acara tersebut, Konferensi ini telah mengalahkan segenap Konferensi dan Kongres yang lainnya. Tokoh-tokoh besar dari berbagai daerah di India hadir dalam kesempatan itu. Dan dengan bangga kami menyatakan bahwa para tokoh dari kota Madras pun turut ambil bagian di dalamnya. Acara Konferensi ini demikian menariknya sehingga tiga hari yang diumumkan dalam selebaran-selebaran terpaksa ditambah satu hari lagi. Untuk pelaksanaan

xxxii

Kata Pengantar

Konferensi itu komite penyelenggara telah memilih tempat yang paling luas di Lahore, yaitu Islamiah College. Akan tetapi karena begitu banyaknya orang yang hadir sehingga tempat yang luas itu pun tidak mencukupi lagi. Kesuksesan Konferensi ini terbukti dari hadirnya bukan saja tokoh-tokoh penting Punjab, tetapi juga dengan hadirnya hakim-hakim dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Allahabad, yaitu yang mulia Babu Partol Chand Sāhib dan Mr.Bannerji.” (Diringkas dari Surat Kabar General-o-Asifi, Kalkuta, India) Makalah Haḍhrat Mirza Ghulam Ahmad Sāhib ini telah diterbitkan dalam “Laporan Konferensi Agama-agama Besar", Lahore, dan Jemaat Ahmadiyah telah menerbitkannya dalam bentuk Buku dengan judul ‘Filsafat Ajaran Islam.’ Buku ini telah diterbitkan dalam berbagai edisi bahasa Urdu dan Inggris. Selain itu terjemahannya telah pula diterbitkan dalam bahasa Perancis, Belanda, Spanyol, Arab, Jerman, dan bahasa-bahasa lainnya. Dan para Tokoh Filsafat serta para Editor Surat-surat Kabar luar negeri pun telah menuliskan ulasan yang sangat hebat tentang hal itu. Dan banyak para Intelektual Barat yang sangat memuji buku ini. Misalnya: 1. T  he Bristol Times and Mirror menulis: “Sungguh orang yang menceramahi orang-orang Eropa dan Amerika dengan cara seperti begitu pasti bukanlah orang biasa.” 2. T  he Spiritual Journal, Boston menulis: “Buku ini merupakan khabar suka bagi segenap umat manusia.” 3. T  heosopical Book Notes menulis: “Buku ini merupakan gambaran yang terindah dan paling menarik tentang agama Muhammads.a.w..”

xxxiii

Filsafat Ajaran Islam

4. T  he Indian Review menulis: “Buku ini menampilkan pemikiran-pemikiran yang sangat cemerlang, lengkap, dan penuh hikmah. Pembaca tidak akan punya pilihan lain selain harus mengungkapkan kata-kata pujian.” 5. The Moslem Review menulis: “Siapa pun yang membaca buku ini akan menjumpai banyak pikiran yang benar, mendalam, orisinil, dan menenteramkan jiwa.” Keindahan makalah ini adalah, di dalamnya tidak ada serangan terhadap agama lain, melainkan hanya menerangkan keindahan-keindahan serta sisi keunggulan agama Islam. Semua permasalahan yang menjadi thema Konferensi telah dijawab berdasarkan referensi dari Al-Quran Majid dengan cara sedemikian rupa sehingga dengan cara itu terbukti kesempurnaan, keindahan, dan keunggulan agama Islam dibandingkan dengan agama-agama yang lainnya. Jalal-ud-Din Shams

xxxiv

ISLAM Makalah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Sahib, Kepala Desa Qadian, yang dibacakan oleh Maulana Abdul Karim Sãhib Sialkoti, di Lahore dalam acara Konferensi Agama-agama Besar Dharam Mahutsu[9] tanggal 27 Desember 1896.[10]

Setiap Pengakuan dan Dalil Pendukung Hendaknya Didasarkan Pada Kitab Yang Diwahyukan Pada pertemuan yang berbahagia hari ini -yang diselenggarakan dengan tujuan agar setiap pembicara yang telah sengaja diundang kemari untuk menguraikan keindahankeindahan agamanya masing-masing, dengan membatasi diri masing-masing pada masalah-masalah yang sebelumnya telah diumumkan dalam selebaran-selebaran- saya hendak menguraikan keindahan-keindahan ajaran Islam. Sebelum saya mengawali uraian saya, seyogianya saya permaklumkan bahwa saya anggap sebagai satu keharusan bahwa segala sesuatu yang hendak saya ketengahkan nanti, ________________ [9]

Ini adalah ungkapan bahasa Hindi yang artinya Agama-agama Besar.

[10]

Redaksi kalimat ini dikutif dari Panitia Konferensi.

1

Filsafat Ajaran Islam

akan saya dasarkan pada Al-Quran Suci, Kalam Suci Allah Ta’ala. Oleh karena itu menurut saya penting sekali bahwa setiap penganut salah satu Kitab, yang diyakininya sebagai Kitab Suci dari Tuhan, hendaknya ia menerangkan makalahnya dilandaskan kepada keterangan-keterangan dari Kitab Sucinya itu dan hendaknya ia tidak keluar dari ruang lingkup yang diajarkan oleh Kitab Sucinya sedemikian jauh sehingga ia seakan-akan sedang mengarang suatu Kitab Suci baru. Oleh karena pada hari ini saya hendak menampilkan keindahan-keindahan Kitab Suci Al-Quran serta hendak menunjukkan kesempurnaan-kesempurnaannya, maka sudah sepatutnya dalam menerangkan sesuatu masalah, saya tidak akan menyimpang dari yang diterangkan oleh Al-Quran Suci, dan sepatutnya pula saya harus menulis segala uraian saya sesuai dengan acuan atau penjelasan atau kutipan dari ayatayatnya; dengan demikian sidang yang terhormat akan mudah menimbang serta membuat perbandingan. Dan oleh karena tiap pembicara yang menganut salah satu Kitab diharapkan akan tetap membatasi keterangannya sesuai dengan Kitab Sici-nya masing-masing dan akan mengemukakan kutipan-kutipan dari Kitab itu sendiri, maka pada kesemptan ini pun saya tidak akan mengemukakan keterangan berdasarkan hadith-hadith, walaupun semua hadits shahih itu bersumber pada Al-Quran Suci juga dan Al-Quran Suci merupakan Kitab yang paripurna di atas semua kitab-kitab lainnya. Pendek kata, hari ini adalah hari penampakkan kebesaran Al-Quran Suci. Saya panjatkan do’a ke haḍirat Allahswt, semoga Dia berkenan membantu saya dalam usaha ini. Āmin.

2

MASALAH PERTAMA Keadaan Jasmani, Akhlaki Dan Ruhani Manusia Pada halaman-halaman pertama makalah ini terdapat beberapa kata pendahuluan yang mungkin nampak seolaholah tidak ada sangkut-pautnya dengan uraian berikut, namun demikian hal itu penting dikemukakan agar hadirin dapat menangkap dengan jelas jawaban terhadap permasalahanpermasalahan yang menjadi topik pembicaraan dalam acara hari ini.

Tiga Macam Keadaan Manusia Baiklah dimaklumi bahwa masalah pertama ialah bertalian dengan keadaan-keadaan thabi’i (alami), akhlaki, dan ruhani manusia. Maka ketahuilah bahwa Al-Quran Syarif, Kalam suci Allah Ta’ala mengadakan pembagian tiga keadaan itu demikian: bagi ketiga keadaan itu ditetapkan tiga sumber yang berlainan. Dengan perkataan lain oleh Al-Quran Syarif disebutkan tiga mata air yang darinya memancar keadaan-keadaan itu secara terpisah. 3

Filsafat Ajaran Islam

Sumber Pertama: Jiwa Yang Selalu Mendorong kepada Kejahatan Sumber pertama yang merupakan sumber semua keadaan thabi’i (alami) manusia, yang disebut oleh Al-Quran sebagai Nafsu Ammarah, sebagaimana Dia berfirman: [11]

Yakni, adalah merupakan ciri khas Nafs Ammarah bahwa ia selalu mendorong manusia kepada keburukan yang bertentangan dengan kesempurnaannya serta bertolakbelakang dengan keadaan akhlaknya dan ia menginginkan manusia supaya berjalan pada jalan yang tidak baik dan buruk. Ringkasnya, melangkahnya manusia ke pelanggaran dan keburukan adalah suatu keadaan yang secara thabi’i (alami) menguasai dirinya, sebelum manusia mencapai keadaan akhlaki. Sebelum manusia melangkah dengan dinaungi oleh akal dan ma’rifat (pengetahuan), keadaan ini dinamai keadaan thabi’i (pembawaan alami). Bahkan seperti halnya hewanhewan berkaki empat, di dalam kebiasaan mereka makanminum, tidur-bangun, menunjukkan emosi dan naik darah, dan begitu pula kebiasaan-kebiasaan lainnya manusia ikut kepada dorongan-dorongan thabi’i-nya (alaminya). Dan manakala manusia dibimbing oleh akal dan ma’rifat serta memperlihatkan tuntutan timbang rasa maka saat itu keadaan tersebut tidak lagi dinamakan keadaan-keadaan thabi’i (alami); melainkan saat itu keadaan-keadaan ini disebut keadaan-keadaan akhlaki, yang mengenainya akan kami terangkan lebih lanjut. ________________ [11]

4

“.....sesungguhnya nafsu itu senantiasa menyuruh kepada kejahatan.” (QS.Yusuf, 12:54).

Masalah Pertama

Sumber Kedua: Jiwa Yang Selalu Menyesali Dirinya Sendiri Sumber keadaan akhlaki manusia disebut di dalam AlQuran sebagai Nafsu Lawwaamah, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: [12]

Yakni, Aku bersumpah dengan Nafs (jiwa) yang mengecam (mencela) dirinya sendiri atas perbuatan buruk dan setiap pelanggarannya. Nafs lawwaamah ini merupakan sumber kedua bagi keadaan-keadaan manusia yang darinya timbul keadaan akhlaki, dan sesampainya ke martabat itu manusia terlepas dari keadaan yang menyerupai keadaan hewan-hewan lainnya. Bersumpah dengan perkataan Nafs Lawwaamah di sini adalah untuk memberikan penghormatan kepadanya. Jadi, dengan meningkatnya dari keadaan Nafs Ammarah kepada keadaan Nafs Lawwaamah, yang merupakan kemajuan, ia layak menerima penghormatan di sisi Allah. Dinamai Lawwaamah karena ia mengecam (mencela) manusia atas keburukannya dan tidak senang kalau manusia bertingkah laku sewenang-wenang dalam memenuhi keinginan-keinginan thabi’i-nya (alaminya) dan menjalani hidup seperti hewan-hewan berkaki empat. Bahkan ia menghendaki supaya manusia menghayati keadaankeadaan yang baik serta memiliki akhlak yang luhur, dan dalam usaha memenuhi segala keperluan hidupnya manusia jangan sekali pun melakukan pelanggaran, dan ia menghendaki agar perasaan-perasaan serta hasrat-hasrat thabi’i-nya (alaminya) diberi penyaluran yang sesuai dengan pertimbangan akal. Jadi, ________________ [12]

“Dan Aku bersumpah demi jiwa yang mencela dirinya sendiri.” (QS.Al-Qiyaamah, 75:3).

5

Filsafat Ajaran Islam

karena jiwa itu mengecam tindakan-tindakannya yang buruk maka ia dinamai Nafs Lawwaamah, yaitu Nafs (jiwa) yang sangat mengecam. Walaupun Nafs Lawwaamah tidak menyukai dorongandorongan thabi’i (alami), bahkan selalu mengecam dirinya sendiri, akan tetapi dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan ia belum dapat menguasai diri sepenuhnya. Kadang-kadang dorongan-dorongan thabi’i (alami) mengalahkannya kemudian ia tergelincir dan jatuh. Bagaikan seorang anak kecil yang lemah, walau pun tidak mau jatuh namun karena lemahnya ia jatuh juga, lalu ia mengecam diri sendiri atas kelemahannya. Ringkasnya, ini merupakan keadaan akhlaki bagi jiwa tatkala di dalam dirinya telah terhimpun akhlak fadhilah (akhlak tinggi/ mulia) dan ia sudah jera dari kedurhakaan, akan tetapi belum lagi dapat menguasai diri sepenuhnya.

Sumber Ketiga: Nafs Muthmainnah Kemudian ada sumber ketiga yang boleh dikatakan merupakan sumber keadaan-keadaan rohani. Al-Quran Syarif menyebut sumber ini Nafs Mutma’innah, sebagaimana firmanNya:

[13]

Yakni, hai jiwa yang tentram dan mendapat ketentraman dari Tuhan! Kembalilah kepada Rabb engkau, engkau ridha ________________ [13]

“Hai jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Tuhan engkau, engkau ridha kepadaNya dan Dia pun ridha kepada engkau. Maka masuklah di antara hamba-hambaKu yang terpilih, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr, 89:28-31).

6

Masalah Pertama

kepada-Nya dan Dia ridha kepada engkau maka bergabunglah dengan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surgaKu. Inilah martabat di mana jiwa manusia memperoleh Najãt (keselamatan) dari segala kelemahan, lalu dipenuhi oleh kekuatan-kekuatan rohaniah, dan sedemikian rupa melekat menjadi satu dengan Allah Ta’ala, sehingga ia tidak dapat hidup tanpa Dia. Laksana air mengalir dari atas ke bawah yang _karena banyaknya dan tiada sesuatu yang menghambatnya_ maka air itu terjun dengan deras, begitu pula jiwa manusia tidak hentihentinya mengalir terus dan menjurus ke arah Tuhan. Ke arah inilah Allah Ta’ala mengisyaratkan: “Hai jiwa yang tentram, yang mendapat ketentraman dari Tuhan, kembalilah kepada Rabb engkau.” Ringkasnya, di dalam hidup ini jugalah dan bukan sesudah mati, manusia menciptakan perubahan yang gilang-gemilang. Dan di dalam dunia inilah dan bukan di tempat lain, ia menemui suatu surga. Dan sebagaimana tercantum dalam ayat itu yakni, “Kembalilah kepada Rabb (Pemelihara) engkau”, seperti itu pulalah pada waktu itu ia mendapat pemeliharaan dari Tuhan. Dan kecintaan Tuhan merupakan makanan baginya. Dari mata air pemberi kehidupan inilah ia mereguk air itu, oleh karena itu ia terlepas dari maut (kematian), sebagaimana firman Allah Ta’ala pada tempat lain dalam Al-Quran Syarif: [14]

Yakni, barangsiapa yang membersihkan diri dari hasrathasrat duniawi, sungguh ia telah selamat dan tidak akan binasa. Akan tetapi barangsiapa yang membenamkan dirinya dalam ________________ [14]

“ Sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya, dan binasalah orang yang mengotori jiwanya.” (QS. Asy-Syams, 91:10-11).

7

Filsafat Ajaran Islam

hasrat-hasrat duniawi _yang merupakan dorongan-dorongan thabi’i (alami)_ sungguh telah putus-asalah ia dari hidup ini. Jadi, inilah tiga keadaan yang dengan kata lain dapat disebut keadaan-keadaan thabi’i (alami), akhlaki, dan rohani. Dan dikarenakan pada saat kuatnya dorongan-dorongan thabi’i (alami) menjadi sangat berbahaya dan kadang-kadang membinasakan akhlak dan kerohanian maka di dalam Kitab Suci Allah Ta’ala ia dinamakan keadaan-keadaan Nafs Ammarah. Jika ada pertanyaan; Apakah pengaruh Al-Quran Syarif terhadap keadaan-keadaan thabi’i (alami) manusia, dan bimbingan apakah yang diberikan oleh Al-Quran dalam hal itu, serta secara amal sampai batas manakah yang diperkenankannya? Hendaklah diketahui bahwa menurut Al-Quran Syarif keadaan-keadaan thabi’i (alami) manusia mempunyai hubungan yang erat sekali dengan keadaan-keadaan akhlaki dan rohani-nya. Bahkan cara manusia makan-minum pun mempengaruhi keadaan-keadaan akhlak dan rohani manusia. Apabila keadaan-keadaan thabi’i (alami) dipergunakan sesuai dengan bimbingan syariat maka sebagaimana benda apa pun yang jatuh ke dalam tambang garam akan berubah menjadi garam juga, seperti itu pula semua keadaan tersebut berubah menjadi nilai-nilai akhlak dan memberi pengaruh yang mendalam sekali pada kerohanian. Oleh karena itu Al-Quran Syarif sangat memperhatikan kebersihan jasmani, tata-tertib jasmani dan keseimbangan jasmani dalam berusaha untuk mencapai tujuan segala ibadah, kesucian batin, kekusyukan, dan kerendahan hati. Apabila kita renungkan secara mendalam, maka benar sekali kandungan falsafah yang mengatakan bahwa tingkah-laku jasmani amat besar pengaruhnya kepada ruh. Sebagaimana kita

8

Masalah Pertama

saksikan perbuatan-perbuatan thabi’i (alami) walaupun pada lahirnya bersifat jasmani namun tidak ayal berpengaruh pada keadaan rohani kita. Misalnya, apabila kita mulai menangis __kendati pun hanya pura-pura serta dibuat-buat__ air mata menggugah suatu perasaan dalam hati dan hati pun ikut merasa sedih. Demikian pula, apabila kita mulai tertawa secara pura-pura dan dibuat-buat, di dalam hati pun akan timbul rasa gembira. Kita saksikan juga bahwa gerakan sujud secara jasmani pun menimbulkan suatu perasaan khusyuk dan kerendahan hati dalam ruh (jiwa). Sebaliknya kita saksikan pula bahwa apabila kita berjalan dengan menegakkan kepala seraya membusungkan dada, hal ini segera menimbulkan semacam rasa takabur dan tinggi hati. Dari contoh-contoh di atas, nampaklah sejelas-jelasnya bahwa gerak-gerik jasmani tidak diragukan lagi mempengaruhi keadaan ruhani. Begitu pula pengalaman menyatakan kepada kita bahwa makanan yang beraneka-ragam juga mempengaruhi kemampuan otak dan hati. Misalnya, silakan mengamati dengan seksama keadaan orang-orang yang tidak pernah makan daging. Potensi keberanian mereka lambat-laun semakin berkurang, sehingga akhirnya hati mereka menjadi lemah dan mereka kehilangan satu kekuatan yang terpuji anugerah Tuhan. Kesaksian hukum kudrat berkenaan dengan itu pun membuktikan bahwa di antara binatang-binatang berkaki empat pemakan rumput tak seekor pun memiliki keberanian yang sebanding dengan keberanian yang dimiliki binatang pemakan daging. Hal ini dapat kita saksikan pula pada burungburung. Ringkasnya, tidak dapat diragukan lagi bahwa makanan berpengaruh pada akhlak. Benar, orang-orang yang siang-malam 9

Filsafat Ajaran Islam

mengutamakan makan daging dan sangat kurang sekali makan sayur-mayur kurang memiliki sifat santun dan rendah hati. Sedangkan orang-orang yang mengambil jalan tengah mewarisi kedua sifat tersebut. Mengingat akan hikmah itu Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran Syarif: [15]

Yakni, makan jugalah daging dan makanlah jugalah makanan yang lain, akan tetapi tiap sesuatu jangan melampaui batas agar jangan timbul pengaruh buruk pada keadaan akhlak, dan agar cara berlebihan itu tidak pula merugikan kesehatan. Sebagaimana perbuatan dan tingkah-laku jasmani berpengaruh pada ruh, begitu pula ruh pun berpengaruh pada tubuh. Orang yang sedang mengalami kesedihan matanya tentu tergenang air mata, orang yang sedang bergembira tentu akan tertawa. Makan, minum, tidur, bangun, bergerak, istirahat, mandi, dan lain-lain merupakan perbuatan jasmani (thabi’i/ alami), segala perbuatan itu pasti mempengaruhi keadaan rohani kita. Struktur jasmani kita sangat erat hubungannya dengan perangai kemanusiaan kita. Luka yang terjadi pada satu tempat di otak segera menghilangkan daya-ingat, dan luka pada tempat lainnya menyebabkan hilangnya kesadaran. Udara wabah yang beracun menjalar dengan cepat ke seluruh tubuh, kemudian memberi bekas pada hati, dan segera mengacaukan jaringan batiniah yang dengannya terkait segenap sistem akhlak. Akhirnya dalam beberapa menit kemudian orang itu pun mati setelah mengalami keadaan seperti orang gila. ________________ [15]

“...dan makanlah serta minumlah tetapi janganlah berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf, 7:32).

10

Masalah Pertama

Ringkasnya, penderitaan jasmani juga memperlihatkan pemandangan menakjubkan, yang dengan itu terbukti bahwa antara ruh dan tubuh terdapat suatu pertalian (hubungan) demikian rupa, di luar kemampuan manusia untuk menyingkapkan rahasianya. Selanjutnya dalil mengenai adanya pertalian (hubungan) itu ialah apabila kita renungkan dengan seksama, kita akan mengetahui bahwa induk ruh justru tubuh itu juga. Sesungguhnya ruh tidak jatuh dari atas dan masuk ke dalam kandungan perempuan hamil, melainkan ruh adalah suatu nur (cahaya) yang justru terkandung dalam nutfah (mani) secara tersembunyi dan semakin bercahaya seiring perkembangan tubuh (embrio). Kalam Suci Allah Ta’ala menjelaskan kepada kita bahwa ruh berasal dari struktur yang memang sudah terbentuk dari nutfah di dalam rahim. Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Quran Syarif: [16]

Yakni, kemudian Kami jadikan tubuh yang berwujud dalam rahim ibu dalam bentuk lain serta menzahirkan lagi satu ciptaan lain yang dinamai ruh. Dan Maha Beberkat-lah Tuhan dan tidak ada pencipta lain yang menyamai-Nya. Di dalam firman-Nya bahwa: “Kami menzahirkan lagi satu ciptaan lain di dalam tubuh itu juga”, di situ terkandung rahasia yang sangat dalam tentang hakikat ruh, dan juga mengisyaratkan adanya pertalian (hubungan) yang sangat erat antara ruh dan tubuh manusia. Isyarat itu mengajarkan kepada kita bahwa ________________ [16] “....kemudian Kami tumbuhkan ia menjadi makhluk lain.Maka Maha Beberkat Allah, sebaik-baik Pencipta.” (QS. Al-Mu’minun, 23:15).

11

Filsafat Ajaran Islam

perbuatan-perbuatan jasmani manusia, ucapan-ucapan, dan segala perbuatan thabi’i (alami) manusia, apabila semuanya dikerjakan untuk Allah dan mulai nampak di jalan-Nya maka hal itu berkaitan dengan falsafah Ilahi ini juga. Yakni di dalam amal perbuatan yang ikhlas pun sejak semula sudah tersembunyi suatu ruh, sebagaimana tersembunyinya ruh dalam nutfah. Semakin berkembang amal-amal tersebut maka ruh pun semakin cemerlang. Dan tatkala amal-amal tersebut sudah sempurna maka serta-merta ruh itu memancar dengan penampakannya yang sempurna serta memperlihatkan wujudnya sendiri dari sisi ke-ruh-annya, dan mulailah gerak kehidupan yang jelas. Manakala struktur amal-amal itu sudah sempurna perkembangannya, segeralah bagaikan cahaya kilat ia mulai menampakkan sinarnya yang nyata. Itulah tahap yang mengenainya Allah Ta’ala secara kiasan berfirman dalam AlQuran Syarif: [17]

Yakni, tatkala Aku telah siap membuat struktur dan telah menyelaraskan segala penzahiran manifestasinya dan Aku telah meniupkan ruh-Ku ke dalamnya maka rebahkanlah diri di atas tanah seraya bersujud kepadanya. Jadi, di dalam ayat tersebut terkandung isyarat bahwa apabila struktur amal-amal itu telah sempurna maka di dalam struktur tersebut bersinarlah ruh yang dilukiskan oleh Allah Ta’ala sebagai datang dari Zat-Nya Sendiri. Dan karena struktur tersebut baru siap sesudah kehidupan duniawi mengalami kemusnahan maka cahaya Ilahi yang tadinya redup serta-merta ________________ [17]

“Maka ketika Aku telah memberinya bentuk dan telah Aku tiupkan ruh-Ku ke dalamnya, maka jatuhkanlah dirimu, tunduk kepadanya.” (QS. Al-Hijr, 15:30).

12

Masalah Pertama

menyala berkilauan. Dan dengan melihat keagungan Tuhan serupa ini wajib bagi segala sesuatu untuk bersujud dan tertarik kepadanya, maka segala sesuatu bersujud ketika melihat cahaya tersebut dan secara alami bergerak ke arah itu, kecuali Iblis yang bersahabat dengan kegelapan.

q q q q w w w w

Di sini akan sangat berguna untuk menyebutkan bahwa janin manusia mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan pada usia hampir empat bulan sepuluh hari setelah pembuahan, yakni, pada usia pertengahan keberadaannya di dalam alam rahim. Hukum alam yang sama yang menyebabkan janin berkembang dari keadaan tumbuhan kepada keadaan hewani juga berlaku di dalam kelahiran rohani. Dengan kata lain, sama seperti sebuah janin menghabiskan separuh rentang masa keberadaannya di dalam kandungan alam rahim lalu mulai menunjukkan tanda-tanda gerak dan kehidupan, kondisi serupa berlaku juga di dalam kelahiran kehidupan rohani. Masa terbaik dari kehidupan seseorang, sebelum ia mengalami pikun, dapat diukur pada masa kira-kira usia delapan puluh tahun, separuhnya adalah usia empat puluh tahun. Di sini angka empat puluh berhubungan dengan masa empat bulan pertama sang janin menghabiskan masa-masa pertamanya di dalam alam rahim sebelum gerakan fisik pertamanya. Pengalaman mengatakan kepada kami bahwa ketika manusia telah menjalani separuh dari masa-masa produktif kehidupannya _empat puluh tahun pertama usianya yang memiliki kemiripan yang kuat dengan empat bulan pertama keberadaan sebuah janin_ jiwanya mulai terbangun dan menunjukkan tanda-tanda kehidupan rohani yang baru lahir, asalkan saja ia diberkati dengan watak yang murni. Bukanlah rahasia bahwa sebelum menginjak usia empat puluh, sebagian besar kehidupan seseorang dikaburkan oleh ketidaktahuan. Masa tujuh atau delapan tahun pertama dari keberadaannya di dunia dilewatkan sebagai masa pertumbuhan, dan masa berikutnya usia dua puluh lima tahun atau lebih sebagian besar usianya dihabiskan untuk mengejar pengetahuan atau dibuang-buang dalam kesenangan yang tiada berharga. Setelah itu, ia menikah atau sebaliknya mereka tertipu oleh pengejaran kekayaan dan kehormatan dan melewati semua batas dalam melakukan hal yang demikian.

13

Filsafat Ajaran Islam

Pada tahap ini bahkan seandainya pun manusia berpaling ke arah Tuhan, pencariannya akan Tuhan agak dicemari oleh hasrat-hasrat keduniawian. Doa-doanya sebagian besar ditujukan untuk mendapatkan keduniawian dan tangisannya serta doa-doa permohonannya dinodai oleh keinginankeinginan duniawi. Sehingga, alangkah kecilnya keimanan yang ia miliki tentang akhirat hal itu ditutupi oleh kenyataan bahwa kematian nampak hanya sebagai sebuah kemungkinan yang masih jauh. Sama seperti ketika sebuah bendungan yang runtuh airnya meledak dan menghancurkan apa pun yang ada di jalur yang dilaluinya, seperti itu juga lah banjir yang membahayakan kehidupan manusia dari nafsu duniawi. Dalam keadaan ini, bagaimana ia bisa pernah percaya kepada adanya hari akhirat yang tidak kelihatan? Sebaliknya, ia malah mengolok-olok dan mengejek agama lalu memamerkan logikanya sendiri yang kering dan menyesatkan. Tentu saja, seandainya saja ia baik secara alami, ia mungkin bisa percaya kepada Tuhan, akan tetapi imannya tidak sepenuh hatinya dan tanpa ketulusan dan itu juga tergantung pada keberhasilannya sendiri. Jika hasrat-hasratnya sudah terpenuhi maka ia berpaling kepada Tuhan, jika belum, maka ia berubah menjadi setan. Dengan kata lain, masa usia muda adalah masa yang kritis dalam kehidupan seseorang dan tanpa rahmat Ilahi seseorang mungkin akan menggali tanah kuburannya sendiri. Kenyataannya adalah bahwa periode kehidupan seseorang di masa muda ini adalah akar segala kejahatan. Pada masa-masa inilah seseorang mulai mengidap sebagian besar penyakit fisik dan beberapa penyakit lainnya yang tak dpt disebutkan. Kesalahankesalahan yang dibuat pada masa-masa muda tak berpengalaman ini sering menyebabkan orang berpaling dari Tuhan Yang Sejati dan Abadi. Oleh karena itu, pada masa usia inilah ia takut akan Tuhan tetapi sedikit dan didorong oleh nafsu duniawi dan didominasi oleh ego alaminya. Ia menaruh sedikit perhatian kepada nasihat orang lain dan menanggung akibat dari masa-masa usia ini pada masa sisa hidupnya di kemudian hari. Ketika seseorang mendekati usia empat puluh tahun, ia mulai menampilkan tingkah jiwa mudanya dan secara menyedihkan ia menoleh kepada kebodohannya yang mengenai mana para penasihatnya tak berhasil membujuknya. Jiwa mudanya yang meluap-luap secara alami mulai mereda, karena keadaan fisiknya menurun sejalan dengan usianya yang terus

14

Masalah Pertama

bertambah. Darah pemberontaknya sudah tidak ada lagi disana, tidak ada pula kekuatan fisik dan jiwa mudanya yang ceroboh. Masa-masa penurunan dan kerusakan mendekat dengan cepat. Pada tahap ini, ia juga menyaksikan saudara-saudaranya yang lebih tua meninggal dunia dan bahkan kematian mendadak orang-orang dalam usia muda yang karena kehilangannya telah menyebabkan ia didera oleh kesedihan yang mendalam. Kedua orang tuanya pun mungkin sudah tiada lagi dan dunia mulai menyingkapkan kefanaannya dengan sejumlah cara. Demikian hal itu terjadi seakan-akan Tuhan telah menempatkan dihadapannya sebuah cermin lalu berkata, ‘Lihat, inilah kehidupan yang sebenarnya yang engkau sangat menyukainya itu.’ Pada saat itulah kemudian ia ingat akan kesalahan-kesalahan masa lalunya dengan penyesalan dan ia mengalami perubahan radikal yang mengantarkan kepada kehidupannya yang baru, asalkan saja ia adalah seorang yang secara alami memiliki niat yang baik dan merupakan salah seorang dari antara mereka yang Tuhan telah memanggil. Dalam konteks inilah Allah, Yang Maha Kuasa, berfirman:

[18]

________________ [18] 

“Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik terhadap orangtuanya. Ibunya telah mengandung dia dengan derita, dan melahirkan dia dengan derita; sedangkan mengandungnya dan menyapihnya mengambil waktu tiga puluh bulan hingga apabila ia mencapai usia dewasanya dan mencapai usia empat puluh tahun, ia berkata, “Hai Tuhan-ku, limpahkanlah taufik kepadaku supaya aku dapat bersyukur atas nikmat Engkau, yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada orangtuaku, dan supaya aku dapat beramal saleh yang Engkau ridhai. Dan tegakkanlah kesalehan di tengah-tengah keturunanku bagiku. Sesungguhnya, aku kembali bertaubat kepada Engkau; dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang patuh taat kepada Engkau.” (QS. Al-Ahqaf, 46:16).

15

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, Kami perintahkan kepada manusia (dengan berkata kepadanya): “Berbuat baiklah kepada orang-tuamu. Ketahuilah olehmu bahwa betapa beratnya penderitaan yang ibumu derita demi kamu! Selama ibumu mengandung kamu ia menderita sakit dalam jangka waktu yang lama dan dengan rasa sakit pula ia melahirkan kamu. Selama tiga puluh bulan ia terus berada dalam ketidaknyamanan baik selama masa kehamilan maupun masa menyusui kamu. Lagi, Dia berfirman bahwa ketika seorang orang yang baik mencapai usia empat puluh tahun dan menginjak dewasa maka ia akan ingat akan peringatan Ilahi dan berkata, “Ya Tuhanku, izinkanlah aku mensyukuri nikmat yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan anugerahilah aku kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang baik yang dapat membuat Engkau senang, dan jadikanlah anak keturunanku sebagai orang yang shalih bagiku. Yakni, jika aku gagal dalam tugasku terhadap orang tuaku, maka janganlah hendaknya anak-anakku melakukan hal yang sama. Jika aku tersesat dari jalan yang lurus, hendaklah jangan Engkau biarkan mereka mengikutinya. Ya tuhanku, aku bertobat dan kembali kepada Engkau dan aku termasuk orang orang yang berserah diri.” Dengan demikian, Tuhan telah menjelaskan bahwa pada tahun keempat puluh menjadi rahmat bagi orang-orang yang shalih dan pada masa itulah semangat kebenaran bangkit di dalam diri mereka. Kebanyakan dari para Nabi utusan Tuhan diutus dalam usia mereka yang keempat puluh tahun. Sebagai contoh, Penghulu dan Panutan kita, Nabi MuhammadS.a.w. pun diutus untuk kebangkitan umat manusia pada usia beliau yang keempat puluh tahun.

q q q q w w w w

16

Masalah Pertama

Ruh Sebagai Makhluk Kami kembali lagi kepada pembicaraan semua, kami jelaskan, sangatlah benar dan tepat bahwa ruh adalah suatu cahaya yang lathif (halus), tumbuh dari tubuh itu serta dibesarkan di dalam rahim. Yang dimaksud dengan terciptanya itu ialah bahwa pada taraf permulaan ia tersembunyi dan tidak diketahui, kemudian menjadi nampak nyata. Pada taraf permulaan intinya sudah terkandung dalam nutfah (mani). Tidak ragu lagi _sesuai dengan kehendak, izin serta keinginan Tuhan Samawi_ ruh memiliki pertalian yang menakjubkan dengan nutfah. Dan ruh merupakan sebuah permata cahaya ruhani yang dimiliki nutfah. Tidaklah dapat dikatakan bahwa ruh merupakan bagian dari nutfah, seperti halnya bagianbagian badan yang dimiliki tubuh. Akan tetapi tidak pula dapat dikatakan bahwa ruh datang dari luar atau jatuh ke bumi lalu bercampur dengan bahan nutfah, melainkan ia (ruh) tersembunyi di dalam nutfah seperti halnya api tersembunyi di dalam batu api. Tidaklah dapat dikatakan bahwa ruh merupakan bagian dari nutfah, seperti halnya bagian-bagian badan yang dimiliki tubuh. Akan tetapi tidak pula dapat dikatakan bahwa ruh datang dari luar atau jatuh ke bumi lalu bercampur dengan bahan nutfah, melainkan ia (ruh) tersembunyi di dalam nutfah seperti halnya api tersembunyi di dalam batu api. Dan yang dimaksud oleh Kitab Allah, ruh tidak turun dari langit secara terpisah atau jatuh ke bumi dari angkasa, kemudian secara kebetulan berpadu dengan nutfah lalu masuk ke dalam rahim. Betapa pun pendapat demikian tidak dapat dibenarkan. Jika kita berpendapat seperti itu maka hukum alam menyalahkan kita. Sebab setiap hari kita menyaksikan bahwa di dalam 17

Filsafat Ajaran Islam

makanan yang kotor dan basi serta di dalam borok yang kotor terdapat ribuan kuman. Pada pakaian yang kotor melekat ratusan bakteri. Di dalam perut manusia pun berkembang-biak cacing-cacing kermi dan sebagainya. Sekarang, dapatkah kita mengatakan bahwa mereka itu terlihat oleh seseorang datang dari luar atau turun dari langit? Jadi, yang benar ialah ruh muncul dari dalam tubuh juga. Dan berdasarkan dalil ini terbukti juga bahwa ruh adalah suatu makhluk (yang diciptakan).

Kelahiran Kedua bagi Ruh Maksud kami melalui uraian ini adalah, bahwa Yang Maha Kuasa __yang dengan kekuasaan sempurna telah memunculkan ruh dari tubuh juga__ Dia berkehendak agar kelahiran kedua bagi ruh pun diwujudkan melalui tubuh juga. Gerak-gerik ruh bergantung kepada gerak-gerik tubuh kita. Kejurusan mana kita membawa tubuh pastilah ruh pun akan ikut serta. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi Kitab Suci Allah Ta’ala untuk memperhatikan keadaan-keadaan thabi’i (alami) manusia. Itulah sebabnya maka Al-Quran Syarif sangat menaruh perhatian terhadap perbaikan keadaan-keadaan thabi’i (alami) manusia dan mencantumkan petunjuk-petunjuk berkenaan dengan: tertawa, menangis, makan-minum, berpakaian, tidur, berbicara, diam, kawin, membujang, berjalan, menetap, serta mensyaratkan mandi dan sebagainya untuk kebersihan lahiriah. Begitu pula ketentuan-ketentuan khusus dalam keadaan sakit dan dalam keadaan sehat. Dan Al-Quran Syarif menegaskan bahwa keadaan-keadaan jasmani manusia berpengaruh kepada keadaan-keadaan ruhani. Seandainya semua petunjuk itu ditulis secara terinci, tidak dapat kami bayangkan apakah waktu mengizinkan untuk menguraikan masalah itu.

18

Masalah Pertama

Kemajuan Manusia Secara Bertahap Ketika kami merenungkan Firman suci Allah dan memperhatikan bahwa mengapa di dalam ajaran-ajaran-Nya Dia menganugerahkan kepada manusia kaidah-kaidah perbaikanperbaikan terhadap keadaan-keadaan thabi’i (alami), lalu secara perlahan-lahan mengangkatnya ke atas dan ingin mengantarkan sampai kepada derajat tertinggi keadaan ruhani. Maka nampak kepada kami bahwa kaidah-kaidah yang mengandung nilai-nilai kebijakan itu adalah pertama, Allah berkehendak melepaskan manusia dari cara-cara hewani dengan mengajarkan kepadanya: cara duduk, bangun, makan-minum, bercakap-cakap dan segala macam tata-cara hidup bermasyarakat. Dan dengan menganugerahkan perbedaan nyata dari kesamaan terhadap hewan Dia mengajarkan suatu derajat dasar keadaan akhlaki yang dapat dinamakan adab dan tata-krama. Lalu kedua Dia memberikan keseimbangan pada kebiasaan-kebiasaan alami manusia, yang dengan kata lain dapat disebut Akhlaq Razilah (akhlak rendah), sehingga dengan mencapai keseimbangan itu ia dapat masuk ke dalam warna Akhlaq Fadhilah (akhlak tinggi/ mulia). Akan tetapi, kedua langkah ini pada hakikatnya sama, sebab bertalian dengan perbaikan dalam keadaan-keadaan thabi’i (alami), hanya perbedaan tinggi-rendah sajalah yang menjadikannya dua macam. Dan Sang Maha Bijaksana telah mengemukakan tatanan akhlak dengan cara demikian sehingga melaluinya manusia dapat maju dari akhlak rendah mencapai akhlak tinggi/mulia.

Arti Islam yang Sesungguhnya Dan selanjutnya Dia telah menerapkan tingkat kemajuan ketiga, yakni manusia tenggelam dalam kecintaan dan keridhaan

19

Filsafat Ajaran Islam

Sang Maha Pencipta-nya Yang Hakiki serta segenap wujudnya menjadi milik Allah. Inilah suatu tingkat (martabat) yang untuk mengingatkannya maka agama orang-orang Muslim telah diberi nama Islam. Sebab yang disebut Islam ialah penyerahan diri secara sempurna kepada Tuhan dan tidak menyisihkan sesuatu bagi dirinya sendiri, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

[19]

[20]

[21]

[22]

________________ [19]

“Sekali-kali tidak, bahkan barangsiapa menyerahkan dirinya kepada Allah dan juga ia berbuat kebajikan, maka bagi dia ada ganjarannya disisi Tuhan-nya. Dan tak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan berdukacita.” (QS. Al-Baqarah, 2:113). [20] “Katakanlah, “Sesungguhnya sembahyangku dan pengorbananku dan kehidupanku serta kematianku adalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Dia tidak mempunyai sekutu dan demikianlah aku diperintahkan dan akulah orang pertama di antara orang-orang yang menyerahkan diri.” (QS. Al-An’am, 6:163164). [21] “Dan inilah jalan-Ku yang lurus. Maka, ikutilah jalan ini; dan janganlah kamu mengikuti jalan yang lain, karena itu akan menjauhkan kamu dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’am, 6:154). [22] “Katakanlah, “Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, Allah pun akan mencintaimu dan akan mengampuni dosa-dosamu. Dan, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Ali-Imran, 3:32).

20

Masalah Pertama

Yakni, orang yang mendapat keselamatan ialah orang yang untuk Allah menyerahkan diri bagaikan hewan kurban di jalan-Nya, dan ia menunjukkan keikhlasannya tidak hanya dengan niat saja melainkan dengan perbuatan-perbuatan baik. Barangsiapa berbuat demikian ganjarannya sudah ditetapkan di sisi Allah. Dan bagi orang-orang yang demikian sedikit pun tidak akan takut dan tidak pula akan berduka-cita. Katakanlah, “Shalatku, pengorbananku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, yang sifat rabbubiyyat-Nya melingkupi segala sesuatu. Tiada sesuatu dan tiada seorang pun yang merupakan sekutu bagi-Nya, dan tidak ada makhluk yang menyekutui-Nya. Kepadaku diperintahkan agar aku berbuat demikian dan aku adalah yang paling pertama berdiri tegak di atas makna Islam, yakni yang mengorbankan diri di jalan Allah.” Inilah jalanKu maka ikutilah jalan-Ku, dan sebaliknya jangan ikuti jalan lain, karena engkau nanti akan menyimpang jauh dari Allah. Katakanlah kepada mereka, “Jika kamu cinta kepada Allah maka ikutilah aku, dan berjalanlah pada jalanku supaya Allah pun cinta kepada kamu dan mengampun dosa-dosa kamu. Dan Dia adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”

Perbedaan Antara Keadaan Thabi’i dan Keadaan Akhlaki Sekarang kami akan menerangkan ketiga tingkat keadaan manusia satu demi satu. Akan tetapi pertama-tama perlu diingat bahwa menurut isyarah-isyarah Kalam Suci Allah Ta’ala keadaan thabi’i (alami) manusia yang bersumber dan berpangkal dari Nafs Ammarah itu bukanlah sesuatu yang terpisah dari keadaan-keadaan akhlaki. Sebab Kalam Suci Allah Ta’ala telah menempatkan semua potensi (kekuatan) alami, keinginan-keinginan, serta dorongan-dorongan jasmani sebagai

21

Filsafat Ajaran Islam

keadaan-keadaan thabi’i (alami) __yang secara sadar dilakukan dengan teratur, seimbang dan sesuai dengan kesempatan serta keadaan__ akan mengambil warna akhlak. Begitu pula keadaan-keadaan akhlaki bukanlah sesuatu yang terpisah dari keadaan-keadaan rohani, justru keadaankeadaan akhlaki itulah yang akan mengambil warna kerohanian dengan cara meleburkan diri sepenuhnya pada Allah, mensucikan diri, memutuskan segala hubungan hanya untuk melekatkan diri kepada Allah serta dengan penuh kecintaan, penuh keasyikan (‘isyq), penuh ketenangan, penuh ketentraman menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Selama keadaan-keadaan thabi’i (alami) tidak beralih ke dalam warna akhlak, selama itu manusia tidak layak mendapat pujian, sebab keadaan itu terdapat di kalangan hewan lain, bahkan pada tumbuh-tumbuhan. Begitu pula dengan hanya memiliki warna akhlak saja tidak dapat menganugerahi manusia kehidupan rohani. Bahkan seseorang yang mengingkari adanya Wujud Allah Ta’ala sekali pun dapat memperlihatkan akhlak yang baik. Kerendahan hati, atau kehalusan budi, atau suka damai, meninggalkan kejahatan dan tidak mempedulikan orang-orang bejad, semua itu adalah keadaan-keadaan thabi’i (alami). Dan semua sifat itu dapat juga dimiliki oleh seorang yang rendah, yang tidak mengenal sumber Najat (keselamatan) yang sebenarnya. Banyak juga binatang berkaki empat yang rendah hati, jika diganggu dan disakiti mereka cenderung menampakkan sikap damai. Jika mereka tidur, dipukuli dengan tongkat mereka tidak melawan. Namun walau demikian mereka tidak dapat disebut manusia. Apalagi dengan sifat-sifat itu bagaimana mungkin mereka akan dapat menjadi manusia yang tinggi martabatnya. Begitu pula seorang penganut akidah (kepercayaan) paling

22

Masalah Pertama

buruk sekali pun, bahkan juga pelaku berbagai kejahatan dapat memiliki sifat-sifat semacam itu.

Penolakan terhadap Konsep Ajaran Kekekalan Hidup Mungkin saja seorang manusia dalam hal kasih-sayang mencapai batas sedemikian rupa sehingga ia tidak tega membunuh kuman-kuman yang ada pada lukanya. Ia begitu tolerannya terhadap makhluk-makhluk hidup, sehingga ia tidak ingin mencelakakan kutu-kutu yang ada di kepala atau kuman-kuman yang terdapat dalam perut, dalam usus atau dalam otak. Bahkan dapat kami akui, bahwa ada orang yang demikian jauhnya mempunyai rasa kasih-sayang sehingga ia berpantang minum madu. Sebab untuk memperoleh madu itu banyak nyawa harus dibinasakan dan lebah-lebah malang itu harus diusir dari sarangnya. Kami percaya ada orang yang berpantang menggunakan minyak kesturi sebab terbuat dari darah kijang yang diperoleh dengan membunuh binatang malang itu terlebih dulu dan memisahkan dari anak-anaknya. Begitu pula kami tidak menyangkal, ada orang yang tidak mau menggunakan mutiara dan tidak mau memakai sutera, sebab keduanya diperoleh dengan cara membinasakan hewan-hewan malang itu. Bahkan kami percaya ada orang yang ketika sakit berpantang menggunakan lintah dan membiarkan dirinya sendiri menderita asal tidak membuat lintah itu mati. Pada akhirnya __baik ada orang yang percaya atau tidak, namun kami percaya__ bahwa ada orang yang memperlihatkan kasihsayang demikian besar, sehingga untuk menyelamatkan kutu-kutu air ia rela membinasakan dirinya dengan pantang minum air. Kami mengakui semua hal itu, akan tetapi kami 23

Filsafat Ajaran Islam

sekali-kali tidak dapat menerima bahwa semua keadaan thabi’i (alami) itu dapat disebut akhlak. Atau, bahwa hanya dengan itu dapat dibersihkan kekotoran batin yang merintangi jalan untuk berjumpa dengan Wujud Allah Ta’ala. Kami sekalikali tidak akan percaya bahwa kerendahan hati dan sikap toleran seperti itu __yang mengenainya hewan berkaki empat dan unggas pun lebih baik dalam perkara tersebut__ dapat menjadi faktor untuk meraih derajat kemanusiaan yang tinggi. Bahkan, menurut kami itu adalah menentang hukum kudrat, berlawanan dengan akhlak mulia guna mendapatkan keridhaan Allah, dan mengingkari nikmat yang telah dilimpahkan kudrat kepada kita. Justru tingkat keruhanian itu sebenarnya diperoleh melalui penggunaan yang tepat setiap akhlak menurut keadaan serta kesempatan, dan dengan melangkah secara setia pada jalan Allah serta menyerahkan diri kepada kehendak-Nya. Ada pun tanda orang yang menjadi milik-Nya, ia tidak dapat hidup tanpa Dia. Seorang-arif adalah ibarat seekor ikan yang telah disembelih oleh tangan Tuhan sedangkan airnya adalah kecintaan Ilahi.

Tiga Cara Perbaikan Sekarang kami akan kembali kepada pembahasan yang semula. Kami baru saja menyebutkan bahwa ada tiga buah sumber keadaan-keadaan manusia, yaitu: Nafs Ammarah, Nafs Lawwaamah, dan Nafs Muthmainnah, dan cara ishlah (perbaikan) pun ada tiga macam: Cara pertama ialah, menegakkan orang-orang yang biadab yang tidak mengenal sopan-santun pada martabat akhlak rendah (akhlak dasar). Yaitu supaya mereka mengikuti tatacara manusiawi dalam hal makan-minum, kawin, dan lainnya yang berhubungan dengan peradaban. Tidak telanjang ke 24

Masalah Pertama

sana ke mari, tidak memakan bangkai seperti anjing, dan tidak memperlihatkan suatu perbuatan yang tidak sopan. Ini merupakan perbaikan dasar di antara perbaikan keadaankeadaan thabi’i (alami). Ini adalah semacam perbaikan yang umpamanya jika ingin mengajarkan tata-cara manusiawi kepada salah seorang di antara orang-orang biadab di Port Blair, maka pertama-tama kepada mereka ajarkan adab (sopansantun) dan akhlak-akhlak dasar manusiawi. Cara kedua untuk perbaikan itu ialah, apabila orang itu sudah menguasai sopan-santun manusiawi secara zahir, lalu kepadanya hendaknya diajarkan akhlak-akhlak manusiawi yang tinggi, serta mengajarkannya supaya menggunakan segala potensi insaniah yang ada agar diterapkan pada keadaan dan kesempatan yang tepat. Cara ketiga untuk perbaikan itu ialah, orang-orang yang telah memiliki akhlak tinggi, kepada orang-orang Zahid seperti itu dianugerahi karunia mencicipi kelezatan serbat kecintaan dan perjumpaan [dengan Tuhan]. Itulah ketiga macam corak perbaikan yang telah diterangkan oleh Al-Quran Syarif.

Diutusnya Rasulullahs.a.w. Ketika Perbaikan Sangat Diperlukan Junjungan dan Penghulu kita Nabi Muhammad Musthafas.a.w., telah diutus pada zaman ketika dunia mengalami kerusakan dan kebinasaan dalam segala segi, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: [23]

________________ [23]

“Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan.” (QS. Ar-Rum, 30:42).

25

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, daratan telah rusak dan lautan pun rusak. Ayat ini mengisyaratkan bahwa orang-orang yang disebut Ahlul kitab telah rusak, begitu pula orang-orang lain yang tidak pernah menerima siraman air wahyu juga telah rusak. Jadi, tugas yang diemban Al-Quran Syarif pada hakikatnya ialah menghidupkan orang-orang, sebagaimana Dia berfirman: [24]

Yakni, ketahuilah bahwasanya sekarang Allah Ta’ala menghidupkan bumi kembali sesudah matinya. Pada zaman itu keadaan di Arab telah mencapai batas puncak kebiadaban, dan di kalangan mereka sudah tidak ersisa lagi suatu tatanan manusiawi (kemanusiaan). Dan segala bentuk kemaksiatan pada pandangan mereka merupakan suatu kebanggaan. Masingmasing orang memiliki ratusan perempuan sebagai istri. Makan yang haram merupakan satu kecanduan menurut mereka. Menikahi ibu kandung sendiri mereka anggap halal. Karena itulah Allah Ta’ala menurunkan peraturan: [25]

Yakni, semenjak sekarang ibu-ibu kamu diharamkan bagi kamu. Begitu pula mereka biasa makan bangkai juga makan daging manusia. Tiada perbuatan dosa di dunia ini yang tidak mereka lakukan. Kebanyakan mereka mengingkari Hari Kemudian. Banyak di antara mereka yang juga tidak mengakui ________________

“Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.” (QS. Al-

[24]

Hadid, 57:18). [25]

“Telah diharamkan atasmu untuk mengawini ibu-ibumu.” (QS. An-Nisa, 4:24).

26

Masalah Pertama

adanya Wujud Tuhan. Mereka biasa membunuh anak-anak perempuan mereka dengan tangan sendiri. Mereka membunuh anak-anak yatim lalu memakan harta kekayaannya. Secara lahiriah mereka manusia akan tetapi akal mereka mati. Tidak punya sifat hayya (malu), rendah hati, dan tidak pula harga diri. Mereka biasa minum minuman keras seperti minum air. Siapa yang unggul berbuat zina dialah yang disebut pemimpin kaum. Demikian kosongnya mereka dari ilmu, sehingga kaum segenap kaum di sekitarnya menjuluki mereka Ummi (buta huruf). Pada zaman demikian serta untuk memperbaiki kaum-kaum serupa itulah Junjungan kita Muhammads.a.w. telah diutus di kota Mekkah. Demikianlah, tiga macam perbaikan seperti telah kami terangkan. Pada hakikatnya memang itulah zamannya. Jadi, dibandingkan dengan semua ajaran lain di dunia, Al-Quran Syarif mendakwakan diri yang paling sempurna dan paling lengkap. Sebab Kitab-kitab lainnya di dunia ini tidak mendapat kesempatan melaksanakan tiga macam perbaikan itu, sedang Al-Quran Syarif telah memperolehnya. Dan tujuan Al-Quran Syarif ialah membuat hewan menjadi manusia, dan dari manusia itu membuat manusia-manusia berakhlak, lalu dari manusiamanusia berakhlak membuat manusia-manusia ber-Tuhan. Untuk itulah Al-Quran Syarif mengandung ketiga masalah tersebut.

Tujuan Pokok Ajaran Al-Quran Syarif Adalah Perbaikan Ketiga Keadaan Sebelum kami menerangkan ketiga perbaikan itu secara rinci, kami merasa perlu menjelaskan bahwa dalam Al-Quran Syarif tidak terdapat suatu ajaran yang harus dipercayai secara paksa. Justru tujuan seluruh Al-Quran Syarif hanyalah ketiga perbaikan 27

Filsafat Ajaran Islam

itu. Dan intisari semua ajarannya adalah ketiga perbaikan tersebut, sedangkan segenap peraturan lainnya merupakan sarana-sarana untuk perbaikan itu. Seperti halnya seorang dokter yang dalam usahanya memulihkan kembali kesehatan pasiennya, sewaktu-waktu perlu melakukan pembedahan dan kadang-kadang hanya mengoleskan salep, demikian pula ajaran Al-Quran Syarif, solidaritasnya terhadap umat manusia telah melakukan tindakan-tindakan seperti itu, sesuai dengan kondisi masing-masing. Maksud sebenarnya semua ajaran ma’rifat __yakni ilmu-ilmu, nasihat dan sarana-sarana lainnya__ ialah mengantarkan umat manusia dari keadaan-keadaan thabi’i (alami) yang memiliki corak biadab kepada keadaan-keadaan akhlaki hingga ke samudera kerohanian yang tiada bertepi. Keadaan-keadaan Alami Berubah Menjadi Keadaan Akhlaki Yang Berkualitas Sebelumnya telah kami terangkan bahwa keadaan-keadaan thabi’i (alami) bukanlah sesuatu yang terpisah dari keadaankeadaan akhlaki, melainkan keadaan-keadaan itu jugalah yang jika diterapkan sesuai dengan pertimbangan akal dan tempat serta kesempatan yang tepat, dengan cara yang semestinya akan mengambil corak keadaan-keadaan akhlak. Selama hal itu tidak dilakukan berdasarkan perbaikan dan pertimbangan akal serta ma’rifat __tidak peduli betapa pun hal itu sangat menyerupai akhlak__ pada hakikatnya itu bukan akhlak, melainkan hanya dorongan naluri yang mengalir tanpa kendali. Seperti halnya jika seekor anjing atau seekor kambing yang menampakkan kecintaan atau kepatuhan kepada majikannya maka kita tidak akan mengatakan anjing itu berakhlak, dan tidak pula akan menyebut kambing itu beradab. Demikian pula kita tidak dapat berkata serigala atau 28

Masalah Pertama

singa berakhlak buruk karena faktor kebuasannya. Melainkan sebagaimana telah disebutkan keadaan akhlaki itu mulai berlaku setelah bertindak sesuai dengan pertimbangan akal dan ketepatan waktu. Orang yang tidak menggunakan akal serta pikirannya adalah seperti bayi-bayi yang hati dan akalnya belum dinaungi daya pikir, atau seperti orang gila yang kehilangan akal dan kebijakan. Jelaslah bahwa seorang bayi atau orang gila kadangkadang memperlihatkan tingkah-laku yang nampaknya seperti akhlak, akan tetapi tiada orang arif yang dapat menamakannya akhlak, sebab tingkah-laku tersebut tidak terbit dari sumber penalaran dan pertimbangan, melainkan hanya timbul secara thabi’i (alami) oleh rangsangan-rangsangan. Misalnya bayi manusia begitu lahir serta-merta mencari buah dada ibunya. Dan anak ayam begitu menetas langsung lari untuk mematuk biji-bijian. Anak lintah mewarisi kebiasaan induknya, anak ular menampakkan kebiasaan-kebiasaan ular, dan anak singa memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan singa. Hendaklah diperhatikan, khususnya keadaan anak manusia bagaimana dia begitu lahir langsung memperlihatkan kebiasaan insani. Dan tatkala ia telah mencapai usia satu sampai satu setengah tahun, maka kebiasaan-kebiasaan thabi’inya (alaminya) nampak semakin nyata. Misalnya, sebagaimana ia menangis pada masa-masa awal. Kini ia menangis lebih keras dibandingkan dengan sebelumnya. Begitu pula senyumnya berubah menjadi tertawa terbahak-bahak. Matanya pun memperlihatkan tanda bahwa ia mulai melihat dengan sengaja. Pada usia ini timbul pula suatu gejala lainnya yang bersifat thabi’i (alami), yaitu memperlihatkan suka atau tidak-sukanya melalui gerak-gerik, dan ia ingin memukul atau ingin memberi sesuatu kepada orang lain. Akan tetapi semua gerak-gerik ini sesungguhnya hal thabi’i (alami). 29

Filsafat Ajaran Islam

Jadi, seperti halnya bayi tadi ada juga manusia biadab yang sedikit sekali memiliki nalar manusiawi. Dia pun hanya sekedar memperlihatkan gerakan-gerakan alami dalam setiap ucapan, perbuatan, gerak dan diamnya, dan dia mengikuti gejolak-gejolak alaminya. Tiada suatu perkara timbul darinya yang merupakan hasil pikiran dan pertimbangan kekuatan batin, melainkan segala sesuatu yang timbul dari dalam dirinya secara thabi’i (alami) terus mengalir berdasarkan rangsangan-rangsangan dari luar. Mungkin saja gejolak-gejolak thabi’i (alami) yang keluar dari dalam dirinya --akibat dari suatu rangsangan-- tidak semuanya buruk, bahkan di antaranya ada beberapa yang menyerupai akhlak baik, akan tetapi di dalamnya tidak terdapat campurtangan pemikiran dan pertimbangan akal. Kalau pun ada campur-tangan akal dan pikiran dalam kadar tertentu, tetapi dikarenakan gejolak alami lebih dominan maka hal itu tidak layak dipercaya. Justru sesuatu yang lebih dominanlah yang dianggap dapat dipercaya.

Akhlak Sejati Ringkasnya, kita tidak dapat menyebutkan bahwa orang yang dikuasai oleh keadaan thabi’i (alami) seperti hewan, kanak-kanak dan orang-orang gila yang cara hidupnya hampir-hampir menyerupai orang-orang biadab semacam itu ia memiliki akhlak sejati. Melainkan pada hakikatnya berlakunya masa akhlak baik atau akhlak buruk ialah semenjak akal manusia __yang merupakan anugerah Tuhan__ telah menjadi matang, dan dengan perantaraan akal itu ia dapat membedakan kebaikan dan keburukan atau membedakan derajat kebaikan dan keburukan, dan ia mulai merasa sedih pada saat ada kesempatan berbuat baik ia tidak bisa melakukannya 30

Masalah Pertama

serta merasa sangat menyesal dan malu saat ia berbuat suatu keburukan, itulah keadaan kedua kehidupan manusia yang di dalam Kalam Suci Allah, Al-Quran Syarif, dinamakan dengan istilah Nafs Lawwaamah. Akan tetapi hendaklah diperhatikan, bahwa untuk mengantarkan seorang biadab sampai kepada keadaan Nafs Lawwaamah tidaklah cukup dengan sekedar memberi nasihat saja, melainkan adalah mutlak baginya untuk memiliki pengetahuan tentang Tuhan, dengan itu ia tidak beranggapan bahwa kelahirannya sia-sia dan tidak mempunyai suatu tujuan, sehingga dengan ma’rifat Ilahi itu timbul pada dirinya sendiri akhlak sejati. Oleh sebab itu Allah Ta’ala bersamaan dengan itu menekankan masalah ma’rifat (pengetahuan tentang) Tuhan yang sejati, dan Dia memberi keyakinan bahwa di dalam setiap amal serta akhlak terkandung suatu konsekuensi yang dapat mengakibatkan kelezatan ruhani atau pun siksaan ruhani di dalam hidupnya, yang akan menampakkan dampak-dampaknya secara nyata di dalam kehidupan kedua (akhirat). Pendeknya, pada derajat Nafs Lawwaamah, manusia sudah sedemikian rupa memiliki akal, ma’rifat, dan hati nurani yang suci, sehingga ia mengecam (mencela) dirinya sendiri apabila melakukan perbuatan buruk, lalu mendambakan dan menghasratkan perbuatan yang baik. Pada derajat itulah manusia memperoleh Akhlak Fadhilah (akhlak yang tinggi/ mulia).

Perbedaan antara Khalq dan Khulq Pada tempat ini ada baiknya jika kami juga menjelaskan definisi kata khulq dalam kadar tertentu. Hendaklah dimaklumi

31

Filsafat Ajaran Islam

bahwa khalq ............dengan tanda fatah [26] .... di atas huruf kha........ merupakan nama dari penciptaan (kelahiran) lahiriah, [27] sedangkan khulq.............dengan tanda dhammah........di atas huruf kha........merupakan nama dari penciptaan (kelahiran) batiniah. Dikarenakan penciptaan (kelahiran) batiniah baru akan mencapai kesempurnaan melalui akhlak __bukan melalui gejolak-gejolak thabi’i (alami)__ oleh karena itu maka kata khulq dipakai untuk akhlak dan tidak dipergunakan untuk gejolakgejolak thabi’i (alami). Lalu patut diterangkan juga, bahwa sudah merupakan anggapan umum bahwa khulq itu hanya merupakan kelemahlembutan kehalusan, dan rendah hati saja. Padahal sebanding dengan dengan anggota tubuh lahiriah, segala bentuk kelebihan manusiawi yang telah ditanamkan di dalam batin kesemuanya itu dinamakan khulq. Misalnya orang menangis melalui mata, dan seiring dengan itu di dalam hatinya terdapat rasa haru. Apabila itu digunakan pada tempatnya melalui akal anugerah Tuhan maka ia merupakan suatu khulq (akhlak). Begitu pula manusia melawan musuh melalui tangan, dan sejalan dengan gerakan itu di dalam hati timbul suatu kekuatan yang disebut keberanian. Jadi, apabila manusia menggunakan kekuatan tersebut sesuai dengan tempat dan keadaan maka itu pun dinamakan khulq (akhlak). Demikian pula kadangkadang manusia dengan tangannya ingin menyelamatkan orang-orang teraniaya dari orang-orang zalim, atau ia ingin memberikan sesuatu kepada orang miskin dan orang-orang lapar, atau dengan cara lain ingin mengkhidmati umat manusia, dan sejalan dengan gerakan itu di dalam hatinya timbul suatu kekuatan yang disebut kasih-sayang. Dan kadang-kadang ________________ [26] [27]

Bunyi bacaan yang sama seperti bunyi huruf “a” pada kata “manusia”. B  unyi bacaan yang sama seperti bunyi huruf “u” pada kata “taruh”.

32

Masalah Pertama

manusia memberi hukuman dengan tangannya kepada orang zalim, dan bersesuaian dengan itu di dalam hatinya terdapat suatu kekuatan yang disebut pembalasan. Kadang-kadang manusia tidak ingin membalas serangan dengan serangan dan membiarkan saja perbuatan zalim itu, seiring dengan gerakan tersebut di dalam hatinya terdapat suatu kekuatan yang disebut maaf dan sabar. Dan kadang-kadang manusia ingin membantu sesamanya dengan menggunakan tangan dan kakinya, perasaan dan pikirannya, serta membelanjakan harta-bendanya untuk kesejahteraan mereka, maka sejalan dengan gerakan itu terdapat di dalam hatinya suatu kekuatan yang disebut kedermawanan. Pendek kata, apabila manusia menggunakan semua kekuatan tersebut sesuai dengan tempat dan keadaan, maka pada waktu itu kekuatan-kekuatan tersebut dinamakan khulq (akhlak). Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammads.a.w.: [28]

Yakni, “engkau menempati (memiliki) khulq (akhlak) yang agung”. Jadi, sesuai penjelasan itu artinya adalah bahwa “segala macam akhlak: murah hati, berani, adil, kasih sayang, dermawan, jujur, bijaksana dan sebagainya terhimpun di dalam diri engkau”. Ringkasnya, sekian banyak kekuatan alami yang terdapat di dalam hati manusia seperti: sikap hormat, santun, tulus hati, murah hati, cemburu, tabah, rendah hati, bersih hati, adil, setia kawan, keberanian, kedermawanan, maaf, sabar, baik hati, lurus hati, setia, dan sebagainya, apabila semua keadaan thabi’i (alami) ini ditampilkan sesuai dengan tempat dan kesempatan serta mengikutkan pertimbangan akal dan pikiran maka semua akan dinamakan akhlak. ________________ [28]

“Sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang sangat agung.” (QS. Al-Qalam 68:5).

33

Filsafat Ajaran Islam

Semua sifat yang pada hakikatnya merupakan keadaankeadaan thabi’i (alami) serta gejolak-gejolak thabi’i (alami) manusia, dan kesemuanya itu baru dapat disebut akhlak apabila digunakan dengan sengaja sesuai tempat dan keadaan. Oleh karena di antara potensi-potensi thabi’i (alami) manusia terdapat suatu potensi sebagai makhluk hidup yang maju, maka dengan menganut agama yang benar, dengan berkumpul bersama orang-orang baik dan dengan ajaran yang suci, maka gejolak-gejolak thabi’i (alami) semacam itu dapat diubahnya menjadi akhlak. Dan hal ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.

Keadaan Thabi’i (Alami) Manusia Sekarang kami akan membahas perbaikan pertama berkaitan dengan keadaan-keadaan thabi’i (alami) yang paling rendah, salah satu di antara tiga perbaikan dari Al-Quran Syarif yang menduduki derajat paling bawah. Perbaikan ini merupakan salah satu bagian dari akhlak yang disebut Adab (sopan-santun). Yakni Adab (sopan-santun) yang dengan menerapkannya orang-orang biadab dapat menjadi seimbang (normal) dalam perkara-perkara thabi’i (alami): makan, minum, kawin, dan tata-cara peradaban lainnya serta melepaskannya dari kehidupan liar bagai hewan berkaki empat atau binatang buas. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Al-Quran Syarif berkenaan dengan seluruh adab (sopan-santun) tersebut:

34

Masalah Pertama

[29] [30]

[31]

[32]

________________ [29]

“Telah diharamkan atasmu untuk mengawini ibu-ibumu dan anak-anak perempuanmu dan saudara-saudara perempuanmu dan saudara-saudara perempuan bapak-mu dan saudara perempuan ibumu, dan anak-anak perempuan saudara laki-lakimu dan anak-anak perempuan saudara perempuanmu dan ibu-ibumu yang menyusui kamu, dan saudara-saudara perempuan sepesusuan dengan-mu, dan ibu-ibu istri-istrimu dan anak-anak-tiri-perempuanmu yang ada dalam pemeliharaanmu yang lahir dari istri-istrimu yang telah kamu campuri; tetapi, jika kamu belum bercampur dengan mereka, maka tiada dosa bagimu mengawini anak tiri itu, dan diharamkan istri-istri anak-anak lelakimu yang lahir dari sulbimu (anak kandung); dan juga diharamkan bagimu mengumpulkan dua orang perempuan bersaudara sebagai istri-istrimu, kecuali apa yang telah lampau;” (QS. An-Nisa, 4:24).

[30]

“Tidak halal bagimu mewarisi perempuan-perempuan dengan paksa.” (QS. AnNisa, 4:20).

[31]

“ Dan janganlah kamu mengawini perempuan-perempuan yang pernah dikawini bapak-bapakmu, kecuali apa yang sudah lampau.” (QS. An-Nisa, 4:23).

[32]

“Telah dihalalkan bagimu segala barang yang baik.... Dan dihalalkan bagimu wanita-wanita yang memelihara kehormatan dari antara wanita-wanita mukmin dan wanita-wanita yang memelihara kehormatan dari antara orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, apabila kamu memberikan kepada mereka maskawin mereka untuk nikah dengan sah dan bukan untuk berbuat zina, dan tidak pula untuk menjadikan gundik-gundik.” (QS. Al-Maidah, 5:6).

35

Filsafat Ajaran Islam [33]

[34] [35]

[36]

[37]

[38]

[39]

________________ [33]

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu.” (QS. An-Nisa, 4:30).

[34]

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu.” (QS. Al-An’am, 6:152).

[35]

“Janganlah kamu masuk ke dalam rumah, yang bukan rumahmu sendiri, sebelum kamu mintta izin dan memberi salam kepada penghuninya.” (QS. An-Nur, 24:28).

[36]

“Dan jika kamu tidak mendapati seorang pun di dalamnya, maka janganlah masuk ke dalamnya, sebelum kamu diberi izin. Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah,” maka kembali sajalah; yang demikian itu lebih suci bagimu.” (QS. An-Nur, 24:28).

[37]

“Dan, masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya; ...” (QS. Al-Baqarah, 2:190).

[38]

“ Dan, apabila kamu diberi ucapan salam, maka ucapkanlah salam yang lebih baik daripada itu, atau sekurang-kurangnya balaslah sebandingnya.” (QS. An-Nisa, 4:87).

[39]

“ Sesungguhnya arak dan judi dan berhala-berhala dan panah-panah undi hanyalah suatu kejijikan dari perbuatan syaitan. Maka jauhilah semua itu supaya kamu berjaya.” (QS. Al-Maidah, 5:91).

36

Masalah Pertama

[40]

[41]

[42]

[43]

[44]

________________ [40]

“Diharamkan bagimu daging hewan yang mati dengan sendirinya, dan darah dan daging babi; dan hewan yang disembelih dengan menyebut nama yang lain selain Allah; dan hewan yang mati karena dicekik; dan yang mati karena dipukul; dan yang mati karena jatuh; dan yang mati karena ditanduk; dan apa yang telah dimakan oleh binatang liar, kecuali yang telah kamu sembelih sebelum sebelum mati; dan apa yang disembelih di tempat pemujaan berhala-berhala juga diharamkan.” (QS. AlMaidah, 5:4).

[41]

“ Mereka bertanya kepada engkau apa yang dihalalkan bagi mereka. Katakanlah, “Dihalalkan bagimu segala barang yang baik;” (QS. Al-Maidah, 5:5).

[42]

“Apabila dikatakan kepadamu, “Lapangkanlah tempat di dalam majlis-mu,” maka hendaklah kamu melapangkan tempat; Allah akan melapangkan tempat bagimu. Dan apabila dikatakan kepadamu, “Berdirilah,” maka hendaklah kamu berdiri.” (QS. Al-Mujadalah, 58:12).

[43]

“Makanlah serta minumlah tetapi janganlah berlebih-lebihan;” (QS. Al-A’raf, 7:32).

[44]

“Dan ucapkanlah perkataan yang jujur;” (QS. Al-Ahzab, 33:71).

37

Filsafat Ajaran Islam [45] [46] [47]

[48]

[49]

[50]

[51]

________________ [45]

“Dan pakaian-pakaian engkau hendaklah engkau sucikan.” (QS. Al-Mudatstsir, 74:5-6).

[46]

“ Dan berjalanlah kamu dengan langkah sederhana, dan rendahkanlah suaramu.” (QS. Luqman, 31:20).

[47]

“ Dan sediakanlah perbekalan yang diperlukan, dan sesungguhnya sebaik-baiknya perbekalan ialah takwa;” (QS. Al-Baqarah, 2:198).

[48]

“Dan jika kamu dalam keadaan junub, maka sucikanlah dirimu dengan cara mandi.” (QS. Al-Maidaah, 5:7).

[49]

“Dan di dalam harta benda mereka ada hak bagi mereka yang meminta pertolongan dan bagi mereka yang tidak dapat meminta.” (QS. Adz-Dzariyat, 51:20).

[50]

“Dan jika kamu khawatir bahwa kamu tak akan dapat berlaku adil terhadap anakanak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan lainnya yang kamu sukai: dua, atau tiga, atau empat, akan tetapi, jika kamu khawatir kamu tak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang perempuan saja, atau kawinilah yang dimiliki tangan kananmu. Cara demikian itu lebih dekat untuk kamu supaya tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa, 4:4).

[51]

“ Dan berikanlah kepada perempuan-perempuan maskawin mereka dengan suka hati.” (QS. An-Nisa, 4:5).

38

Masalah Pertama

Yakni, diharamkan atas kamu ibu-ibu kamu, demikian pula anak-anak perempuan kamu, saudara-saudara perempuan kamu, saudara-saudara perempuan bapak kamu, saudarasaudara perempuan ibu kamu, anak-anak perempuan saudara-saudara perempuan kamu dan ibu-ibu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuan sepesusuan, ibu-ibu istri kamu, dan anak-anak tiri perempuan dari istri-istri kamu yang telah kamu pergauli, dan apabila kamu belum menggaulinya maka itu bagi kamu tidak ada dosa. Dan istri-istri dari anakanak laki-laki kandung kamu dan begitu pula dua saudara perempuan pada satu waktu. Semua hal yang sudah biasa kamu lakukan di masa lampau itu sekarang diharamkan atas kamu. Ini pun tidak dibenarkan bagi kamu mengambil warisan perempuan-perempuan dengan jalan paksa. Dan ini pun tidak dibenarkan bagi kamu menikahi perempuan-perempuan yang pernah menjadi istri-istri bapak kamu, kecuali yang telah terjadi di masa lampau. Perempuan-perempuan yang memelihara kehormatan mereka di antara kamu atau dari antara Ahlikitab yang terdahulu dihalalkan bagi kamu untuk menikahi mereka sesudah maskawin mereka ditetapkan. Berbuat zina dan mempunyai perempuan-perempuan piaraan tidak dibenarkan. Di kalangan orang Arab jahiliyah, jika seseorang tidak mempunyai anak terdapat adat kebiasaan di antara mereka yaitu menyuruh istri-istri mereka digauli orang lain untuk memperoleh anak. Al-Quran Syarif mengharamkan perbuatan itu. Kebiasaan buruk itu disebut mushafahat. Lebih lanjut Dia berfirman: Janganlah kamu bunuh diri. Janganlah membunuh anak-anak kamu. Jangan kamu memasuki rumah orang lain tanpa izin seperti kebiasaan orang biadab, meminta izin adalah syarat. Pada saat kamu memasuki rumah itu ucapkanlah, “Assalãmu ‘alaikum.” Dan apabila tidak ada siapasiapa di dalam rumah itu maka sebelum kamu diizinkan oleh 39

Filsafat Ajaran Islam

ahli rumah, janganlah kamu memasuki rumah itu. Dan apabila penghuni rumah berkata kepada kamu, “Pulang sajalah”, maka pulanglah kamu. Dan janganlah kamu memasuki rumah dengan melompati pagarnya melainkan hendaknya kamu memasukinya dari pintu-pintunya. Dan apabila ada seseorang yang memberi salãm kepada kamu hendaknya kamu membalas salãm kepadanya dengan cara yang lebih baik. Dan minuman keras, berjudi, menyembah berhala, dan panah undian, semua itu adalah pekerjaan kotor dan merupakan pekerjaan syaitan maka jauhilah pekerjaan-pekerjaan itu. Janganlah kamu makan bangkai, daging babi, sesajen-sesajen yang dipersembahkan bagi berhala-berhala, binatang yang mati karena terjatuh, binatang yang mati karena ditanduk, binatang yang diterkam binatang buas, binatang yang disembelih untuk berhala, sebab semuanya itu termasuk bangkai. Dan jika mereka bertanya, “Lalu apakah yang harus kami makan?” Maka jawablah, “Makanlah segala barang yang bersih di dunia ini dan halal, hanya janganlah kamu makan bangkai dan yang sebangsa bangkai, dan benda-benda yang kotor. Apabila di dalam acara-acara pertemuan dikatakan kepada kamu, “Geserlah duduk kamu”, yakni berilah orang lain tempat, maka segera lapangkanlah tempat agar orang lain dapat duduk. Dan kalau dikatakan, “Berdirilah” maka berdirilah tanpa bersungut-sungut. Boleh saja kamu makan daging, kacangkacangan dan segala macam lainnya yang bersih, akan tetapi janganlah kamu berlebihan terhadap satu jenis makanan saja, dan hindarilah dari hal-hal yang berlebih-lebihan. Janganlah berbicara yang sia-sia, tetapi berbicaralah tepat sesuai dengan keadaan dan tempat. Peliharalah pakaian kamu agar bersih. Singkirkanlah kekotoran dan najis dari badan, rumah, jalan dan dari tempat kediaman kamu, yakni dengan jalan membiasakan mandi dan membersihkan rumah-rumah kamu. Janganlah 40

Masalah Pertama

berjalan terlampau cepat dan jangan pula terlampau lambat, hendaknya sedang-sedang sajalah. Dan jangan terlampau keras suara kamu, jangan pula terlalu lemah. Apabila kamu hendak mengadakan perjalanan maka persiapkanlah perjalanan kamu dari segala segi dan bawalah bekal dengan cukup agar kamu terhindar dari meminta-minta. Dalam keadaan junub hendaknya kamu mandi. Ketika kamu sedang makan berilah juga orang peminta-minta, begitu juga anjing, burung dan lainlain. Jika ada kelapangan tiada salahnya kamu menikahi anakanak perempuan yatim yang ada di bawah asuhan kamu. Akan tetapi jika kamu menimbang bahwa disebabkan mereka tidak berahli-waris __mungkin kamu akan berbuat aniaya terhadap mereka__ maka nikahilah perempuan-perempuan yang masih mempunyai ibu-bapak serta kerabat yang menghormati kamu dan kamu menyegani mereka. Kamu dapat menikahi satu, dua, tiga sampai empat, dengan syarat kamu dapat berlaku adil. Dan apabila kamu tidak dapat berlaku adil maka seorang pun memadailah, walau pun kamu perlu. Penetapan batas bilangan empat orang ialah untuk menjaga agar kamu jangan berlebihlebihan mengikuti kebiasaan lama, yaitu menikahi perempuanperempuan sampai beratus-ratus jumlahnya, atau supaya kamu jangan cenderung untuk berbuat zina. Dan berikanlah kepada istri-istri kamu maskawin. Ringkasnya, itulah perbaikan pertama dari Al-Quran Syarif. Di dalamnya keadaan-keadaan thabi’i-nya (alaminya) manusia ditarik keluar dari cara-cara yang biadab, lalu mengarahkannya kepada unsur-unsur manusiawi yang lazim dan kepada peradaban. Di dalam ajaran-ajaran itu belum lagi disinggung tentang Akhlak Fadhilah (akhlak tinggi/mulia), hanya mengenai adab manusiawi saja. Dan kami telah menulis bahwa ajaran ini diperlukan adalah karena bangsa __yang untuk memperbaikinya Rasulullahs.a.w. telah diutus__ merupakan 41

Filsafat Ajaran Islam

bangsa yang paling biadab dari segenap bangsa lainnya. Dari segala segi mereka tidak memiliki tata-cara manusiawi. Jadi, kepada mereka perlu diajarkan lebih dulu adab manusiawi yang nyata.

Mengapa Daging Babi Diharamkan? Satu hal yang patut diingat di sini ialah babi yang telah diharamkan. Tuhan semenjak awal telah mengisyaratkan keharaman itu di dalam namanya sendiri. Sebab, kata khinzir (babi) adalah paduan kata dari kata-kata khinz dan Ara, yang berarti, “Aku lihat dia sangat rusak dan buruk”. Kata khinz berarti “sangat rusak” dan Ara berarti “Aku lihat.” Pendeknya, nama binatang ini yang diperolehnya dari Tuhan semenjak awal, itu pun menunjukkan keburukannya. Suatu kebetulan yang menakjubkan bahwa dalam bahasa Hindi binatang ini dinamakan Suar. Kata itu merupakan paduan kata dari Su dan Ara, yang artinya, “Aku lihat dia sangat buruk.” Jangan merasa heran mengapa kata Su itu berasal dari bahasa Arab, sebab di dalam buku kami, “Minan-ur-Rahmãn”, kami telah membuktikan bahwa ibu (induk) segala bahasa adalah bahasa Arab, dan perkataan bahasa Arab tidak hanya sebuah dua buah terdapat dalam tiap-tiap bahasa melainkan ribuan. Jadi, Suar adalah kata bahasa Arab. Oleh karena itu terjemahan kata Suar dalam bahasa Hindi adalah buruk. Ringkasnya, binatang itu disebut buruk. Dalam hal ini tidak ada satu keraguan pun bahwa pada zaman ketika bahasa seluruh dunia adalah bahasa Arab, di negeri ini (Hindustan) binatang itu dikenal dengan nama yang searti dengan kata khinzir dalam bahasa Arab, dan kemudian masih berlaku sampai sekarang sebagai peninggalan. Ya, mungkin saja dalam bahasa 42

Masalah Pertama

Sansekerta terdapat perkataan yang mirip dengan itu telah mengalami perubahan kemudian bentuknya menjadi lain. Akan tetapi inilah kata yang benar, sebab ia mengandung makna demikian, dan kata khinzir merupakan saksi yang berbicara sendiri atas hal itu. Ada pun arti kata tersebut __yakni sangat rusak__ tidak menghendaki penjelasan lebih dalam. Siapa yang tidak tahu bahwa binatang ini paling hebat dalam hal makan kotoran dan tidak punya malu. Sekarang, nyatalah penyebab mengapa ia diharamkan, yaitu menurut hukum alam daging binatang yang kotor dan buruk itu juga berpengaruh buruk pada badan dan ruh. Sebab telah kami buktikan bahwa makanan pasti berpengaruh pada ruh manusia. Jadi, tidak diragukan lagi bahwa yang buruk itu juga memberikan pengaruh buruk. Tabib-tabib Yunani di masa sebelum Islam pun menyatakan pendapat bahwa daging binatang ini mengurangi khususnya kesopanan dan memperbesar sifat rasa malu. Itulah sebabnya di dalam syariat Islam memakan bangkai juga dilarang, karena bangkai pun menarik pemakannya ke dalam sifat bangkai, dan menimbulkan mudarat pula pada kesehatan jasmani. Binatang-binatang yang mati dengan darah yang masih tetap di dalam badannya __misalnya dicekik atau dipukul mati dengan tongkat__ sebenarnya semua bintang ini termasuk kategori bangkai. Apakah darah bangkai yang tetap berada dalam badannya masih tetap berada dalam keadaan semula? Tidak! Justru karena mengandung kelembaban maka darah akan segera membusuk, dan kebusukannya akan merusak seluruh daging. Dan bakteri-bakteri di dalam darah juga telah terbukti melalui penelitian-penelitian mutakhir akan mati, lalu menyebarkan suatu kebusukan yang beracun ke dalam tubuh.

43

Filsafat Ajaran Islam

Keadaan-keadaan Akhlaki Manusia Bagian kedua dari perbaikan menurut Al-Quran Syarif ialah meningkatkan keadaan-keadaan thabi’i (alami) menjadi Akhlak Fadhilah (akhlak tinggi/mulia), dengan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Hendaknya jelas, bahwa ini merupakan bagian sangat luas. Seandainya bagian ini kami uraikan secara rinci _ yakni menuliskan di sini semua akhlak yang dijelaskan oleh AlQuran Syarif_ maka artikel ini akan demikian rupa panjangnya, sehingga waktu tidak memadai untuk mengetengahkan sepersepuluh bagiannya pun. Oleh karena itu hanya beberapa Akhlak Fadhilah (akhlak tinggi/mulia) saja yang dipaparkan sebagai contoh. Ketahuilah, akhlak terbagi atas dua macam, yaitu pertama, akhlak yang dengan perantaraan itu manusia mampu meninggalkan kejahatan, kedua Akhlak yang dengan perantaraan itu manusia mampu berbuat kebaikan. Di dalam makna “meninggalkan kejahatan” terkandung akhlak-akhlak yang dengan perantaraannya manusia berusaha agar lidah, tangan, mata atau salah satu anggota badan lainnya tidak mendatangkan kerugian pada harta, kehormatan, dan jiwa orang lain, atau berniat menimbulkan kerugian atau kerusakan pada nama baik seseorang. Sedangkan makna perkataan “berbuat kebaikan” terkandung semua akhlak yang dengan perantaraannya manusia berusaha agar lidah, tangan, harta, dan ilmunya, atau dengan perantaraan sarana lain, memberikan manfaat pada harta dan kehormatan orang lain; atau bermaksud menzahirkan kemegahan mau pun kehormatannya. Atau, jika seseorang telah berbuat suatu aniaya terhadapnya ia mampu memberi maaf atas hukuman yang patut ditimpakan kepada si penganiaya, dan melalui cara itu dapat memberi faedah kepada orang tersebut dengan menghindarkannya dari kesusahan dan 44

Masalah Pertama

hukuman badan serta denda. Atau, memberi orang itu hukuman sedemikian rupa, yang pada hakikatnya bagi dia merupakan suatu rahmat.

Akhlak Berkenaan dengan Meninggalkan Kejahatan Sekarang, baiklah dimaklumi bahwa akhlak-akhlak yang telah ditetapkan Sang Maha Pencipta untuk meninggalkan kejahatan disebutkan dengan empat nama dalam bahasa Arab, yang masing-masing mengandung kata mufrad (tunggal), untuk menzahirkan seluruh pemikiran, tingkah-laku, dan akhlak manusia: 1. Ihshaan (Kesucian Farji) Akhlak pertama disebut ihshaan ................yang dimaksud dengan kata ini khususnya adalah kesucian diri yang ada kaitannya dengan kemampuan kembang-biak laki-laki dan perempuan. Ada pun sebutan muhshin..................atau muhshinah.................ditujukan pada laki-laki dan perempuan yang mencegah dirinya dari ketidak-sucian dengan cara menghindari perbuatan zina mau pun perbuatan yang mendekati itu, yang dapat mengakibatkan kehinaan dan laknat di dunia ini serta azab akhirat di alam nanti bagi mereka berdua. Dan bagi kaum karib-kerabat __selain pencemaran nama baik__ juga mendatangkan kerugian yang sangat besar. Misalnya seseorang telah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap istri orang lain, atau, mungkin bukan berupa zina, akan tetapi laki-laki dan perempuan melakukan hal-hal yang mendekati itu, maka tidak diragukan lagi kepada istri dari suami yang teraniaya dan punya harga diri itu __yakni istri yang membiarkan dirinya memancing perzinaan atau benar45

Filsafat Ajaran Islam

benar telah terjadi perzinaan__ terpaksa dijatuhkan talak. Dan jika dari kandungan perempuan itu lahir anak keturunan maka mereka pun akan mengalami kekacauan, dan sang kepala keluarga akan memikul segala kerugian yang disebabkan oleh orang yang buruk itu. Di sini hendaknya diingat, bahwa akhlak yang dinamakan ihshaan atau ‘iffat...........__yakni menjaga kesucian diri__ itu baru akan disebut disebut akhlak apabila di dalam diri seorang terdapat kemampuan untuk memandang dengan pandangan berahi atau untuk berbuat tidak senonoh. Yakni kudrat telah memberinya kemampuan yang dengan perantaraan itu dia memperoleh peluang untuk melakukan pelanggaran, namun dia menyelamatkan dirinya dari perbuatan tercela itu. Dan apabila kemampuan serupa itu tidak terdapat dalam dirinya _karena masih kanak-kanak, atau lemah syahwat, atau kasim (yang dikebiri), atau tua renta_ maka dalam keadaan demikian kita tidak dapat menamakannya akhlak ihshaan atau ‘iffat. Ya, memang dalam dirinya pasti terdapat ihshaan atau ‘iffat yang tampil dalam keadaan thabi’i (alami). Akan tetapi berkalikali telah kami tuliskan, bahwa keadaan-keadaan thabi’i (alami) itu tidak dapat disebut akhlak, justru keadaan-keadaan itu baru dapat dimasukkan ke dalam ketegori akhlak apabila berlangsung sesuai pertimbangan akal, tepat pada tempat dan kondisinya; atau keadaan-keadaan itu menimbulkan kemampuan untuk terjadi. Oleh karenanya, seperti telah kami tuliskan, kanak-kanak atau laki-laki lemah syahwat dan orang-orang yang melalui suatu upaya telah memadamkan kejantanannya sendiri, tidak dapat dikatakan memiliki akhlak tersebut, walaupun secara zahir mereka menjalani hidup dengan warna ‘iffat atau ihshaan. Justru segala bentuk ‘iffat dan ihshaan mereka berlangsung dalam keadaan thabi’i (alami) belaka, tidak lebih dari itu. 46

Masalah Pertama

Dikarenakan perbuatan tidak senonoh serta pendahuluanpendahuluannya dapat berlangsung dari laki-laki mau pun perempuan, maka dalam Kitab Suci Tuhan terdapat ajaran berikut yang ditujukan kepada laki-laki dan perempuan keduanya: Yakni, “Katakanlah kepada orang-orang mukmin lakilaki agar mereka menahan pandangan mata mereka dari memandang perempuan-perempuan yang bukan muhrim, dan janganlah mereka memandang dengan cara menyolok

[52] [53]

________________ [52]

“Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman, mereka hendaklah merundukkan pandangan mereka dan memelihara aurat mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka........ Dan katakanlah kepda wanita-wanita yang beriman, bahwa mereka hendaknya merundukkan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka memamerkan kecantikan mereka atau perhiasan mereka, kecuali apa yang dengan sendirinya nampak dari kecantikan itu, dan hendaknya mereka mengenakan kudungan mereka hingga menutupi dada mereka, ........ Dan janganlah mereka itu menghentakkan kaki mereka, sehingga apa yang mereka sembunyikan dari keindahan mereka dapat diketahui. Dan kembalilah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu mendapat kebahagiaan.” (QS. An-Nur, 24:31-32).

[53]

“ Dan janganlah kamu menghampiri perzinahan; sesungguhnya perzinahan itu amat keji dan suatu jalan yang sangat buruk.”(QS. Bani Israil, 17:33).

47

Filsafat Ajaran Islam [54]

[55]

kepada perempuan-perempuan yang dapat membangkitkan syahwat, dan pada keadaan serupa itu hendaklah membiasakan memandang mereka dengan pandangan redup, dan menjaga kemaluan mereka dengan segala cara yang mungkin. Begitu pula hendaknya memelihara telinga mereka dari perempuanperempuan yang bukan muhrim, yaitu janganlah mereka mendengarkan nyanyian dan suara merdu perempuanperempuan lain. Janganlah mendengarkan cerita-cerita tentang keelokan perempuan-perempuan. Cara demikian merupakan yang terbaik untuk memelihara kesucian mata dan kalbu. Begitu juga katakan kepada perempuan-perempuan mukmin supaya mereka menahan pandangan mereka dari laki-laki yang bukan muhrim. Dan begitu pula hendaknya memelihara telinga mereka dari yang bukan muhrim, yaitu jangan mendengarkan suara yang dapat membangkitkan syahwat, dan tutuplah aurat dan jangan menampakkan bagian keindahan mereka kepada yang bukan muhrim. Dan kenakanlah kain kudungan sedemikian rupa sehingga menutup kepala sampai ke dadanya, yakni kedua daun telinga, kepala dan kedua belah pelipis tertutup kudungan semuanya. Dan janganlah menghentak-hentakkan kedua kaki ke tanah seperti para penari. Inilah upaya yang dengan mengikutinya akan dapat menyelamatkan dari ketergelinciran. ________________ [54]

“Dan orang-orang yang belum mendapat sarana untuk nikah, hendaknya mereka memelihara kesucian mereka.”(QS. An-Nur, 24:34).

[55]

“ Dan cara hidup rahbaniah yang dibuat-buat mereka, Kami tidak mewajibkannya kepada mereka..... tetapi mereka tidak melaksanakannya sebagaimana seharusnya dilaksanakan.”(QS. Al-Hadid, 57:28).

48

Masalah Pertama

Dan cara kedua untuk menyelamatkan diri ialah dengan kembali kepada Allah dan memanjatkan doa kepada Dia, supaya ia diselamatkan dari tergelincir dan keterpelesetan. Janganlah mendekati zina, yaitu hindarilah pertemuan yang karenanya di dalam hati dapat timbul pikiran ke arah itu. Dan janganlah menempuh jalan-jalan yang dengan melaluinya dikhawatirkan timbul dosa tersebut. Orang yang berzina sungguh melakukan suatu perbuatan buruk bertaraf puncak. Jalan zina adalah sangat buruk karena menghalangi sasaran yang dicita-citakan, dan sangat berbahaya untuk tujuan akhir kamu. Orang-orang yang belum mampu menikah hendaknya menjaga ‘iffat-nya (kesucian farji) dengan cara-cara lain, misalnya berpuasa atau mengurangi makan, atau mengerjakan pekerjaan yang melelahkan tubuh. Dan orang-orang ada juga yang memilih cara dengan sengaja untuk selamanya tidak nikah atau menjadi kasim (yang dikebiri) dan dengan cara tertentu menempuh hidup rahbaniyyat *]. Akan tetapi Kami tidak mewajibkan perintah-perintah ini atas manusia, oleh karenanya mereka tidak dapat melaksanakan bid’ah-bid’ah itu dengan sepenuhnya. Firman Tuhan yang tidak memerintahkan orang menjadi kasim (yang dikebiri) ini mengisyaratkan bahwa jika itu merupakan perintah Tuhan maka semua orang akan berkewajiban mengamalkan perintah itu, sehingga dalam keadaan demikian anak keturunan manusia akan terputus, lalu dunia punah sejak lama. Kemudian, jika untuk memperoleh kesucian perlu memotong alat kelamin laki-laki, maka hal itu seolah-olah celaan terhadap Sang Pencipta yang telah membuat bagian ________________

*] Menjalani hidup tanpa menikah tau beristri atau bersuami seperti biarawati dan biarawan atau para rahib. – Pent

49

Filsafat Ajaran Islam

tubuh tersebut. Dan demikian pula, bahwa tumpuan sentral dari pahala terletak pada adanya suatu potensi, kemudian manusia karena takut kepada Allah terus melawan dorongandorongan buruk dari potensi tersebut, dan dengan mengambil manfaat-manfaat dari potensi itu maka manusia meraih pahala dari dua sisi. Jadi, nyatalah bahwa dengan menghilangkan bagian tubuh itu manusia luput dari kedua pahala tersebut. Pahala diperoleh karena adanya dorongan negatif kemudian manusia melawannya. Namun seseorang yang seperti anak kecil tidak memiliki potensi tersebut, pahala apa yang ia akan peroleh? Apakah anak kecil dapat menerima pahala karena ‘iffat-nya?

Lima Obat Untuk Memelihara Kesucian Di dalam ayat-ayat tersebut, untuk meraih akhlak ihshaan yakni ‘iffat, Allah Ta’ala tidak hanya mengemukakan ajaran mulia saja, bahkan Dia juga memberitahukan 5 macam obat untuk tetap memelihara kesucian diri, yakni: 1. Mencegah mata dari memandang kepada yang bukan muhrim, 2. Mencegah telinga dari mendengar suara-suara yang bukan muhrim, 3. Tidak mendengarkan cerita-cerita tentang bukan muhrim, 4. Mencegah diri dari segala acara yang dikhawatirkan dapat menimbulkan perbuatan buruk tersebut, 5. Jika tidak menikah hendaknya berpuasa dan sebagainya. Pada tempat ini kami dapat menyatakan sepenuhnya bahwa ajaran mulia yang diterangkan oleh Al-Quran Syarif itu dengan segala tata-cara itu hanya khusus terdapat dalam Islam. Dan 50

Masalah Pertama

di sini ada satu hal yang patut diingat, yaitu dikarenakan keadaan thabi’i (alami) manusia __yang merupakan sumber nafsu syahwat, yang tanpa suatu perubahan sempurna manusia tidak dapat menghindarkan diri darinya__ dengan menemukan suasana dan kesempatan maka dorongandorongan syahwatnya tidak akan tinggal diam. Atau, katakanlah akan terjerumus ke dalam bahaya yang besar. Untuk itulah Allah Ta’ala tidak mengajarkan kepada kita agar memandangi perempuan-perempuan bukan muhrim __ walau tanpa sengaja__ dan memperhatikan segala keindahan mereka serta menyaksikan liuk-lenggang mereka menari dan sebagainya, asal kita memandang dengan pandangan yang suci. Dan Dia tidak pula mengajarkan kepada kita agar mendengarkan nyanyian gadis-gadis bukan muhrim, dan agar kita mendengarkan cerita-cerita tentang kecantikan mereka, asal kita mendengarkannya dengan pikiran yang bersih. Justru kepada kita ditekankan agar sekali-kali jangan memandang perempuan-perempuan bukan muhrim dan keindahan-keindahan mereka, baik dengan pandangan yang suci mau pun dengan pandangan berahi. Jangan mendengarkan suara-suara merdu mereka serta kisah-kisah kecantikan mereka, baik dengan pikiran yang suci bersih mau pun dengan pikiran kotor. Bahkan kita hendaknya merasa jijik mendengarkan serta memandang mereka seperti melihat bangkai, agar kita tidak jatuh tergelincir. Sebab pasti suatu waktu pandangan yang tanpa kendali kan menggelincirkan. Oleh sebab itu dikarenakan Allah Ta’ala menghendaki supaya mata, hati, dan resiko-resiko kita semuanya tetap terpelihara suci, untuk itulah Dia telah memberikan ajaran yang mulia. Memang, tidak ada keraguan lagi bahwa tidak adanya ikatan (penjagaan) dapat menimbulkan ketergelinciran. Apabila kita letakkan roti-roti lembut di depan seekor anjing lapar dan kita 51

Filsafat Ajaran Islam

berharap anjing itu tidak akan menghiraukan roti tersebut, maka dengan mempunyai pikiran seperti itu sesungguhnya kita melakukan suatu kekeliruan. Jadi, Allah Ta’ala telah menghendaki agar kekuatan nafsu itu tidak memperoleh kesempatan melakukan gerakan-gerakan tersembunyi, begitu pula tidak dihadapkan kepada kesempatan apa pun yang dapat menimbulkan bahaya-bahaya buruk. Ini jugalah yang merupakan falsafah pardah*]menurut Islam, dan inilah petunjuk syariat. Di dalam Kitab Allah, yang dimaksudkan dengan pardah bukanlah mengurung perempuan-perempuan seperti para tahanan dalam penjara. Itu adalah tanggapan orang-orang yang tidak mengetahui tata-cara Islami. Justru yang dimaksudkan adalah perempuanperempuan dan laki-laki keduanya dicegah memandang secara bebas dan memamerkan keindahan masing-masing. Sebab di situ terdapat suatu kebaikan bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan kedua-duanya. Akhirnya, hendaknya diingat, bahwa sikap menghindarkan diri dengan memandang secara redup dan melihat bendabenda yang dibenarkan untuk dipandang, dalam bahasa Arab sikap demikian disebut Ghaḍḍu Bashar.(......................)..Dan setiap orang bertakwa yang ingin tetap memelihara hatinya dengan suci, hendaknya ia jangan melayangkan pandangannya dengan liar ke sana ke mari seperti binatang-binatang, melainkan wajib baginya menerapkan kebiasaan Ghaḍḍu Bashar. Dan ini adalah suatu kebiasaan beberkat yang mengakibatkan keadaan thabi’i tersebut berubah masuk ke dalam warna suatu akhlak yang kokoh, dan tidak akan menimbulkan perbedaan di dalam ________________

*] Pardah ialah pembatasan pergaulan hidup bebas antara kaum pria dan wanita,

dan hendaknya tidak disalahartikan dengan pengertian burkah (pakaian luar yang menyelubungi seluruh badan ala perempuan Muslim di Pakistan). – Pent

52

Masalah Pertama

keperluan-keperluan pergaulan hidupnya. Inilah akhlak yang disebut ihshaan dan ‘iffat.

(2) Amanah (Dapat Dipercaya) dan Diyaanah (Jujur) Corak kedua dalam meninggalkan kejahatan adalah akhlak yang disebut amanah............atau diyaanah............ Yakni tidak suka merugikan orang lain dengan jalan merampas harta benda orang lain secara licik dan dengan niat jahat. Hendaknya jelas bahwa diyaanah (jujur/kejujuran) dan amanah (dapat dipercaya) merupakan salah satu keadaan thabi’i (alami). Untuk itulah bayi yang masih menyusu pun __disebabkan oleh umurnya yang masih dini__ memiliki kepolosan alami. Dan kemudian, dikarenakan oleh umur yang masih dini ia belum biasa terhadap kebiasaan-kebiasaan buruk. Ia demikian rupa tidak menyukai barang milik orang lain, sehingga ia sulit sekali menetek dari perempuan lain. Jika di waktu masih belum punya kesadaran tidak ditetapkan seorang ibu-inang, maka ketika sudah memiliki kesadaran sangatlah sukar memberikan susu kepadanya dari perempuan lain, dan jiwanya sangat menderita. Dan mungkin sekali akibat penderitaan itu ia bisa mati, sebab secara thabi’i (alami) ia tidak suka menyusu dari perempuan lain. Apa rahasia yang terkandung di dalam ketidak-sukaan semacam itu? Tidak lain adalah karena ia secara thabi’i (alami) tidak suka meninggalkan ibunya lalu beralih kepada barang milik orang lain. Sekarang, jika kita perhatikan, renungkan, dan selami hakikat kebiasaan bayi tersebut, maka akan nampak dengan jelas kepada kita bahwa kebiasaan tidak menyukai milik orang lain –sampai-sampai ia rela menyusahkan diri sendiri– itu adalah akar diyaanah (kejujuran) dan amanah (dapat dipercaya). Dan dalam hal akhlak diyaanah, seseorang

53

Filsafat Ajaran Islam

tidak dapat dikatakan jujur selama ia –seperti bayi tersebut– belum menimbulkan di dalam dirinya rasa benci dan jijik yang sesungguhnya terhadap harta-benda orang lain. Akan tetapi bayi tidak menerapkan kebiasaan itu pada tempatnya, dan karena belum berakal maka ia memikul cukup banyak penderitaan. Oleh karenanya kebiasaan serupa itu hanyalah gejala keadaan thabi’i (alami) belaka, yang secara spontan diperlihatkannya, sehingga tingkah-lakunya itu tidak dapat digolongkan sebagai akhlaknya, walaupun itu merupakan akar akhlak diyaanah (jujur/kejujuran) dan amanah (dapat dipercaya), yang sesungguhnya sebagai pembawaan fitrat manusia. Seperti halnya bayi tidak dapat dikatakan amiin (terpercaya) dan mutadayyin (jujur), karena tingkah lakunya yang belum berdasarkan pada pertimbangan akal, begitu pula seorang tidak dapat dikatakan memiliki akhlak tersebut karena tidak mempergunakan keadaan thabi’i (alami) itu pada tempatnya. Untuk menjadi orang yang amiin (dapat dipercaya) dan diyaanah (jujur/kejujuran) bukanlah suatu hal yang mudah. Selama manusia belum memperhatikan segala segi maka ia tidak dapat disebut amiin (dapat dipercaya) dan diyaanah (jujur/ kejujuran). Berkenaan dengan itu Allah Ta’ala dalam ayat-ayat berikut ini mengemukakan cara-cara amanah sebagai contoh, dan cara amanah itu ialah:

54

Masalah Pertama

[56]

[57]

Yakni andaikata di antara kamu ada orang yang berharta yang belum sempurna akalnya __misalnya anak yatim atau yang belum baligh__ dan kamu khawatir bahwa dia akan menyianyiakan hartanya karena kebodohannya, maka janganlah kamu [sebagai wali] menyerahkan seluruh harta yang merupakan modal perniagaan dan penghidupan kepada mereka yang belum sempurna akalnya itu. Dan dari harta itu berikanlah seperlunya untuk makan dan pakaian mereka, dan hendaklah kamu ucapkan kepada mereka perkataan-perkataan yang ________________ [56]

“ Dan janganlah kamu menyerahkan kepada orang-orang yang lemah pengertian harta bendamu yang telah dijadikan Allah sebagai sandaran bagimu, dan berilah mereka makanan dan pakaian daripadanya dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. Dan, hendaklah kamu menguji daya pikir anak-anak yatim hingga mereka mencapai usia yang matang untuk kawin; maka, jika kamu melihat pada diri mereka ada kematangan dalam pertimbangan, serahkanlah kepada mereka harta-benda mereka; dan janganlah kamu memakan harta itu secara boros dan tergesa-gesa karena takut mereka akan lekas dewasa. Dan, barangsiapa kaya hendaklah ia menahan diri dari pemakaian harta itu, dan siapa yang kurang mampu bolehlah ia makan dari harta itu secara patut. Dan, apabila kamu menyerahkan kepada mereka harta-benda mereka maka datangkanlah saksi-saksi di hadapan mereka. Dan, cukuplah Allah sebagai Penghisab.” (QS. An-Nisa, 4:6-7).

[57]

“ Dan, hendaklah merasa takut akan Allah orang-orang yang kalau mereka meninggalkan di belakang mereka keturunan yang lemah, khawatir terhadap mereka jangan-jangan nasib mereka akan tersia-sia; maka hendaklah mereka takut pula kepada Allah tentang anak-anak yatim yang lain dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lurus. Sesungguhnya, mereka yang memakan harta-benda anakanak yatim dengan aniaya, mereka sebenarnya tak lain hanya menelan api ke dalam perut mereka, dan mereka akan dimasukkan ke dalam api yang menyalanyala.”(QS. An-Nisa, 4:10-11).

55

Filsafat Ajaran Islam

baik, yakni perkataan-perkataan yang dapat meningkatkan akal dan pemahaman mereka, dan dengan demikian mereka akan memperoleh didikan yang layak, dan mereka tidak selalu menjadi terbelakang serta tidak berpengalaman. Seandainya mereka anak-anak saudagar ajarilah mereka cara-cara berniaga. Jika berasal dari suatu bidang usaha lainnya maka kokohkanlah mereka dalam bidang itu sebaik-baiknya. Pendeknya, berilah secara bersamaan pelajaran kepada mereka dan secara berkala ujilah pengetahuan mereka, apakah mereka sudah memahami segala sesuatu yang kamu ajarkan atau belum? Kemudian, kalau mereka sudah layak menikah __yakni sudah mencapai usia kurang lebih delapan belas tahun__ dan kamu lihat bahwa akal mereka telah mampu mengelola harta mereka sendiri, maka serahkanlah kepada mereka harta mereka itu. Dan janganlah kamu membelanjakan harta mereka dengan tujuan yang sia-sia, serta jangan kamu tergesa-gesa merugikan harta mereka dengan mengkhawatirkan bahwa mereka akan dewasa sehingga mereka akan mengambil alih harta mereka. Barangsiapa yang kaya hendaknya jangan mengambil sebagian dari harta itu sebagai imbal jasa. Akan tetapi yang kurang mampu dapat mengambil sepantasnya. Di kalangan bangsa Arab zaman dahulu terdapat suatu cara yang lazim bagi para pengurus harta, yaitu jika pengurus anak-anak yatim ingin mengambil dari harta anak-anak itu maka sedapat mungkin hendaknya mereka mentaati kaidah ini, yaitu mereka mengambil laba dari hasil usaha perputaran harta anak-anak yatim itu dan jangan menghancurkan modal pokoknya. Jadi, ke arah tradisi inilah diisyaratkan supaya kalian pun menerapkan demikian. Kemudian Dia berfirman bahwa, “Apabila kamu hendak mengembalikan harta kepada anakanak yatim maka serahkanlah harta mereka itu di hadapan saksi-saksi. 56

Masalah Pertama

Dan barangsiapa hampir meninggal dunia sedangkan anakanaknya masih lemah serta di bawah umur, maka hendaklah mereka jangan membuat wasiyat yang akan mengabaikan hak anak-anaknya. Barangsiapa memakan harta anak-anak yatim sehingga mengakibatkan aniaya terhadap anak-anak yatim tersebut maka mereka bukanlah memakan harta melainkan api, dan pada akhirnya mereka akan dimasukkan ke dalam api yang menyala-nyala. Kini perhatikanlah, betapa hebatnya Allah Ta’ala menjelaskan aspek-aspek mengenai diyaanah (jujur/kejujuran) dan amanah (dapat dipercaya). Jadi, diyaanah (kejujuran) dan amanah (dapat dipercaya) yang hakiki ialah yang merangkum seluruh aspek itu. Dan jika di dalam amanah itu semua aspek tidak diperhatikan tanpa disertai bimbingan akal sepenuhnya maka diyaanah (jujur/kejujuran) dan amanah (dapat dipercaya) seperti itu akan diiringi oleh beraneka ragam unsur khianat yang terselubung melalui berbagai cara. Kemudian pada tempat lain Allah Ta’ala berfirman:

[58] [59] [60]

________________ [58]

“ Dan janganlah kamu makan harta-bendamu di antaramu dengan jalan batil, dan jangan pula kamu serahkan harta itu sebagai suap kepada pejabat-pejabat pemerintah dengan tujuan supaya kamu dapat memakan sebagian harta-benda orang-orang lain dengan cara tidak sah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2:189).

[59]

“ Sesungguhnya, Allah memerintahkan kamu supaya kamu menyerahkan amanatamanat kepada yang berhak menerimanya.”(QS. An-Nisa, 4:59).

[60]

“ Sesungguhnya, Allah tidak mencintai orang-orang yang khianat.”(QS. Al-Anfal, 8:59).

57

Filsafat Ajaran Islam [61]

[62]

[63]

Yakni, janganlah kamu memakan harta-benda kepunyaan sesama kamu dengan jalan tidak sah. Dan jangan kamu memberikan harta kamu kepada petugas pemerintah sebagai suapan sehingga dengan bantuan si petugas itu kamu menguasai harta orang lain. Serahkan amanat-amanat itu kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Allah tidak bersahabat dengan orang-orang yang berkhianat. Apabila kamu menakar sesuatu maka takarlah dengan sempurna, dan apabila kamu menimbang sesuatu maka timbanglah dengan sempurna dan dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan orang lain mengenai hartanya dengan cara apa pun. Dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan niat mengadakan kekacauan, yakni dengan niat mencuri atau merampok atau mencopet atau menguasai harta milik orang lain dengan cara-cara tidak sah. Janganlah kamu pertukarkan barang-barang yang buruk dan yang jelek sebagai ganti barang-barang yang baik. Yaitu seperti halnya menguasai barang kepunyaan orang lain tidak ________________ [61]

“Dan sempurnakanlah sukatan bila kamu menyukat, dan timbanglah dengan timbangan yang benar;”(QS. Bani Israil, 17:36).

[62]

“Dan janganlah kamu mengurangi manusia barang-barang mereka, dan janganlah kamu hilir-mudik di bumi seraya menimbulkan kekacauan.”(QS. Asy-Syu’ara, 26:184).

[63]

“ Dan janganlah kamu mempertukarkan yang baik dengan yang buruk.”(QS. AnNisa, 4:3).

58

Masalah Pertama

dibenarkan, demikian pula tidak dibenarkan menjual barang yang buruk, atau janganlah kamu berikan barang yang buruk dan jelek sebagai ganti yang baik. Yakni seperti itu pula tidak dibenarkan menguasai harta milik orang lain, begitu pula tidak dibenarkan menjual barang yang buruk, memberikan yang buruk sebagai ganti yang baik. Dalam semua ayat ini Allah Ta’ala telah menerangkan segala cara ketidak-jujuran, dan firman itu begitu luasnya sehingga tidak ada unsur ketidak-jujuran yang tidak tercakup di dalamnya. Tidak hanya sekedar mengatakan, “Janganlah kamu mencuri”, sehingga seseorang yang bodoh tidak sampai beranggapan bahwa mencuri baginya diharamkan tetapi caracara tidak sah dibenarkan semua. Mengharamkan segala yang tidak sah adalah hikmah uraian yang terkandung di dalam firman yang luas tersebut. Ringkasnya, jika seseorang tidak memiliki akhlak diyaanah (kejujuran) dan amanah (dapat dipercaya) dengan wawasan tersebut serta tidak memperhatikan semua aspeknya itu, sekali pun ia memperlihatkan juga diyaanah (kejujuran) dan amanah (dapat dipercaya) dalam beberapa hal maka perbuatannya itu tidak dapat digolongkan ke dalam akhlak diyaanah (kejujuran) melainkan merupakan suatu keadaan thabi’i (alami) yang hampa dari pertimbangan akal dan pengertian.

(3) Hudnah (Tidak jail) dan Hawn (Bersikap Rukun) Corak ketiga di antara akhlak-akhlak meninggalkan kejahatan ialah yang disebut dalam bahasa Arab hudnah........... dan hawn...............yakni tidak menyakiti jasmani orang lain secara aniaya serta berlaku santun, dan menjadi manusia yang tidak 59

Filsafat Ajaran Islam

jail serta menjalani hidup rukun. Jadi, tidak ragu lagi bahwa bersikap rukun merupakan akhlak yang tinggi derajatnya dan amat penting bagi kemanusiaan. Dan sesuai dengan akhlak tersebut di dalam diri bayi terdapat ulfat...................yakni keakraban, yang merupakan suatu potensi thabi’i (alami), yang jika diterapkan secara seimbang dapat menjadi akhlak. Adalah jelas bahwa seorang manusia hanya di dalam keadaan thabi’i (alami) saja –yakni di dalam keadaan manusia belum menggunakan akalnya– tidak akan dapat memahami arti rukun dan tidak dapat pula memahami arti berkelahi. Jadi, pada saat di dalam dirinya terdapat kebiasaan untuk hidup serasi (akrab) –dan itulah yang merupakan akar dari sikap rukun– akan tetapi oleh karena belum diterapkan dengan pertimbangan akal, renungan mendalam dan iradah (kehendak) yang khusus maka hal itu tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan akhlak. Tetapi apabila manusia dengan sadar membuat dirinya sendiri menjadi seorang yang tidak jail lalu menggunakan akhlak rukun tepat pada tempatnya serta menghindarkan diri dari penggunaannya yang tidak tepat, barulah hal itu dapat dimasukkan ke dalam golongan akhlak. Berkenaan dengan itu Allah Ta’ala mengajarkan: [64]

[65]

[66]

________________ [64]

“Dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu.” (QS. Al-Anfal, 8:2).

[65]

“ Dan perdamaian itu paling baik.”(QS.An-Nisa, 4:129).

[66]

“ Dan jika mereka cenderung kepada perdamaian, maka engkau pun cenderung pulalah kepadanya.”(QS. Al-Anfal, 8:62).

60

Masalah Pertama [67]

[68]

[69]

Yakni, berukun-rukunlah antara sesama kamu. Di dalam rukun terdapat kebaikan. Dan jika mereka cenderung ke arah perdamaian maka cenderung pulalah engkau ke arah itu. Hamba-hamba Allah yang shalih berjalan di muka bumi dengan rukun. Dan jika mendengar suatu ucapan yang sia-sia berupa pendahuluan dan mukadimah yang menjurus kepada pertentangan dan perkelahian maka berlalulah mereka secara terhormat. Dan mereka tidak memulai pertengkaran karena perkara-perkara kecil. Yakni selama tidak menimbulkan penderitaan besar maka mereka tidak merasa pantas untuk bersengketa. Dan dasar untuk menerapkan sikap rukun yang tepat sesuai keadaan adalah mengabaikan perkara-perkara kecil dan bersedia memaafkannya. Dan kata laghw................yang terdapat di dalam ayat ini hendaknya jelas bahwa di dalam bahasa Arab kata laghw itu menunjukkan kepada perbuatan, ________________ [67]

“ Dan hamba-hamba sejati dari Tuhan Yang Maha Pemurah ialah mereka yang berjalan di muka bumi dengan merendahkan diri;”(QS. Al-Furqan, 25:64).

[68]

“ Dan apabila mereka melalui sesuatu hal yang sia-sia, mereka berlalu dengan sikap yang agung.”(QS. Al-Furqan, 25:73).

[69]

“Tolaklah kejahatan dengan cara yang sebaik-baiknya. Dan tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang kental.”(QS. Ha Mim As-Sajdah, 41:35).

61

Filsafat Ajaran Islam

misalnya seseorang yang karena nakalnya mengucapkan katakata yang tidak senonoh atau melakukan suatu perbuatan dengan maksud menyakiti, sedangkan pada hakikatnya hal itu tidak mendatangkan suatu kerugian dan kemudaratan bagi si penderita. Jadi, tanda hidup rukun ialah mengabaikan perbuatanperbuatan menyakiti yang sia-sia itu dan menerapkan perilaku yang mulia. Tetapi jika perbuatan menyakiti itu tidak hanya sebatas laghw (sia-sia) saja malahan benar-benar mendatangkan kerugian kepada jiwa, harta atau kehormatan, maka akhlak rukun sedikit pun tidak ada kaitannya dengan itu, melainkan apabila dosa semacam itu diampuni maka akhlak semacam itu disebut ‘afw............., yang uraiannya insya Allah akan kami jelaskan kemudian. Jika ada orang yang karena nakalnya mengucapkan katakata yang tidak senonoh terhadapmu maka hendaklah kamu membalasnya dengan sikap rukun melalui cara yang baik, maka dengan jalan demikian musuh pun akan dapat menjadi kawan. Ringkasnya, penggunaan sikap mengabaikan dengan cara rukun hanya bagi jenis keburukan yang tidak mendatangkan kerugian dan hanya berupa ucapan-ucapan yang tidak berarti dari musuh.

(4) Rifqun (Ucapan Yang Sopan) dan Qaulu Hasan (Tutur Kata Yang Baik) Corak keempat dari akhlak-akhlak meninggalkan kejahatan adalah rifq (.........= ucapan yang sopan) dan qaulu hasan (...................= tutur kata yang baik), sedangkan akhlak ini timbul dari keadaan thabi’i (alami) dinamakan thalaqat (.......... = kefasihan lidah). 62

Masalah Pertama

Sebelum seorang anak mampu mengungkapkan isi hatinya melalui kata-kata, ia hanya memperlihatkan kefasihan lidah, bukannya ucapan yang sopan dan tutur kata yang baik. Inilah dalil yang membuktikan bahwa akar rifq yang darinya tumbuh cabang ini adalah thalaqat. Thalaqat adalah sebuah potensi, sedangkan rifq merupakan sebuah akhlak yang timbul melalui penggunaan potensi tersebut tepat pada tempatnya. Berkenaan dengan itu Tuhan mengajarkan: [70]

[71]

[72]

[73]

________________ [70]

“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah, 2:84). “ Janganlah suatu kaum mencemoohkan kaum lain, mungkin mereka itu lebih baik daripada mereka, dan janganlah sebagian wanita mencemooh akan wanita lain, mungkin mereka itu lebih baik daripada mereka. Dan janganlah kamu memburuk-burukkan kaum-mu, begitu pula jangan panggil memanggil dengan nama buruk.”(QS.Al-Hujurat, 49:12). [72] “Jauhilah banyak berprasangka, karena sebagian prasangka itu ada kalanya merupakan dosa. Dan, janganlah kamu saling memata-matai, dan janganlah pula sebagian kamu mengumpat sebagian yang lain..... Dan, takutlah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah berulang-ulang menerima taubat dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat, 49:13). [73] “Dan janganlah engkau ikuti apa yang tentang itu engkau tidak mempunyai pengetahuan. Sesungguhnya telinga dan mata dan hati -tentang semuanya ini akan ditanya.”(QS. Bani Israil, 17:37). [71]

63

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, ucapkanlah kepada orang-orang kata-kata yang benarbenar baik. Janganlah suatu kaum memperolok-olokan kaum lain, boleh jadi kaum yang diperolok-olokkan itulah yang baik. Sebagian perempuan janganlah memperolok-olokkan sebagian perempuan yang lain, boleh jadi mereka yang diperolok-olokkan itulah yang baik. Janganlah timbulkan aib. Jangan beri julukanjulukan buruk kepada orang-orang kamu (sesama kamu)…... Janganlah berprasangka buruk dan janganlah mencari-cari aib orang lain. Janganlah mempergunjingkan satu sama lain. Janganlah kamu menuduh seorang yang mengenainya kamu tidak mempunyai bukti. Dan ingatlah bahwa semua anggota tubuh akan diminta pertanggungjawaban, dan telinga, dan mata, dan hati masing-masing akan ditanyai.

Jenis-jenis Akhlak Yang Berkenaan dengan Berbuat Kebaikan Jenis-jenis akhlak meninggalkan kejahatan telah selesai, dan sekarang kami akan menjelaskan jenis-jenis akhlak untuk berbuat kebaikan. Jenis kedua dari akhlak-akhlak itu berkaitan dengan berbuat kebaikan.

1. Sikap Memaafkan Akhlak pertama di antaranya ialah ‘afw.............yakni memaafkan dosa orang lain. Di sini, berbuat kebaikan adalah: Seseorang berbuat dosa sehingga ia mengakibatkan kemudaratan, dan ia sendiri layak untuk dibalas dengan kemudaratan –dihukum, dipenjara, didenda, atau menghukum dirinya sendiri– jika memaafkannya adalah sesuatu yang tepat maka hal itu sudah merupakan sikap berbuat kebaikan. Dalam hal ini ajaran Al-Quran Syarif adalah: 64

Masalah Pertama [74]

[75]

Yakni, orang-orang baik ialah mereka yang menahan amarah pada saat kemarahan itu harus ditahan, dan memaafkan dosa pada saat harus dimaafkan. Balasan bagi kejahatan adalah setimpal dengan kejahatan yang dilakukan. Akan tetapi seseorang yang memaafkan suatu dosa –dan pemberian maaf itu dilakukan pada kesempatan yang dapat mendatangkan perbaikan dan tidak menimbulkan keburukan, yakni tepat pada kondisi ‘afw (pemberian maaf) serta bukan tidak pada tempatnya– maka ia akan memperoleh pahalanya. Dari ayat ini jelas bahwa bukanlah ajaran Al-Quran Syarif untuk –tanpa sebab dan dalam setiap kasus– tidak memerangi kejahatan serta tidak menghukum para penjahat dan orang-orang aniaya. Melainkan ajarannya adalah hendaklah dilihat apakah kondisi dan kesempatan itu merupakan tempat pemberian maaf atau tempat pemberian hukuman. Jadi, yang benar-benar terbaik bagi si pelaku kejahatan dan juga bagi khalayak umum, itulah yang hendaknya diterapkan. Kadangkala dengan diberi maaf seorang pelaku kejahatan akan bertaubat, dan adakalanya dengan diberi maaf seorang pelaku kejahatan akan bertambah berani. ____________________________ [74]

“ Dan mereka yang menahan amarah dan memaafkan manusia.” (QS. Ali-Imran, 3:135).

[75]

“Pembalasan terhadap suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal dengan itu; tetapi, barangsiapa memaafkan dan karena itu mendatangkan perbaikan, maka ganjarannya ada pada Allah.”(QS.Asy-Syura, 42:41).

65

Filsafat Ajaran Islam

Ringkasnya, Allah Ta’ala berfirman, janganlah membiasakan diri memberi maaf secara membuta, melainkan pertimbangkanlah dengan seksama. Dimana terletak kebaikan yang sejati: apakah dalam sikap memaafkan, atau dalam sikap memberi hukuman. Jadi, ambillah tindakan yang tepat menurut keadaan dan tempatnya. Dengan memperhatikan banyak orang, nampak jelas bahwa sebagian orang sangat berhasrat membalas dendam, sampaisampai mereka tetap mempertahankan dendam-dendam yang berasal dari nenek-moyang mereka. Demikian pula sebagian orang mempunyai kebiasaan memaafkan serta merelakan yang sangat berlebihan. Dan kadang-kadang kebiasaan ini begitu keterlaluan sehingga tidak punya rasa malu. Sikap lunak, memaafkan, dan merelakan yang memalukan itu benarbenar bertentangan dengan martabat, harga diri, dan kesucian farji, bahkan menodai norma-norma baik. Dan dampak sikap memaafkan serta merelakan seperti ini membuat semua orang membencinya. Dengan memperhatikan keburukan-keburukan semacam inilah Al-Quran Syarif telah menetapkan syarat ketepatan tempat dan keadaan bagi setiap akhlak. Dan AlQuran Syarif tidak menyetujui akhlak yang dilakukan pada tempat dan keadaan yang salah. Hendaklah diingat bahwa sikap memaafkan semata tidak dapat disebut akhlak, melainkan hal itu merupakan suatu potensi thabi’i (alami) yang terdapat pada diri anak-anak. Seorang anak yang terluka oleh seseorang –walaupun sekedar karena main-main– sebentar kemudian ia akan melupakan peristiwa itu dan akan menghampiri orang tersebut dengan akrab. Dan kendati pun orang itu benar-benar berniat hendak membunuhnya, tetap saja si anak senang terhadap kata-kata yang manis.

66

Masalah Pertama

Jadi, sikap memaafkan serupa itu bagaimana pun tidak dapat digolongkan ke dalam akhlak. Ia baru dapat digolongkan ke dalam akhlak apabila kita menggunakannya tepat sesuai dengan tempat dan keadaan. Jika tidak demikian halnya maka itu hanyalah berupa suatu potensi alami belaka. Sedikit sekali orang di dunia ini yang dapat membedakan antara potensi thabi’i (alami) dengan akhlak. Telah berulang kali kami katakan bahwa perbedaan antara akhlak hakiki dan keadaan-keadaan thabi’i (alami) ialah akhlak senantiasa mengandung pertimbangan tempat dan keadaan yang tepat, sedangkan potensi thabi’i (alami) dapat menampilkan dirinya tanpa mempedulikan tempat dan keadaan yang tepat. Benar, di antara binatang-binatang berkaki empat lembu tidak berbahaya dan kambing pun lunak hatinya. Akan tetapi berdasarkan faktor-faktor itu kita tidak dapat menyebut mereka memiliki akhlak-akhlak tersebut, karena mereka tidak diberi akal untuk mengenal tempat dan keadaan. Hikmah dan kebijaksanaan Tuhan dan Kitab-Nya yang benar lagi sempurna telah menetapkan tempat dan keadaan bagi setiap akhlak.

‫ِب ْس ِبي الَّل ِب َّلال ْس َم ِب َّلالِب ِبي‬

2. Bersikap Adil

berbuatlah berbuat ihsaan kebaikan (kebajikan). Dan Akhlakdari keduaadil darimaka akhlak-akhlak adalah apabila dariialah ihsaan ‫ ) ْس َم ِبا‬sedangkan (kebajikan)yang kamu ‘adl ........., dan yanglebih ketiga ihsaan (.............., ‫ﹻ‬ keempat adalah iitai-dzil-qurba.................................. �ٰ��ْ‫ﺍﻟ ﹹ‬srta ‫ ﹷﺘﺎء ﺫﹻى‬memungkinkan mendapat kesempatan berbuat ْ‫ ﺍﹻﻳ‬Sebagaimana firman Allah Ta’ala: baik seperti kepada kaum kerabat -- yang timbul dari dorongan thabi’i (alami) -- maka berbuatlah kebaikan dengan kasih-sayang alami. Dan Allah Ta’ala [76] melarang kamu melampaui batas-batas kewajaran, ________________ [76]

“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, dan berbuat kebajikan kepada orang lain, dan memberi orang-orang lain seperti kepada kaum kerabat sendiri; ‫ اِبلَّل ِب ِّب اْس ِب‬dan dan melarang dari perbuatan keji, dan ‫ ْس ُد‬pemberontakan.”(QS.An‫َماْس َم‬ ‫ّر‬ ‫ َملَم ْس َم‬mungkar, Nahl, 16:91).

67

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, Allah Ta’ala memerintahkan agar kamu berbuat kebaikan sebagai balasan terhadap kebaikan orang lain. Dan apabila kamu mendapat kesempatan serta memungkinkan untuk berbuat lebih dari adil maka berbuatlah ihsaan (kebajikan). Dan apabila lebih dari ihsaan (kebajikan) kamu mendapat kesempatan serta memungkinkan berbuat baik seperti kepada kaum kerabat –yang timbul dari dorongan thabi’i (alami)– maka berbuatlah kebaikan dengan kasih-sayang alami. Dan Allah Ta’ala melarang kamu melampaui batas-batas kewajaran, atau dalam peluang berbuat ihsaan (kebajikan) kamu menampakkan kemunkaran yang tidak diterima oleh akal. Yakni, kamu berbuat ihsaan yang tidak pada tempatnya, atau kamu tidak mau berbuat ihsaan padahal dikehendaki oleh keadaan; atau kamu agak lalai dalam akhlak iita-i-dzil-qurba pada tempat yang sepatutnya; atau melimpahkan kasih-sayang berlebih-lebihan sampai melampaui batas. Di dalam ayat suci ini diuraikan tiga derajat berbuat kebaikan. Derajat pertama ialah berbuat kebaikan untuk membalas kebaikan orang lain. Derajat ini merupakan derajat terendah. Serendah-rendah derajat orang sopan ia dapat pula memiliki akhlak ini, yakni ia berbuat kebaikan terhadap orang-orang yang telah berbuat kebaikan kepadanya.

3. Berbuat Ihsaan (Kebajikan)

‫ِب‬

‫ِب‬

‫ ِب ْس ِبي الَّل‬derajat pertama. ‫ َّلال ْس َم ِب‬daripada ‫ َّلال ِبي‬sulit Derajat kedua adalah lebih Yakni pertama-tama ia sendiri yang berbuat kebaikan, dan dari adil (kebajikan). Dan tanpa adanya hakmaka padaberbuatlah seseorangihsaan ia memberikan manfaat kepada apabila orang itu ihsaan (...............= kebajikan).kamu Dan lebihsebagai dari ihsaan ( ‫( ) ْس َم ِبا‬kebajikan) ini merupakan akhlak derajat menengah. Kebanyakan orang mendapat kesempatan srta memungkinkan berbuat berbuatbaik kebaikan miskin. Dalam berbuat sepertikepada kepadaorang-orang kaum kerabat -- yang timbul dari ihsaan itu terselipthabi’i suatu (alami) aib terselubung, yakni orang yang dorongan -- maka berbuatlah kebaikan dengan kasih-sayang alami. Dan Allah Ta’ala melarang kamu melampaui batas-batas kewajaran, 68

Masalah Pertama

berbuat ihsaan mempunyai pikiran bahwa ia telah berbuat ihsaan, dan sekurang-kurangnya sebagai imbalan ihsaan tersebut dia menginginkan ucapan terima-kasih atau doa. Dan apabila orang yang telah menerima kebaikannya itu melawan maka dia menyebut orang itu tidak tahu membalas budi. Kadangkala disebabkan oleh ihsaan-nya seorang telah meletakkan beban yang tak terpikulkan pada orang lain dan mengungkit-ungkit ihsaan tersebut kepadanya. Sebagaimana Allah Ta’ala telah berfirman untuk memperingatkan orangorang yang berbuat ihsaan: [77]

Yakni, hai orang-orang yang berbuat ihsaan (kebajikan), janganlah kamu merusak sedekah-sedekah kamu –yang seharusnya diberikan berdasar hati tulus– dengan menyebutnyebut ihsaan (kebajikan) serta dengan menyakiti hatinya. Kata shadaqah...............berasal dari kata shidq (.......... = ketulusan). Jadi jika di dalam hati tidak ada rasa tulus serta ikhlas maka sedekah itu tidak lagi merupakan sedekah (shadaqah) melainkan suatu perbuatan riya (pamer). Ringkasnya, di dalam diri orang yang berbuat ihsaan (kebajikan) terdapat suatu kekurangan, yaitu kadangkala apabila ia sedang emosi ia mengungkit-ungkit kebaikannya. Itulah sebabnya Allah Ta’ala memperingatkan orang-orang yang berbuat ihsaan (kebajikan).

________________ [77]

“Janganlah kamu menjadikan sedekah-sedekahmu sia-sia dengan menyebutnyebut jasa baik seraya mengejek dan menyakiti.”(QS. Al-Baqarah, 2:265).

69

Filsafat Ajaran Islam

4. Memberi Tanpa Perhitungan Seperti Kepada Kaum Kerabat Derajat ketiga berkenaan dengan berbuat kebaikan yang telah diterangkan oleh Allah Ta’ala ialah, hendaknya jangan sampai ada anggapan telah melakukan ihsaan (kebajikan) dan tidak mengharapkan balasan terima kasih, melainkan hendaklah kebajikan itu dilakukan atas dorongan rasa kasih �ٰ��ْ‫ ﺍﹻﻳْ ﹷﺘﺎ ﹻء ﺫﹻى ﺍﻟ ﹹ‬. Misalnya, sebagaimana terhadap kerabat terdekat....................... seorang ibu berbuat kebaikan terhadap anaknya semata-mata hanya karena dorongan rasa kasih. Inilah derajat terakhir dalam rangka berbuat kebaikan itu, yang tidak mungkin lagi ada langkah lebih dari itu. Akan tetapi Allah Ta’ala telah mengaitkan semua jenis perbuatan baik itu dengan tempat dan keadaan yang tepat. Dan di dalam ayat tersebut di atas, telah diterangkan dengan jelas, apabila kebaikan-kebaikan itu dilakukan tidak pada tempatnya masing-masing maka akan berubah menjadi keburukan. Dari ‘adl akan berubah menjadi fahsya, yaitu demikian rupa melampui batas sehingga keadaannya berubah menjadi buruk. Demikian pula dari ihsaan akan berubah menjadi munkar, yaitu keadaan yang ditolak oleh akal dan hatinurani. Dan dari iitaii-dzil-qurba akan berubah menjadi baghyu, yaitu dorongan rasa kasih yang tidak pada tempatnya itu akan menimbulkan keadaan yang buruk. Pada dasarnya yang disebut baghyu itu adalah hujan yang turun melampaui batas dan membinasakan sawah-ladang. Atau, sikap keterlaluan yang melebihi hak semestinya merupakan baghyu juga. Ringkasnya, di antara ketiga derajat tersebut apabila tidak dilakukan pada tempat yang tepat akan berubah menjadi buruk keadaannya. Untuk itulah pada ketiga derajat tersebut telah dipersyaratkan ketepatan tempat dan keadaan. Di sini hendaklah diingat, bahwa ‘adl atau ihsaan atau rasa 70

Masalah Pertama

kasih iitai-dzil-qurbaa itu sendiri tidak dapat disebut akhlak, melainkan itu semua merupakan keadaan-keadaan dan potensipotensi alami di dalam manusia, yang juga terdapat pada diri kanak-kanak sebelum akalnya bekerja. Akan tetapi bagi akhlak terdapat persyaratan akal, kemudian persyaratan penerapan segala potensi alami yang tepat sesuai keadaan dan tempatnya.

Beberapa Contoh Ihsaan (Kebajikan) Selanjutnya, berkenaan dengan ihsaan (kebajikan) di dalam Al-Quran Syarif terdapat juga petunjuk-petunjuk penting lainnya, dan kesemuanya diawali dengan Alif Lam.........untuk memberi tekanan khusus yang mengisyaratkan agar dilakukan sesuai dengan keadaan dan tempat yang tepat, sebagaimana Dia berfirman:

[78]

[79]

[80]

________________ [78]

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah barang-barang baik yang kamu usahakan.... dan janganlah kamu memilih yang buruk daripadanya.”(QS. AlBaqarah, 2:268).

[79]

“Janganlah kamu menjadikan sedekah-sedekahmu sia-sia dengan menyebutnyebut jasa baik seraya mengejek dan menyakiti seperti halnya orang yang menafkahkan hartanya untuk dilihat manusia.”(QS. Al-Baqarah, 2:265).

[80]

“Dan berbuat baiklah, sesungguhnya, Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. Al-Baqarah, 2:196).

71

Filsafat Ajaran Islam

[81]

[82]

[83]

[84]

[85]

________________ [81]

“Akan tetapi orang-orang yang biasa berbuat bajik akan minum dari piala berisikan minuman yang campurannya adalah kapur barus _dari mata air yang daripadanya hamba-hamba Allah akan minum_ mereka membuatnya memancarkan suatu pancaran yang keras.”(QS. Ad-Dahr, 76:6-7). [82] “Dan mereka memberi makan kepada orang-orang miskin, anak yatim, dan tawanan. Sambil berkata: “Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanya karena mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak mengharapkan daripadamu balas jasa dan tidak pula ungkapan terimakasih.”(QS. Ad-Dahr, 76:9-10). [83] “Dan membelanjakan harta-benda kepada ahli kerabat, dan anak-anak yatiim, dan orang-orang miskin, dan kaum musafir, dan mereka yang meminta sedekah dan untuk memerdekakan sahaya.”(QS. Al-Baqarah, 2:178). [84] “Apabila membelanjakan harta tidaklah boros dan tidak pula kikir, melainkan mengambil jalan-tengah di antara keduanya.”(QS. Al-Furqan, 25:68). [85] “Dan mereka yang menghubungkan apa yang Allah telah memerintahkan supaya dihubungkan dan mereka takut kepada Tuhan mereka dan gentar akan perhitungan yang buruk.”(QS. Ar-Ra’d, 13:22).

72

Masalah Pertama [86]

[87]

[88]

[89]

[90]

[91]

________________ [86]

“ Dan dalam harta-benda mereka ada hak bagi mereka yang meminta pertolongan dan bagi mereka yang tidak dapat meminta.”(QS. Adz-Dzariyat, 51:20). [87] “Mereka yang menafkahkan harta pada jalan Allah di waktu sentausa dan di dalam keadaan darurat.”(QS. Ali-Imran, 3:135). [88]

“Dan membelanjakan sebagian dari apa yang Kami rezekikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan.”(QS. Ali-Imran, 3:135).

[89]

“ Sesungguhnya sedekah-sedekah itu hanyalah untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin dan petugas-petugas dalam urusan itu dan orang-orang mualaf yang hatinya diupayakan untuk dibujuk dan untuk membebaskan tawanan dan untuk mereka yang berhutang dan untuk mujahid-mujahid di jalan Allah dan orang-orang musafir -yang demikian itu ketetapan dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”(QS. At-Taubah, 9:60).

[90]

“Sekali-kali tidak akan kamu capai kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.”(QS. Ali-Imran, 3:93).

[91]

“Dan berikanlah kepada kaum kerabat haknya, dan kepada fakir-miskin dan orang musafir, dan janganlah memboroskan hartamu dengan berlebih-lebihan.”(QS. Bani Israil, 17:27).

73

Filsafat Ajaran Islam

[92]

Yakni, hai orang-orang yang beriman, berikanlah dari harta yang kamu usahakan dengan jalan bersih kepada orangorang sebagai kemurahan hati atau kebajikan atau sedekah dan sebagainya. Yakni harta yang tidak dicampuri oleh harta hasil pencurian atau pengkhianatan atau korupsi atau hasil perampasan hak orang lain. Dan jangan sampai timbul niat di dalam hati kamu untuk memberikan harta yang tidak bersih kepada orang lain. Dan perkara yang kedua ialah jangan kamu gugurkan sedekah-sedekah kamu dan kemurahan hati kamu dengan niat agar orang berutang budi dan dengan niat menyakiti. Yakni janganlah sekali-kali menyebut-nyebut kepada orang yang menerima kebaikan kamu bahwa “kami telah memberikan sesuatu kepada engkau”. Dan janganlah menyakitinya, sebab dengan demikian kebaikan kamu akan hilang. Dan janganlah kamu melakukan sesuatu langkah dimana kamu membelanjakan harta kamu dengan jalan pamer. ____________________________ [92]

74

“ Dan berbuat baiklah terhadap ibu-bapak, dan kaum-kerabat, dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin, dan tetangga yang sesanak-saudara dan tetangga yang bukankerabat, dan hadai-taulan, dan orang musafir, dan yang dimiliki oleh tangan kananmu. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang sombong dan pembual. Orang-orang yang bakhil dan menyuruh manusia lain supaya bakhil, dan menyembunyikan apa yang diberikan Allah kepada mereka daripada karunia-Nya.”(QS. An-Nisa, 4:37-38).

Masalah Pertama

Berbuatlah kebajikan kepada makhluk Allah karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Orangorang yang berbuat kebaikan hakiki akan diberi minum dari mangkuk minuman yang campurannya adalah kafur (sejenis kamper). Yakni, kepedihan duniawi dan hasrathasrat serta keinginan keinginan yang kotor akan dijauhkan dari hati mereka. Kata kafur (.........) berasal dari kata kafara (........). Ada pun kata kafara dalam bahasa Arab mengandung arti menekan dan menutupi. Maksudnya, dorongan-dorongan tidak benar yang ada pada mereka akan ditekan, dan batin mereka akan menjadi suci, serta kesejukan ma’rifat Ilahi akan mencapai mereka. Kemudian difirmankan bahwa orangorang itu akan meminum air dari mata air yang sekarang sedang dipancarkan oleh tangan mereka sendiri. Di sini telah dibukakan sebuah rahasia mendalam tentang falsafah surga Barangsiapa yang ingin memahaminya, pahamilah. Dan kemudian telah difirmankan bahwa tanda-tanda orangorang yang mengerjakan kebaikan hakiki ialah, semata-mata karena kecintaan Ilahi mereka memberi makanan yang mereka sendiri sukai kepada orang-orang miskin, anak-anak yatim dan para tawanan, seraya mengatakan: “Kami tidak berbuat ihsaan (kebajikan) atas kalian, melainkan kami lakukan ini agar Tuhan ridha kepada kami, dan pengkhidmatan kami ini adalah untuk Wajah-Nya (untuk menarik perhatian-Nya). Kami tidak menghendaki sesuatu imbalan dan pula tidak menghendaki agar kamu ke sana ke mari berterima-kasih kepada kami. Ini mengisyaratkan kepada derajat ketiga berbuat kebajikan, yang diamalkannya semata-mata karena terdorong oleh rasa simpati. Kebiasaan orang shalih sejati ialah, untuk meraih keridhaan Tuhan mereka membantu karib-kerabat dengan harta mereka. Dan kemudian dari harta itu mereka senantiasa membelanjakan untuk pengawasan, pengurusan dan pendidikan anak-anak 75

Filsafat Ajaran Islam

yatim dan sebagainya. Dan mereka menyelamatkan orangorang miskin dari kelaparan serta memberi pertolongan kepada para musafir dan peminta-minta. Dan mereka memberikan harta-benda itu untuk memerdekaan sahaya-sahaya dan juga untuk melunasi utang orang-orang yang berutang. Dan dalam membelanjakan harta mereka tidak boros dan juga tidak kikir dan bersikap mengambil jalan tengah. Mereka menghubungkan sesuatu yang harus dihubungkan dan mereka takut kepada Allah. Dan di dalam harta mereka ada hak bagi orang yang minta-minta dan juga bagi yang tidak dapat berbicara. Yang tidak dapat berbicara maksunya ialah anjing, kucing, burung, lembu, keledai, kambing, dan lain-lain. Dalam keadaan susah dan surutnya pendapatan serta dalam musim paceklik, mereka dari bermurah hati tidak berubah menjadi kikir. Dan dalam keadaan sempit pun mereka tetap bermurah hati menurut kemampuan mereka. Mereka membelanjakan harta secara diam-diam dan secara terbuka. Dilakukannya secara diam-diam dan sembunyi agar mereka terhindar dari perbuatan riya (pamer), dan dilakukannya secara terbuka adalah agar orang-orang lain tergugah. Harta-benda yang diberikan dalam bentuk sumbangan, sedekah dan sebagainya, hendaknya diperhatikan adalah agar pertama-tama diberikan kepada yang memerlukannya. Ya, orang-orang yang bertugas mengawas, mengurus, dan mengelola harta-harta itu dapat memperoleh sedikit dari harta tersebut. Dan kemudian dari itu dapat juga diberikan untuk menyelamatkan seseorang dari perbuatan buruk. Begitu pula harta itu hendaknya dibelanjakan untuk membebaskan sahaya-sahaya, dan untuk membantu orang-orang yang memerlukan bantuan serta orang-orang yang tertimpa musibah, dan hal-hal lainnya yang semata-mata demi Allah Ta’ala. Sekali-kali tidak akan kamu capai kebaikan yang hakiki selama dalam menunaikan kasih-sayang terhadap umat 76

Masalah Pertama

manusia kamu belum membelanjakan harta yang kamu cintai. Penuhilah hak orang-orang yang tidak mampu, berilah orangorang miskin, khidmati para musafir, serta hindarkanlah diri kamu dari hal yang sia-sia. Yakni hindarkanlah diri kamu dari pemborosan-pemborosan dalam biaya pesta-pesta perkawinan, berbagai kemeriahan, dan upacara-upacara kelahiran anak. Berbuat baiklah terhadap ibu-bapak kamu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang sesanak saudara, tetangga yang bukan kerabat, orang-orang yang ada dalam perjalanan (musafir), pembantu rumah-tangga, sahaya, kuda, kambing, kerbau, lembu, dan binatang-binatang lainnya yang kamu kuasai, sebab Tuhan –yang adalah Tuhan kamu– menyukai perbuatan-perbuatan itu. Dia tidak menyukai orangorang yang tidak peduli dan mementingkan diri sendiri. Dan Dia tidak menginginkan orang-orang bakhil (kikir) serta yang mengajarkan kebakhilan (kekikiran) kepada orang-orang, dan yang menyembunyikan hartanya sendiri. Yakni mereka berkata kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan bahwa mereka tidak mempunyai sesuatu.

1. Keberanian Sejati Di antara keadaan-keadaan thabi’i (alami) manusia terdapat suatu keadaan yang menyerupai keberanian. Misalnya anak yang masih menyusu pun disebabkan oleh potensi itu kadang-kdang ingin memasukkan tangannya ke dalam api. Sebab anak manusia dikarenakan adanya potensi fitrati berupa kecenderungan manusia yang selalu ingin dominan, tidak takut terhadap suatu apa pun sebelum nampak contoh-contoh yang menakutkan. Dalam keadaan itu manusia dengan sangat berani melawan singasinga atau binatang-binatang buas lainnya, dan tampil seorang diri untuk berkelahi melawan beberapa orang. Dan orang-orang 77

Filsafat Ajaran Islam

mengetahui bahwa ia seorang yang sangat pemberani. Akan tetapi ini hanya keadaan thabi’i (alami) belaka, yang terdapat juga pada binatang-binatang buas lainnya, bahkan juga terdapat pada anjing. Sedangkan keberanian sejati (............) –yang berkaitan khusus dengan ketepatan tempat dan keadaan, serta yang merupakan salah satu akhlak dari antara akhlak-akhlak fadhilah (tinggi/mulia)– adalah nama dari sikap-sikap yang tepat sesuai dengan tempat dan keadaannya, yang di dalam Kalam Suci Allah Ta’ala dikemukakan sebagai berikut: [93]

[94]

[95]

[96]

________________ [93]

“Dan mereka yang sabar dalam kemiskinan dan kesengsaraan, dan tabah dalam masa perang.”(QS. Al-Baqarah, 2:178).

[94]

“Dan orang-orang yang gigih dalam mencari keridhaan Tuhan mereka.”(QS. ArRa’d, 13:23).

[95]

“ Orang-orang yang kepada mereka pernah orang berkata: “Sesungguhnya orangorang telah mengumpulkan lasykar untuk menyerang kamu, maka takutilah mereka,” tetapi hal itu malah menambah keimanan mereka dan mereka berkata, “Memadailah Allah bagi kami, dan Dia-lah sebaik-baik Pelindung.”(QS. AliImran, 3:174).

[96]

“Dan, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari rumah mereka dengan sombongnya dan ingin agar keberaniannya dan cinta agamanya dilihat orang.”(QS. Al-Anfal, 8:48).

78

Masalah Pertama

Yakni, pemberani ialah mereka yang tidak melarikan diri apabila saat bertempur, atau pada saat mereka ditimpa suatu musibah. Kesabaran mereka pada waktu bertempur dan pada saat-saat susah ialah demi mencari keridhaan Allah dan untuk meraih Wajah-Nya, bukan untuk memamerkan keberanian. Mereka ditakut-takuti bahwa orang-orang telah sepakat untuk menghukum mereka “Maka kamu takutlah kepada orang-orang itu!” Ternyata dengan ditakut-takuti itu keimanan mereka semakin bertambah dan mereka berkata “Cukuplah Tuhan bagi kami”. Yakni, keberanian mereka tidaklah seperti anjing-anjing dan binatang buas yang bertumpu pada gejolak thabi’i (alami) belaka, yang hanya cenderung ke satu sisi saja. Sebaliknya keberanian mereka mengandung dua sisi. Kadangkadang dengan keberanian yang mereka miliki mereka melawan serta menundukkan dorongan hawa-nafsu mereka sendiri. Dan kadang-kadang apabila mereka melihat bahwa melawan musuh adalah kebijakan yang tepat, maka mereka tidak hanya terdorong oleh nafsu saja, melainkan mereka melawan musuh demi membela kebenaran. Akan tetapi dalam menunjukkan keberanian itu mereka tidak mengandalkan diri sendiri melainkan mereka bertumpu kepada Tuhan. Dan di dalam keberanian mereka tidak terdapat unsur pamer serta menonjolkan diri, dan tidak pula untuk menuruti nafsu, melainkan dari segala segi keridhaan Allah-lah yang diutamakan. Di dalam ayat-ayat itu dijelaskan bahwa akar keberanian sejati ialah sabar dan keteguhan langkah. Tetap teguh dan tidak melarikan diri sebagai pengecut dalam menghadapi setiap dorongan nafsu atau musibah yang menyerang bagaikan musuh, inilah kebenanian. Jadi, di antara keberanian manusia dan binatang terdapat perbedaan besar. Binatang buas hanya pada satu sisi saja memanfaatkan dorongan nafsu dan amarahnya, 79

Filsafat Ajaran Islam

sedangkan manusia –yang memiliki keberanian sejati– memilih kebijakan yang tepat antara melawan atau tidak.

2. Lurus Hati Di antara keadaan-keadaan alami manusia yang merupakan ciri khas fitratnya ialah jujur/lurus hati (.............). Manusia tidak ingin berkata dusta selama tidak terdorong oleh kepentingan pribadinya. Dan dalam berdusta dia merasakan di dalam hatinya semacam kebencian serta ganjalan. Itulah sebabnya ia tidak senang dan memandang rendah orang yang terbukti telah berkata dusta. Akan tetapi keadaan thabi’i (alami) itu saja tidak dapat masuk dalam kategori akhlak. Bahkan anak-anak dan orang gila pun dapat memperlihatkan sikap itu.Jadi, hakikat yang sebenarnya ialah, selama manusia belum terlepas dari kepentingan-kepentingan pribadi –yang menjadi hambatan untuk berkata jujur/lurus hati– selama itu ia secara hakiki tidak dapat dikatakan sebagai orang yang jujur/lurus hati. Sebab jika seseorang berkata jujur/lurus hati hanya mengenai hal-hal yang tidak seberapa merugikan dirinya, sedangkan ia berkata dusta dan bungkam dari berkata jujur pada saat kehormatan atau harta atau jiwanya terancam kerugian, maka apalah kelebihannya dibandingkan dengan orang-orang gila dan anak-anak? Tidakkah orang-orang gila dan anak-anak pun suka lurus hati seperti itu? Barangkali tidak ada seorang pun di dunia ini yang begitu saja berdusta tanpa sebab. Jadi, meninggalkan kejujuran pada saat terancam suatu kerugian sama sekali tidak tergolong dalam akhlak sejati. Keadaan dan kesempatan yang sangat tepat untuk lurus hati ialah pada saat jiwa atau harta atau kehormatan terancam bahaya. Berkenaan dengan itu ajaran Allah adalah sebagai berikut:

80

Masalah Pertama [97] [98] [99] [100]

[101] [102] [103]

[104] [105]

________________ [97]

“ Maka jauhilah kenajisan berhala, dan jauhilah juga ucapan-ucapan dusta.”(QS. AlHajj, 22:31). [98] “Dan janganlah saksi-saksi itu enggan apabila mereka dipanggil.”(QS. Al-Baqarah, 2:283). [99] “Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian; dan barangsiapa  menyembunyikannya, maka sesungguhnya hatinya berdosa.”(QS. Al-Baqarah, 2:284). [100] “Dan apabila kamu berkata maka hendaklah berlaku adil walaupun yang bersangkutan itu seorang kerabat.”(QS. Al-An’am, 6:153). [101] “  Jadilah kamu orang-orang yang menjadi penegak keadilan dan jadilah saksi karena Allah walaupun perkara itu bertentangan dengan dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabat.”(QS. An-Nisa, 4:136). [102] “Dan janganlah permusuhan suatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil.”(QS. Al-Maidah, 5:9). [103] “Dan orang-orang lelaki yang jujur dan orang-orang perempuan yang jujur.”(QS. AlAhzab, 33:36). [104] “Dan menasihati satu sama lain supaya menyampaikan kebenaran, dan menasihati satu sama lain untuk bersabar.”(QS. Al-Asr, 103:4). [105] “  Yang tidak memberikan persaksian palsu.”(QS. Al-Furqan, 25:73).

81

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, jauhilah perbuatan menyembah berhala-berhala dan berkata dusta. Yakni dusta pun merupakan sebuah berhala, orang yang bertumpu padanya berarti telah melepaskan tumpuan (tawakal) terhadap Allah. Jadi, dengan berkata dusta Tuhan pun terlepas dari tangan. Dan kemudian difirmankan, apabila kamu dipanggil untuk memberikan kesaksian yang benar maka janganlah kamu menolak untuk pergi. Dan janganlah kamu sembunyikan kesaksian yang benar dan barangsiapa yang menyembunyikan berdosalah hatinya. Dan apabila kamu berkata maka ucapkanlah sama sekali kata-kata yang jujur serta adil, sekali pun kesaksian yang kamu berikan itu untuk salah seorang kerabat kamu. Berdirilah kamu di atas kebenaran serta keadilan dan hendaklah tiap-tiap kesaksian kamu adalah karena Allah, jangan kamu berkata dusta walaupun dengan berkata jujur/lurus itu jiwa kamu akan mendapat kerugian, atau dengan itu ibu-bapak kamu serta kerabat kamu –seperti anak dan sebagainya– akan mendapat kemudaratan. Dan hendaknya permusuhan terhadap suatu kaum tidak menghalangi kamu untuk memberikan kesaksian yang jujur/lurus. Laki-laki yang lurus hati dan perempuan-perempuan yang lurus hati akan mendapat pahala-pahala yang besar. Kebiasaan mereka adalah menasihati orang lain agar lurus hati. Mereka tidak ikut di dalam majlis-majlis para pendusta.

3. Sabar Di antara keadaan-keadaan thabi’i (alami) manusia salah satunya adalah sabar (......... ), yang terpaksa manusia lakukan ketika menghadapi musibah-musibah, penyakit-penyakit, dan penderitaan-penderitaan yang senantiasa menimpanya. Dan manusia memilih bersabar setelah banyak meratap dan berkeluh kesah. Tetapi ketahuilah, menurut Kitab Suci Ilahi 82

Masalah Pertama

kesabaran semacam itu tidak tergolong akhlak melainkan hanya merupakan suatu keadaan yang pasti akan tampil setelah mengalami keletihan. Yakni, di antara keadaan-keadaan thabi’i (alami) manusia terdapat pula suatu keadaan ketika datang musibah, maka ia pertama-tama menangis, meraung-raung dan memukul-mukul kepala. Setelah semua emosi terluapkan akhirnya gejolak itu terkendali, dan pada puncaknya ia terpaksa mundur. Jadi, kedua sikap ini merupakan keadaankeadaan thabi’i (alami). Sedikit pun tidak ada kaitannya dengan akhlak. Justru akhlak yang berkaitan dengan itu ialah, bila suatu benda terlepas dari tangan maka ia tidak berkeluhkesah seraya menganggap benda itu sebagai amanat Allah. Dan ia mengatakan, “Ini tadinya merupakan milik Tuhan dan Tuhan telah mengambilnya. Kami rela terhadap kehendak-Nya.” Berkenaan dengan akhlak ini Al-Quran Syarif, Kalam Suci Allah Ta’ala mengajarkan kepada kita:

[106]

Yakni, hai orang-orang yang beriman, Kami akan senantiasa menguji kamu. Kadang-kadang kepada kamu akan didatangkan ________________ [106]

“Dan, sesungguhnya akan Kami beri kamu cobaan dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, dan kekurangan dalam harta-benda dan jiwa dan buah-buahan; tetapi berikanlah kabar suka kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orangorang yang apabila ditimpa suatu musibah tidak gelisah, bahkan mereka berkata, “Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali. Mereka inilah yang dilimpahi berkat dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka pulalah yang mendapat petunjuk.”(QS. Al-Baqarah, 2:156-158).

83

Filsafat Ajaran Islam

keadaan yang menakutkan dan kadang-kadang kamu akan mengalami kekurangan dan kelaparan, dan kadang-kadang menderita kerugian harta dan kadang-kadang akan mengalami kehilangan jiwa. Dan kadang-kadang kamu akan mengalami kegagalan dalam usaha-usaha kamu, dan upaya-upaya kamu tidak akan membawa hasil sebagaimana diinginkan. Dan kadang-kadang anak-anak kesayangan kamu akan meninggal. Jadi, bagi mereka ada kabar suka, apabila mereka tertimpa suatu musibah mereka mengatakan, “Kami adalah kepunyaan Tuhan, amanat-Nya dan milik-Nya”. Jadi, yang benar ialah kembalikan segala sesuatu kepada Sang Pemilik amanat. Inilah orang-orang yang mendapat rahmat Ilahi dan inilah orang-orang yang telah menemukan jalan Tuhan. Ringkasnya, nama akhlak ini adalah sabar dan rela terhadap keputusan Ilahi. Dalam pengertian lainnya akhlak ini dinamakan juga adil. Sebab tatkala Allah Ta’ala melakukan segala sesuatu di dalam seluruh kehidupan manusia sesuai dengan keinginannya, dan kemudian ribuan hal telah tampil sesuai kehendaknya, dan sekian banyak nikmat telah dianugerahkan kepada manusia yang selaras dengan keinginannya, yang tidak dapat dihitung oleh manusia; maka tidaklah adil apabila Tuhan ingin menetapkan kehendak-Nya lalu manusia mengelak dan tidak setuju terhadap kehendakNya itu serta membuat-buat alasan atau meninggalkan agama dan menyimpang dari jalan-Nya.

4. Solidaritas Terhadap Sesama Makhluk Di antara keadaan-keadaan thabi’i (alami) manusia yang menjadi bagian mutlak fitratnya ialah suatu gejolak solidaritas terhadap sesama makhluk. Gejolak membela kaum terdapat

84

Masalah Pertama

secara alami di dalam diri para penganut setiap agama. Dan kebanyakan orang karena gejolak alami solidaritas terhadap kaumnya berlaku aniaya terhadap kaum lain seakan-akan menganggap mereka itu bukan manusia. Jadi, keadaan itu tidak dapat dikatakan akhlak. Ini hanyalah suatu gejolak thabi’i (alami) belaka. Dan jika diperhatikan dengan seksama, keadaan thabi’i (alami) ini juga terdapat di kalangan burung gagak serta burung-burung lainnya. Ketika seekor burung gagak mati maka ribuan burung gagak lainnya datang berkumpul. Akan tetapi kebiasaan ini baru akan tergolong dalam akhlak insani apabila solidaritas tersebut diterapkan tepat sesuai tempat dan waktunya, dengan memperhatikan keadilan dan keseimbangan. Pada waktu itu ia akan menjadi suatu akhlak agung yang dalam bahasa Arab disebut muwaasah dan di dalam bahasa Farsi hamdardi. Ke arah itulah Allah Ta’ala, mengisyaratkan dalam AlQuran Syarif: [107]

[108] [109]

[110]

________________ “Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa; dan janganlah kamu tolongmenolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.”(QS. Al-Maidah, 5:3). [108] “Dan,janganlah kamu menjadi kendur dalam mencari kaum yang tidak bersahabat itu.”(QS. An-Nisa, 4:105). [109] “Dan, janganlah engkau menjadi seorang petengkar untuk membela orangorang yang berkhianat.”(QS. An-Nisa, 4:106). [110] “Dan, janganlah engkau berbantah membela orang-orang yang mengkhianati diri mereka. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang senantiasa berkhianat dan bergelimang dosa.”(QS. An-Nisa, 4:108). [107]

85

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, solidaritas dan dukungan terhadap kaum kamu hendaknya dilakukan dalam perkara-perkara kebaikan, sedangkan dalam perkara-perkara aniaya dan pelanggaran hendaknya sama sekali jangan mendukung mereka. Dan selalu giatlah dalam berlaku solider terhadap kaum kamu dan jangan letih. Janganlah membela orang-orang khianat, yaitu orangorang yang tidak jera dari perbuatan khianat, Allah Ta’ala tidak menyukai para pengkhianat. [111]

5. Mencari Wujud Yang Maha Agung Di antara keadaan-keadaan thabi’i (alami) manusia, yang merupakan bagian mutlak fitratnya ialah mencari Wujud Yang Maha Agung. Untuk pencarian itulah di dalam lubuk hati manusia terdapat suatu tarikan. Dan pengaruh pencarian itu mulai terasa pada saat bayi lahir dari kandungan ibu. Sebab begitu bayi lahir, pertama-tama sifat rohani yang ditampakkannya adalah lekat pada ibunya dan secara thabi’i (alami) mencintai ibunya. Kemudian dengan terbukanya indera-indera yang ia miliki dan semakin berkembang fitratnya, tarikan kecintaan yang semula tersembunyi di dalam dirinya kian menampakkan warna dan bentuknya. Kemudian keadaannya ialah, ia tidak merasa tentram di tempat lain ________________ [111]

86

 isini Hadhrat Mirza Ghulam Ahmada.s. menyebutkan 2 kategori ayat. Dalam D kategori pertama adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan rahmat bagi ciptaan Allah serta ayat yang berkenaan dengan gagasan bekerjasama dalam mengerjakan amal perbuatan yang baik. Dalam kategori kedua, ialah pokok bahasan yang berkenaan dengan hukuman bagi pelaku kejahatan ketika keadaan menuntut demikian. Pesan yang sedang disampaikan disini adalah tentang simpati terhadap umat manusia tidak berarti bahwa pelaku kejahatan dihukum hanya karena kesalahannya, melainkan untuk mengamankan seluruh masyarakat dari pelanggarannya. Karena sesungguhnya menghukumnya merupakan aspek simpati bagi umat manusia. Penerbit

Masalah Pertama

kecuali di pangkuan ibunya. Anugerah berada di sisi ibunya itulah merupakan ketentraman sempurna yang dia miliki. Apabila ia dipisahkan dan dijauhkan dari ibunya maka seluruh ketentramannya akan hilang. Dan walau pun di hadapannya disodorkan banyak kenikmatan tetap saja dia melihat kebahagiaan sejatinya berada di dalam pangkuan ibunya, dan tanpa itu bagaimana pun ia tidak memperoleh ketentraman. Jadi, apakah sebenarnya tarikan kecintaan yang timbul di dalam dirinya terhadap sang ibu? Pada hakikatnya tarikan itu jugalah yang telah ditanamkan dalam fitrat bayi untuk mencari Ma’bud Hakiki (Tuhan Sejati yang disembah). Bahkan hubungan kecintaan yang dijalin manusia di setiap tempat pada hakikatnya tarikan itu jugalah yang tengah bekerja. Dan di tempat mana pun manusia menampakkan gelora kecintaan pada hakikatnya itu merupakan suatu pantulan kecintaan tersebut. Seakan-akan ia membongkar-bongkar barang lain, sedang mencari sesuatu yang hilang yang namanya pun ia sudah lupa. Jadi, kecintaan manusia kepada hartanya, anak keturunan, istri, atau ketertarikan hatinya terhadap suatu nyanyian suara merdu, pada hakikatnya itu merupakan pencarian terhadap Sang Kekasih yang telah hilang. Dikarenakan manusia tidak mampu melihat dengan mata jasmaninya sendiri Wujud Yang Maha Halus itu –yang bagaikan api tersembunyi di dalam setiap sesuatu dan tersembunyi dari semua orang– dan tidak pula akal manusia yang tidak sempurna dapat menemukannya, maka berkenaan dengan ma’rifat Ilahi manusia telah melakukan kesalahan-kesalahan besar, dan dengan kesalahan-kesalahan itu hak-Nya telah dialihkan manusia kepada yang lain. Di dalam Al-Quran Syarif Allah Ta’ala telah memberikan tamsil (perumpamaan) ini bahwa dunia bagaikan istana kaca

87

Filsafat Ajaran Islam

yang lantainya terbuat dari kaca bening, dan kemudian di bawah kaca itu dialirkan air yang melaju (mengalir) dengan sangat deras. Jadi, setiap penglihatan yang tertuju pada kaca itu dapat keliru mengira bahwa kaca-kaca itu pun air. Kemudian manusia demikian rupa takutnya berjalan di atas kaca itu sebagaimana ia takut berjalan di atas air, padahal sebenarnya itu adalah kaca bening yang tembus cahaya. Jadi, benda-benda langit raksasa yang kelihatan –seperti matahari, bulan, dan sebagainya– merupakan kaca-kaca bening yang dengan keliru telah disembah, dan di balik bendabenda itu ada suatu kekuatan tinggi yang sedang bekerja, bagaikan air yang mengalir dengan derasnya di bawah kaca. Dan kekeliruan yang telah dilakukan oleh penglihatan para penyembah makhluk ialah mereka menganggap pekerjaan itu dilakukan oleh kaca-kaca tersebut yang memperlihatkan kekuatan bawahnya. Demikian tafsir ayat suci ini: [112]

Ringkasnya, oleh karena Zat Allah Ta’ala yang kendati pun sangat cemerlang namun tetap saja sangat tersembunyi, oleh karena itu untuk mengenali-Nya tidak cukup hanya dengan menyaksikan tatanan jasmani yang tampak di hadapan kita saja. Itulah sebabnya kebanyakan orang yang menggantungkan diri pada tatanan ini tetap saja tidak dapat melepaskan diri dari gelapnya keraguan dan kebimbangan. Dan kebanyakan mereka terperangkap dalam berbagai kekeliruan, dan karena terjerat dalam syak wasangka yang sia-sia maka mereka telah tersesat jauh. Padahal mereka merenungkan dengan seksama gugusan ____________________________ [112]

88

“Sesungguhnya ini istana yang berlantaikan jubin dari kaca.”(QS. An-Naml, 27:45).

Masalah Pertama

sempurna dan kokoh itu yang mengandung ribuan keajaiban. Bahkan mereka telah menciptakan kemahiran-kemahiran di bidang astronomi, ilmu alam, dan filsafat, seolah-olah mereka telah menyatu dengan langit dan bumi. Dan seandainya terpikirkan juga sedikit oleh mereka tentang Sang Pencipta maka itu hanyalah sekedar anggapan yang timbul setelah menyaksikan tatanan yang tinggi dan sempurna, sehingga di dalam hati mereka muncul anggapan bahwa hendaknya memang harus ada suatu wujud yang menciptakan tatanan agung yang mengandung sistem yang penuh hikmah ini. Akan tetapi jelas bahwa pemikiran demikian tidak sempurna, dan itu merupakan ma’rifat yang dangkal. Sebab mengatakan, “Untuk tatanan ini harus ada satu Tuhan” sekali-kali tidak sama dengan ucapan bahwa, “Tuhan itu benar-benar ada!”. Ringkasnya, itu hanyalah merupakan ma’rifat mereka yang bersifat dugaan, yang tidak dapat memberikan ketenangan dan ketentraman kepada hati serta sama sekali tidak dapat menghapuskan kebimbangan kalbu. Dan itu bukanlah suatu mangkuk yang dapat menghilangkan kedahagaan akan ma’rifat sempurna yang telah dipatrikan pada fitrat manusia. Justru ma’rifat dangkal demikian itu sangat berbahaya, karena setelah heboh demikian rupa akhirnya tanpa hasil dan tidak membuahkan apa-apa. Ringkasnya, selama Allah Ta’ala sendiri belum menzahirkan keberadaan-Nya melalui Kalam-Nya –sebagaimana telah Dia zahirkan melalui perbuatan-Nya– selama itu pula penelaahan terhadap perbuatan-Nya semata tidak akan memberikan kepuasan. [113] ..... Misalnya, jika kita melihat sebuah kamar yang terasa mengherankan karena terkunci dari dalam, maka dari ________________ [113]

Maksudnya bahwa tanpa Wahyu Kalam Ilahi, merenungkan dan mempelajari hukum-hukum alam saja tidaklah akan cukup. Penerbit.

89

Filsafat Ajaran Islam

perbuatan itu pertama-tama yang pasti terpikirkan oleh kita adalah bahwa di dalam kamar itu pasti ada seseorang telah memasang rantai dari dalam, sebab dari luar tidak mungkin rantai bagian dalam itu dapat dipasangkan. Akan tetapi apabila sampai masa tertentu –bahkan sampai bertahun-tahun– kendati pun telah berulang-ulang dipanggil dari orang itu tidak juga ada sahutan maka akhirnya pikiran kita yang beranggapan bahwa ada orang di dalam akan berubah. Dan kita akan berpikir bahwa di dalam tidak ada orang, dan kunci itu telah dipasang dari dalam melalui suatu hikmah tertentu. Demikianlah keadaan para ahli filsafat yang telah membatasi pengetahuan mereka hanya pada penelaahan terhadap perbuatan Tuhan. Ini adalah suatu kekeliruan besar menganggap Tuhan seperti sesuatu yang telah mati, yang dapat dikeluarkan dari dalam kubur hanya oleh manusia. Seandainya Tuhan itu demikian –yang di ketahui oleh usaha manusia saja– maka seluruh harapan kita berkenaan dengan Tuhan yang demikian itu akan sia-sia. Justru Tuhan itu adalah Dia yang selamanya dan sejak awal terus memanggil manusia ke arah-Nya dengan menyatakan................... Aku ada!. Ini sungguh sangat lancang apabila kita berpikiran bahwa dalam mengetahui tentang Tuhan terdapat ihsaan (kebajikan) manusia atas diri-Nya, dan jika para ahli filsafat tidak ada maka Dia seakan-akan tetap tidak akan ditemukan. Dan mengatakan bahwa, “Bagaimana Tuhan dapat berbicara? Apakah Dia memiliki lidah?” Itu pun suatu kekurang-ajaran. Tidakkah Dia telah menciptakan benda-benda langit dan bumi tanpa tangantangan jasmani? Tidakkah Dia melihat seluruh alam semesta tanpa mata jasmani? Tidakkah Dia mendengar suara-suara kita tanpa telinga jasmani? Jadi, tidakkah mutlak bahwa Dia juga berbicara dengan cara demikian? Sungguh tidak benar, bahwa di masa mendatang Tuhan tidak bercakap-cakap melainkan hanya di masa lampau 90

Masalah Pertama

saja. Kita tidak dapat menutup ucapan dan percakapanpercakapan-Nya sebatas zaman tertentu saja. Tidak diragukan lagi sekarang pun Dia siap mencurahkan mata air ilham kepada orang-orang yang mencari, sebagaimana sebelumnya Dia siap. Dan sekarang juga pintu-pintu karunia-Nya tetap terbuka seperti halnya dahulu. Ya, karena segala sesuatu telah sempurna maka syariat serta hukum-hukum pun telah sempurna. Dan seluruh kerasulan serta kenabian telah mencapai kesempurnaannya pada titik akhir dalam wujud Junjungan kita Nabi Muhammads.a.w..

Hikmah Kedatangan Rasulullahs.a.w. di Negeri Arab Munculnya Nur (cahaya) terakhir ini di negeri Arab pun bukanlah tanpa hikmah. Arab adalah kaum Bani Ismail yang terputus dari Bani Israil, yang atas hikmah Ilahi telah terdampar di belantara Faran. Dan arti Faran ialah “dua orang yang melarikan diri”, yakni pelarian. Jadi, orang-orang yang telah dipisahkan oleh Nabi Ibrahima.s. sendiri dari Bani Israil tidak lagi mempunyai bagian dalam syariat Taurat, seperti telah tercantum bahwa mereka itu tidak akan memperoleh bagian bersama Ishaqa.s.. Jadi, mereka telah ditinggalkan oleh orang-orang yang memiliki pertalian dengan mereka, dan tidak pula mereka memiliki hubungan dengan yang lainnya. Dan di semua negeri lainnya terdapat sedikit banyak tata-cara peribadatan dan peraturan. Dari itu dapat diketahui bahwa pada suatu masa tertentu ajaran nabi-nabi pernah sampai kepada mereka. Tetapi hanya negeri Arab satu-satunya negeri yang sama sekali tidak mengenal ajaran-ajaran tersebut dan paling terbelakang di

91

Filsafat Ajaran Islam

seluruh dunia. Oleh karena itu akhirnya tiba giliran mereka, dan Nabi mereka itu diperuntukkan bagi seluruh alam, supaya semua negeri kembali memperoleh berkat-berkat serta memperbaiki kekeliruan yang telah terjadi. Jadi, sesudah Kitab sempurna seperti ini –yang telah menangani seluruh perbaikan manusia dan tidak seperti halnya kitabkitab terdahulu yang hanya diperuntukkan bagi satu kaum saja, melainkan bermaksud memperbaiki seluruh kaum serta telah menguraikan segenap jenjang tarbiyat manusia, telah mengajarkan peradaban manusiawi kepada orang-orang biadab, lalu mengajarkan akhlak fadhilah setelah membentuk mereka sebagai manusia– kita harus menunggu kitab apa lagi?

Jasa-jasa Al-Quran Syarif Kepada Dunia Merupakan jasa Al-Quran Syarif yang telah menunjukkan perbedaan antara keadaan-keadaan thabi’i (alami) dan akhlak fadhilah. Ia tidak berhenti sekedar mengangkat dari keadaankeadaan thabi’i (alami) lalu meyampaikannya sebatas mahligai mulia akhlak fadhilah saja, melainkan pintu-pintu ma’rifat suci telah dibukakan olehnya untuk mencapai tahapan berikut yang masih tersisa, yakni derajat keadaan-keadaan kerohanian. Dan tidak hanya sekedar membukakan, bahkan ia telah pula berhasil mengantarkan ratusan ribu sampai ke derajat itu. Ringkasnya, demikianlah Al-Quran Syarif menjelaskan dengan amat indahnya tiga macam ajaran sebagaimana telah kami paparkan di atas. Jadi, dikarenakan Al-Quran Syarif adalah himpunan sempurna segenap ajaran yang merupakan landasan unsur-unsur pendidikan agama yang diperlukan, untuk itulah Al-Quran Syarif menyatakan bahwa ia telah mengembangkan wawasan ajaran agama sampai ke taraf yang sempurna, 92

Masalah Pertama

sebagaimana Dia berfirman:

[114]

Yakni, pada hari ini Aku telah sempurnakan agama kamu dan telah melengkapkan nikmat-Ku atas kamu dan Aku telah meridhai Islam sebagai agama kamu. Yakni, derajat tertinggi dalam agama ialah hal-hal yang mengandung makna “Islam”, yaitu menyerahkan diri semata-mata kepada Tuhan dan mengupayakan keselamatan dirinya melalui pengorbanan diri sendiri, bukan dengan cara lain, dan memperlihatkan niat serta tekad tersebut secara amalan. Itulah titik di mana segenap kesempurnaan berakhir. Jadi, Al-Quran Syarif telah menunjukkan Tuhan Sejati yang tidak dikenali oleh para cendekiawan. Al-Quran Syarif telah menetapkan dua cara untuk memperoleh ma’rifat Ilahi. Cara pertama, ialah yang dengan menempuhnya maka akal manusia akan menjadi amat kuat dan cemerlang dalam mencetuskan dalil-dalil logika, sehingga terhindar dari melakukan kekeliruan. Yang kedua, ialah cara kerohanian yang insya Allah sebentar lagi akan kami uraiankan dalam pembahasan Masalah Ketiga.

Dalil-dalil Adanya Tuhan Sekarang perhatikan dalil-dalil hebat dan tidak ada bandingannya yang telah dipaparkan oleh Al-Quran Syarif ________________ [114]

“Hari ini telah Kusempurnakan agamamu bagi-mu, dan telah Kulengkapkan nikmat-Ku atasmu, dan telah Kusukai bagimu Islam sebagai agama.”(QS. AlMaidah, 5:4).

93

Filsafat Ajaran Islam

secara logika tentang Wujud Tuhan sebagaimana firman-Nya pada suatu tempat: [115]

Yakni, Tuhan adalah Dia Yang telah menganugerahkan kepada tiap sesuatu penciptaan (kelahiran) yang sesuai dengan keadaannya, kemudian menunjukinya jalan untuk mencapai kesempurnaan yang diinginkan-Nya. Kini jika memperhatikan makna ayat tersebut kita menelaah bentuk ciptaan –mulai dari manusia hingga binatang-binatang daratan dan lautan serta burung-burung– maka timbul ingatan akan kekuasaan Ilahi. Yakni, bentuk ciptaan setiap benda tampak sesuai dengan keadaannya. Para pembaca dipersilakan memikirkannya sendiri, sebab masalah ini sangat luas. Dalil kedua mengenai adanya Tuhan ialah, Al-Quran Syarif telah menyatakan Allah Ta’ala sebagai sebab dasar dari segala sebab, sebagaimana Al-Quran Syarif menyatakan: [116]

Yakni, seluruh rangkaian sebab dan akibat berakhir pada Tuhan engkau. Rancian dalil ini ialah, berdasarkan penelaahan cermat akan diketahui bahwa seluruh alam semesta ini terjalin dalam rangkaian sebab dan akibat, dan oleh karena itu di dunia ini timbul berbagai macam ilmu, karena tiada bagian ciptaan yang lepas dari tatanan (rangkaian) itu. Sebagian merupakan landasan ________________ [115]

“ Tuhan kami ialah Dia Yang memberikan kepada segala sesuatu bentuk yang serasi dan kemudian Dia memberi petunjuk kepadanya untuk melaksanakan tugasnya yang murni.”(QS. Tha-Ha, 20:51).

[116]

“Dan, bahwa pada Tuhan engkaulah terletak keputusan terakhir.”(QS. An-Najm, 53:43).

94

Masalah Pertama

bagi yang lain, dan sebagian lagi merupakan pengembanganpengembangannya. Adalah jelas bahwa sesuatu sebab timbul karena zatnya sendiri, atau berlandaskan pada sebab yang lain. Kemudian sebab yang lain itu pun berlandaskan pula pada sebab yang lain lagi, dan demikian seterusnya. Tidak benar bahwa di dalam dunia yang terbatas ini rangkaian sebab dan akibat tidak mempunyai kesudahan dan tiada berhingga. Maka terpaksa diakui bahwa rangkaian ini pasti berakhir pada suatu sebab terakhir. Jadi, puncak terakhir semuanya itu adalah Tuhan. Perhatikanlah dengan seksama betapa ayat yang dengan katakatanya yang ringkas: [117]

telah menjelaskan dalil tersebut di atas, yang artinya “puncak terakhir segala rangkai ialah Tuhan engkau.” Kemudian satu dalil lagi mengenai adanya Tuhan ialah sebagaimana firman-Nya:

[118]

Yakni, matahari tidak dapat mengejar bulan dan juga malam yang merupakan penampakkan bulan tidak dapat mendahului siang yang merupakan penampakan matahari. Yakni tidak ________________ [117]

“Dan, bahwa pada Tuhan engkaulah terletak keputusan terakhir.”(QS. An-Najm, 53:43).

[118] “Matahari

tidak kuasa menyusul bulan, dan tidak pula malam mendahului siang. Dan semua itu terus beredar dengan lancarnya pada tempat perredarannya.”(QS. Ya-Sin, 36:41).

95

Filsafat Ajaran Islam

ada satu pun di antara mereka yang keluar dari batas-batas yang ditetapkan bagi mereka. Jika di balik semua itu tidak ada Wujud Sang Perencana niscaya segala rangkaian tersebut akan hancur. Dalil ini sangat bermanfaat bagi orang-orang yang gemar menelaah benda-benda langit, sebab benda-benda langit tersebut merupakan bola-bola raksasa yang tiada terhitung banyaknya, sehingga dengan sedikit saja terganggu maka seluruh dunia dapat hancur. Betapa ini merupakan suatu kekuasaan yang hakiki, sehingga benda-benda langit itu tidak saling bertabrakan dan kecepatannya tidak berubah seujung rambut pun serta tidak aus walaupun telah sekian lama bekerja dan tidak terjadi perubahan sedikit pun. Sekiranya tidak ada Sang Penjaga, bagaimana mungkin jalinan kerja yang demikian besar ini dapat berjalan dengan sendirinya dalam waktu yang tak terhitung. Dengan mengisyaratkan kepada hikmah-hikmah itulah di tempat lain Allah Ta’ala berfirman: [119]

Yakni, dapatkah Wujud Tuhan Yang telah menciptakan seluruh langit dan bumi yang demikian itu diragukan? Lalu, sebuah dalil lagi tentang keberadaan-Nya, difirmankan: [120]

Yakni, tiap sesuatu akan mengalami kepunahan dan yang ________________ [119]

“ Apakah kamu dalam keraguan mengenai Allah, Pencipta seluruh langit dan bumi?”(QS. Ibrahim, 14:11).

[120]

“Segala sesuatu yang ada di atas bumi ini akan binasa. Dan yang akan tetap kekal hanyalah wujud Tuhan engkau, Pemilik segala kemegahan dan kemuliaan.”(QS. Ar-Rahman, 55:27-28).

96

Masalah Pertama

kekal itu hanyalah Tuhan Yang memiliki Kebesaran dan Kemuliaan. Kini perhatikanlah! Jika kita bayangkan dunia ini menjadi hancur-lebur dan benda-benda langit pun pecah berkepingkeping, serta bertiup angin yang melenyapkan seluruh jejak benda-benda itu, namun demikian akal mengakui serta menerima –bahkan hati nurani menganggapnya mutlak– bahwa sesudah segala kebinasaan ini terjadi pasti ada sesuatu yang bertahan yang tidak mengalami kepunahan serta perubahan-perubahan dan tetap utuh seperti keadaannya semula. Jadi, itulah Tuhan yang telah menciptakan semua wujud fana (tidak kekal), sedangkan Dia Sendiri terpelihara dari kepunahan. Kemudian satu dalil lagi berkenaan dengan keberadaanNya yang Dia kemukakan di dalam Al-Quran Syarif adalah: [121]

Yakni, Aku berfirman kepada setiap ruh, “Bukankah Aku Tuhan kamu?” Mereka berkata, “Ya, sungguh benar!”. Di dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan dalam bentuk kisah, satu ciri khas ruh yang telah ditanamkan-Nya di dalam fitrat mereka. Ciri khas itu ialah pada fitratnya tiada satu pun ruh yang dapat mengingkari hanya karena mereka tidak menemukan apa pun di dalam pikiran mereka. Kendati pun mereka ingkar, mereka mengakui bahwa tiap-tiap kejadian pasti ada penyebabnya. Di dunia ini tidak ada orang yang begitu bodohnya –misalnya jika pada tubuhnya timbul suatu penyakit– ia tetap bersikeras menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada suatu sebab yang menimbulkan penyakit ini. ________________ [121]

“Bukankah Aku Tuhan-mu?” Mereka berkata, “Ya benar.”(QS. Al-A’raf, 7:173).

97

Filsafat Ajaran Islam

Seandainya rangkaian dunia ini tidak terjalin oleh sebab dan akibat maka tidaklah mungkin membuat prakiraan bahwa pada tanggal sekian akan datang taufan atau badai, akan terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan atau seorang yang sakit akan wafat dalam waktu tertentu, atau sampai pada waktu tertentu suatu penyakit akan muncul bersamaan dengan penyakit yang lain. Jadi, seorang peneliti, walaupun tidak mengakui Wujud Tuhan namun dari satu segi ia telah mengakuinya. Yakni ia pun seperti halnya kita mencari-cari penyebab dari sebabakibat. Jadi itu pun merupakan satu bentuk pengakuan, walaupun bukan pengakuan yang sempurna. Selain itu, apabila seorang yang mengingkari Wujud Tuhan dengan cara tertentu kesadarannya dihilangkan –yaitu ia sama sekali dijauhkan dari segala keinginan-rendah ini dan segala hasratnya dihilangkan, lalu diserahkan ke dalam kendali Wujud Yang Maha Tinggi– maka di dalam keadaan demikian ia akan mengakui Wujud Tuhan, tidak akan ingkar. Hal serupa itu telah dibuktikan melalui percobaan orang-orang yang berpengalaman luas. Jadi, ke arah kondisi demikianlah isyarat yang terdapat di dalam ayat itu. Dan makna ayat itu adalah bahwa pengingkaran terhadap Wujud Tuhan hanya terjadi sebatas kehidupan rendah saja, sebab fitrat yang asli dipenuhi pengakuan itu.

Sifat-sifat Allah Ta’ala Itulah dalil-dalil tentang Wujud Tuhan yang kami tuliskan sebagai contoh. Kemudian hendaknya diketahui bahwa Tuhan yang ke arah-Nya Al-Quran Syarif mengimbau kita, sifat-sifatNya telah Dia terangkan sebagai berikut:

98

Masalah Pertama

[122] [123]

[124]

[125] [126] [127] [128]

[129]

________________ [122]

“Dia-lah Allah, dan tiada tuhan selain Dia, Yang Mengetahui segala yang gaib dan segala yang nampak. Dia-lah Yang Maha Pemurah, maha Penyayang..”(QS. Al-Hasyr, 59:23).

[123]

“Yang mempunyai Hari Pembalasan.”(QS. Al-Fatihah, 1:4).

[124]

“Maha Berdaulat, Yang Mahasuci, Sumber segala kedamaian, Pelimpah keamanan, Maha Pelindung, Mahaperkasa, Maha Penakluk, Mahaagung.”(QS. Al-Hasyr, 59:24).

[125]

“ Dia-lah Allah, Maha Pencipta, Pembuat segala sesuatu, Pemberi segala bentuk,. Kepunyaan Dia-lah segala nama yang terindah. Segala sesuatu di seluruh langit dan bumi menyanjung Dia dan Dia-lah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.”(QS. AlHasyr, 59:25).

[126]

“Berkuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al-Baqarah, 2:21).

[127]

“Tuhan semesta alam, Maha Pemurah, Maha Penyayang, Yang mempunyai Hari Pembalasan.”(QS. Al-Fatihah, 1:2-4).

[128]

“Aku mengabulka doa orang yang memohon apabila ia mendoa kepada-Ku.”(QS. AlBaqarah, 2:187).

[129]

“Yang Mahahidup, Yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu.”(QS. AlBaqarah, 2:256).

99

Filsafat Ajaran Islam

[130]

Yakni, Dia itulah Tuhan Yang Esa, dan tiada sekutu bagiNya, tidak ada yang patut disembah dan ditaati kecuali Dia. Hal itu dikatakan karena seandainya Dia bukan sesuatu yang tanpa sekutu mungkin saja kekuatan-Nya dapat ditaklukkan oleh kekuatan musuh-Nya, dalam keadaan demikian posisi Ketuhanan akan tetap berada dalam ancaman bahaya. Dan yang difirmankan bahwa, “Tidak ada yang patut disembah kecuali Dia”, artinya adalah Dia merupakan Tuhan Yang Maha Sempurna sedemikian rupa yang sifat-sifat, kelebihan-kelebihan serta kesempurnaan-kesempurnaan-Nya demikian tinggi dan agung, sehingga jika kita ingin memilih satu tuhan dari segala wujud yang ada berdasarkan sifat-sifatnya yang sempurna, atau kita di dalam hati membayangkan sifat-sifat tuhan yang paling indah dan paling tinggi, maka Dia-lah Yang paling tinggi, yang selain-Nya tidak ada yang dapat lebih tinggi dari Dia. Dia-lah Tuhan –yang di dalam penyembahan-Nya– menyekutukan sesuatu yang lebih rendah merupakan suatu keaniayaan. Lebih lanjut Dia berfirman bahwa Dia ................... Yakni hanya Dialah yang mengetahui tentang diri-Nya sendiri. Tidak ada satu pun yang mampu meliputi batas Zat-Nya. Kita dapat melihat matahari, bulan dan tiap makhluk seutuhnya, akan tetapi kita tidak dapat melihat Tuhan secara utuh. Kemudian firman-Nya bahwa Dia.................... Yakni tak ada suatu benda pun tersembunyi ________________ [130]

“ Katakanlah, “Dia-lah Allah, Yang Mahaesa, Allah, Yang tidak bergantung pada sesuatu dan segala sesuatu bergantung pada-Nya. Dia tidak memperanakkan, dan tidak pula Dia diperanakkan; Dan tiada seorang pun menyamai Dia.”(QS. AlIkhlas, 112:2-5).

100

Masalah Pertama

dari pandangan-pandangan-Nya. Tidaklah layak apabila Dia dikatakan sebagai Tuhan lalu Dia tidak memilki pengetahuan tentang benda-benda. Dia memiliki penglihatan atas partikelpartikel alam ini, sedangkan manusia tidak memilikinya. Dia mengtahui kapan Dia akan menghancurkan tatanan alam ini dan akan mendatangkan kiamat. Dan selain-Nya tidak ada yang mengetahui kapan hal itu akan terjadi. Jadi, Dia itulah Tuhan Yang mengetahui semua waktu tersebut. Kemudian firman-Nya: .................., yakni sebelum ada wujud makhlukmakhluk hidup dan usaha-usaha mereka –semata-mata karena Dia senang, bukan karena suatu maksud tertentu dan bukan sebagai balasan bagi suatu perbuatan– Dia telah menyediakan sarana-sarana kemudahan bagi mereka. Contohnya Dia telah menciptakan matahari, bumi, dan segala benda lainnya sebelum ada wujud serta perbuatan-perbuatan kita. Di dalam Kitab Ilahi anugerah demikian itu dinamakan Rahmãniyyat, dan karena pekerjaan-Nya itulah Allah Ta’ala disebut Ar-Rahmãn. Kemudian firman-Nya lagi, .........., yakni Dia-lah Tuhan Yang memberikan ganjaran terbaik bagi amal perbuatan yang baik, dan Dia tidak menyia-nyiakan upaya gigih seseorang, berdasarkan pekerjaanNya ini Dia disebut Ar-Rahĩm, dan sifat itu disebut Rahĩmiyyat. Kemudian firman-Nya: [131]

Yakni, Dia-lah Tuhan Yang menyimpan di Tangan-Nya balasan bagi segala sesuatu. Dia tidak memiliki petugas yang kepadanya Dia serahkan pemerintahan langit dan bumi sedangkan Dia sendiri tidak campur-tangan, duduk tanpa mengerjakan sesuatu, hanya si petugas itu saja yang memberikan ________________ [131]

“Yang mempunyai Hari Pembalasan.”(QS. Al-Fatihah, 1:4).

101

Filsafat Ajaran Islam

segala ganjaran mau pun hukuman di alam ini atau di Hari Kemudian. Kemudian firman-Nya: [132]

Yakni Tuhan itu Raja yang tiada bernoda dan tiada bercacat. Adalah jelas bahwa kerajaan manusia tidak kosong dari keaiban. Seandainya penduduk suatu negeri meninggalkan negeri mereka beramai-ramai dan mengungsi ke negeri lain, niscaya kerajaan itu tidak akan dapat berdiri. Atau, andaikata seluruh rakyat dilanda musim kemarau, dari manakah akan diperoleh upeti bagi raja? Sekiranya rakyat mulai mempersoalkan, “Apa kelebihan engkau dari kami”, maka kekuasaan apa yang dapat dibuktikan oleh sang raja? Jadi, kerajaan Allah tidaklah demikian. Dia dalam sekejap mata dapat menghilangkan seluruh negeri, dan Dia dapat menciptakan makhluk-makhluk. Sekiranya Dia bukan Sang Maha Pencipta dan Sang Maha Kuasa maka tatanan kerajaan-Nya tidak akan dapat berjalan kecuali dengan menggunakan cara-cara keaniayaan. Sebab satu kali Dia memberikan pengampunan dan keselamatan kepada dunia maka dari mana Dia akan dapat mendatangkan dunia yang lain? Apakah orang-orang yang sudah mendapat keselamatan itu harus ditangkapi untuk diturunkan lagi ke dunia dan dengan cara aniaya Dia menarik ampunan dan keselamatan yang telah dilimpahkan-Nya? Jika demikian pasti terdapat cela pada sifat Ketuhanan-Nya dan Dia pun tidak ubahnya seperti raja-raja dunia mempunyai noda. Raja-raja membuat undang-undang bagi dunia lalu murka pada hal-hal kecil, dan jika untuk kepentingan pribadi mereka tidak melihat cara lain kecuali berbuat aniaya maka mereka ________________ [132]

“Maha Berdaulat, Yang Mahasuci.”(QS. Al-Hasyr, 59:24)

102

Masalah Pertama

akan menganggap perbuatan aniaya itu halal bagaikan susu ibu. Misalnya, undang-undang kerajaan mengizinkan agar sebuah perahu bersama penumpang-penumpangnya dibiarkan tenggelam untuk menyelamatkan sebuah kapal. Akan tetapi ketidak-berdayaan seperti itu tidak berlaku pada Tuhan. Jadi, seandainya Tuhan bukan Penguasa penuh dan bukan Pencipta dari sesuatu yang tidak ada maka Dia akan bertindak seperti raja-raja lemah yang menggunakan keaniayaan untuk menegakkan kekuasaan, atau berlaku adil tetapi melepaskan sifat Ketuhanan-Nya. Justru bahtera Tuhan berserta segala kudrat-Nya melaju dengan anggun di atas keadilan sejati. Kemudian firman-Nya, ......., yakni Dia-lah Tuhan yang terpelihara dari segala aib, musibah dan kesulitan. Justru Dia-lah Pemberi keselamatan. Maksudnya pun jelas, sebab seandainya Dia sendiri tertimpa musibah-musibah, dipukuli orang-orang dan rencana-rencana-Nya tidak berjaya maka dengan melihat contoh buruk itu bagaimana mungkin manusia akan merasa tenang hatinya bahwa tuhan yang semacam itulah yang akan melepaskan mereka dari musibah-musibah? Berkenaan dengan sembahan-sembahan palsu Allah Ta’ala berfirman:

[133]

________________ [133]

“Sesungguhnya, mereka yang kamu seru selain Allah tidak dapat menjadikan seekor lalat pun, walaupun mereka itu bergabung menjadi satu untuk maksud itu. Dan jika sekiranya lalat itu menyambar sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sungguh sangat lemah kedua-duanya, yang mencari dan yang dicari. Mereka tidak dapat memahami sifat-sifat Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa.”(QS. Al-Hajj, 22:74-75)

103

Filsafat Ajaran Islam

Mereka yang kamu anggap sebagai Tuhan keadaannya adalah demikian, jika mereka semua bersatu lalu ingin menciptakan seekor lalat sampai kapan pun mereka tidak akan dapat menciptakan, walaupun mereka saling membantu. Bahkan jika lalat itu merampas sesuatu milik mereka maka mereka tidak kuasa untuk mengambilnya kembali dari lalat itu. Orang-orang yang menyembah mereka akalnya lemah, dan yang disembahkan kekuatannya tidak berdaya. Apakah Tuhan itu demikian? Tuhan adalah Dia yang lebih perkasa dari segala yang perkasa dan unggul atas semuanya, tidak ada yang dapat menangkapNya mau pun memukul-Nya. Orang-orang jatuh ke dalam kesalahan-kesalahan serupa itu tidaklah mengenal nilai Tuhan dan tidak tahu Tuhan itu seharusnya bagaimana. Kemudian Dia berfirman, bahwa Tuhan adalah Sang Pemberi keamanan dan Yang menegakkan dalil-dalil tentang kesempurnaan-kesempurnaan dan Tauhid-Nya. Hal ini mengisyaratkan bahwa orang yang beriman kepada Tuhan sejati tidak akan mendapat malu di hadapan orang banyak dan tidak pula akan mendapat malu di hadapan Tuhan. Sebab ia memiliki dalil-dalil yang kuat. Akan tetapi orang yang percaya kepada tuhan palsu berada dalam kesulitan besar. Bukannya ia mengemukakan dalil-dalil, justru ia memasukkan seluruh perkara sia-sia itu sebagai rahasia supaya jangan sampai ditertawakan, dan ia ingin menyembunyikan kekeliruankekeliruannya yang telah terbukti nyata. Dan kemudian firman-Nya: [134]

________________ [134]

“Maha Pelindung, Mahaperkasa, Maha Penakluk, Mahaagung.”(QS. Al-Hasyr, 59:24).

104

Masalah Pertama

Dia merupakan Pelindung bagi semua dan unggul atas segala sesuatu serta memperbaiki apa yang rusak, dan DzatNya sangat berkecukupan. Dan difirmankan: [135]

Yakni, Dia adalah Tuhan Yang menciptakan tubuh dan juga Yang menciptakan ruh. Dia Yang membentuk rupa di dalam rahim. Segala nama baik yang dapat terlintas di pikiran semuanya itu hanya bagi-Nya. Kemudian firman-Nya pula: [136]

Yakni, para penghuni langit menyanjung nama-Nya, demikian pula parta penghuni bumi. Di dalam ayat ini diisyaratkan bahwa pada benda-benda langit ada penghuni dan mereka pun terikat dengan petunjuk-petunjuk Tuhan. Dan kemudian firman-Nya pula: [137]

Yakni, Tuhan adalah Maha Kuasa. Ini merupakan ketentraman bagi para penyembah, sebab jika Tuhan itu lemah ________________ [135]

“Dia-lah Allah, Maha Pencipta, Pembuat segala sesuatu, Pemberi segala bentuk,. Kepunyaan Dia-lah segala nama yang terindah.”(QS. Al-Hasyr, 59:25).

[136]

Segala sesuatu di seluruh langit dan bumi menyanjung Dia dan Dia-lah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.”(QS. Al-Hasyr, 59:25).

[137]

“Berkuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al-Baqarah, 2:21).

105

Filsafat Ajaran Islam

dan tidak kuasa maka apalah yang dapat diharapkan dari Tuhan seperti itu? Dan kemudian firman-Nya: [138] [139]

Yakni, Dia Tuhan Pemelihara seluruh alam, Maha Pemurah, Maha Penyayang, serta Dia sendirilah Pemilik Hari Pembalasan. Wewenang itu tidak diserahkan-Nya kepada siapa pun. Dia mendengar dan menjawab seruan setiap penyeru-Nya yakni mengabulkan doa-doa. Kemudian firman-Nya: [140]

Yakni, Dia-lah Yang Hidup selama-lamanya dan Sumber segala kehidupan serta Tumpuan segala wujud. Hal ini dikatakan karena seandainya Dia tidak kekal abadi maka berkenaan dengan hidup-Nya pun akan tetap diragukan bahwa jangan-jangan Dia telah mati sebelum kita. Dan kemudian difirmankan bahwa Dialah Tuhan Yang Esa, bukan anak siapa pun dan tidak pula Dia mempunyai anak, tidak ada yang menyamai-Nya dan tidak ada yang sejenis dengan-Nya. Dan hendaknya diingat, mengakui secara benar Tauhid Allah Ta’ala dan tidak menambah serta menguranginya, itu merupakan sikap yang adil yang dilakukan ________________ [138]

“Tuhan semesta alam, Maha Pemurah, Maha Penyayang, Yang mempunyai Hari Pembalasan.”(QS. Al-Fatihah, 1:2-4).

[139]

“Aku mengabulka doa orang yang memohon apabila ia mendoa kepada-Ku.”(QS. AlBaqarah, 2:187).

[140]

“Yang Mahahidup, Yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri dan Penegak segala sesuatu.”(QS. AlBaqarah, 2:256).

106

Masalah Pertama

manusia terhadap Majikan-nya Yang Hakiki. Seluruh bagian ini merupakan akhlak yang telah dipaparkan dari ajaran AlQuran Syarif. Azas yang terdapat di dalamnya ialah Allah Ta’ala telah menyelamatkan seluruh akhlak dari batas-batas yang terlalu berlebihan dan terlalu kurang. Dan setiap akhlak baru dapat dinamakan akhlak apabila diterapkan tidak lebih dan tidak kurang dari batas-batas yang sebenarnya dan wajib. Adalah jelas bahwa kebaikan hakiki ialah sesuatu yang dilakukan di tengah-tengah kedua batas tersebut, yakni di antara batas-batas yang terlalu berlebihan dan yang terlalu kurang. Setiap kebiasaan yang menarik orang-orang supaya berjalan di tengah-tengah dan mempertahankannya itulah yang menciptakan akhlak fadhilah. Mengenal keadaan dan kesempatan adalah suatu jalan tengah. Misalnya jika seorang petani menyemai benih sebelum waktunya atau sesudah lewat waktunya, dalam dua bentuk itu berarti ia telah meninggalkan jalan tengah. Kebaikan, kebenaran dan kebijaksanaan semuanya berada di jalan tengah, sedangkan jalan tengah itu memperhatikan situasi. Atau, katakanlah, kebenaran itu merupakan sesuatu yang terletak di tengah dua kebatilan yang berlawanan. Dan sedikit pun tidak diragukan lagi bahwa sikap yang tepat sesuai keadaan senantiasa menempatkan manusia pada jalan tengah. Dan berkenaan dengan pengenalan terhadap Tuhan jalan tengahnya ialah tidak condong ke arah penolakan terhadap sifat-sifat-Nya dan tidak pula menyamakan Tuhan dengan benda-benda jasmani. Cara inilah yang diterapkan Al-Quran Syarif berkenaan dengan sifat-sifat Allah Ta’ala. Demikianlah, Al-Quran Syarif juga menyatakan bahwa Tuhan itu melihat, mendengar, mengetahui, berbicara, dan bercakap-cakap, dan kemudian

107

Filsafat Ajaran Islam

untuk menghindarkan kesamaan terhadap makhluk Al-Quran Syarif pun menyatakan: [141]

[142]

Yakni, tidak ada sesuatu apa pun yang menyerupai Dia dalam hal Zat dan Sifat-sifat-Nya. Jangan ciptakan bagiNya persamaan-persamaan dari kalangan makhluk. Jadi, menempatkan Zat Tuhan tepat di antara batas-batas tasybih (sifat-sifat yang dapat ditamsilkan) dan tanzih (sifat-sifat asli Tuhan yang tidak dapat ditamsilkan) itulah jalan tengah. Ringkasnya, ajaran Islam adalah ajaran yang mengambil jalan tengah. Surah Al-Fatihah pun memberi petunjuk mengenai jalan tengah ini, sebab Allah Ta’ala berfirman: [143]

Yang, dimaksud dengan orang-orang yang dimurkai ialah orang-orang yang bersikap menentang Allah Ta’ala lalu mengikuti nafsu rendah. Sedangkan yang dimaksud dengan orang-orang yang sesat ialah mereka yang mengikuti nafsu kebinatangan. Dan jalan tengah adalah apa yang disebut kata.............‫زز‬........(mereka yang mendapat nikmat). Ringkasnya, bagi umat yang berbahagia ini di dalam AlQuran Syarif terdapat petunjuk tentang jalan tengah. Di ________________ [141]

“Tiada sesuatu apa pun seperti Dia.”(QS. Asy-Syura, 42:12).

[142]

“Maka janganlah kamu ciptakan sendiri persamaan-persamaan bagi Allah.”(QS. An-Nahl, 16:75).

[143]

“Bukan jalan mereka yang kemudiian dimurkai dan bukan pula yang kemudian sesat.”(QS. Al-Fatihah, 1:7).

108

Masalah Pertama

dalam Taurat Allah Ta’ala telah menekankan perkara-perkara pembalasan, dan di dalam Injil Dia telah memberikan penekanan pada pemberian maaf dan sabar. Sedangkan umat ini telah mendapat ajaran tentang ketepatan situasi dan jalan tengah, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: [144]

Yakni, Kami telah menjadikan kamu orang-orang yang mengamalkan jalan tengah dan kepada kamu telah diajarkan jalan tengah. Maka berbahagialah mereka yang mengikuti jalan tengah. [145]

Perbaikan Ketiga: Keadaan-keadaan Ruhani Manusia Persoalan ketiga ialah: Apakah keadaan keadaan ruhani itu? Hendaknya jelas bahwa sebelum ini kami sudah menerangkan bahwa menurut petunjuk Al-Quran Syarif sumber dan mataair keadaan-keadaan rohani adalah Nafs Muthmainnah, yang mengantarkan manusia dari derajat akhlak sampai pada derajat kedekatan dengan Tuhan, sebagaimana Allah Yang Mahaagung berfirman: ________________ [144]

“ Dan, demikianlah Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia.”(QS. AlBaqarah, 2:144).

[145]

“Sebaik-baik urusan ialah yang pertengahan.” Tafsir Qurtubi, jld.2, hal.154.

109

Filsafat Ajaran Islam

[146]

Yakni, wahai jiwa yang mendapat ketentraman dari Tuhan! Kembalilah kepada Rabb engkau! Dia ridha (senang) kepada engkau dan engkau pun ridha (senang) kepada-Nya. Maka bergabunglah dengan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku. Pada tempat ini ada baiknya kalau kami menafsirkan ayat suci ini agak lebih luas untuk menjelaskan keadaan-keadaan ruhani. Jadi hendaklah diingat bahwa di dalam kehidupan manusia di dunia ini keadaan ruhani tertinggi adalah memperoleh ketenteraman bersama Allah Ta’ala, dan segala ketenangan, kebahagiaan, dan kelezatan baginya terpusat pada Tuhan. Inilah keadaan yang dengan kata lain disebut kehidupan surgawi. Dalam keadaan itu manusia langsung mendapat surga sebagai ganjaran atas kejujuran hati, ketulusan, dan kesetiaannya yang sempurna. Orang-orang lain masih mengharapkan surga yang dijanjikan, sedangkan orang yang memiliki derajat ruhani tertinggi itu telah masuk ke dalam surga yang sudah menjadi kenyataan. Setelah mencapai derajat ini barulah manusia mengerti bahwa ibadah yang telah dibebankan atasnya justru merupakan makanan yang dengan itu ruhnya akan tumbuh berkembang, dan merupakan landasan yang kuat sekali bagi kehidupan ________________ [146]

“Hai, jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Tuhan engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau. Maka masuklah di antara hambahamba-Ku yang terpilih. Dan masuklah ke dalam urga-Ku.”(QS. Al-Fajr, 89:2831).

110

Masalah Pertama

ruhaninya. Untuk meraih hasilnya tidak bergantung pada suatu alam lain, justru di tempat ini (di dunia) jugalah hasil itu diperoleh. Segala pengecaman yang dilakukan oleh Nafs Lawwaamah manusia atas kehidupannya yang kotor –dan Nafs Lawwaamah itu tetap tidak mampu membangkitkan secara benar keinginankeinginan baik, dan tidak dapat membangkitkan kebencian sejati terhadap keinginan-keinginan buruk, serta tidak dapat pula memberikan kekuatan sempurna untuk bertahan di atas kebaikan– melalui gerakan suci inilah hal-hal tersebut berubah. Itulah yang merupakan awal pertumbuhan Nafs Muthmainnah. Dan setelah mencapai derajat tersebut tibalah saatnya manusia meraih kejayaan (kesuksesan) yang sempurna. Sejak itu dorongan-dorongan nafsu mulai padam dengan sendirinya, dan angin pemberi kekuatan mulai bertiup di atas ruh, yang dengan itu manusia memandang kelemahankelemahannya yang sudah-sudah dengan perasaan malu. Pada saat itu di dalam diri manusia timbul suatu revolusi besar, dan timbullah perubahan luar-biasa di dalam tingkah lakunya. Kemudian ia sangat jauh meninggalkan keadaan-keadaannya semula, dibasuh dan dibersihkan. Dan Tuhan dengan TanganNya Sendiri menuliskan di dalam hati (kalbu) orang itu kecintaan akan kebaikan, serta dengan Tangan-Nya Sendiri Dia mencampakkan keluar kotoran keburukan dari dalam hatinya. Segenap lasykar kebenaran memasuki lubuk hatinya dan kebenaran menguasai seluruh kubu fitratnya, dan kebenaran pun meraih kemenangan, sedangkan kebatilan (kepalsuan) melarikan diri dan membuang senjatanya. Pada kalbu orang itu terdapat Tangan Tuhan, dan setiap langkah bergerak di bawah naungan Tuhan. Di dalam ayat-ayat berikut ini Allah Ta’ala mengisyaratkan kepada hal-hal tersebut:

111

Filsafat Ajaran Islam [147]

[148]

[149]

Yakni, Allah Ta’ala telah menuliskan dengan Tangan-Nya Sendiri keimanan dalam hati (kalbu) orang-orang mukmin dan menolong mereka dengan Ruhulqudus. Hai orang-orang yang beriman, Dia telah menjadikan keimanan sebagai sesuatu yang kamu cintai, dan telah menanamkan di dalam hati kamu keindahan serta kecantikannya. Dan Dia telah menanamkan di dalam hati kamu kebencian terhadap kekufuran, perbuatan buruk, dan perbuatan dosa. Dan Dia telah menanamkan di dalam hati kamu rasa jijik terhadap segala jalan yang buruk. Kesemuanya itu adalah berkat karunia dan rahmat Allah. Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap, dan kebatilan tidak mungkin bertahan terhadap kebenaran. ________________ [147]

“Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Allah telah menyunggingkan keimanan yang benar dan yang Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri.”(QS. Al-Mujadalah, 58:23).

[148]

“Allah telah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan telah menampakkannya indah dalam kalbumu, dan Dia telah menjadikan kamu benci kepada kekafiran dan kejahatan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang benar. Berkat karunia Allah dan nikmat-Nya. Dan Allah itu Mahatahu, Maha Bijaksana.”(QS. Al-Hujurat, 49:8-9).

[149]

“Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap. Sesungguhnya kebatilan itu pasti akan lenyap.”(QS. Bani Israil, 17:82).

112

Masalah Pertama

Semua isyarat ini mengarah kepada keadaan rohani yang diraih manusia pada derajat ketiga. Dan manusia kapan pun tidak akan dapat memperoleh penglihatan sejati selama keadaan ini belum diraihnya. Dan yang difirmankan Allah Ta’ala bahwa, “Aku telah menuliskan dengan Tangan-Ku sendiri keimanan di dalam kalbu mereka serta menolong mereka melalui Rohulqudus”, hal itu mengisyaratkan bahwa manusia sekalikali tidak akan dapat meraih kebersihan dan kesucian sejati selama pertolongan samawi belum menyertainya. Keadaan manusia pada derajat Nafs Lawwaamah adalah ia berulang kali bertaubat dan berulang kali tergelincir. Bahkan acapkali ia berputus asa terhadap kemampuan dirinya dan menganggap penyakitnya tidak dapat disembuhkan lagi. Hingga satu jangka waktu tertentu keadaannya demikian. Kemudian ketika waktu yang ditetapkan telah sempurna, maka pada malam hari atau pada siang hari turunlah suatu nur (cahaya) kepadanya, dan di dalam Nur (cahaya) itu terkandung kekuatan Ilahi. Bersamaan dengan turunnya Nur (cahaya) itu timbul suatu perubahan menakjubkan di dalam dirinya dan terasa adanya suatu kekuatan Tangan Gaib, lalu nampaklah di hadapannya suatu alam yang menakjubkan. Pada saat itu manusia menyadari bahwa Tuhan benar-benar ada, dan pada matanya muncul cahaya yang tidak ada sebelumnya. Akan tetapi, bagaimanakah kita dapat menemui jalan itu, dan bagaimana kita dapat memperoleh Nur (cahaya) itu? Jadi, hendaknya diketahui bahwa di dunia ini __yang merupakan tempat berlakunya faktor-faktor sebab__ bagi setiap akibat ada satu penyebabnya, dan bagi setiap gerak ada satu penggeraknya. Dan untuk meraih setiap ilmu ada satu jalan yang dinamakan Shiraathal Mustaqim. Tiada suatu pun di dunia ini yang dapat diperoleh tanpa mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh kudrat (kekuasaan Tuhan) baginya sejak awal. 113

Filsafat Ajaran Islam

Hukum kudrat menunjukkan, bahwa untuk memperoleh sesuatu ada Shiraathal Mustaqim, yang secara kudrati dengan bertumpu kepadanyalah hal itu baru dapat diperoleh. Umpamanya, jika kita duduk di dalam sebuah kamar yang gelap dan memerlukan cahaya matahari maka Shiraatal Mustaqim bagi kita ialah kita harus membuka jendela yang menghadap ke arah matahari. Dengan demikian barulah cahaya matahari akan masuk ke dalam lalu menyinari kita. Jadi, jelaslah untuk memperoleh karunia Tuhan yang sejati dan hakiki pasti ada suatu jendela tertentu, dan untuk mencapai keruhanian yang suci pasti ada suatu cara tersendiri. Dan caranya, carilah Shirathal Mustaqim bagi hal-hal ruhaniah sebagaimana kita mencari Shraathal Mustaqim bagi keberhasilan-keberhasilan dalam segala urusan kehidupan kita. Akan tetapi apakah memang demikian caranya, yaitu kita mencari perjumpaan dengan Tuhan hanya bertumpu pada kemampuan akal kita dan melalui hal-hal yang kita rancang sendiri saja? Apakah hanya melalui logika dan falsafah kita saja maka pintu-pintu itu akan terbuka bagi kita –padahal terbukanya pintu-pintu tersebut sangat tergantung pada Tangan-Nya yang perkasa? Fahamilah dengan seyakin-yakinnya, bahwa hal demikian sama sekali tidak benar. Kita sama sekali tidak akan dapat menjumpai Wujud Sang Hayyul Qayyum dengan hanya melalui upaya-upaya kita sendiri. Justru pada jalan ini satu-satunya Shiraathal Mustaqim ialah, pertama-tama kita harus mewakafkan kehidupan kita beserta kemampuan kita pada jalan Allah, kemudian tetap tekun memanjatkan doa untuk meraih perjumpaan dengan Allah, supaya kita bisa mendapatkan Tuhan dengan perantaraan Tuhan sendiri.

114

Masalah Pertama

Sebuah Doa Yang Indah Doa paling indah yang diajarkan kepada kita selaras dengan waktu dan keadaan yang tepat, dan yang menampilkan di hadapan kita gambaran gejolak ruhaniah yang dimiliki oleh fitrat ialah doa yang telah diajarkan kepada kita oleh Tuhan Yang Maha Pengasih di dalam Kitab suci-Nya, Al-Quran Syarif, yakni surah Al-Fatihah, dan doa itu ialah: [150]

Segala pujian suci yang ada ialah bagi Allah Yang menciptakan dan memelihara seluruh alam. [151]

Dia-lah Tuhan Yang menyediakan bagi kita sarana-sarana rahmat sebelum kita melakukan amal perbuatan, dan Dia-lah Yang dengan rahmat-Nya memberikan ganjaran sesudah kita melakukan amal perbuatan. [152]

Dia-lah satu-satunya Tuhan Pemilik Hari Pembalasan. Dan tidak Dia serahkan Hari itu kepada siapa pun. [153]

________________ [150] “Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. Al-Fatihah, 1:1-2). [151]

“Maha Pemurah, Maha Penyayang.”(QS.Al-Fatihah, 1:3).

[152]

“Yang mempunyai Hari Pembalasan.”(QS.Al-Fatihah, 1:4).

[153]

“Hanya Engkau-lah kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolonggan.”(QS.Al-Fatihah, 1:5).

115

Filsafat Ajaran Islam

Wahai Engkau Yang merupakan himpunan segala pujian itu, hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya dari Engkau-lah kami memohon taufik (kemampuan) dalam segala pekerjaan. Di sini ungkapan penyembahan dengan kata “kami” mengisyaratkan bahwa, “seluruh penyembahan kami telah terpaut pada penyembahan terhadap Engkau dan tunduk di hadapan singgasana Engkau”. Sebab manusia dari segi kekuatan batiniahnya merupakan satu jamaah dan satu ummat. Dan dalam keadaan demikian bersujudnya seluruh kekuatan kepada Tuhan itulah keadaan yang disebut Islam. [154]

Tunjukilah kami jalan Engkau yang lurus dan teguhkanlah kami di atas jalan itu, lalu tunjukkanlah jalan orang-orang yang kepada mereka Engkau turunkan nikmat serta kemurahan Engkau, dan yang telah menjadi penerima anugerah serta karunia Engkau. [155]

Dan hindarkanlah kami dari jalan orang-orang yang Engkau murkai dan yang tidak dapat mencapai Engkau serta yang telah sesat. Amin! Wahai Tuhan, lakukanlah demikian. Ayat-ayat ini menerangkan bahwa nikmat-nikmat Allah Ta’ala –yang dalam perkataan lain disebut karunia-karunia– turun hanya kepada orang-orang yang telah mengorbankan hidup mereka di jalan Tuhan dan mewakafkan seluruh wujud ________________ [154]

“Tuntunlah kami pada jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka.”(QS. Al-Fatihah, 1:6-7).

[155]

“ Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang kemudian sesat.”(QS.Al-Fatihah, 1:7).

116

Masalah Pertama

mereka di jalan-Nya serta tenggelam dalam keridhaan-Nya, lalu senantiasa berdoa agar segala sesuatu yang dapat diperoleh manusia berupa nikmat-nikmat keruhanian, kedekatan dan perjumpaan dengan Tuhan serta percakapan dan dialog denganNya, semuanya itu dapat mereka peroleh. Dan bersama doa itu mereka melaksanakan ibadah dengan segenap kemampuan mereka, serta menjauhi dosa dan senantiasa merebahkan diri di singgasana Ilahi. Dan sejauh yang mungkin bagi mereka, mereka menghindarkan diri dari keburukan serta menjauhi jalan-jalan kemurkaan Ilahi. Jadi, karena mereka mencari Tuhan dengan semangat serta ketulusan yang tinggi maka mereka menemukan-Nya dan mereka diberi minum dari mangkuk ma’rifat suci Allah Ta’ala. Istiqamah (kegigihan) yang telah disebut dalam ayat ini mengisyaratkan bahwa karunia sejati lagi sempurna yang menyampaikan kita ke alam keruhanian ialah berkaitan erat dengan istiqamah (kegigihan) yang sempurna. Dan yang dimaksud dengan istiqamah yang sempurna, ialah suatu kondisi tulus dan setia sedemikian rupa, yang tidak dapat dirusak oleh suatu ujian apa pun. Yakni suatu jalinan (hubungan) yang tidak dapat dipotong dengan pedang, tidak dapat dibakar oleh api, dan tidak dapat dicelakakan oleh bencana apa pun. Kematian sanak saudara tidak dapat memutuskan jalinan (hubungan) itu. Perpisahan dari segala yang dicintai tidak dapat mengganggunya. Kekhawatiran akan runtuhnya kehormatan sedikit pun tidak dapat membuatnya takut. Penderitaan karena dera siksaan yang dahsyat sedikit pun tidak membuat hatinya gentar. Jadi, jalan ini memang sangat sempit dan jalan ini sangat sulit ditempuh. Ah, betapa sulitnya! Ke arah inilah Allah Ta’ala memberikan isyarat di dalam ayat-ayat berikut:

117

Filsafat Ajaran Islam

[156]

Yakni, katakanlah kepada mereka, “Sekiranya bapakbapak kamu dan anak laki-laki kamu atau saudara-saudara laki-laki kamu dan istri-istri kamu dan kaum keluarga kamu dan kekayaan yang kamu usahakan dengan susah-payah dan perniagaan yang kamu khawatirkan akan terhenti dan gedunggedung kamu yang disukai hati kamu adalah lebih berharga daripada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih berharga daripada berjihad pada jalan Allah, maka tunggulah saat ketika Allah menurunkan perintah-Nya, dan Allah sekali-kali tidak akan menunjuki jalan-Nya kepada orang-orang yang berbuat jahat”. Dari ayat-ayat ini jelaslah, bahwa orang-orang yang meninggalkan kehendak Allah kemudian mencintai sanaksaudara dan harta-kekayaannya, mereka pada pandangan Allah merupakan orang-orang jahat, mereka niscaya akan binasa, sebab mereka telah mengutamakan sesuatu selain Allah. ________________ [156]

“ Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu dan anak-anak laki-lakimu dan saudarasaudara laki-lakimu dan istri-istrimu dan kaum keluargamu dan harta-benda yang kamu telah mengupayakannya dan perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kamu menyukainya, kesemuanya kamu cintai lebih dari kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad pada jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya; dan Allah tidak memberi petunjuk ke jalan kebahagiaan kepada kaum yang durhaka.” (QS.At-Taubah, 9:24).

118

Masalah Pertama

Itulah derajat ketiga, yang di dalamnya orang itu menjadi dekat dengan Tuhan, yang untuk mencapainya ia telah menanggung ribuan penderitaan dan telah menundukkan kepala di hadapan Tuhan dengan ketulusan dan keikhlasan sedemikian rupa, sehingga tiada lagi yang ia miliki selain Tuhan, seakanakan semuanya telah mati. Jadi, hakikat sebenarnya ialah, selama kita sendiri belum mati, Tuhan Yang Hidup tidak akan dapat kelihatan. Hari bagi penzahiran Tuhan adalah ketika kehidupan jasmani kita mengalami maut (kematian). Kita buta selama kita belum menutup mata terhadap benda lain selain Tuhan. Kita mati selama kita belum seperti orang mati di tangan Tuhan. Tatkala wajah kita betul-betul tertuju ke hadapan-Nya maka barulah istiqamah sejati –yang mengalahkan seluruh hawanafsu– akan kita peroleh. Sebelumnya tidak. Istiqamah inilah yang mendatangkan maut (kematian) kepada kehidupan nafsu. Istiqamah kita adalah sebagaimana Dia berfirman: [157]

Yakni, Tuhan menghendaki bahwa kita harus meletakkan leher kita di hadapan-Nya bagai hewan kurban. Kita baru akan mencapai derajat istiqamah tatkala segala bagian dari wujud kita dan segala kemampuan diri kita hanya tercurahkan kepada pekerjaan ini, dan maut (kematian) kita serta hidup kita menjadi untuk-Nya semata, sebagaimana Dia berfirman: [158]

________________ [157]

“Sekali-kali tidak, bahkan barangsiapa menyerahkan dirinya kepada Allah dan juga ia berbuat kebajikan,...” (QS. Al-Baqarah, 2:113).

[158]

“Katakanlah, “Sesungguhnya sembahyangku dan pengorbananku dan kehidupanku serta kematianku adalah semata-mata untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am, 6:163).

119

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, katakanlah: Shalatku dan pengorbananku dan hidupku dan matiku adalah untuk Tuhan. Tatkala kecintaan manusia terhadap Tuhan mencapai derajat demikian __yakni matinya dan hidupnya tidak untuk dirinya sendiri melainkan untuk Tuhan semata__ maka barulah Tuhan yang senantiasa mencurahkan kasih-sayang-Nya kepada orang-orang yang cinta kepada-Nya menurunkan kecintaanNya kepada manusia itu. Dengan bertemunya dua kecintaan itu di dalam diri manusia timbul sebuah Nur (cahaya) yang tidak dikenali dan tidak dipahami oleh dunia. Dan ribuan orang shiddiq serta yang berkepribadian suci telah dibunuh disebabkan dunia tidak mengenali mereka. Mereka dikatakan pembuat makar dan mementingkan diri sendiri dikarenakan dunia tidak mampu melihat wajah nurani mereka, sebagaimana Dia berfirman: [159]

Yakni, orang-orang yang ingkar memang mereka melihat ke arah engkau namun engkau tidak kelihatan oleh mereka. Ringkasnya, ketika Nur (cahaya) itu mulai muncul maka sejak hari itu kemunculan Nur (cahaya) tersebut seorang duniawi berubah menjadi seorang wujud samawi. Dia (Allah) Yang memiliki segala Wujud berbicara di dalam diri orang itu, dan Dia memperlihatkan kilauan Ketuhanan-Nya. Dan kalbu orang itu __yang dipenuhi dengan kecintaan suci__ dijadikan-Nya sebagai singgasana-Nya. Dan semenjak orang itu meraih suatu perubahan ruhaniah, lalu dia menjadi seorang pribadi baru, maka Dia menjadi Tuhan yang baru baginya dan menampakkan ________________ [159]

“ Mereka seolah-olah memandang engkau padahal mereka tidak melihat.” (QS. Al-A’raf, 7:199).

120

Masalah Pertama

kebiasaan dan sunnah-sunnah yang baru. Bukan berarti bahwa Dia merupakan Tuhan yang baru atau kebiasaan-kebiasaan yang baru, melainkan kebiasaan-kebiasaan tersebut berlainan dengan kebiasaan-kebiasaan umum Tuhan yang tidak dikenal oleh falsafah dunia. Berkenaan dengan orang semacam itu Allah Ta’ala telah berfirman:

[160]

Yakni, yang tinggi derajatnya di antara manusia ialah mereka yang telah sirna di dalam keridhaan Tuhan. Mereka menjual jiwa mereka dan membeli keridhaan Tuhan. Inilah orang-orang yang mendapat rahmat Tuhan. Demikian orang-orang yang telah mencapai derajat keadaan rohani mereka menjadi rela berkorban di jalan Tuhan. Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman, bahwa orang yang mendapat keselamatan dari segala penderitaan, ialah ia yang menjual jiwanya di jalan Tuhan dan di jalan keridhaan-Nya, dan ia dengan sepenuh hati membuktikan keadaan dirinya bahwa dia merupakan kepunyaan Tuhan, dan menganggap seluruh wujudnya sebagai sesuatu yang telah diciptakan untuk mentaati Sang Khaliq (Pencipta) serta untuk mengkhidmati makhluk. Kemudian ia begitu minatnya dan dengan sepenuh hati mengerjakan kebaikan-kebaikan hakiki yang berkaitan dengan setiap potensi, seakan-akan ia sedang menyaksikan Sang Kekasih Hakiki di dalam cermin kesetiaannya. Dan ________________ [160]

“ Dan, di antara manusia ada pula orang yang menjual dirinya untuk mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya” (QS. Al-Baqarah, 2:208).

121

Filsafat Ajaran Islam

kehendaknya menjadi sewarna dengan kehendak Allah Ta’ala, dan segala kelezatan tampil di dalam kesetiaan terhadap-Nya. Dan segenap amal shalih mulai tampil bukan dalam bentuk upaya gigih melainkan dalam bentuk ketertarikan terhadap kelezatan dan kenikmatan. Itulah surga yang diperoleh insan rohani sebagai panjar, sedangkan surga yang akan diperoleh kelak pada hakikatnya merupakan cerminan dan bayangan surga tersebut, yang akan diperlihatkan oleh kudrat Ilahi dalam bentuk jasmani di alam ukhrawi. Mengisyaratkan kepada hal inilah Allah Ta’ala berfirman: [161] [162]

[163]

[164]

________________ [161]

“Dan bagi orang yang takut berdiri di hadapan Tuhannaya ada dua buah kebun.” (QS. Ar-Rahman,55:47).

[162]

“Dan Tuhan mereka akan memberi mereka minum minuman murni.” (QS. AdDahr, 76:22).

[163]

“Tetapi orang-orang yang biasa berbuat bajik akan minum dari piala berisikan minuman yang campurannya adalah kapur barus –Dari mata air yang daripadanya hamba-hamba Allah akan minum– mereka membuatnya memancarkan suatu pancaran yang deras.” (QS.Ad-Dahr, 76:6-7).

[164]

“Dan di sana mereka akan diberi piala minuman yang campurannya adalah zanjabil, dari mata air di dalamnya yang disebut salsabil.” (QS. Ad-Dahr, 76:1819).

122

Masalah Pertama [165] [166]

Yakni, barangsiapa yang takut kepada Allah Ta’ala dan gentar terhadap martabat kebesaran serta keagungan-Nya baginya tersedia dua surga, yang satu di dunia ini dan yang lainnya di akhirat. Dan orang-orang yang tenggelam di dalam Tuhan, Tuhan telah memberi minum kepada mereka serbat yang mensucikan kalbu, pikiran-pikiran dan kehendakkehendak mereka. Orang-orang baik meminum serbat yang campurannya kafur, mereka minum dari mata air yang mereka alirkan sendiri.

Hakikat Serbat Kafur dan Zanjabil Sebelumnya pun sudah kami uraikan bahwa kata kafur telah digunakan dalam ayat ini dengan maksud tertentu. Sebab, di dalam bahasa Arab kafara artinya adalah menekan serta menutupi. Jadi, ini mengisyaratkan bahwa mereka telah meneguk mangkuk inqitha’ dan ruju’ ilallah (pemutusan dan kembali kepada Allah) dengan ketulusan sedemikian rupa, sehingga kecintaan kepada dunia menjadi dingin sama sekali. Ini merupakan hal prinsip, bahwa segala dorongan nafsu timbul dari keinginan di dalam hati. Dan ketika hati betul-betul jauh dari keinginan-keinginan yang tidak layak serta sedikit pun tidak lagi memiliki kaitan dengannya, maka dorongan-dorongan nafsu itu pun lambat-laun menjadi berkurang hingga akhirnya lenyap. Jadi, di sini demikian jugalah maksud Allah Ta’ala, dan ________________ [165]

“Sesungguhnya, Kami telah menyiapkan bagi orang-orang kafir rantai dan belenggu-leher dari besi dan api yang menyala-nyala.” (QS. Ad-Dahr, 76:5).

[166]

“ Dan barangsiapa buta di dunia ini, maka di akhirat pun ia akan buta juga, dan bahkan akan lebih tersesat dari jalan.” (QS.Bani Israil, 17:73).

123

Filsafat Ajaran Islam

itu jugalah yang Dia jelaskan di dalam ayat tersebut, bahwa orang-orang yang telah tunduk secara sempurna kepada-Nya, mereka telah keluar sangat jauh dari dorongan-dorongan nafsu, dan mereka telah tunduk ke hadapan Tuhan sedemikian rupa, sehingga kalbu mereka menjadi dingin terhadap kesibukan duniawi, dan dorongan-dorongan nafsu mereka telah tertekan tak ubahnya seperti kafur yang menekan unsur-unsur beracun. Kemudian difirmankan, bahwa setelah meneguk mangkuk kafur itu orang-orang tersebut meneguk mangkuk yang campurannya zanjabil. Kini, hendaknya diketahui bahwa zanjabil terdiri dari dua kata, yakni zana dan jabal. Dalam bahasa Arab zana berarti mendaki dan jabal berarti gunung, arti paduannya adalah mendaki gunung. Sekarang hendaknya diketahui, bahwa pada manusia dari saat setelah mengalami suatu penyakit beracun hingga mencapai derajat kesehatan yang tinggi terdapat dua kondisi. Kondisi pertama, ialah ketika gejolak unsur-unsur beracun menjadi lenyap sama sekali dan gejolak unsur-unsur berbahaya mulai membaik dan serangan infeksi telah pulih, dan taufan fatal yang tadinya bergejolak telah mereda. Akan tetapi hingga saat itu tubuh masih lemah, tidak mampu melakukan pekerjaan berat dan jalannya pun masih terhuyung-huyung. Sedangkan kondisi kedua ialah tatkala kesehatan semula telah kembali muncul dan kekuatan terkumpul penuh di dalam tubuh, dan karena kembalinya kekuatan maka timbullah semangat sehingga dengan serta-merta ia mendaki ke atas gunung, dan untuk meluapkan kegembiraan ia berlari-lari di dataran tinggi. Jadi, kekuatan ini diraih pada derajat suluk (jalan ke arah kesempurnaan rohani) yang ketiga. Mengenai kondisi ini Allah Ta’ala mengisyaratkan dalam ayat tersebut, bahwa orang-orang yang sangat dekat dengan Tuhan meneguk mangkuk yang

124

Masalah Pertama

mengandung campuran zanjabil (jahe). Yakni mereka meraih kekuatan penuh kondisi rohani, lalu memanjat puncak-puncak tinggi, dan pekerjaan-pekerjaan sulit dapat diselesaikan oleh tangan mereka, dan mereka memperlihatkan pengorbananpengorbanan yang sangat menakjubkan di jalan Allah.

Khasiat Zanjabil Di sini hendaklah jelas pula bahwa menurut ilmu ketabiban zanjabil merupakan obat yang dalam bahasa Hindi disebut Sunth. Zanjabil banyak memberi kekuatan pada daya panas tubuh dan menghentikan disentri. Dan dinamakan zanjabil karena memberikan kekuatan serta menimbulkan panas sedemikian rupa kepada orang yang lemah, sehingga ia mampu memanjat gunung-gunung. Maksud Allah Ta’ala memaparkan ayat-ayat yang berlawanan arah ini __di satu tempat memaparkan masalah kafur dan di tempat lainnya masalah zanjabil__ adalah untuk menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya, bahwa tatkala manusia bergerak dari dorongan-dorongan nafsu menuju ke arah kebaikan, maka pertama-tama kondisi yang timbul setelah gerakan itu adalah lumpuhnya unsur-unsur beracun yang ia miliki, dan dorongandorongan nafsu mulai berkurang, seperti halnya unsur-unsur beracun yang dilumpuhkan oleh kafur. Oleh karena itu kafur bermanfaat untuk penyembuhan penyakit kolera dan typhus. Dan kemudian ketika gejolak-gejolak unsur-unsur berbahaya telah lenyap sama sekali serta kesehatan rapuh yang bercampur kelemahan telah dicapai, maka tahapan yang kedua adalah orang sakit yang lemah itu akan mendapatkan kekuatan dari serbat zanjabil. Dan serbat zanjabil merupakan perwujudan keindahan serta kecantikan Allah Ta’ala, yang merupakan makanan bagi ruh. 125

Filsafat Ajaran Islam

Apabila manusia memperoleh kekuatan dari perwujudan itu maka ia akan mampu memanjat puncak-puncak yang tinggi serta memperlihatkan pekerjaan-pekerjaan besar yang begitu menakjubkan di jalan Allah Ta’ala. Sebab seseorang sama sekali tidak akan sanggup memperlihatkan pekerjaan demikian selama di dalam hatinya belum terdapat api kecintaan. Jadi, di sini untuk menjelaskan kedua keadaan itulah Allah Ta’ala telah menggunakan kedua kata bahasa Arab tersebut. Pertama kafur, yang berarti sesuatu yang menekan, dan yang kedua zanjabil yang berarti sesuatu yang mendaki. Dan di jalan ini pun bagi para pencari Tuhan terdapat kedua keadaan itu. Ayat selanjutnya adalah: [167]

Yakni, Kami telah menyediakan bagi orang-orang ingkar __ yang tidak mau menerima kebenaran__ rantai-rantai, belenggu leher, dan nyala api yang membakar. Maksud ayat ini ialah barangsiapa yang tidak mencari Tuhan dengan tulus hati mereka akan mendapat siksaan dari Tuhan. Mereka terperangkap dalam jeratan-jeratan dunia sehingga seakan-akan kaki mereka terikat rantai. Dan mereka begitu tunduk kepada urusanurusan dunia sehingga seakan-akan pada leher mereka terdapat sebuah belenggu yang menghalangi mereka untuk menengadah ke langit. Dan hati mereka terbakar oleh api ketamakan serta nafsu untuk mendapatkan kekayaan, untuk memperoleh harta, untuk menguasai negeri tertentu, untuk menaklukkan musuh, untuk mendapatkan sekian banyak uang dan harta. Jadi, dikarenakan Allah Ta’ala telah mendapatkan mereka ________________ [167]

“Sesungguhnya, Kami telah menyiapkan bagi orang-orang kafir rantai dan belenggu-leher dari besi dan api yang menyala-nyala.” (QS. Ad-Dahr, 76:5).

126

Masalah Pertama

dalam kondisi tidak layak dan tenggelam dalam pekerjaanpekerjaan buruk itulah sebabnya ketiga bencana ini Dia letakkan pada mereka. Dan di sini juga diisyaratkan, bahwa apabila manusia melakukan suatu perbuatan maka bersesuaian dengan itu Allah Ta’ala pun dari pihak-Nya melakukan suatu perbuatan. Misalnya, pada saat manusia menutup semua pintu kamarnya maka sesudah perbuatan manusia itu perbuatan Allah Ta’ala adalah Dia akan menciptakan kegelapan di dalam kamar tersebut. Oleh karena hal-hal tersebut di dalam hukum kudrat Allah Ta’ala telah ditetapkan sebagai dampak mutlak bagi perbuatan-perbuatan kita, kesemuanya itu merupakan perbuatan Allah Ta’ala, karena Dia-lah yang merupakan sebab dari segala sebab. Demikian pula misalnya jika seorang menelan racun mematikan maka setelah perbuatan itu perbuatan Allah Ta’ala adalah Dia mematikan orang tersebut. Demikian juga jika seseorang melakukan perbuatan tak senonoh yang dapat mendatangkan penyakit menular maka setelah perbuatan itu Allah Ta’ala adalah Dia akan membuat penyakit menular itu menjangkiti orang tersebut. Jadi, sebagaimana di dalam kehidupan duniawi kita tampak jelas bahwa bagi setiap perbuatan kita terdapat suatu akibat yang mutlak, dan akibat itu merupakan perbuatan Allah Ta’ala, demikian pula berkenaan dengan kerohanian pun berlaku hukum serupa. Sebagaimana Allah Ta’ala dengan jelas berfirman di dalam kedua tamsil berikut: [168] [169]

________________ “ Dan tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut, 29:70). [169] “Maka apabila mereka menyimpang dari jalan yang benar, Allah pun menyebabkan hati mereka menyimpang.” (QS. As-Shaf, 61:6). [168]

127

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, orang-orang yang mengamalkan perbuatan ini –yaitu mereka yang telah berusaha keras mencari Allah Ta’ala– maka bagi perbuatan itu sikap Kami secara mutlak adalah Kami akan menunjukkan jalan Kami kepada mereka. Dan orang-orang yang memilih jalan bengkok serta tidak ingin menempuh jalan lurus maka sikap Kami yang bersesuaian dengan itu adalah Kami akan membengkokkan hati mereka. Kemudian untuk lebih memperjelas keadaan ini Dia berfirman: [170]

Yakni, barangsiapa yang buta di dunia ini maka di akhirat pun ia akan tetap buta, bahkan lebih buruk dari orang-orang buta. Ini mengisyaratkan bahwa bagi hamba-hamba shalih penampakan Tuhan akan tampil di dunia ini juga, dan di sini pulalah mereka meraih penampakkan Sang Kekasih itu, yang untuk-Nya mereka meninggalkan segala sesuatu. Ringkasnya, makna ayat itu adalah bahwa landasan kehidupan surgawi justru tertanam di dunia ini juga, sedangkan (demikian pula) akar kebutaan jahannami terletak di dalam kehidupan kotor lagi jijik yang ada di dunia ini juga. Kemudian Dia berfirman:

[171]

Yakni orang-orang yang beriman dan beramal shalih mereka merupakan pewaris kebun-kebun yang di bawahnya ________________ [170]

“ Dan barangsiapa buta di dunia ini, maka di akhirat pun ia akan buta juga, dan bahkan akan lebih tersesat dari jalan.” (QS.Bani Israil, 17:73).

[171]

“ Dan berilah kabar suka kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh bahwasanya untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.” (QS. Al-Baqarah, 2:26).

128

Masalah Pertama

mengalir sungai-sungai. Di dalam ayat ini Allah Ta’ala telah menamsilkan iman dengan kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.Jadi, jelas di sini telah diungkapkan dalam warna falsafah yang tinggi, bahwa seperti hubungan sungai-sungai dengan kebun demikian pulalah hubungan amal perbuatan dengan iman. Jadi, sebagaimana sebuah kebun tidak dapat hidup dengan subur tanpa air, demikian pula iman tanpa amal shalih tidak dapat dikatakan iman yang hidup. Andaikata iman ada namun tidak ada amal maka sia-sialah keimanan itu. Dan apabila amal perbuatan ada sedangkan iman tidak ada, maka amal perbuatan itu merupakan pamer.Hakikat surga menurut Islam ialah, bahwa surga merupakan bayangan amal dan iman di dunia ini. Surga bukanlah suatu barang baru yang didapat manusia dari luar. Justru surga bagi manusia muncul dari dalam diri manusia sendiri. Dan surga bagi setiap orang merupakan iman dan amal shalihnya, yang sejak di dunia ini juga mulai terasa kelezatannya, serta seluruh kebun iman dan amalamalnya kelihatan secara terselubung. Dan sungai-sungai pun kelihatan. Kebun itu pulalah yang akan terasa secara nyata di alam akhirat. Ajaran suci Allah Ta’ala menerangkan kepada kita bahwa keimanan yang sejati, suci, teguh, dan sempurna –yang bertalian dengan Sifat-sifat dan kehendak-Nya– itu merupakan surga yang indah dan pohon-pohon yang berbuah lebat, sedangkan amal-amal shalih merupakan sungai-sungai surgawi, sebagaimana Dia berfirman:

[172]

________________ [172]

“ Allah membuat perumpamaan satu kalimah yang baik. Kalimah itu seperti sebatang pohon yang baik, yang akarnya kokoh kuat dan cabang-cabangnya menjangkau sampai ke langit. Ia memberikan buahnya pada setiap waktu.” (QS. Ibrahim, 14:25-26).

129

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, kalimah keimanan __yang suci dari segala kelebihan serta kekurangan, cela, cacat, kepalsuan dan kesia-siaan serta sempurna dari segala segi__ adalah ibarat pohon yang terhindar dari segala macam kekurangan, yang akarnya menghunjam ke dalam bumi sedangkan cabang-cabangnya menjangkau langit dan berbuah sepanjang masa, dan tiada musim ketika dahandahannya tidak berbuah. Di dalam uraian ini Allah Ta’ala telah mengibaratkan kalimah keimanan sebagai pohon yang berbuah sepanjang masa, lalu menerangkan tiga tandanya: 1. Tanda pertama, akarnya –yaitu maknanya yang hakiki– menghunjam ke dalam kalbu manusia. Yakni fitrat dan hati nurani manusia telah menerima hakikat dan kemurniannya. 2. Tanda kedua ialah cabang-cabang kalimah itu menjangkau langit. Yakni dia mengandung unsur-unsur logika dan bersesuaian dengan hukum kudrat samawi yang merupakan pekerjaan Tuhan. Artinya, dalil-dalil kebenaran serta kemurniannya dapat dibuktikan melalui hukum kudrat. Kemudian dalil-dalil itu demikian luhurnya sehingga seakanakan ada di langit, yang tidak dapat dijangkau oleh bantahan. 3. Tanda ketiga ialah, buah yang layak untuk dimakan itu selamanya ada dan tidak pernah habis. Yakni, setelah penerapannya secara amalan maka berkat-berkat serta pengaruh-pengaruhnya tampak dan terasa di setiap zaman, tidak hanya muncul di suatu zaman tertentu saja lalu selanjutnya hilang. Kemudian Dia berfirman:

[173]

________________ [173]

“Perumpamaan kalimah yang buruk adalah seperti halnya pohon buruk, yang telah dicabut dari tanah dan tidak mempunyai kemantapan.” (QS. Ibrahim, 14:27).

130

Masalah Pertama

Yakni, kalimah yang buruk adalah ibarat pohon yang tercabut dari bumi, yaitu fitrat manusia tidak menerimanya dan dari segi apa pun tidak dapat berdiri tegak –baik dari segi dalil-dalil logika, dari segi hukum kudrat, maupun dari segi hati nurani. Ia hanya berupa kisah dan dongengan belaka. Dan sebagaimana Al-Quran Syarif telah mengibaratkan iman di alam akhirat sebagai pohon-pohon suci, anggur, delima, dan buahbuah lezat, dan telah Dia uraikan bahwa pada hari itu keimanan tersebut akan menjelma dan tampak dalam bentuk buah-buah tadi maka seperti itu pulalah pohon buruk di akhirat telah Dia namakan Zaqqum, sebagaimana Dia berfirman:

[174]

[175]

Yakni, katakanlah oleh kamu: Apakah kebun-kebun surga yang baik ataukah pohon Zaqqum yang merupakan suatu cobaan bagi orang-orang aniaya? Zaqqum adalah sebuah pohon yang tumbuh dari akar jahannam, yakni yang tumbuh dari ketakaburan dan kesombongan. Itulah akar jahannam. Putiknya berbentuk sedemikian rupa seperti kepala syaitan. ________________ [174]

“Lebih baikkah yang demikian itu sebagai jamuan, ataukah pohon zaqqum? Sesungguhnya, Kami menjadikannya suatu percobaan bagi orang-orang yang aniaya. Sesungguhnya pohon itu sebuah pohon yang tumbuh di dasar neraka; Buahnya seakan-akan seperti kepala ular.” (QS. Ash-Shaffat, 37:63-66).

[175]

“Sesungguhnya pohon zaqqum itu; Akan menjadi makanan orang berdosa; Seperti cairan tembaga, mendidih dalam perut mereka; Sebagai gelagak air mendidih..... “Rasakanlah! Sesungguhnya engkau menganggap diri engkau yang perkasa, yang mulia.”(QS. Ad-Dukhan, 44:44-47,50).

131

Filsafat Ajaran Islam

Syaitan artinya yang binasa. Kata syaitan berasal dari kata syayatha. Jadi, kesimpulannya adalah memakannya berarti suatu kebinasaan. Dan kemudian difirmankan bahwa pohon Zaqqum merupakan makanan bagi orang-orang neraka yang sengaja melakukan dosa. Makanan itu bagaikan cairan tembaga yang akan bergolak di dalam perut seperti air mendidih. Kemudian difirmankan kepada orang neraka (penghuni neraka): “Rasakanlah pohon itu, kamu orang terhormat lagi mulia”. Ini merupakan kalimat kemurkaan yang amat sangat. Maksudnya adalah, “Jika kamu tidak takabur dan mempertimbangkan kemuliaan serta kehormatan kamu sehingga tidak berpaling dari kebenaran, maka pada hari ini tentu kamu tidak akan merasakan kepahitan-kepahitan tersebut!” Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa sebenarnya kata zaqqum merupakan gabungan kata zuq dan am, sedangkan am merupakan ringkasan dari kalimat: [176]

yang di dalamnya terdapat satu huruf pertama......(alif) dan satu huruf akhir......(mim). Dan penggunaan yang berulang kali telah mengubah huruf......(dzal) menjadi......(zai). Kini, kesimpulannya adalah, sebagaimana Allah Ta’ala telah mengibaratkan kalimat-kalimat imaniah dunia ini sebagai surga, demikian pula Dia telah mengibaratkan kalimat-kalimat kekufuran dunia ini dengan zaqqum, dan menetapkannya sebagai pohon neraka. Dan Dia telah menyatakan bahwa akar surga serta akar neraka bermula dari dunia ini juga. Dia berfirman pada tempat lain mengenai neraka sebagai berikut: [177]

________________ “ Sesungguhnya engkau menganggap diri engkau yang perkasa, yang mulia.”(QS. Ad-Dukhan, 44:50). [177] “  Itulah api Allah yang dinyalakan. Yang naik sampai ke hati.” (QS. Al-Humazah, 104:7-8). [176]

132

Masalah Pertama

Yakni, neraka adalah api yang bersumber dari kemurkaan Tuhan dan dikobarkan oleh dosa, dan pertama-tama menguasai hati. Hal itu mengisyaratkan bahwa sumber asli api tersebut ialah kedukaan, kekecewaan, dan derita yang merenggut hati. Sebab segala siksaan rohani bermula dari hati lalu menjalari sekujur tubuh. Kemudian di tempat lain Dia berfirman: [178]

Yakni, bahan bakar api neraka yang membuat api itu terus menerus berkobar terdiri dari dua bahan. Pertama, adalah manusia yang meninggalkan Tuhan hakiki dan menyembah benda-benda lain, atau atas kehendak sendiri membuat diri mereka disembah, sebagaimana Dia berfirman: [179]

Yakni, “kamu dan sembahan-sembahan palsu kamu –yang merupakan manusia tetapi disebut tuhan– akan dilemparkan ke dalam Jahannam.” Bahan bakar yang kedua bagi neraka adalah berhala-berhala. Artinya adalah jika kedua benda ini tidak ada maka neraka pun tidak akan ada. Jadi, dari seluruh ayat ini nyatalah bahwa di dalam Kalam Suci Allah Ta’ala surga dan neraka tidaklah sama seperti dunia jasmani ini, melainkan pangkal dan sumber keduanya adalah perkara-perkara rohani. Ya, benda-benda itu di alam akhirat akan nampak dalam bentuk jasmani, akan tetapi di alam jasmani ini tidak akan demikian. ________________ [178]

“Yang bahan bakarnya manusia dan batu.” (QS. Al-Baqarah, 2:25).

[179]

“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah bahan bakar neraka jahanam.”(QS. Al-Albiya, 21:99).

133

Filsafat Ajaran Islam

Sarana Untuk Menciptakan Hubungan Ruhani Yang Sempurna Dengan Allah Ta’ala. Sekarang kami kembali kepada tujuan semula, mengatakan bahwa sarana untuk menciptakan hubungan ruhani dan hubungan yang sempurna dengan Allah Ta’ala yang diajarkan Al-Quran Syarif kepada kita adalah Islam dan doa Al-Fatihah. Yakni, pertama-tama mewakafkan seluruh hidup kita di jalan Allah dan kemudian senantiasa memanjatkan doa yang telah diajarkan kepada orang-orang Islam dalam surah Al-Fatihah. Kedua hal ini merupakan intisari Islam. Islam dan doa AlFatihah merupakan suatu sarana mulia untuk mencapai Allah di dunia dan untuk mereguk air keselamatan hakiki. Bahkan inilah sarana yang telah ditetapkan oleh hukum kudrat untuk meraih kemajuan tertinggi bagi manusia dan untuk memperoleh perjumpaan Ilahi. Dan yang menemukan Allah adalah mereka yang masuk ke dalam api ruhani makna Islam dan yang senantiasa memanjatkan doa Al-Fatihah. Apakah Islam itu? Islam adalah api menyala yang membakar kehidupan rendah kita dan menghanguskan berhala-berhala palsu kita lalu mempersembahkan pengorbanan jiwa kita, harta kita, dan kehormatan kita di hadapan Sang Sembahan Yang Mahabenar dan Mahasuci. Setelah masuk ke dalam air yang demikian kita meminum air kehidupan yang baru. Dan segenap kekuatan ruhani kita lekat menyatu dengan Allah sedemikian rupa, bagai seutas tali yang diikatkan dengan tali lainnya. Bagai api halilintar, dari dalam diri kita muncul sebuah api dan sebuah api lagi turun kepada kita dari atas. Dengan bertemunya kedua kobaran api itu segenap hawa-nafsu dan kecintaan kita terhadap wujud-wujud lain selain Allah menjadi hangus terbakar, dan kita menjadi mati dari kehidupan pertama kita. 134

Masalah Pertama

Berdasarkan Al-Quran Syarif, keadaan ini dinamakan Islam. Melalui Islam dorongan-dorongan hawa-nafsu kita mengalami maut (kematian), dan kemudian melalui doa kita memperoleh kehidupan baru. Untuk kehidupan kedua ini keberadaan ilham Ilahi adalah penting. Pencapaian pada derajat itulah yang dinamakan Liqa Ilahi, yakni perjumpaan dengan Allah. Setelah mencapai derajat ini manusia meraih suatu kedekatan dengan Allah Ta’ala, sehingga seakan-akan manusia melihat-Nya dengan mata, dan si manusia itu diberi kekuatan. Seluruh indera serta segala kemampuan batinnya dicemerlangkan, dan daya tarik kehidupan suci mulai berlangsung dengan sangat dahsyat. Setelah memasuki derajat ini, Allah Ta’ala menjadi mata yang dengan itu ia melihat, dan menjadi lidah yang dengan itu ia berkata-kata, menjadi tangan yang dengan itu ia menyerang, menjadi telinga yang dengan itu ia mendengar, menjadi kaki yang dengan itu ia berjalan. Mengisyaratkan kepada derajat itulah Allah Ta’ala berfirman:. [180]

Tangannya (Muhammads.a.w.) merupakan Tangan Allah Ta’ala yang di atas tangan-tangan mereka. Dan demikian pula Dia berfirman: [181]

Yakni, yang engkau lemparkan bukan engkau yang melemparkan melainkan Allah-lah yang telah melemparkan. ________________ [180]

“ Tangan Allah ada di atas tangan mereka.” (QS. Al-Fatah, 48:11).

[181]

“ Dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah yang melempar.”(QS. Al-Anfal, 8:18).

135

Filsafat Ajaran Islam

Ringkasnya, pada derajat ini timbul keterpaduan yang sempurna dengan Allah Ta’ala. Dan kehendak suci Allah Ta’ala mengalir di dalam urat-urat nadi ruh, dan kekuatan-kekuatan akhlak yang tadinya lemah, pada derajat ini tampak bagaikan gunung-gunung yang kokoh. Akal dan firasat menjadi sangat peka. Inilah makna ayat yang difirmankan Allah Ta’ala: [182]

Pada derajat ini sungai-sungai kecintaan dan keasyikan bergejolak sedemikian rupa, sehingga mati untuk Allah Ta’ala, menanggung ribuan penderitaan, dan kehilangan kehormatan demi Allah menjadi begitu mudahnya, seperti mematahkan sebuah ranting yang kecil. Ia ditarik terus menerus ke arah Allah Ta’ala dan ia tidak tahu siapa yang sedang menariknya. Sebuah Tangan gaib senantiasa menuntunnya, dan memenuhi Kehendak Allah Ta’ala merupakan tujuan utama hidupnya. Pada derajat ini Allah Ta’ala nampak sangat dekat, sebagaimana Dia telah berfirman: [183]

Yakni, Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. Dalam kondisi ini, orang yang memiliki derajat tersebut adalah bagaikan buah matang yang dengan sendirinya jatuh dari pohon. Seperti itulah segenap hubungan rendah yang dimiliki orang, pada derajat tersebut menjadi lenyap. Ia akan memiliki hubungan yang sangat dalam dengan Allah Ta’ala dan menjadi jauh dari makhluk, serta meraih berkata-kata dan bercakap________________ “ Dan yang Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham.” (QS. Al-Mujadilah, 58:23). [183] “Dan Kami bahkan lebih dekat kepadanya daripada urat-leher-nya.” (QS. Qaf, 50:17). [182]

136

Masalah Pertama

cakap dengan Allah Ta’ala. Sekarang pun pintu-pintu untuk mencapai derajat tersebut masih terbuka sebagaimana telah terbuka pada masa dahulu. Dan sekarang pun karunia Allah Ta’ala masih menganugerahkan nikmat ini kepada para pencari sebagaimana dahulu Dia anugerahkan. Akan tetapi jalan ini tidak dapat dicapai hanya dengan ucapan-ucapan kosong, dan pintu ini tidak dapat terbuka dengan ocehan dan bualan belaka. Banyak yang mendambakannya namun sedikit sekali yang berhasil mendapatkannya. Apa yang menyebabkannya demikian? Sebabnya adalah derajat ini sangat bertumpu pada kerja keras dan upaya yang sungguh-sungguh. Teruslah bicara sampai Hari Kiamat, apalah yang dapat diperoleh! Dengan jujur melangkahkan kaki ke atas api ini –yang justru karena sangat takut terhadapnya orang-orang lain pada berlarian– adalah syarat pertama jalan itu. Jika tidak ada upaya gigih dalam bentuk amalan maka sekedar berceloteh tidaklah berarti apaapa. Berkenaan dengan itu Allah Ta’ala berfirman:

[184]

Yakni, jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku dimanakah Aku? maka katakanlah kepada mereka, “Dia sangat dekat kepada kamu.” Aku mengabulkan doa mereka yang memanjatkan doa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka mencari perjumpaan dengan-Ku melalui doa-doa dan beriman kepadaKu supaya mereka sukses (QS.Al-Baqarah, 2:187). ________________ [184]

“ Dan, apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, katakanlah “Sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia mendoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka menyambut seruan-Ku dan beriman kepada-Ku supaya mereka mengikuti jalan yang benar” (QS. Al-Baqarah, 2:187).

137

Filsafat Ajaran Islam

138

MASALAH KEDUA

Keadaan Manusia Sesudah Mati Keadaan manusia sesudah mati itu sesungguhnya bukanlah suatu keadaan baru, melainkan keadaan-keadaan di alam dunia ini juga yang dinampakkan lebih jelas. Apa pun akidah yang dianut dan amal-amal yang dikerjakan manusia –yang baik maupun yang buruk– di alam dunia ini tersembunyi dalam diri manusia, dan obat penangkalnya atau pun racunnya memberi dampak terselubung pada diri manusia. Akan tetapi di alam mendatang tidaklah demikian keadaannya, melainkan segala keadaan itu secara terbuka akan menampakkan wajahnya. Contohnya dapat ditemukan di alam mimpi. Yakni sesuatu yang mempengaruhi tubuh manusia di alam mimpi akan nampak dalam bentuk jasmani. Apabila seseorang akan terserang demam tinggi maka acap kali di dalam mimpinya nampak api dan kobaran api. Apabila ia terserang influenza ia melihat dirinya di dalam air. Ringkasnya, sebagaimana tubuh telah melakukan persiapan terhadap penyakit-penyakit maka keadaan-keadaan itu akan nampak di alam mimpi dalam bentuk tamsil. Jadi, dengan menelaah untaian mimpi-mimpi setiap manusia dapat memahami bahwa demikian jugalah sunnah Allah di alam 139

Filsafat Ajaran Islam

ukhrawi. Sebab sebagaimana mimpi menimbulkan suatu perubahan tersendiri dalam diri kita, lalu menampakkan unsurunsur rohani dalam bentuk jasmani, demikian jugalah yang akan berlaku di alam jasmani. Dan pada hari itu amal perbuatan kita dan buah-buahnya akan tampil secara jasmani. Dan segala sesuatu yang terselubung akan kita bawa bersama dari alam ini, pada hari itu semuanya akan tampak nyata di hadapan kita. Dan sebagaimana manusia menyaksikan berbagai macam tamsil di alam mimpi –dan tidak pernah menganggap itu sebagai tamsil, bahkan ia meyakininya sebagai benda-benda nyata– demikian pula yang akan berlaku di alam ukhrawi. Bahkan Allah Ta’ala melalui tamsil-tamsil akan memperlihatkan kudrat-Nya yang baru. Dikarenakan itu merupakan kudrat yang kamil (sempurna) maka jika pun kita tidak menyebutnya sebagai tamsil-tamsil –dan mengatakan hal itu sebagai suatu kelahiran baru kudrat Tuhan– maka ungkapan itu sangat benar, tepat, dan betul. Allah Ta’ala berfirman: [185]

Yakni, seorang manusia yang beramal shalih tidak mengetahui nikmat-nikmat apa saja yang tersembunyi baginya. Jadi, Allah Ta’ala telah menyatakan bahwa nikmat-nikmat itu tersembunyi, yang tidak ada contohnya di antara nikmatnikmat dunia. Ini suatu kenyataan bahwa nikmat-nikmat dunia tidaklah tersembunyi dari kita. Kita mengetahui susu, delima, anggur, dan lain-lain serta kita senantiasa memakan bendabenda itu. Jadi, dari itu diketahui bahwa nikmat-nikmat bagi ________________ [185]

“Dan tiada seorang pun mengetahui, penyejuk mata apa yang dibiarkan tersembunyi dari mereka.” (QS. As-Sajdah, 32:18).

140

Masalah Kedua

manusia yang beramal shalih adalah lain, dan namanya saja yang sama dengan benda-benda ini. Jadi, barangsiapa yang menganggap bahwa surga seperti kumpulan benda-benda dunia berarti dia tidak memahami Al-Quran Syarif satu huruf pun. Dalam penjelasan ayat ini –yang baru saja saya sebutkan– Junjungan kita Nabi Muhammads.a.w. bersabda bahwa surga dan nikmat-nikmatnya merupakan benda-benda yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pula pernah terlintas dalam hati. Padahal nikmat-nikmat dunia kita saksikan dengan mata dan juga kita dengan dengan telinga serta di dalam hati pun nikmat-nikmat itu terlintas. Jadi, tatkala Allah dan Rasul-Nya menyatakan benda-benda itu sebagai benda-benda asing maka kita jauh meninggalkan Al-Quran Syarif, jika kita beranggapan bahwa di dalam surga nanti yang akan ada ialah susu dunia ini juga, yang diperah dari kerbau dan sapi-sapi, seakan-akan di sana terdapat bergerombol-gerombol ternak penghasil susu. Di atas pohonpohon bergelayutan sarang-sarang lebah, dan malaikat-malaikat mencari lalu mengambil madu, kemudian menuangkannya ke dalam sungai-sungai. Apakah pemikiran-pemikiran serupa itu sesuai dengan ajaran ini? Yaitu ajaran yang di dalamnya terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa benda-benda itu mencahayai ruh serta melipat-gandakan makrifat Ilahi dan merupakan makanan rohani. Walaupun seluruh gambaran makan-makan itu telah diungkapkan dalam bentuk jasmani, namun beriringan dengan itu telah dijelaskan bahwa sumber utama benda-benda tersebut adalah ruh dan kebenaran. Janganlah ada yang beranggapan demikian dengan alasan bahwa di dalam ayat Al-Quran Syarif berikut ini didapati bahwa nikmat-nikmat yang akan dianugerahkan di surga itu akan dikenali oleh para ahli surga

141

Filsafat Ajaran Islam

setelah melihatnya, sebab nikmat-nikmat itu telah mereka peroleh juga sebelumnya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

[186]

Yakni, sampaikanlah kabar suka kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan yang tak mempunyai cela sedikit pun, bahwa mereka adalah pewaris surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di akhirat, ketika mereka akan mendapatkan buah-buahan yang telah mereka peroleh dari pohon dalam kehidupan di dunia ini juga, mereka akan bekata, “Ini jugalah buah-buahan yang telah diberikan kepada kami dahulu”, sebab mereka akan mendapatkan buah-buahan itu sama dengan buah-buahan sebelumnya. Anggapan bahwa yang dimaksud buah-buahan yang dahulu itu merupakan nikmat-nikmat jasmani di dunia adalah keliru sekali serta sungguh bertentangan dengan arti dan logika ayat sebenarnya dari ayat terdahulu. Melainkan dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan bahwa orang-orang yang beriman dan beramal shalih mereka telah membangun sebuah surga dengan tangan mereka sendiri, yang pohon-pohonnya adalah iman dan sungai-sungainya adalah amal shalih. Buah-buah surga yang demikian itulah yang akan mereka makan di masa ________________ [186]

“ Dan berilah kabar suka kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh bahwasanya untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali bila diberikan kepada mereka sebagian buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, berkata mereka, “Inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu,” dan akan diberikan kepada mereka yang hampir serupa.” (QS. Al-Baqarah, 2:26).

142

Masalah Kedua

mendatang, dan buah-buah itu akan lebih nyata dan lebih lezat. Dan dikarenakan mereka secara rohani telah memakan buahbuah itu di dunia, karena itu mereka akan mengenali buah-buah tersebut di alam nanti serta mereka akan berkata, “Tampaknya ini adalah buah-buah yang pernah kami makan sebelumnya”, dan mereka akan menemukan buah-buah tersebut sama seperti makanan mereka dahulu. Jadi, ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa orang-orang yang biasa memakan makanan kecintaan serta kasih-sayang Tuhan di dunia, makanan itu jugalah yang akan mereka dapati nanti dalam bentuk jasmani. Dan dikarenakan mereka telah mencicipi kelezatan cinta dan kasih-sayang serta mengetahui benar keadaannya, oleh sebab itu ruh mereka akan ingat kembali zaman lampau. Yaitu tatkala mereka duduk menyendiri di pojok-pojok tertentu mengenang Kekasih Hakiki mereka dengan kecintaan di dalam kegelapan malam, dan mereka menikmati kenangan itu. Ringkasnya, di sini makanan-makanan jasmani tidak disinggung sedikit pun. Sekiranya di dalam hati seseorang timbul pemikiran –bahwa sejak di dunia orang-orang arif sudah memperoleh makanan-makanan itu secara rohani, maka bagaimana mungkin dapat dinyatakan benar bila mengatakan bahwa itu adalah nikmat-nikmat yang tidak pernah terlihat oleh siapa pun di dunia, tidak pernah terdengar, dan tidak pernah terlintas di dalam hati seseorang, sehingga dalam hal demikian timbul pertentangan di antara kedua ayat tersebut?– maka jawabannya adalah bahwa pertentangan itu baru akan timbul jika yang dimaksud didalam ayat ini adalah nikmat-nikmat dunia. Padahal pada ayat ini yang dimaksudkan bukan nikmatnikmat dunia. Apa pun yang diperoleh seorang arif dalam bentuk makrifat, itu pada hakikatnya merupakan nikmat alam ukhrawi yang contohnya telah diperlihatkan terlebih dahulu untuk membangkitkan seleranya. 143

Filsafat Ajaran Islam

Hendaknya diingat, bahwa orang yang mempunyai hubungan dengan Tuhan bukanlah berasal dari dunia –itulah sebabnya dunia membencinya– melainkan dia berasal dari langit oleh karena itu ia menerima nikmat-nikmat samawi (langit/rohani). Jadi, memang benar bahwa nikmat-nikmat tersebut tersembunyi dari telinga, hati dan mata dunia. Akan tetapi seseorang yang kehidupan duniawinya telah mengalami maut (kematian) dan mangkuk itu diminumkan kepadanya secara ruhani –yaitu mangkuk yang di alam ukhrawi akan dinikmati secara jasmani– maka saat itu akan teringat olehnya bahwa mangkuk itu jugalah yang akan diberikan kepadanya dalam bentuk jasmani. Akan tetapi ini pun benar, bahwa ia dari segi mata dan telinga dunia akan dianggap tidak tahu menahu perihal nikmat tersebut. Dikarenakan ia dahulu berada di dunia –namun bukan dari kalangan dunia– oleh karena itu ia pun akan memberikan kesaksian bahwa nikmat-nikmat ukhrawi tersebut bukanlah nikmat-nikmat duniawi. Ketika di dunia matanya tidak pernah melihat nikmat semacam itu, tidak pula telinganya pernah mendengar nikmat demikian dan tidak pernah terlintas di hati. Akan tetapi di sisi kehidupan kedua dia telah menyaksikan contoh-contoh nikmat ukhrawi yang bukan berasal dari dunia, melainkan yang merupakan suatu kabar dari alam yang akan datang. Ia mempunyai hubungan serta kaitan dengan alam itu, sedangkan dengan dunia sedikit pun ia tidak mempunyai kaitan.

Tiga Makrifat Al-Quran Syarif Mengenai Alam Akhirat Kini, sebagai kaidah umum hendaknya diingat juga bahwa kondisi-kondisi yang tampil sesudah kematian telah dibagi oleh Al-Quran Syarif ke dalam tiga macam. Dan ketiga makrifat 144

Masalah Kedua

Al-Quran Syarif mengenai alam akhirat itu kami uraian di sini secara terpisah-pisah.

Rahasia Makrifat Pertama Rahasia makrifat pertama ialah, Al-Quran Syarif berulang-ulang mengatakan bahwa alam akhirat bukanlah suatu barang baru, melainkan segala pemandangannya merupakan pantulan dan dampak-dampak kehidupan di dunia ini juga, sebagaimana Dia berfirman:

[187]

Yakni, di dunia ini juga Kami telah mengikat dampak amal perbuatan setiap orang pada lehernya, dan dampak-dampak terselubung itulah yang akan Kami jelmakan pada Hari Kiamat, dan Kami akan memperlihatkan dalam bentuk sebuah daftar amal perbuatan yang terbuka. Di dalam ayat ini terdapat kata thaairun, maka hendaklah jelas bahwa sebenarnya thaairun itu berarti “burung”, lalu secara kiasan diartikan juga sebagai amal perbuatan. Sebab setiap amal –yang baik maupun yang buruk– setelah dilakukan akan terbang seperti burung. Jerih-payahnya ataupun kelezatan amal itu akan sirna sedangkan kekotoran atau pun kebaikannya akan membekas di hati. Ini merupakan kaidah Al-Quran Syarif bahwa setiap amal terus membekas jejak-jejaknya secara terselubung. Bagaimana pun bentuk amal perbuatan manusia sesuai dengan itu Allah Ta’ala akan memperlihatkan perbuatan-Nya. Dan perbuatan ________________ [187]

“ Dan amalan-tiap-tiap manusia, Kami ikatkan pada batang lehernya; dan pada hari kiamat akan Kami keluarkan baginya kitab yang akan didapatinya terbuka lebar..” (QS. Bani Israil, 17:14).

145

Filsafat Ajaran Islam

Ilahi itu tidak akan membiarkan dosa atau kebaikan tersebut menjadi sia-sia, melainkan jejak-jejaknya akan dituliskan pada hati, wajah, mata, tangan, kaki. Inilah yang secara terselubung merupakan daftar suatu amal perbuatan, yang akan zahir secara terbuka pada kehidupan akhirat. Kemudian berkenaan dengan para penghuni surga di tempat lain Dia berfirman:

[188]

Yakni, pada hari itu pun cahaya keimanan yang diperoleh orang-orang mukmin secara terselubung akan tampak berlarilari secara terbuka di depan dan di kanan mereka. Di tempat lain Dia berfirman kepada orang-orang yang berbuat buruk:

[189]

________________ [188]

“ Dan bayangkanlah hari itu, ketika engkau akan melihat laki-laki mukmin dan perempuan mukmin, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka.” (QS. Al-Hadid, 57:13).

[189]

“ Persaingan satu sama lain di antaramu dalam usaha memperbanyak kekayaan duniawi membuat kamu lalai dari Allah. Hingga kamu sampai ke kuburan. Sekalikali tidak demikian! Kamu akan segera mengetahui kebenaran. Lagi, sekali-kali tidak demikian! Kamu akan segera mengetahui. Sekali-kali tidak! Andaikata kamu mengetahui ilmu yang meyakinkan.; Tentulah kamu akan melihat neraka jahanam di dunia ini juga. Kemudian kamu tentu akan melihatnya di akhirat dengan mata yakin. Kemudian, pada hari itu kamu niscaya akan diminta pertanggungjawaban tentang nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan kepadamu.” (QS. At-Takatsur, 102:2-9).

146

Masalah Kedua

Yakni, keinginan dan ketamakan berlebih-lebihan akan dunia telah merintangi kamu mencari akhirat hingga kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah lekatkan hati kamu kepada dunia. Kamu segera akan mengetahui bahwa melekatkan hati pada dunia tidaklah baik. Sekali lagi Aku mengatakan bahwa segera kamu akan mengetahui melekatkan hati pada dunia tidaklah baik. Jikalau kamu memperoleh ilmu yang pasti niscaya di dunia ini juga kamu akan melihat neraka, kemudian di alam Barzakh kamu akan melihat dengan penglihatan-penglihatan yang pasti, lalu kamu akan diminta pertanggungjawaban sepenuhnya pada Hari Kebangkitan, dan azab dalam bentuk penuh akan menimpa diri kamu. Dam bukan hanya melalui ucapan saja melainkan melalui kondisi itu sendiri kamu akan memperoleh pengetahuan tentang neraka.

Tiga Macam Ilmu Di dalam ayat-ayat ini Allah Ta’ala menerangkan dengan jelas bahwa bagi orang-orang jahat di dunia ini ada kehidupan neraka terselubung. Dan jika mereka memperhatikannya mereka akan melihat nerakanya masing-masing di dunia ini juga. Dan di sini Allah Ta’ala membagi ilmu dalam tiga tingkat, yakni: ‘IlmulYaqin, ‘Ainul Yaqin dan Haqqul-Yaqin. Agar umum memahami, berikut ini adalah contoh-contoh ketiga ilmu tersebut. Misalnya, jika seseorang melihat dari jauh kepulan asap tebal di suatu tempat, maka pikirannya menghubungkan kenyataan tersebut kepada api dan ia yakin bahwa di sana ada api, karena antara asap dan api ada hubungan yang tidak terpisahkan. Di mana ada asap di sana pasti ada api. Ringkasnya, pengetahuan yang demikian dinamakan ‘IlmulYaqin. Kemudian ketika dilihatnya nyala api maka pengetahuan demikian dinamakan ‘Ainul-Yaqin, sedangkan jika ia sendiri 147

Filsafat Ajaran Islam

masuk ke dalam api, pengetahuan demikian dinamakan HaqqulYaqin. Jadi, Allah Ta’ala berfirman bahwa ‘Ilmul-Yaqin tentang adanya neraka dapat diperoleh di dunia ini juga, kemudian di alam Barzakh akan diperoleh ‘Ainul-Yaqin, dan pada Hari Kebangkitan pengetahuan itu juga yang akan sampai pada tingkat sempurna yaitu Haqqul-Yaqin.

Tiga Alam Di sini hendaknya jelas bahwa menurut Al-Quran Syarif terbukti ada tiga macam alam: (1) A  lam pertama ialah dunia yang dinamakan Alam Kasab (alam usaha) dan Nisya Ula (alam kejadian pertama). Di dunia inilah manusia melakukan kebaikan atau keburukan. Walaupun di alam kebangkitan akan ada kemajuankemajuan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan, tetapi itu hanyalah merupakan karunia Tuhan. Di sini tidak ada campur-tangan upaya manusia. (2) A  lam kedua dinamakan Barzakh. Sebenarnya kata Barzakh di dalam bahasa Arab ditujukan kepada sesuatu yang ada di tengah-tengah dua benda. Jadi dikarenakan periode ini ada di antara alam kebangkitan dan alam kejadian pertama (Nisya Ula) untuk itulah dinamakan Barzakh. Akan tetapi kata itu sejak awal dan sejak dunia diciptakan telah digunakan untuk menunjukkan alam pertengahan. Oleh sebab itulah di dalam kata tersebut terselubung suatu kesaksian agung tentang adanya alam pertengahan itu. Kami telah membuktikan di dalam buku Minan-ur-Rahmãn bahwa perkataan-perkataan bahasa Arab adalah keluar dari mulut Tuhan, dan inilah satu-satunya bahasa di dunia yang 148

Masalah Kedua

merupakan bahasa Tuhan Yang Mahasuci, bahasa yang sudah ada sejak awal, sumber segala Ilmu Pengetahuan, induk segala bahasa, dan merupakan singgasana awal dan terakhir bagi wahyu Tuhan. Dikatakan sebagai singgasana awal bagi wahyu Tuhan, karena seluruh bahasa Arab merupakan Kalam Tuhan yang sejak dari awal menyertai Tuhan. Kemudian Kalam itu turun ke dunia dan dunia telah menjadikannya sebagai bahasa mereka. Dan dikatakan sebagai singgasana terakhir bagi wahyu Ilahi, karena Kitab terakhir Allah Ta’ala –yaitu Al-Quran Syarif– telah diturunkan dalam bahasa Arab. Jadi, kata Barzakh berasal dari bahasa Arab dan merupakan paduan dari kata.........(zakhkhã) dan........(barra), yang artinya “jalan upaya untuk beramal sudah berakhir dan sudah masuk ke dalam suatu kondisi yang terselubung”. Keadaan Barzakh adalah suatu keadaan ketika wujud manusia yang fanã (tidak kekal) ini menjadi terurai, ruh terpisah dan tubuh pun terpisah. Sebagaimana yang nampak yaitu tubuh dimasukkan ke dalam suatu lubang sedangkan ruh dimasukkan ke dalam semacam lubang juga, seperti yang terungkap dari kata zakhkhã. Sebab ruh tidak dapat melakukan perbuatan baik mau pun buruk, seperti yang biasa dilaksanakannya ketika mempunyai pertalian dengan tubuh. Adalah jelas bahwa sempurnanya kesehatan ruh bergantung pada tubuh. Akibat luka pada satu bagian tertentu di otak maka daya ingat menjadi hilang, sedangkan akibat cedera pada bagian lainnya kemampuan berpikir menjadi hilang dan segala kesadaran jadi lenyap. Dan apabila di dalam otak terjadi kekejangan, bengkak, atau penggumpalan darah, atau penggumpalan zat lain –sehingga timbul penyempitan yang bersifat sementara atau permanent– maka seketika itu juga dapat mengakibatkan pingsan, ayan, atau serangan lumpuh.

149

Filsafat Ajaran Islam

Jadi, pengalaman kita sejak dulu mengajarkan secara pasti bahwa ruh kita tanpa adanya hubungan dengan tubuh sama sekali tidak akan berarti. Oleh karena itu amat keliru jika kita beranggapan bahwa pada waktu tertentu ruh kita secara mandiri –tanpa disertai tubuh– dapat memperoleh kebahagiaan. Jika mempercayainya sebagai suatu cerita, silakan, tetapi secara akal tidak ada dalilnya. Kami sama sekali tidak dapat mengerti bahwa ruh –yang tidak berdaya akibat gangguan-gangguan kecil pada tubuh– bagaimana mungkin pada hari itu akan berada dalam keadaan sempurna, padahal hubungannya dengan tubuh diputuskan sama sekali. Tidakkah pengalaman sehari-hari mengajarkan kepada kita bahwa untuk kesehatan ruh mutlak adanya kesehatan tubuh? Tatkala seseorang di antara kita menjadi tua-renta maka beriringan dengan itu ruhnya menjadi tua. Seluruh kekayaan ilmu pengetahuannya hilang termakan oleh usia lanjut, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: [190]

Yakni, sesudah manusia menjadi tua sampailah ia kepada keadaan ia lupa sama sekali kepada ilmu yang pernah diperolehnya. Jadi, kesaksian kita ini cukup menjadi dalil atas kenyataan bahwa ruh tanpa tubuh tidak akan bermakna sama sekali. Kemudian pemikiran ini pun menarik perhatian manusia kepada hakikat, bahwa seandainya ruh tanpa tubuh merupakan sesuatu yang bermakna maka perbuatan Tuhan –tanpa alasan– mengaitkan (menghubungkan) ruh dengan tubuh yang fanã (tidak kekal) ini menjadi sia-sia. Dan patut pula direnungkan bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan manusia untuk meraih kemajuan-kemajuan tak terbatas. Jadi kalau dalam keadaan ________________ [190]

“ Sehingga mereka tidak mengetahui lagi sedikit pun setelah mereka mempunyai pengetahuan sebelum itu.” (QS. Al-Hajj, 22:6).

150

Masalah Kedua

hidup yang singkat ini saja kemajuan-kemajuan tidak dapat dicapai ruh tanpa keikut-sertaan tubuh, maka bagaimana mungkin dapat diharapkan bahwa kemajuan yang tidak terbatas dan tanpa tepi itu mampu dicapai ruh tanpa keikutsertaan tubuh? Jadi, dari semua keterangan ini terbukti bahwa –menurut prinsip Islam– untuk terlaksananya pekerjaan-pekerjaan ruh secara sempurna, keikutsertaan tubuh pada ruh adalah kekal. Walaupun tubuh yang fanã (tidak kekal) ini sesudah mati akan terpisah dari ruh, tetapi di alam barzakh tiap-tiap ruh akan mendapat suatu tubuh sementara guna mencicipi cita-rasa buah amal perbuatannya. Tubuh tersebut bukanlah dari jenis tubuh ini melainkan ia dipersiapkan dari suatu Nur (cahaya), atau kebalikannya, dari kegelapan, sesuai dengan keadaan amal perbuatan. Seolah-olah di alam Barzakh itu keadaan-keadaan amal manusia menjalankan peran sebagai tubuh. Demikianlah berkali-kali disebutkan dalam Kalam Ilahi bahwa sebagian dinyatakan tubuh cahaya dan sebagian lagi dinyatakan tubuh kegelapan, yang terbentuk dari cahaya amal perbuatan atau dari kegelapan amal perbuatan. Kendati pun rahasia ini amat mendalam akan tetapi bukanlah tidak masuk akal. Seorang insan kamil (manusia sempurna) di dalam kehidupan di dunia ini juga dapat memperolah suatu tubuh cahaya di samping tubuh kasarnya. Dan di dalam kasyaf banyak terdapat contohcontohnya. Meski pun sulit memberikan pemahaman kepada orang-orang yang akalnya terbatas pada pengetahuan lahiriah saja, namun orang-orang yang pernah mengalami sebagian alam kasyaf mereka tidak akan heran melihat tubuh semacam itu yang dipersiapkan dari amal perbuatan, bahkan mereka akan merasakan kelezatan dalam masalah ini. Ringkasnya, tubuh yang diperoleh berdasarkan kondisi amal perbuatan itulah yang akan menjadi faktor ganjaran baik 151

Filsafat Ajaran Islam

dan buruk alam barzakh. Saya mempunyai pengalaman dalam hal ini. Acap kali secara kasyaf –dalam keadaan sadar– saya mendapat kesempatan berjumpa dengan beberapa orang yang sudah meninggal dunia, dan saya melihat tubuh beberapa orang fasiq (durhaka) serta orang sesat demikian hitamnya sehingga seakan-akan tubuh mereka itu terbuat dari asap. Ringkasnya, saya secara pribadi cukup mengenal kawasan ini, dan dengan tegas saya katakan –seperti yang telah difirmankan oleh Allah Ta’ala– pasti akan demikian, bahwa sesudah mati setiap orang akan mendapat satu tubuh, baik berupa cahaya maupun kegelapan. Adalah kekeliruan manusia jika ia ingin membuktikan makrifat yang sangat halus ini hanya dengan perantaraan akal belaka, melainkan hendaknya dimaklumi bahwa sebagaimana mata tidak dapat menyatakan cita-rasa makanan manis, dan tidak pula lidah dapat melihat sesuatu, demikian pulalah ilmuilmu ukhrawi –yang dapat diperoleh melalui kasyaf-kasyaf suci– tidak akan dapat diraih hanya dengan melalui perantaraan akal belaka. Allah Ta’ala telah menetapkan sarana-sarana tertentu secara terpisah untuk mengetahui hal-hal yang tidak berwujud di dunia ini. Jadi, carilah tiap sesuatu melalui sarananya masingmasing maka barulah akan kalian dapatkan. Satu hal lagi yang patut diingat, bahwa Tuhan telah menamakan di dalam Kalam-Nya orang-orang yang jahat dan sesat sebagai orang mati, dan menyatakan orang-orang yang beramal shalih sebagai orang hidup. Rahasianya ialah, orang-orang yang telah melupakan Allah Ta’ala, sarana-sarana kehidupan mereka –yang digunakan untuk memuaskan nafsu makan, minum, dan syahwat– telah terputus dan mereka tidak memperoleh makanan rohani sedikitpun. Jadi, pada hakikatnya mereka telah mati, dan mereka akan dibangkitkan hanya untuk memikul azab belaka. Ke arah rahasia inilah Allah Ta’ala mengisyaratkan sebagaimana Dia berfirman: 152

Masalah Kedua

[191]

Yakni, barangsiapa yang datang kepada Tuhan dalam keadaan berdosa baginya disediakan tempat di dalam neraka jahanam, di dalamnya ia tidak akan mati dan tidak pula akan hidup. Akan tetapi orang-orang yang mencintai Allah tidak mati oleh maut, sebab minuman dan makanan mereka ada beserta mereka. (3) A  lam Ketiga dinamakan Alam Kebangkitan. Sesudah Alam Barzakh kemudian datanglah zaman yang dinamakan Alam Kebangkitan. Pada masa ini setiap ruh –yang baik maupun yang buruk, yang shalih maupun yang fasiq (durhaka)– akan mendapat tubuh nyata, dan Hari itu telah ditetapkan untuk penampakan-penampakan Tuhan seutuhnya, ketika setiap insan akan mengenali Wujud Tuhan dengan sejelasjelasnya, dan setiap orang akan mencapai titik akhir ganjarannya.  Hendaknya jangan heran mengapa Tuhan akan berbuat demikian, sebab Dia memiliki segala kekuasaan. Apa yang dikehendaki-Nya dikerjakan-Nya, sebagaimana Dia Sendiri berfirman:

________________ [191]

“Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya sebagai orang yang berdosa, maka sesungguhnya nerakalah bagiannya; ia tidak akan mati di dalamnya, dan tidak pula hidup.” (QS. Tha Ha, 20:75).

153

Filsafat Ajaran Islam

[192]

[193]

Yakni, apakah manusia tidak melihat bahwa Kami telah menciptakannya dari setetes air yang dimasukkan ke dalam rahim kemudian ia menjadi seorang pembantah. Ia mulai membuat-buat perkara mengenai Kami dan melupakan peristiwa penciptaan dirinya, dan dia akan berkata, “Bagaimana mungkin dapat terjadi, tatkala tulang-belulang pun tidak selamat lagi maka bagaimana mungkin akan hidup kembali. Siapa pula yang mempunyai kekuasaan demikian sehingga dapat menghidupkannya?” Katakanlah kepada mereka, “Yang akan menghidupkannya adalah Dia Yang telah menciptakannya pertama kali, dan Dia mengetahui segala macam dan cara untuk ________________ [192]

“ Tidakkah manusia melihat, bahwa Kami telah menciptakan dia dari setetes air mani belaka? Lalu tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata. Dan ia membuat perumpamaan-perumpamaan mengenai Kami dan melupakan kejadian dirinya sendiri. Berkatalah ia, “Siapakah dapat menghidupkan tulang belulang itu setelah tulang belulalang itu hancur-luluh?” Katakanlah, “Dia, Yang menciptakan mereka pertama kali, akan menghidupkan mereka lagi; dan Dia Maha Mengetahui keadaan setiap makhluk.” (QS. Ya Sin, 36:78-80).

[193]

“Tidakkah Dia yang telah menciptakan seluruh langit dan bumi itu berkuasa

menciptakan lagi makhluk seperti mereka itu?” Ya, Dia berkuasa! Dan Dia sungguh Maha Pencipta, Mahatahu. Sesungguhnya, perintah-Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu, ialah Dia hanya berfirman mengenai itu, “Jadilah,” maka jadilah ia Maka, Mahasuci Dia Yang di tangan-Nya ada kedaulatan atas segala sesuatu. Dan kepada Dia-lah kamu semua akan dikembalikan.” (QS. Ya Sin, 36:82-84).

154

Masalah Kedua

menghidupkan. Bagitu hebat perintah-Nya sehingga manakala Dia menghendaki sesuatu Dia hanya mengatakan, “Jadilah! maka jadilah ia. Jadi, Maha Suci-lah Dzat Yang memiliki kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada Dia-lah kamu sekalian akan kembali. Jadi, di dalam ayat-ayat ini Allah Ta’ala berfirman bahwa di hadapan Tuhan tidak ada sesuatu yang mustahil, Dia-lah Yang telah menciptakan manusia dari setetes air yang tidak berarti, apakah Dia tidak mampu menghidupkan untuk kedua kalinya? Di sini dapat timbul pertanyaan dari pihak yang kurang faham. Yaitu Alam Ketiga atau Alam Kebangkitan akan datang sesudah jangka waktu yang amat lama, maka dalam keadaan yang demikian –bagi setiap orang yang baik dan yang buruk– Alam Barzakh merupakan suatu tempat tahanan dan tampak sia-sia. Jawabannya adalah, pengertian demikian sama sekali keliru, yang timbul karena kekurang-fahaman belaka. Justru di dalam Kitab Allah Ta’ala terdapat dua tempat untuk ganjaran baik dan buruk. Yang pertama adalah alam Barzakh, yang di dalamnya setiap orang akan memperoleh ganjarannya secara terselubung. Orang-orang jahat setelah mati akan langsung masuk ke dalam neraka, orang-orang baik setelah mati akan langsung mendapatkan ketentraman di dalam surga. Banyak terdapat ayat-ayat semacam itu di dalam Al-Quran Syarif bahwa segera sesudah mati setiap insan akan melihat ganjaran atas amal perbuatannya, sebagaimana Allah Ta’ala mengabarkan tentang seorang penghuni surga dan berfirman: [194]

Yakni, telah dikatakan kepadanya, “Masuklah engkau ke ________________ [194]

“Dikatakan kepadanya, “Masuklah ke dalam surga.”(QS. Ya Sin, 36:27).

155

Filsafat Ajaran Islam

dalam surga”. Dan demikian pula Dia mengabarkan tentang seorang penghuni neraka, lalu berfirman: [195]

Yakni, orang (ahli) surga mempunyai teman orang (ahli) neraka. Ketika keduanya meninggal maka orang (ahli) surga merasa heran ke mana kawannya pergi. Maka kepadanya diperlihatkan bahwa temannya itu berada di tengah-tengah neraka Jahanam. Jadi, pelaksanaan ganjaran dan hukuman itu berlaku segera. Ahli neraka masuk neraka dan ahli surga masuk surga. Akan tetapi sesudah itu akan datang hari lain penampakkan agung yang dizahirkan oleh hikmah agung Tuhan. Sebab Dia telah menciptakan manusia agar Dia dikenali melalui sifat penciptaan-Nya. Kemudian Dia akan membinasakan semuanya supaya Dia dikenali melalui sifat keperkasaan-Nya. Dan kemudian pada suatu hari Dia akan menganugerahkan kepada semuanya suatu kehidupan sempurna, lalu akan menghimpun mereka di suatu lapangan agar Dia dikenali melalui sifat kekuasaan-Nya. Kini hendaknya diketahui bahwa itulah rahasia makrifat pertama di antara rahasia-rahasia makrifat tersebut di atas yang telah diuraikan.

Rahasia Makrifat Kedua Rahasia makrifat kedua mengenai Alam Ukhrawi yang telah dijelaskan Al-Quran Syarif ialah, segala hal yang dahulu di dunia ini bersifat ruhani, di sana, di Alam Ukhrawi –baik di tingkat ________________ [195]

“Maka ia melihatnya ada di tengah-tengah Api itu.”(QS.Ash-Shaffat, 37:56).

156

Masalah Kedua

Barzakh maupun di tingkat Alam Kebangkitan– akan ditampakkan dalam bentuk jasmani. Berkenaan dengan ini, segala sesuatu yang telah difirmankan Allah Ta’ala satu di antaranya adalah ayat berikut: [196]

Yakni, barangsiapa di dunia in buta, ia di alam akhirat pun akan buta. Maksud ayat ini adalah, kebutaan ruhani di dunia ini akan disaksikan dan dirasakan secara jasmani di alam nanti. Demikian pula dalam ayat lain Dia berfirman:

[197]

Yakni, tangkaplah orang (ahli) neraka itu, Kalungkanlah belenggu di lehernya, lalu bakarlah dia di dalam api neraka, kemudian ikatlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Hendaklah diketahui, di dalam ayat ini telah dizahirkan bahwa azab rohani dunia akan tampil secara jasmani di Alam Ukhrawi. Demikianlah, belenggu leher merupakan hasrat-hasrat dunia yang telah menundukkan kepala manusia ke tanah, ia akan tampil dalam bentuk zahir (jasmani) di alam ukhrawi. Begitu pula rantai belenggu-belenggu dunia akan nampak melilit kaki-kaki, dan api kobaran hasrat-hasrat dunia akan nampak menyala-nyala secara zahir (jasmani). Di alam kehidupan dunia, orang fasiq (durhaka) menyimpan ________________ “ Dan barangsiapa buta di dunia ini, maka di akhirat pun ia akan buta juga, dan bahkan akan lebih tersesat dari jalan.”(QS. Bani Israil, 17:73). [197] “Tangkaplah dia dan belenggulah dia, Kemudian masukkanlah dia ke dalam neraka jahanam; Lalu ikatlah dia dengan rantai, yang panjangnya tujuh puluh hasta.”(QS. AlHaqqah, 69:31-33). [196]

157

Filsafat Ajaran Islam

suatu neraka hawa-nafsu di dalam dirinya. Dan dalam kegagalan-kegagalan dia merasakan kobaran-kobaran neraka itu. Jadi, tatkala dia dijauhkan dari syahwat (keinginan/hasrat) yang fana serta akan diliputi keputus-asaan yang abadi maka Allah Ta’ala akan menampakkan kepadanya hasrat-hasrat tersebut dalam bentuk api jasmani, sebagaimana Dia berfirman: [198]

Yakni, akan diletakkan suatu pemisah (penghalang) antara mereka dengan apa-apa mereka hasratkan, dan inilah akar azab. Kemudian yang difirmankan bahwa, “Ikatlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta”, hal ini mengisyaratkan bahwa kadang-kadang seorang fasiq (durhaka) mencapai usia 70 tahun. Bahkan seringkali di dunia ini ia mencapai usia begitu panjang, sehingga apabila dipotong masa kanak-kanak dan masa tua-renda tetap saja ia memperoleh bagian umur bersih dan murni yang layak untuk digunakan berfikir secara bijak dan bekerja keras. Akan tetapi orang malang itu menjalani 70 tahun kehidupannya tersebut dalam cengkraman-cengkraman dunia, dan dia tidak berkeinginan untuk lepas dari rantai itu. Jadi, di dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman bahwa masa 70 tahun yang telah dia lalui di dalam cengkraman-cengkraman dunia itulah yang akan dinampakkan di Alam Kebangkitan sebagai rantai yang panjangnya 70 hasta. Tiap hasta merupakan satu tahun. Di sini hendaknya diingat, bahwa Allah Ta’ala dari diri-Nya sendiri tidak menimpakan suatu musibah kepada manusia, melainkan Dia memaparkan di hadapan manusia pekerjaan buruk manusia sendiri. Kemudian ________________ [198]

“ Dan, suatu rintangan akan diletakkan di antara mereka dan apa yang diinginkan mereka.”(QS. As-Saba’, 34:55).

158

Masalah Kedua

untuk menzahirkan sunnah-Nya ini Allah Ta’ala di tempat lain berfirman: [199]

Yakni, hai orang-orang yang berbuat jahat dan sesat! Pergilah kamu ke tempat bernaung bercabang tiga yang tidak dapat memberi teduh dan tidak pula dapat menyelamatkan dari panas. Di dalam ayat ini yang dimaksud dengan tiga cabang adalah sifat kebinatangan, kebuasan, dan kejalangan. Orang-orang yang tidak mengubah ketiga sifat ini ke dalam bentuk akhlak serta tidak menerapkannya pada tempat yang semestinya, maka sifat-sifat itu pada Hari Kiamat akan diwujudkan dalam bentuk tiga cabang yang berdiri tanpa daun-daun serta tidak dapat melindungi dari terik, dan mereka akan hangus karena panasnya. Demikian pula Allah Ta’ala untuk menzahirkan sunnah-Nya ini telah berfirman mengenai orang-orang (penghuni) surga: [200]

Yakni, pada hari ini engkau melihat bahwa cahaya orangorang mukmin –yang selama di dunia terselubung– akan berlarilari secara nyata di hadapan dan di sisi kanan mereka. Dan pada sebuah ayat lain Dia berfirman: [201]

________________ [199] “Ya, pergilah kepada bayang-bayang bercabang tiga; Yang tidak memberi teduh dan tidak pula melindungi darii nyala api.”(QS. Al-Mursalat’, 77:31-32). [200] “Dan bayangkanlah hari itu, ketika engkau akan melihat laki-laki mukmin dan perempuan mukmin, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka.” (QS. Al-Hadid, 57:13) [201] “Pada hari ketika beberapa muka akan menjadi putih dan beberapa muka akan menjadi hitam.”(QS. Ali-Imran, 3:107).

159

Filsafat Ajaran Islam

Yakni, pada hari itu beberapa wajah akan menjadi hitam dan beberapa akan menjadi putih serta bersinar-sinar. Kemudian dalam ayat lainnya lagi Dia berfirman:

[202]

Yakni, surga yang akan dianugerahkan kepada orang-orang yang bertakwa adalah seibarat sebuah kebun, di dalamnya terdapat sungai-sungai yang tidak pernah busuk, kemudian di dalamnya terdapat sungai-sungai susu yang rasanya tidak pernah berubah, lalu di dalamnya terdapat sungai-sungai arak yang menimbulkan perasaan sangat riang tapi tidak memabukkan. Kemudian di dalamnya terdapat sungai-sungai madu yang sangat murni dan tidak mengandung bahan campuran. Di sini dengan jelas telah difirmankan bahwa surga itu hendaknya dipahami demikian secara kiasan, bahwa di dalamnya terdapat sungai-sungai yang tak bertepi terbuat dari seluruh benda tersebut. Air kehidupan yang diminum secara ruhaniah di dunia oleh orang arif, di dalam kebun (surga) itu akan terwujud secara zahir (jasmani). Dan sungai ruhani – yang secara ruhaniah di dunia ini dia dibesarkan sebagai bayi yang menyusu– itu akan nampak nyata di surga. Dan arak ________________ [202]

“ Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa: Di dalamnya terdapat sungai-sungai dengan airnya tidak mengenal rusak; dan sungai-sungai susu yang rasanya tidak berubah; dan sungai-sungai arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang yang meminumnya; dan sungai-sungai madu yang dijernihkan.” (QS. Al-Hadid, 57:13)

160

Masalah Kedua

kecintaan Ilahi –yang dengan itu ia secara ruhaniah di dunia selalu mabuk– kini di dalam surga sungai-sungai arak itu akan kelihatan secara nyata. Dan madu manisnya iman –yang selama di dunia secara ruhaniah masuk ke dalam mulut orang arif– di surga akan terasa dan nampak bagai sungai-sungai yang nyata. Dan masing-masing penghuni surga –dengan sungai-sungai dan kebun-kebun miliknya– akan memperlihatkan secara terbuka taraf keadaan ruhaninya. dan Tuhan pun pada hari itu akan tampil keluar bagi para penghuni surga dari balik tirai. Ringkasnya, keadaan-keadaan ruhani tidak akan tersembunyi lagi, melainkan akan nampak secara jasmani.

Rahasia Makrifat Ketiga Rahasia makrifat ketiga ialah, kemajuan-kemajuan di Alam Ukhrawi tidak akan ada batasnya. Mengenai itu Allah Ta’ala berfirman:

[203]

Yakni, barangsiapa memiliki cahaya iman di dunia, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan dan di sisi kanan mereka pada Hari Kiamat. Mereka akan senantiasa berkata, “Ya Tuhan, sampaikanlah cahaya kami pada kesempurnaan, dan tariklah kami ke dalam maghfirat (ampunan) engkau, Engkau berkuasa atas segala sesuatu”. ________________ [203]

“ Dan orang-orang yang beriman besertanya. Cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka. Mereka akan berkata, “Hai, Tuhan kami, sempurnakanlah kiranya cahaya kami bagi kami dan maafkanlah kami; sesungguhnya, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Tahrim, 66:9)

161

Filsafat Ajaran Islam

Di dalam ayat ini telah difirmankan bahwa mereka senantiasa akan mengatakan, “Sampaikanlah cahaya kami kepada kesempurnaan”, ini mengisyaratkan kepada kemajuankemajuan yang tidak ada batasnya. Yakni mereka akan memperoleh suatu kesempurnaan cahaya, kemudian akan nampak kesempurnaan kedua. Setelah menyaksikan hal itu, mereka mendapatkan bahwa kesempurnaan yang pertama tadi memiliki kekurangan. Jadi mereka akan memohon kesempurnaan yang kedua. Dan apabila itu diperoleh maka akan zahir pula atas mereka derajat kesempurnaan yang ketiga. Kemudian setelah menyaksikan hal itu mereka akan menganggap kesempurnaan-kesempurnaan yang terdahulu tidak berarti dan mereka berhasrat mencapai kesempurnaan yang lebih tinggi. Inilah hasrat terhadap kemajuan-kemajuan yang dipahami dari kata atmim (sempurnakanlah). Ringkasnya, seperti itulah rangkaian kemajuan tak terbatas yang akan berkesinambungan. Kemunduran tidak akan pernah terjadi, dan tidak pula mereka akan pernah dikeluarkan dari dalam surga. Bahkan setiap hari mereka akan maju ke depan dan tidak akan mundur ke belakang. Dan yang telah difirmankan bahwa mereka akan senantiasa memohon pengampunan bagi diri mereka di situ timbul pertanyaan: Kalau sudah masuk ke dalam surga mengapa pula masih ada masalah maghfirat (pengampunan)? Tatkala dosa-dosa telah diampuni apa pula perlunya istighfar? Jawabannya adalah, arti maghfirat yang sebenarnya ialah menekan dan menutupi keadaan cacat dan kekurangan. Jadi para penghuni surga akan berkeinginan untuk meraih kesempurnaan yang paling lengkap serta tenggelam di dalam lautan cahaya. Setelah melihat keadaan yang kedua, mereka akan menemukan keadaan yang pertama tidak sempurna maka mereka akan berkeinginan agar keadaan pertama itu ditekan 162

Masalah Kedua

ke bawah. Kemudian setelah melihat kesempurnaan yang ketiga mereka berkeinginan untuk memperoleh maghfirat bagi kesempurnaan yang kedua. yakni supaya keadaan yang tak sempurna itu ditekan ke bawah dan diselubungi. Seperti itulah mereka akan terus menginginkan maghfirat yang tak terbatas. Kata maghfirat dan istighfar ini jugalah yang selalu dipaparkan oleh berapa orang bodoh sebagai celaan terhadap Nabi kitas.a.w.. Jadi, para pemerhati di sini tentu telah memahami bahwa hasrat akan istighfar ini merupakan kebanggaan manusia. Barangsiapa yang telah lahir dari rahim wanita dan kemudian untuk selamanya tidak menjadikan istighfar sebagai adat kebiasaannya maka ia merupakan seekor cacing, bukan manusia. Buta, tidak melihat. Kotor, tidak suci. Kini kesimpulannya adalah, berdasarkan Al-Quran Syarif, pada hakikatnya neraka dan surga keduanya merupakan bayangan-bayangan dan dampak-dampak kehidupan manusia. Bukanlah benda jasmani baru yang datang dari suatu tempat lain. Memang benar bahwa keduanya itu akan diperagakan secara jasmani, akan tetapi merupakan bayangan dan dampak keadaan-keadaan ruhani yang sebenarnya. Kami tidak mengakui suatu surga yang hanya secara jasmani akan ditanami pohon-pohon di atas sebidang tanah. Dan tidak pula kami mengakui adanya suatu neraka yang di dalamnya terdapat batu-batu belerang, melainkan sesuai dengan akidah Islam, surga dan neraka merupakan cerminan-cerminan amal perbuatan yang dilakukan manusia di dunia.

163

Filsafat Ajaran Islam

164

MASALAH KETIGA Tujuan Sebenarnya Manusia Hidup di Dunia dan Sarana untuk Dapat Mencapainya Jawaban terhadap masalah ini adalah, manusia dengan berbagai macam pembawaan alaminya –karena pengetahuan yang dangkal serta kemampuannya yang terbatas– menetapkan berbagai tujuan bagi hidupnya, dan mereka berjalan hanya sampai pada tujuan-tujuan dan cita-cita duniawi belaka lalu berhenti. Akan tetapi tujuan yang ditetapkan Allah Ta’ala di dalam Kalam Suci-Nya adalah sebagai berikut: [204]

Yakni, Aku telah menciptakan jin dan manusia agar mereka mengenal-Ku dan menyembah-Ku. Jadi, menurut ayat ini tujuan sebenarnya hidup manusia adalah untuk menyembah Allah Ta’ala dan meraih ma'rifat Allah Ta’ala serta menjadi milik Allah Ta’ala. Jelas bahwa manusia tidak memperoleh ________________ [204]

“ Dan, tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat, 51:57)

165

Filsafat Ajaran Islam

kedudukan untuk –dengan ikhtiarnya– menetapkan sendiri tujuan hidupnya. Sebab manusia bukan atas kemauannya sendiri datang dan pula bukan atas kemauannya sendiri akan kembali, melainkan dia hanyalah makhluk (hasil ciptaan), sedangkan Wujud yang menciptakan serta menganugerahkan kemampuan yang cemerlang dan lebih tinggi kepadanya dibandingkan dengan seluruh hewan, Dia jugalah yang telah menetapkan suatu tujuan hidup baginya. Tidak peduli apakah manusia mengerti atau tidak mengerti tujuan itu, akan tetapi tujuan penciptaan manusia tidak diragukan lagi yaitu untuk menyembah Tuhan dan meraih ma'rifat Allah Ta’ala serta menjadi fanã (larut) di dalam Allah Ta’ala, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman di satu tempat lain dalam Al-Quran: [205] [206]

Yakni, agama yang di dalamnya terdapat ma'rifat yang benar tentang Tuhan dan penyembahan terhadap-Nya dalam bentuk terbaik adalah Islam. Dan Islam telah ditanamkan dalam fitrat manusia, dan Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dalam keadaan Islam serta telah menciptakannya untuk Islam. Yakni, Dia telah menghendaki agar manusia dengan segala kemampuannya terus-menerus menyembah, menaati, ________________ [205]

“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah ialah Islam.” (QS. Ali-Imran, 3:20)

[206]

“ Turutilah fitrat yang diciptakan Allah, yang sesuai dengan fitrat itu Dia telah membentuk umat manusia.......... Itulah agama yang benar.” (QS. Ar-Rum, 30:31)

166

Masalah Ketiga

dan mencintai Tuhan. Itulah sebabnya Sang Mahakuasa dan Maha Mulia telah menganugerahkan kepada manusia seluruh kemampuan yang selaras dengan Islam. Rincian ayat-ayat ini sangat luas, dan kami dalam kadar tertentu telah juga menuliskannya pada bagian ketiga masalah pertama. Akan tetapi pada saat ini kami hanya ingin menzahirkan (mengemukakan) secara ringkas, bahwa segala organ bagian dalam dan luar yang telah dianugerahkan kepada manusia, atau segala kemampuan yang telah diberikan, tujuan sebenarnya dari semua itu ialah untuk mendapatkan ma'rifat Ilahi dan menyembah Allah Ta’ala serta mencintai Allah Ta’ala. Itulah sebabnya manusia di dunia setelah tenggelam dalam ribuan kesibukan mereka tetap saja tidak menemukan kebahagiaan sejati dalam suatu apa pun, kecuali pada Allah Ta’ala. Setelah menjadi hartawan, setelah memperoleh kedudukan tinggi, setelah menjadi saudagar besar, setelah mencapai tahta kerajaan besar, setelah dijuluki filsuf besar, akhirnya ia pergi dengan hasrat-hasrat besar karena belenggubelenggu duniawi itu, dan kalbunya senantiasa mengecamnya karena tenggelam dalam dunia. Hati-nuraninya tidak pernah menyetujuinya tindakan-tindakannya yang licik, penuh tipumuslihat, dan curang. Seorang manusia bijak dapat juga memahami masalah ini dengan cara demikian: tugas-tugas paling tinggi yang dapat dilakukan oleh kemampuan-kemampuan suatu benda lalu lebih dari itu kemampuan-kemampuan tersebut terhenti maka tugas paling tinggi itu dianggap sebagai tujuan penciptaan benda tersebut. Misalnya, tugas paling tinggi seekor lembu jantan ialah membajak tanah atau menimba air sumur untuk pengairan atau untuk menarik pedati. Lebih dari itu ia tidak mempunyai kemampuan lain.

167

Filsafat Ajaran Islam

Akan tetapi apabila kita mengukur kemampuankemampuan manusia –yaitu kemampuan paling tinggi yang terdapat dalam dirinya– maka yang terbukti adalah padanya terdapat pencarian terhadap Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Besar. Sampai-sampai manusia berkeinginan untuk melebur dan tenggelam di dalam kecintaan Tuhan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi yang tersisa miliknya, semua telah menjadi milik Tuhan. Dalam hal makan dan tidur serta hal-hal alami lainnya manusia menyerupai hewan-hewan lain. dalam bidang keterampilan, sebagian hewan sangat jauh melebihi manusia. Bahkan lebah-lebah madu mengambil sari dari setiap bunga lalu menghasilkan madu murni yang sampai sekarang tidak berhasil dibuat oleh manusia. Jadi, jelaslah bahwa kelebihan paling tinggi yang dimiliki manusia yaitu perjumpaan dengan Allah Ta’ala. Oleh karena itu tujuan sebenarnya hidup manusia ialah agar terbuka jendela hatinya ke arah Allah Ta’ala.

Sarana-Sarana Untuk Mencapai Tujuan Hidup Manusia Ya, jika yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa dan bagaimana tujuan itu dapat dicapai serta dengan sarana-sarana apa manusia dapat meraihnya? Maka hendaklah jelas bahwa sarana pertama yang paling besar yang dipersyaratkan untuk mencapai tujuan itu adalah: mengenal Allah Ta’ala secara benar dan mengimani Tuhan yang hakiki. Sebab jika langkah pertama saja sudah salah dan seseorang, misalnya menjadikan burung atau hewan atau unsur-unsur zat atau manusia sebagai tuhan maka bagaimana mungkin dapat diharapkan bahwa pada langkah-langkah berikutnya dia akan menempuh jalan yang lurus? Tuhan yang hakiki memberikan pertolongan 168

Masalah Ketiga

kepada orang-orang yang mencari-Nya. Akan tetapi bagaimana mungkin benda mati dapat memberikan pertolongan kepada sesuatu yang mati? Dalam hal ini Allah Ta’ala memberikan tamsil (perumpamaan) yang indah, yaitu:

[207]

Yakni, Dia-lah Tuhan Yang Hakiki yang pantas dimintai doa, yang berkuasa atas tiap sesuatu. Dan orang-orang yang berseru kepada wujud-wujud selain Dia sedikit pun tidak dapat menjawab mereka. Keadaan mereka seperi orang yang sambil membuka telapak tangannya ke air lalu berkata, “Hai air datanglah ke mulutku!” Apakah air itu akan datang ke mulutnya? Sekali-kali tidak! Jadi barangsiapa yang tidak mengenal Tuhan Yang Hakiki maka segala doa mereka menjadi sia-sia. Sarana kedua ialah mendapatkan gambaran jelas tentang kejuitaan serta keindahan yang lengkap di dalam Wujud Allah Ta’ala. Sebab kejuitaan adalah sesuatu yang secara alami menawan hati dan dengan menyaksikannya akan timbul kecintaan secara alami. Ada pun kejuitaan Allah Ta’ala itu terletak pada ke-Esa-an-Nya, Kebesaran-Nya, Kemuliaan-Nya, dan Sifat-sifat-Nya. Sebagaimana Quran Syarif berkata: ________________ [207]

“ Hanya bagi Dia-lah doa yang benar. Dan mereka yang diseru oleh orang-orang itu selain Dia, tidaklah menjawab mereka sedikit jua pun. Keadaan mereka tak ubahnya seperti orang yang mengulurkan kedua tangannya ke air, supaya sampai ke mulutnya, tetapi itu tidak akan sampai kepadanya. Dan doa orangorang kafir itu akan sia-sia belaka.” (QS. Ar-Ra’d, 13:15)

169

Filsafat Ajaran Islam

[208]

Yakni, Tuhan dalah Esa dalam Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya dan kegagahan-Nya. Tak ada yang bersekutu dengan Dia. Segala sesuatu bergantung pada Dia. Tiap dzarrah menerima anugerah hidup dari Dia. Dia Sumber karunia bagi segala sesuatu dan Dia tidak menerima karunia dari sesuatu apa pun. Dia bukan anak seseorang dan bukan bapak seseorang. Bagaimana mungkin, sebab tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia. Al-Quran Syarif telah menarik perhatian orang-orang dengan berkalikali mengemukakan kesempurnaan dan keagungan Tuhan, “Lihatlah, Tuhan seperti itu adalah Wujud yang menarik minat, dan bukan Wujud yang mati, lemah, memiliki sedikit kasihsayang dan sedikit kekuasaan.” Sarana ketiga untuk mencapai tujuan sebenarnya yang merupakan tangga kedua ialah mengenal Ihsaan Tuhan (kebajikan Tuhan), karena pendorong rasa cinta itu hanya terdiri dari 2 hal, yaitu: kejuitaan...............dan Ihsaan.............. Sedangkan ringkasan sifat-sifat ihsaan Allah Ta’ala terdapat dalam surah Al-Fatihah, sebagaimana Dia berfirman:

[209]

________________ [208]

“Katakanlah, “Dia-lah Allah, Yang Mahaesa, Allah, Yang tidak bergantung pada sesuatu dan segala sesuatu bergantung pada-Nya. Dia tidak memperanakkan, dan tidak pula Dia diperanakkan; Dan tiada seorang pun menyamai Dia.”(QS. Al-Ikhlas, 112:2-5).

[209]

“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam; Maha Pemurah, Maha Penyayang; Yang mempunyai Hari Pembalasan.”(QS.Al-Fatihah,1:2-4).

170

Masalah Ketiga

Sebab, jelaslah bahwa Ihsan yang sempurna terletak pada kenyataan bahwa Allah Ta’ala menciptakan hamba-hambaNya dari tiada, dan kemudian sifat Rabbubiyyat senantiasa menaungi mereka, dan Dia sendiri merupakan Penunjang bagi segala sesuatu, serta segala macam rahmat-Nya diwujudkan bagi hamba-hamba-Nya, dan Ihsan-Nya tak terbatas sehingga tidak ada yang dapat menghitungnya. Jadi, Allah Ta’ala telah berulang kali menjelaskan tentang ihsan-ihsan-Nya yang demikian, sebagaimana pada tempat lain Dia berfirman: [210]

Yakni, jika kamu ingin menghitung nikmat-nikmat Allah Ta’ala maka kamu sekali-kali tidak akan dapat menghitungnya. Sarana keempat yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah Doa, sebagaimana Dia berfirman: [211]

Yakni, kamu berdoalah, Aku akan kabulkan. Dan berkalikali Dia menarik minat untuk berdoa supaya manusia bukan karena kekuatannya sendiri meraih sesuatu melainkan dengan kekuatan Tuhan menemukan Tuhan. Sarana kelima yang telah ditetapkan Allah Ta’ala untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah Mujahadah. Yakni, carilah Dia dengan cara membelanjakan harta di jalan-Nya, dengan ________________ [210]

“Dan sekiranya kamu mencoba menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu tidak akan dapat menjumlahkannya.”(QS. Ibrahim, 14:35).

[211]

“Berdoalah kepada_ku; Aku akan mengabulkan doa-mu.”(QS.Al-Mu’min, 40:61).

171

Filsafat Ajaran Islam

cara menyalurkan kemampuan-kemampuan di jalan Allah Ta’ala, dengan cara mengorbankan jiwa pada jalan Allah Ta’ala, dan dengan cara mengerahkan akal pikiran di jalan Allah Ta’ala, sebagaimana Dia berfirman: [212] [213] [214]

Yakni, belanjakanlah harta-benda kamu, jiwa kamu, dan diri kamu beserta segenap kemampuannya pada jalan Allah. Dan apa pun yang telah Kami anugerahkan kepada kamu –berupa akal, ilmu, pemahaman, keahlian dan sebagainaya– kerahkanlah semuanya di jalan Allah Ta’ala. Orang-orang yang berusaha dengan segala cara pada jalan Kami, Kami selalu menunjukkan jalan Kami kepada mereka. Sarana keenam untuk mencapai tujuan sebenarnya yang telah Dia jelaskan ialah Istiqamah. Yakni di jalan ini tidak bosan, tidak putus-asa, tidak lelah, dan tidak gentar menghadapi cobaan, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: Yakni, orang-orang yang berkata, “Tuhan kami Allah dan

________________ [212]

“Dan berjihadlah dengan harta-bendamu dan jiwa-ragamu di jalan Allah.”(QS. At-Taubah, 9:41).

[213]

“Dan mereka menafkahkan segala sesuatu dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka.”(QS.Al-Baqarah, 2:4).

[214]

“Dan tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami.”(QS.Al-Ankabut, 29:70).

172

Masalah Ketiga

[215]

kami telah menjauhkan diri dari tuhan-tuhan palsu”, kemudian mereka istiqamah –yakni tetap teguh dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan musibah– maka malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil berkata, “Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati, dan bergembiralah serta bersukarialah, sebab kamu telah menjadi pewaris kebahagiaan yang dijanjikan kepada kamu. Kami adalah sahabat kamu di dalam kehidupan dunia ini dan di akhirat. Ayat ini mengisyaratkan bahwa dengan Istiqamah manusia memperoleh keridhaan Allah Ta’ala. Benarlah bahwa Istiqamah itu lebih unggul dari Karamat. Istiqamah yang sempurna ialah: ketika segala musibah mengepung dari segala penjuru dan di jalan Allah Ta’ala nyawa, kehormatan, dan harga diri dihadapkan kepada bahaya, sementara tidak terdapat sesuatu yang menghibur –sampaisampai Tuhan pun dengan tujuan hendak menguji menutup pintu kasyaf atau mimpi atau ilham yang membesarkan hati– lalu membiarkan dalam keadaan-keadaan takut yang mengerikan, pada saat itu tidak memperlihatkan sikap penakut dan tidak mundur ke belakang bagai para pengecut, serta tidak memperlihatkan perubahan apa pun pada sifat kesetiaan, dan mencemari ketulusan dan ketabahan, rela terhadap kenistaan, ________________ [215]

“Adapun orang-orang yang berkata: “Tuhan kami adalah Allah.” kemudian mereka bersiteguh, malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil meyakinkan mereka, “Janganlah kamu takut, dan jangan pula berduka cita; dan bergembiralah atas khabar suka tentang surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kami adalah teman-temanmu di dalam kehidupan dunia dan juga di akhirat.”(QS. Ha Mim As-Sajdah, 41:31-32).

173

Filsafat Ajaran Islam

rela terhadap maut (kematian), dan untuk mengokohkan langkah-langkah tidak menunggu-nunggu seorang kawan agar dia memberikan pertolongan, tidak menuntut turunnya kabar suka dari Tuhan sebab masa yang genting, dan walaupun tidak berdaya dan lemah serta tidak memperoleh sesuatu yang menghibur sekali pun, tetap saja berdiri tegak dan merebahkan leher ke depan seraya mengatakan, “Apa yang akan terjadi biarlah terjadi”, dan tidak mengecam keputusan takdir serta sama sekali tidak memperlihatkan kegelisahan dan keluh-kesah sampai selesainya saat cobaan itu. Inilah yang yang menyebabkan sampai sekarang masih menimbulkan aroma wangi dari tanah (kubur) para rasul, para nabi, para shiddiq dan para syahid. Ke arah inilah Allah Ta’ala memberikan isyarat dalam doa berikut: [216]

Yakni, wahai Allah Ta’ala kami, tunjukkanlah kami jalan istiqamah, yaitu jalan yang di atasnya diperoleh nikmat-nikmat dan kemuliaan dan Engkau meridhainya. Dan pada tempat lain Allah Ta’ala mengisyaratkan kepada hal itu juga: Wahai Tuhan, dalam menghadapi musibah turunkanlah kepada hati kami perasaan tentram yang karenanya timbul kesabaran, dan semoga kematian kami ada dalam Islam. [217]

________________ [216]

“Tuntunlah kami pada jalan yang lurus; Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.”(QS. Al-Fatihah, 1:6-7).

[217]

“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan menyerahkan diri kepada Engkau.”(QS. Al-A’raf, 7:127).

174

Masalah Ketiga

Hendaklah diketahui bahwa pada waktu penderitaan dan musibah datang, Allah Ta’ala menurunkan suatu nur (cahaya) atas hati hamba-hamba kesayangan-Nya sehingga mereka mendapat kekuatan lalu menghadapi musibah dengan sangat tenang. Dan karena lezatnya iman mereka menciumi rantai yang membelenggu kaki-kaki mereka di jalan-Nya. Apabila bala-musibah turun kepada orang yang ber-Tuhan dan tanda-tanda maut (kematian) sudah zahir maka ia tidak akan mulai bertengkar dengan Tuhannya Yang Maha Mulia supaya ia diselamatkan dari bala-bencana tersebut. Sebab bersikeras mendesak minta keselamatan pada masa demikian berarti melawan Allah Ta’ala dan bertentangan dengan penyerahan diri secara sempurna. Bahkan dengan turunnya bencana, seorang pencinta sejati melangkahkan kaki lebih maju ke depan. Dan pada saat demikian ia menganggap jiwanya tidak berharga serta mengucapkan selamat tinggal kepada kecintaan terhadap jiwanya lalu ia sepenuhnya mengikuti kehendak Tuhannya dan menginginkan keridhaan-Nya. Mengenai hal itu Allah Ta’ala berfirman:

[218]

Yakni, hamba kesayangan Tuhan memberikan jiwanya di jalan Allah, dan sebagai imbalannya dia menerima keridhaan Allah Ta’ala. Itulah orang-orang yang memperoleh rahmat istimewa dari Allah Ta’ala.Ringkasnya, yang telah diuraikan ini adalah ruh Istiqamah yang karenanya dapat berjumpa dengan Tuhan. Barangsiapa yang mau memahami, pahamilah. ________________ [218]

“Dan, di antara manusia ada pula orang yang menjual dirinya untuk mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya.”(QS. Al-Baqarah, 2:208).

175

Filsafat Ajaran Islam

Sarana ketujuh untuk mencapai tujuan sebenarnya ialah bergaul dengan orang-orang benar dan memperhatikan tauladantauladan sempurna mereka. Jadi hendaknya diketahui bahwa salah satu sebab perlunya para nabi Allah ialah manusia secara alami memerlukan tauladan yang sempurna. Dan tauladan yang sempurna meningkatkan gairah serta membangkitkan semangat. Sedangkan orang yang tidak mengikuti tauladan akan menjadi malas dan sesat. Ke arah inilah Allah Ta’ala mengisyaratkan di dalam ayat berikut: [219] [220]

Yakni, bergaulah kamu dengan orang-orang benar. Pelajarilah jalan orang-orang sebelum kamu yang telah mendapat karunia. Sarana kedelapan adalah kasyaf suci, ilham suci, dan mimpi-mimpi suci dari Allah Ta’ala. Dikarenakan menempuh jalan menuju kepada Allah Ta’ala merupakan suatu jalan yang sangat pelik dan dipenuhi oleh bermacam-macam musibah serta penderitaan, dan mungkin saja mereka tersesat di jalan yang tidak nampak itu, atau dicekam rasa putus asa sehingga enggan meneruskan langkahnya ke depan, oleh karena itu rahmat Ilahi menghendaki agar di dalam perjalanan tersebut Dia terus menerus menghiburnya dan membesarkan hatinya serta terus menerus mengukuhkan semangat dan meningkatkan gairahnya. ________________ [219]

“Hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”(QS. At-Taubah, 9:119).

[220]

“Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.”(QS. Al-Fatihah, 1:7).

176

Masalah Ketiga

Jadi, demikianlah sunnah Allah Ta’ala yang berlaku terhadap orang-orang yang menempuh jalan-Nya. Yaitu, dari waktu ke waktu Dia menghibur mereka dengan kalam dan ilham-Nya, dan Dia menzahirkan kepada mereka bahwa, “Aku ada bersama kamu.” Barulah mereka memperoleh kekuatan, kemudian dengan sangat cepat menempuh jalan tersebut. Berkenaan dengan itu Dia berfirman: [221]

Yakni, bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat. Demikian pula banyak lagi sarana lain yang telah diterangkan oleh Quran Syarif, akan tetapi sayang sekali kami tidak dapat memaparkannya, karena khawatir terlalu panjang.

________________ [221]

“Bagi mereka ada khabar suka dalam kehidupan di dunia dan juga di akhirat.”(QS.Yunus, 10:65).

177

Filsafat Ajaran Islam

178

MASALAH KEEMPAT Pengaruh Pengamalan Hukum Syariat di Kehidupan Ini dan di Kehidupan Yang Akan Datang Jawaban permasalahan ini adalah apa yang telah kami terangkan sebelumnya, yaitu peranan syariat yang benar dan sempurna dari Allah Ta’ala pada hati manusia di dalam kehidupan mereka di dunia ini ialah: mengubahnya dari keadaan seperti binatang menjadi manusia, kemudian dari manusia menjadi manusia berakhlak, lalu dari manusia berakhlak menjadi manusia ber-Tuhan. Dan lagi, satu fungsi pengamalan syariat dalam kehidupan di dunia ini adalah, dengan mematuhi syariat yang benar pengaruh orang yang demikian terhadap umat manusia ialah: ia mengenali hak-hak mereka tahap demi tahap, dan menggunakan kemampuan adil, ihsaan, dan solidaritas sesuai tempatnya masingmasing, apa pun yang telah diberikan Tuhan kepadanya berupa ilmu, makrifat, harta-benda dan kemudahan-kemudahan, ia mengikut-sertakan semua orang di dalam nikmat-nikmat tersebut sesuai martabat masing-masing. Ia memancarkan seluruh cahayanya kepada sekalian umat 179

Filsafat Ajaran Islam

manusia bagaikan matahari, dan laksana bulan ia menerima nur (cahaya) dari Wujud Yang Maha Agung lalu menyampaikannya kepada orang-orang lain. Laksana siang ia terang-benderang menunjukkan jalan-jalan kebaikan dan kebajikan kepada orang-orang. Laksana malam ia menyelimuti setiap yang lemah dan memberikan ketentraman kepada orang-orang yang penat dan letih. Laksana langit ia memberikan tempat di bawah naungannya kepada setiap orang yang memerlukan dan pada waktu-waktunya ia mencurahkan hujan rahmatnya. Laksana bumi dengan penuh kerendahan hati ia menjadi lantai pijakan bagi kebahagiaan-kebahagiaan setiap orang, dan ia menarik semua orang ke dalam curahan kedermawanannya serta menghidangkan aneka buah-buahan rohani kepada mereka. Jadi, inilah dampak syariat yang sempurna. Yaitu mengantarkan orang yang mematuhi syariat yang sempurna tersebut sampai pada titik kesempurnaan hak Allah dan hak sesama manusia. Ia menjadi hilang-sirna dalam Allah dan menjadi pengkhidmat sejati bagi makhluk. Ini adalah dampak pengamalan syariat pada diri orang itu di dalam kehidupan ini. Akan tetapi dampak yang timbul sesudah kehidupan ini adalah pada Hari itu perjumpaan rohani dengan Tuhan akan nampak olehnya secara nyata. Dan pengkhidmatan terhadap makhluk Allah yang telah ia lakukan atas dasar kecintaan kepada Tuhan –yang didorong oleh kedambaan akan iman dan amal shalih– akan nampak dalam bentuk pohon-pohon dan sungai-sungai surga. Firman Allah Ta’ala berkenaan dengan itu ialah: Yakni, demi matahari dan cahayanya, dan demi bulan yang mengikuti matahari –yakni mendapat sinar dari matahari dan

180

Masalah Keempat

[222]

kemudian seperti matahari ia menyampaikan sinarnya kepada benda-benda lain– dan demi siang yang memperlihatkan kecemerlangan matahari dan menunjukkan jalan. Dan demi malam yang menimbulkan gelap serta menutupi segala sesuatu dengan tirai kegelapannya. Dan demi langit serta tujuan yang menyebabkannya ia diciptakan. Dan demi bumi serta tujuan yang menyebabkannya telah dihamparkan seperti lantai semacam ini. Dan demi jiwa dan kesempurnaannya yang telah membuatnya setara dengan segala benda tersebut –yakni kesempurnaan-kesempurnaan yang terdapat secara terpisah pada benda-benda itu– jiwa manusia sempurna (insan kamil) menghimpun semua itu di dalam dirinya. Dan seperti halnya seluruh benda itu secara masing-masing mengkhidmati ________________ [222]

“Demi matahari dan kebenderangannya. Dan demi bulan, apabila ia mengikuti matahari. Dan demi siang hari apabila ia menampakkan kemegahan cahaya matahari. Dan demi malam hari apabila ia menutupi cahaya matahari. Dan demi langit dan binaannya yang menakjubkan. Dan demi bumi dan hamparannya. Dan demi jiwa dan penyempurnaannya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya jalanjalan kejahatan dan jalan-jalan ketakwaan. Sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya. Dan binasalah orang yang mengotori jiwa-nya. Suku Samud mengingkari rasul Tuhan disebabkan kedurhakaan mereka. Kemudian berkata rasul Allah kepada mereka, “Biarkanlah unta betina Allah, dan janganlah merintangi minumannya. Tetapi mereka menyebut dia pendusta dan memotong urat keting unta betina itu, kemudian Tuhan mereka membinasakan mereka sama sekali karena dosa mereka dan menjadikan kebinasaan menimpa mereka semua sama rata. Dan Dia tidak mempedulikan akibat-akibatnya.”(QS.Asy-Syams, 91:2-16).

181

Filsafat Ajaran Islam

umat manusia, seorang manusia sempurna (insan kamil) melaksanakan semua tugas itu seorang diri, sebagaimana yang telah saya tuliskan. Kemudian Dia berfirman: Barangsiapa telah mensucikan jiwanya seperti ini –seperti halnya matahari, bulan, bumi, dan sebagainya, yakni ia telah sirna di dalam Allah dan menjadi pengkhidmat makhluk Allah– berarti ia telah mendapat keselamatan dan terhindar dari maut (kematian). Hendaknya diingat, bahwa yang dimaksud dengan kehidupan adalah kehidupan abadi yang akan diraih manusia sempurna (insan kamil) di kemudian hari. Hal ini mengisyaratkan bahwa buah pengamalan syariat di dalam kehidupan mendatang adalah kehidupan abadi yang akan senantiasa kekal karena makanan berupa curahan pandangan Tuhan. Kemudian Dia telah berfirman: Binasalah dan putus-asalah ia dari kehidupan, yakni orang yang telah mencermari jiwanya dan tidak berhasil meraih kesempurnaan-kesempurnaan –padahal ia telah dianugerahi kemampuan-kemampuan untuk itu– dan pulang setelah menjalani kehidupan yang kotor. Dan kemudian sebagai contoh Dia berfirman: bahwa kisah Samud menyerupai kisah orang yang malang itu. Mereka telah melukai unta betina yang dijuluki unta betina Tuhan, dan mereka telah menghalanginya minum air dari sumber mata air mereka. Jadi, pada hakikatnya orang itu telah melukai unta betina Tuhan dan telah membuatnya luput dari mata air tersebut. Hal ini mengisyaratkan bahwa jiwa manusia pun merupakan unta betina Tuhan yang manusia tunggangi. Yakni kalbu manusia merupakan tempat penampakkan-penampakkan Ilahiyah, sedangkan air bagi unta betina itu adalah kecintaan dan makrifat Tuhan yang darinya ia hidup. Kemudian difirmankan bahwa ketika kaum Samud telah 182

Masalah Keempat

melukai unta betina itu dan menghalangi dari air minumnya maka azab pun turun atas mereka, dan Allah Ta’ala sedikit pun tidak mempedulikan bahwa setelah kematian mereka bagaimana nasib anak-anak serta janda-janda mereka. Jadi, seperti itu pulalah orang-orang yang melukai unta betina –yakni jiwa tersebut– dan tidak berkeinginan untuk mengantarkannya sampai pada kesempurnaan serta menghalanginya minum air maka ia pun akan binasa.

Hikmah Sumpah Allah Ta’ala Dengan Berbagai Benda Di sini pun hendaknya diingat, bahwa sumpah Tuhan dengan matahari, bulan dan lain-lain mengandung rahasia yang dalam sekali, sehingga kebanyakan para penentang kami –disebabkan ketidak-tahuan mereka– mengecam: apa perlunya Tuhan bersumpah dan mengapa Dia bersumpah dengan makhluk? Akan tetapi karena pemahaman mereka bersifat ardhi (bumi) dan bukan bersifat samawi (langit) maka mereka tidak dapat memahami hikmah yang bertalian dengan rahasia-rahasia kebenaran. Jadi, hendaknya jelas bahwa tujuan sebenarnya dari persumpahan itu ialah orang yang bersumpah biasanya ingin mengemukakan kesaksian bagi pernyataannya. Sebab andaikata bagi suatu pernyataan tidak terdapat kesaksian lain maka sebagai gantinya manusia akan bersumpah atas nama Allah Ta’ala. Sebab Allah adalah ‘Ãlimul-gaĩb (mengetahui halhal yang gaib) dan merupakan saksi pertama dalam setiap perkara. Seakan-akan orang itu mengemukakan kesaksian Tuhan sedemikian rupa sehingga Allah Ta’ala tetap saja diam sesudah sumpah itu dan tidak menurunkan azab atas dirinya 183

Filsafat Ajaran Islam

maka berarti Allah telah memberi cap restu terhadap keterangan orang tersebut, seperti halnya para saksi. Oleh karena itu makhluk hendaknya jangan bersumpah dengan makhluk lain, sebab makhluk bukanlah ‘aalimul-gaib dan tidak pula ia berkuasa untuk memberikan hukuman atas sumpah palsu. Akan tetapi sumpah Allah di dalam ayat ini tidak dapat diartikan sama dengan bersumpahnya makhluk, melainkan ini merupakan sunnatullah (kebiasaan Allah). Yakni ada 2 macam pekerjaan Allah, pertama pekerjaan yang nyata, yang dapat dipahami oleh semua orang dan tidak ada seorang pun yang berselisih pendapat mengenainya. Sedangkan yang kedua adalah pekerjaan tidak nyata, yang dunia sering salah paham serta berselisih pendapat mengenainya. Jadi, Allah Ta’ala ingin membuktikan pekerjaan-pekerjaan tidak nyata itu di hadapan orang-orang melalui kesaksian dari pekerjaanpekerjaan nyata. Jadi, sudah jelas bahwa di dalam matahari, bulan, siangmalam, langit dan bumi terdapat khasiat-khasiat seperti telah kami uraian. Akan tetapi khasiat-khasiat semacam itu yang terdapat di dalam jiwa manusia –yang memiliki kekuatan berbicara– tidak setiap orang mengenalinya, maka Allah telah mengemukakan pekerjaan-pekerjaan nyata-Nya sebagai saksi untuk menjelaskan pekerjaan-pekerjaan tidak nyata. Seakanakan Dia berfirman bahwa jika kamu ragu terhadap khasiatkhasiat yang terdapat di dalam jiwa manusia yang memiliki kekuatan berbicara itu maka kajilah oleh kamu matahari, bulan dan sebagainya, karena khasiat-khasiat tersebut secara nyata terdapat di dalam benda-benda itu. Dan kamu mengetahui bahwa manusia merupakan satu alam kecil (mikro kosmos), yang di dalam jiwanya tertera gambaran seluruh alam secara ringkas. Lalu apabila sudah terbukti bahwa benda-benda besar alamraya (makro kosmos) mengandung khasiat-khasiat tersebut –dan 184

Masalah Keempat

dengan demikian benda-benda itu mengandung faedah kepada makhluk-makhluk– maka manusia yang disebut paling besar dari semua itu dan yang telah diciptakan dengan derajat tinggi, bagaimana mungkin manusia hampa dan luput dari khasiatkhasiat itu? Tidak! Bahkan di dalam manusia pun –seperti halnya matahari– terdapat suatu cahaya ilmu dan akal yang dengan perantaraan itu dia dapat menyinari seluruh dunia. Dan bagaikan bulan ia menerima cahaya kasyaf, ilham dan wahyu dari Wujud Yang Maha Agung, lalu ia memantulkan cahaya tersebut kepada orang-orang lain yang belum mencapai kesempurnaan manusiawi. Oleh karena itu bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa kenabian adalah suatu kebatilan (kepalsuan) dan seluruh kerasulan, syariat dan Kitab-kitab merupakan tipu-daya serta egoisme manusia? Kamu juga menyaksikan bahwa dengan terangnya siang seluruh jalan menjadi nampak dan segala lembah serta tebing menjadi kelihatan. Jadi, insan kamil (manusia sempurna) merupakan siang yang memancarkan cahaya ruhani, dengan semakin siang maka setiap jalan menjadi jelas. Ia menunjukkan di mana dan ke mana arah yang benar, sebab dialah cahaya siang bagi hak (kebenaran). Demikian pula kita menyaksikan bagaimana malam memberi tempat bagi orang-orang letih dan penat. Semua buruh yang sepanjang hari tenaga mereka dikuras habis dapat tidur dengan lelap di dalam kemurahan hati sang malam dan memperoleh ketenangan setelah bekerja. Dan malam pun merupakan tabir penyelubung bagi setiap orang. Demikian pula hamba-hamba kamil (sempurna) Tuhan datang ke dunia untuk memberikan ketentraman. Orang-orang yang menerima wahyu dan ilham dari Tuhan dengan kerja keras 185

Filsafat Ajaran Islam

memberikan ketentraman kepada segenap orang bijak. Berkat mereka rahasia-rahasia besar menjadi terpecahkan dengan mudah. Demikian pula wahyu Ilahi menyelubungi akal manusia sebagaimana malam menyelubungi. Kekhilafan-kekhilafan kotor manusia tidak akan dibiarkannya zahir kepada dunia. Sebab orang-orang bijak melakukan perbaikan dari dalam terhadap kekhilafan-kekhilafan mereka setelah memperoleh cahaya wahyu. Dan berkat ilham suci Allah mereka berhasil menyelamatkan diri mereka dari terbukanya aib. Inilah sebabnya –berbeda dengan Plato– tidak ada seorang pun filsuf Islam yang mempersembahkan ayam sebagai tumbal bagi berhala. Dikarenakan Plato tidak memperoleh cahaya ilham maka ia telah berbuat kekeliruan dan telah melakukan suatu sikap yang tercela dan bodoh padahal ia dinamakan filsuf. Akan tetapi berkat mengikuti junjungan kita Rasulullahs.a.w. para cendekiawan Islam telah terpelihara dari perbuatan-perbuatan tercela dan bodoh seperti itu. Kini lihatlah bagaimana telah terbukti bahwa ilham seperti malam menyelubungi orang-orang bijak. Ini pun Anda sekalian ketahui bahwa hamba-hamba kamil (sempurna) Allah –seperti langit– menarik setiap orang yang menderita ke dalam naungan mereka lebih istimewa lagi para nabi dari Dzat Yang Maha Suci itu serta para penerima ilham, pada umumnya seperti halnya langit mereka mencurahkan air hujan berkat. Demikian pula mereka juga memiliki khasiatkhasiat bumi, dari jiwa mereka yang suci tumbuh berbagai pohon-pohon ilmu yang tinggi, yang dari naungan dan buah serta bunganya orang-orang memperoleh manfaat. Jadi, hukum kudrat yang terbuka nyata ini yang ada di hadapan mata kita merupakan saksi bagi hukum yang terselubung itu. 186

Masalah Keempat

Kesaksiannya telah dipaparkan oleh Allah Ta’ala di dalam ayatayat tersebut dalam dua bentuk persumpahan. Jadi, lihatlah betapa kalam yang terkandung dalam Quran Syarif ini penuh dengan hikmah. Kalam itu keluar dari mulut seorang Ummi (yang buta-huruf) penghuni padang pasir. Seandainya ini bukan Kalam Ilahi maka orang-orang awam maupun mereka yang disebut terpelajar –sesudah gagal mendalami rahasia makrifatnya– pasti tidak akan mencelanya. Sudah merupakan ketentuan bahwa jika seseorang dengan pemikirannya yang ringan tidak dapat memahami sesuatu hal dari segi apa pun maka barulah ia menjadikan suatu perkara hikmah sebagai bahan celaan. Dan celaaannya itu merupakan saksi bahwa rahasia hikmah tersebut jauh lebih baik dan lebih tinggi dari pemikiran-pemikiran awam. Itulah sebabnya orangorang yang bijak walaupun dijuluki sebagai orang bijak tetap saja mencela hal itu. Namun sekali rahasia ini terbuka maka setelah itu tidak ada seorang bijak pun yang akan mencelanya, bahkan ia akan mengambil kelezatan dari itu. Hendaklah diingat bahwa untuk memaparkan kesaksian dari hukum kudrat tentang tradisi wahyu dan ilham yang sudah berlaku semenjak awal, Quran Syarif pada tempat lain pun telah mengambil sumpah semacam itu, yakni:

[223]

Yakni, demi langit yang darinya turun hujan,. dan demi bumi yang menumbuhkan bermacam-macam tubuhan dari ________________ [223]

“Demi awan yang berulang-ulang menurunkan hujan. Dan demi bumi yang mekar dengan tumbuh-tumbuhan. Sesungguhnya itu perkataan yang menentukan. Dan itu bukan pembicaraan kosong.”(QS.At-Thariq, 86:12-15).

187

Filsafat Ajaran Islam

hujan itu. Quran Syarif ini adalah Kalam Ilahi dan wahyuNya, yang memutuskan perkara antara haq (kebenaran) dan batil (kepalsuan), dan bukan merupakan hal yang sia-sia dan percuma. Yakni datang tepat pada waktunya, datang seperti hujan yang turun pada musimnya. Kini Allah Ta’ala telah memaparkan suatu kudrat nyata dalam bentuk sumpah sebagai bukti bagi Quran Syarif yang merupakan wahyu-Nya. Yakni di dalam hukum kudrat selalu kita lihat dan saksikan bahwa hujan turun dari langit pada waktu sangat diperlukan. Kehijauan bumi bergantung sepenuhnya pada hujan dari langit. Sekiranya hujan tidak turun dari langit maka lambat-laun sumur-sumur pun menjadi kering. jadi, pada hakikatnya air di bumi pun bergantung pada hujan dari langit. Itulah sebabnya kapan saja air mengucur dari langit maka air-air sumur di bumi pun jadi naik. Mengapa jadi naik? Sebabnya adalah air langit menarik air bumi naik ke atas. Hubungan ini jugalah yang terdapat antara wahyu Ilahi dan akal. Wahyu Ilahi –yakni ilham Ilahi– merupakan air samawi, sedangkan akal merupakan air bumi. Dan air [bumi] ini senantiasa memperoleh tarbiyat (tuntunan dan bimbingan tahap demi tahap) dari air samawi, yaitu ilham. Dan seandainya air samawi –yakni wahyu– berhenti turun maka air bumi pun lambat laun menjadi kering. Tidakkah untuk itu dalil ini sudah mencukupi bahwa apabila suatu kurun masa yang panjang telah berlalu dan di bumi tidak lahir seorang penerima ilham maka akal pikiran orang-orang bijak menjadi kotor dan rusak, seperti halnya air bumi yang kering dan busuk? Untuk memahami hal itu cukup dengan menelaah zaman sebelum kedatangan Nabi kitas.a.w. yang menampakkan warnanya ke seluruh dunia. Dikarenakan pada waktu itu zaman Nabi Isaa.s. telah berlalu 600 tahun dan selama

188

Masalah Keempat

jangka waktu itu tidak ada seorang penerima ilham pun yang lahir maka seluruh dunia telah merusak kondisinya sendiri. Sejarah tiap-tiap negeri memberi kesaksian bahwa pada zaman Rasulullahs.a.w. –yakni sebelum pendakwaan beliaus.a.w.– pikiranpikiran buruk telah tersebar di seluruh dunia. Kenapa terjadi demikian dan apa sebabnya? Sebabnya adalah rangkaian ilham telah lama terputus. Kerajaan langit pada waktu itu dikuasai hanya oleh akal. Jadi, betapa akal yang tidak sempurna itu telah menjerumuskan orang-orang ke dalam berbagai kerusakan. Apakah ada juga yang tidak mengetahui hal itu? Lihatlah, apabila air ilham telah lama tidak mengucur maka air seluruh akal menjadi kering. Jadi, di dalam sumpah-sumpah itu Allah Ta’ala mengemukakan hukum alam yang demikian, dan Dia berfirman: “Perhatikanlah oleh kamu, bukankah ini merupakan hukum kudrat Ilahi yang kokoh dan abadi bahwa kehijauan bumi seluruhnya bergantung pada air langit.” Jadi, hukum kudrat yang nyata ini merupakan saksi bagi hukum kudrat yang terselubung, yakni rangkaian ilham Ilahi. Maka ambilah faedah dari saksi tersebut, dan janganlah jadikan akal itu semata sebagai penunjuk jalan, sebab akal bukan suatu air yang dapat bertahan tanpa air samawi. Sebagaimana keistimewaan air langit dengan khasiat alaminya ia meninggikan air semua sumur –tidak peduli apakah airnya jatuh masuk ke dalam suatu sumur atau tidak– demikian pulalah ketika seorang penerima ilham Ilahi tampil ke dunia –tidak peduli apakah ada orang bijak yang menerimanya atau tidak– maka pada zaman penerima ilham tersebut akalakal manusia sendiri menjadi sedemikian rupa bercahaya dan bersihnya sehingga belum pernah tampil demikian sebelum itu. Orang-orang dengan sendirinya mulai mencari kebenaran, dan

189

Filsafat Ajaran Islam

di dalam daya pikir mereka timbul suatu gerakan secara gaib. Jadi, segenap kemajuan akal dan gejolak hati ini timbul akibat langkah beberkat si penerima ilham tersebut serta dengan khasiatnya ia mengangkat air-air bumi. Apabila kalian menyaksikan bahwa setiap orang bangkit mencari agama-agama dan air bumi pun mulai bergejolak naik maka bangunlah, waspadalah dan pahamilah dengan seyakinyakinnya bahwa dari langit hujan deras telah turun dan telah terjadi hujan ilham atas kalbu seseorang.

190

MASALAH KELIMA Sarana-Sarana Untuk Mendapatkan Ilmu Makrifat Ilahi Sebagai jawaban masalah ini, hendaknya jelas bahwa di sini tidak akan mungkin membahas apa yang telah diterangkan Al-Quran Syarif secara luas tentang hal itu, namun sebagai contoh akan diuraikan dalam kadar tertentu, Jadi hendaknya dimaklumi bahwa Al-Quran Syarif telah menetapkan tiga macam ilmu yaitu: ‘Ilmul-Yaqin, ‘Ainul-Yaqin, dan Haqqul-Yaqin. Sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya dalam menafsirkan surah At-Takaatsur dan telah diterangkan bahwa ‘Ilmul-Yaqin ialah mengetahui benda tertentu melalui suatu perantara dan tidak secara langsung. Misalnya kita menarik kesimpulan tentang adanya api karena melihat asap, sungguh pun kita tidak melihat api itu. Jadi, inilah yang disebut ‘Ilmul-Yaqin. Dan apabila api itu sendiri yang kita lihat maka hal demikian menurut keterangan Al-Quran Syarif –yakni Surah At-Takaatsur– di antara tingkattingkat ilmu disebut ‘Ainul-Yaqin. Kini tidak perlu lagi surah At-Takaatsur ditulis kembali. Para pemerhati silakan menyimak tafsir tersebut pada tempatnya. Kini, hendaknya diketahui bahwa ilmu jenis pertama ialah ‘Ilmul-Yaqin, sarananya adalah akal dan keterangan-keterangan 191

Filsafat Ajaran Islam

(manqulat). Mengenai para penghuni neraka Allah Ta’ala berfirman: [224]

Yakni, para penghuni neraka berkata, “Sekiranya kami bijak dan menelaah agama serta akidah dengan cara-cara yang masuk akal atau mendengarkan dengan penuh perhatian tulisan-tulisan serta ucapan-ucapan orang-orang bijak dan para peneliti maka tentu hari ini kami tidak akan berada di dalam neraka”. Ayat ini sesuai dengan ayat lain sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: [225]

Yakni, Allah Ta’ala tidak membebani jiwa-jiwa manusia untuk menerima suatu hal melampaui kemampuan ilmunya, dan Dia mengetengahkan akidah yang mampu dipahami oleh manusia agar perintah-Nya tidak merupakan suatu beban yang tidak sanggup dipikul. Di dalam ayat-ayat ini juga diisyaratkan bahwa dengan perantaraan telinga pun manusia dapat memperoleh ‘IlmulYaqin. Misalnya, kami belum pernah melihat London tetapi hanya mendengar dari orang-orang yang pernah melihat kota itu. namun apakah kita dapat meragukan bahwa mungkin mereka semua berdusta? Atau misalnya, kami tidak mengalami zaman raja Alamgir dan tidak pernah pula melihat wajah Alamgir. Akan tetapi apakah kita masih ragu bahwa Alamgir merupakan seorang raja di anatra raja-raja Moghul? ________________ [224]

“Dan, mereka akan berkata, “Andaikata kami mendengarkan atau

mempergunakan akal, niscaya kamii tidak akan termasuk di antara penghuni Api neraka yang menyala-nyala.”(QS.Al-Mulk, 67:11).

[225]

“Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kekuatannya.”(QS.AlBaqarah, 2:287).

192

Masalah Kelima

Nah, mengapa kita sampai begitu yakin? Jawabannya ialah karena mendengarkan hal itu secara berkesinambungan. Jadi, tidak diragukan lagi bahwa pendengaran pun dapat mengantarkan kita sampai ke tingkat ‘Ilmul-Yaqin. Kitab-kitab para nabi seandainya pada rangkaian penuturannya tidak ditemukan cacat sedikit pun, itu juga merupakan sarana untuk memperoleh ilmu melalui pendengaran. Akan tetapi jika sebuah kitab disebut kitab samawi, lalu misalnya terdapat 50 atau 60 naskahnya dan sebagian bertentangan dengan bagian lainnya, maka walaupun suatu golongan meyakini bahwa di dalam kitab itu hanya 2 atau 4 naskah saja yang sah –sedangkan sisanya tidak dapat dipercaya dan palsu– akan tetapi bagi peneliti, keyakinan yang tidak berlandaskan pada penelitian-penelitian sempurna, itu adalah sia-sia. Dan akibatnya ialah seluruh kitab tersebut dikarenakan kontradiksi yang dimilikinya akan dinyatakan sebagai sampah dan tak patut dipercaya. Dan sama sekali tidak dapat dibenarkan jika menetapkan keterangan-keterangan yang saling bertentangan itu sebagai sarana suatu ilmu. Sebab definisi ilmu ialah sesuatu yang memberikan pengetahuan yang menimbulkan keyakinan. Sedangkan pengetahuan yang menimbulkan keyakinan itu tidak mungkin ditemukan di dalam kumpulan kontradiksi. Di sini hendaknya diingat bahwa Al-Quran Syarif tidak terbatas pada pendengaran saja, sebab di dalamnya terdapat dalil-dalil hebat yang masuk akal untuk memberikan pemahaman kepada manusia. Dan sekian banyak akidah, prinsip, dan perintah-perintah yang dipaparkan oleh Al-Quran Syarif, tidak ada satu perkara pun yang di dalamnya terkandung kekerasan dan paksaan. Sebagaimana Al-Quran Syarif sendiri berkata bahwa semua akidah dan sebagainya itu sejak semula memang sudah ada di dalam fitrat manusia, dalam Al-Quran Syarif dinamakan Dzikr, sebagaimana firman-Nya: 193

Filsafat Ajaran Islam [226]

Yakni, Al-Quran yang beberkat ini tidak membawa suatu barang baru melainkan ia mengingatkan kepada apa-apa yang tertanam dalam fitrat manusia dan dalam lembaran hukum kudrat. Kemudian pada tempat lain Dia berfirman: [227]

Yakni, agama ini tidak mungkin membuat seseorang percaya terhadap suatu hal secara paksa, melainkan bagi setiap perkara ia mengemukakan dalil-dalil. Di samping itu di dalam Al-Quran Syarif juga terdapat suatu khasiat ruhaniah untuk menyinari kalbu-kalbu, sebagaimana Dia berfirman: [228]

Yakni, Al-Quran dengan segala khasiatnya menyembuhkan penyakit. Oleh sebab itu Al-Quran Syarif tidak dapat disebut sebagai Manquli Kitab (kitab yang disampaikan berdasarkan keterangan secara turun-temurun) melainkan ia mengandung dalil-dalil logis yang berderajat tinggi, dan di dalamnya terdapat cahaya yang bersinar-sinar. Demikian pula dalil-dalil logika yang bertumpu pada unsurunsur yang benar, tanpa diragukan mengantarkan sampai kepada ‘Ilmul-Yaqin. Ke arah inilah Allah Ta’ala mengisyaratkan ________________ [226]

“Dan Al-Quran ini, merupakan peringatan penuh berkat.”(QS.Al-Anbiya, 21:51).

[227]

“Tidak ada paksaan dalam agama.”(QS.Al-Baqarah, 2:257).

[228]

“Dan penyembuh bagi penyakit apapun yang ada di dalam dada.”(QS.Yunus, 10:58).

194

Masalah Kelima

di dalam ayat-ayat yang tertera berikut:

[229]

Yakni, apabila seorang cerdik-pandai dan para ahli pikir merenungkan kejadian bumi dan benda-benda langit, dan dengan seksama memperhatikan sebab-sebab peredaran malam dan siang, dengan memperhatikan tatanan itu mereka akan mendapatkan bukti tentang Wujud Allah Ta’ala. Jadi, untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas mereka memohon pertolongan kepada Allah dan mereka mengingat Dia sambil berdiri, duduk, dan berbaring, sehingga dengan demikian akal pikiran mereka menjadi jernih. Jadi, apabila dengan memakai akal pikiran itu mereka merenungkan kejadian yang demikian indah dan paripurna benda-benda langit dan bumi, maka serta-merta akan berseru, “Tatanan yang sempurna dan kokoh ini pasti tidak sia-sia dan tidak tanpa arti melainkan segalanya menampakkan Wajah Sang Pencipta hakiki”. Nah, sesudah mereka menyatakan ________________ [229]

“Dalam kejadian seluruh langit dan bumi, dan pertukaran malam dan siang sesungguhnya ada Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal; Yaitu, orangorang yang ingat kepada Allah, ketika berdiri dan duduk dan ketika berbaring miring atas rusuknya, dan mereka bertafakur tentang kejadian seluruh langit dan bumi sambil berkata, “Tuhan kami, tidaklah Engkau menjadikan segala ini sia-sia. Mahasuci Engkau dari perbuatan yang sia-sia, maka peliharalah kami dari siksaan Api.”(QS.Ali-Imran, 3:191-192).

195

Filsafat Ajaran Islam

pengakuan terhadap Tuhan Yang Menciptakan alam semesta mereka memohon, “Ya Ilahi, Engkau Suci dari sikap seseorang yang mengingkari Wujud Engkau lalu menyatakan sifat-sifat yang tidak layak kepada Engkau, maka selamatkanlah kami dari api neraka. Yakni penolakan terhadap Wujud Engkau sungguh merupakan neraka. Segala kebahagiaan dan ketentraman terdapat dalam Wujud Engkau dan di dalam mengenali Engkau. Barangsiapa luput dari pengenalan hakiki Engkau pada hakikatnya ia berada dalam api di dunia ini.

Hakikat Fitrat Manusia Demikian pula hati nurani manusia pun merupakan sebuah sarana ilmu yang di dalam Kitab Allah dinamakan fitrat manusia, sebagaimana Allah berfirman: [230]

Yakni, di atas fitrat Allah-lah orang-orang telah diciptakan. Dan bagaimana gambaran fitrat itu gambaran fitrat itu tidak lain adalah mempercayai Allah Ta’ala sebagai suatu Wujud yang tidak ada sekutu-Nya, Pencipta segala sesuatu, suci dari kematian dan kelahiran. Dan saya katakan hati nurani pada derajat ‘Ilmul-Yaqin, karena walau pun pada zahirnya tidak terjadi peralihan dari satu ilmu kepada ilmu lain –tidak seperti terjadinya peralihan dari ilmu tentang asap kepada ilmu tentang api– akan tetapi derajat ‘Ilmul-Yakin ini tidak kosong ________________ [230]

“Turutilah fitrat yang diciptakan Allah, yang sesuai dengan fitrat itu Dia telah membentuk umat manusia.” (QS. Ar-Rum, 30:31).

196

Masalah Kelima

dari proses peralihan yang halus. Dan proses peralihan itu ialah: Allah telah menanamkan pada setiap benda suatu khasiat yang tidak diketahui –yang tidak dapat diungkapkan melalui uraian mau pun ucapan– akan tetapi dengan merenungkan hal itu serta dengan membayangkannya maka segera alam pikiran akan beralih ke arah khasiat tersebut. Ringkasnya, khasiat itu mutlak terdapat di dalam benda tersebut sebagaimana mutlaknya asap bagi api. Misalnya apabila kita memusatkan perhatian pada Dzat Allah Ta’ala – yakni bagaimana seharusnya Dia, apakah seperti kita Tuhan itu dilahirkan dan seperti kita menanggung derita, serta seperti kita mengalami kematian– maka beriringan dengan pemikiran itu kalbu kita menjadi perih dan hati nurani bergetar, serta menampakkan gejolak sedemikian rupa yang menolak keras pemikiran tersebut dan bangkit berseru: “Yang patut bagi Tuhan, yang kekuatan-kekuatan-Nya merupakan tumpuan bagi segala harapan adalah suci dari segala kekurangan, sempurna, dan berkuasa!” Dan bila saja di dalam kalbu kita timbul pemikiran tentang Tuhan maka langsung saja terasa adanya kemutlakan total antara Tauhid dengan Tuhan, seperti halnya asap dengan api, bahkan lebih hebat dari itu. Oleh karenanya ilmu yang kita peroleh melalui hati nurani kita termasuk ke dalam derajat ‘Ilmul-Yakin. Akan tetapi di atasnya ada satu derajat lagi yang disebut ‘AinulYaqin, dan yang dimaksud dengan derajat ini ialah ilmu yang apabila di antara keyakinan kita dan benda yang kita yakini itu tidak terdapat suatu perantaran. Misalnya apabila kita mengetahui adanya bau harum dan bau busuk lewat indera penciuman, atau kita mengetahui adanya rasa manis atau rasa asin lewat indera pencicipan, atau kita mengatahui panas atau dingin dengan perantaraan indera perasa, maka semua pengetahuan itu termasuk dalam kategori ‘Ainul-Yaqin. 197

Filsafat Ajaran Islam

Akan tetapi berkenaan dengan alam ukhrawi Ilmu Ketuhanan kita baru akan sampai pada batas ‘Ainul-Yaqin, bila kita sendiri menerima Ilham tanpa perantara, mendengar suara Ilahi dengan telinga sendiri, dan melihat Kasyaf-kasyaf (pemandangan gaib) yang terang dan benar dengan mata sendiri. Tidak diragukan lagi untuk memperoleh makrifat yang sempurna kita sangat memerlukan ilham tanpa perantara, dan di dalam hati kita terdapat rasa lapar serta dahaga akan makrifat yang sempurna itu. Jika seandainya Allah Ta’ala sejak semula tidak menyediakan sarana-sarana makrifat itu bagi kita, maka mengapa telah Dia timbulkan rasa lapar dan dahaga ini di dalam diri kita? Apakah di dalam kehidupan ini –yang merupakan satu-satunya takaran untuk khazanah ukhrawi kita– kita dapat merasa cukup puas beriman kepada Tuhan Yang Sejati, Yang Maha Sempurna, Yang Maha Kuasa dan Maha Hidup hanya berdasarkan pada kisahkisah dan hikayat-hikayat belaka? Atau kita merasa cukup dengan melandaskannya pada makrifat akal semata yang hingga kini merupakan makrifat yang cacat dan tidak sempurna? Tidakkah hati orang yang sangat asyik dan cinta kepada Tuhan berkeinginan untuk memperoleh kelezatan dari tuturkata Sang Kekasih? Apakah orang-orang yang demi Tuhan telah memusnahkan seluruh kehidupan dunianya, dan telah menyerahkan hati dan jiwanya demi Dia, mereka dapat merasa puas dengan hanya berdiri dan mati di suatu tempat suram tanpa sedikit pun melihat sinar matahari kebenaran? Bukankah dengan pernyataan Tuhan Yang Maha Hidup ini –“Anal-Maujud!” (Aku ada)– Dia melimpahkan derajat makrifat sedemikian rupa, sehingga jika kita meletakkan buku-buku yang ditulis sendiri oleh seluruh filsuf dunia di satu sisi, dan di sisi lain kita letakkan firman “Anal-Maujud” milik Tuhan, maka dalam perbandingan ini seluruh buku tersebut tidak ada artinya. Orang-orang yang 198

Masalah Kelima

disebut filsuf namun tetap saja buta, apa pula yang akan mereka ajarkan kepada kita? Ringkasnya, jika Allah Ta’ala telah berkehendak untuk menganugerahkan makrifat yang sempurna kepada para pencari kebenaran maka pasti Dia telah membukakan jalan mukalamah dan mukhatabah-Nya (ilham dan wahyu). Berkenaan dengan ini Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Quran Syarif: [231]

Yakni, Ya Tuhan, tunjukkanlah kami jalan istiqamah, yakni jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat-nikmat kepada mereka. Di sini yang dimaksud nikmat-nikmat adalah Ilham, Kasyaf, dan ilmu-ilmu samawi lainnya yang diterima oleh manusia secara langsung. Begitu juga di tepat lain Dia berfirman: Yakni, orang-orang yang telah beriman kepada Allah lalu beristiqamah sepenuhnya, para malaikat Allah turun atas mereka dan menyampaikan ilham ini kepada mereka, “Janganlah kamu takut dan sedih sedikit pun. bagi kamu tersedia surga

[232]

________________ [231]

“Tuntunlah kami pada jalan yang lurus; Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.”(QS. Al-Fatihah, 1:6-7).

[232]

“Adapun orang-orang yang berkata: “Tuhan kami adalah Allah.” kemudian mereka bersiteguh, malaikat-malaikat turun kepada mereka sambil meyakinkan mereka, “Janganlah kamu takut, dan jangan pula berduka cita; dan bergembiralah atas khabar suka tentang surga yang telah dijanjikan kepadamu.”(QS. Ha Mim AsSajdah, 41:31-32).

199

Filsafat Ajaran Islam

yang telah dijanjikan kepada kamu. Jadi, di dalam ayat ini pun telah difirmankan dengan kata-kata jelas bahwa hamba-hamba setia Allah Ta’ala memperoleh Ilham dari Allah pada saat sedih dan takut, dan malaikat-malaikat turun menentramkan mereka. Dan kemudian di dalam satu ayat lagi Dia telah berfirman: [233]

Yakni, para sahabat Tuhan di dunia ini memperoleh kabar suka melalui ilham dan percakapan dengan Tuhan, dan di dalam kehidupan mendatang pun akan demikian.

Apakah Yang Dimaksud Dengan Ilham? Namun di sini hendaknya diingat bahwa kata Ilham bukan bukanlah berarti suatu pemikiran dan gagasan yang timbul di dalam kalbu seperti ketika seorang penyair sedang berusaha membuat syair. Atau, sesudah ia menyelesaikan syair penggalan pertama, ia berpikir untuk penggalan berikutnya maka lahirlah syair penggalan kedua di dalam hatinya. Jadi, yang timbul di dalam hati serupa itu bukanlah Ilham melainkan suatu hasil renungan dan pemikiran yang sejalan dengan hukum kudrat Tuhan. Orang yang memikirkan perkara-perkasa baik atau yang merenungkan perkara-perkara buruk –sesuai dengan yang dicarinya– maka pasti di dalam hatinya timbul suatu gagasan. Misalnya, seorang shalih dan jujur membuat beberapa syair yang mendukung kebenaran, sedangkan seorang lagi yang alam pikirannya kotor dan rucah membuat syair yang mendukung kebohongan serta mengandung caci-makian terhadap orang shalih, maka ________________ [233]

“Bagi mereka ada khabar suka dalam kehidupan di dunia dan juga di akhirat.”(QS. Yunus, 10:65).

200

Masalah Kelima

tidak diragukan lagi bahwa kedua orang ini memang akan berhasil membuat beberapa syair. Bahkan sedikit pun tidak mengherankan bahwa musuh orang shalih yang mendukung kedustaan itu akan menghasilkan syair yang hebat berkat pengalamannya yang panjang. Jadi, kalau apa saja yang tercetus di dalam hati disebut Ilham maka seorang penyair yang kurang ajar yang memusuhi kebenaran serta memusuhi orang-orang yang benar dan senantiasa mengangkat pena untuk melawan kebenaran serta sudah biasa berdusta akan dapat pula disebut sebagai orang yang menerima Ilham dari Tuhan (Mulham). Di dalam buku-buku roman dan sebagainya kita acap kali membaca cerita-cerita yang menarik hati, padahal kita mengetahui bahwa cerita-cerita itu hanyalah karangan khayal belaka. Akan tetapi karangan itu terus menerus meresap ke dalam hati orang-orang. Apakah kita dapat menyebut hal itu sebagai ilham? Sama sekali tidak, melainkan itu merupakan pikiran orang-orang yang hingga kini tidak memiliki pengetahuan tentang Tuhan Sejati, yaitu Tuhan yang menghibur hati melalui percakapan istimewa-Nya dan melalui ilmu-ilmu rohaniah menganugerahkan makrifat kepada mereka yang belum mengenalnya. Apakah yang dimaksud dengan Ilham? Ilham adalah percakapan dan dialog Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahaperkasa kepada seorang hamba pilihan-Nya atau kepada seseorang yang ingin dijadikan-Nya terpilih. Apabila percakapan atau dialog tersebut mulai berlangsung dengan suatu kesinambungan yang gencar serta menghibur, dan di dalamnya tidak terdapat kegelapan pikiran-pikiran buruk serta tidak tanggungtanggung dan bukan berupa perkataan yang tidak menentu ujung-pangkalnya melainkan suatu kalam yang lezat, penuh hikmah dan penuh keperkasaan, maka itu merupakan Kalam Ilahi yang dengan perantaraannya Dia ingin memberi hiburan 201

Filsafat Ajaran Islam

(ketenangan) kepada hamba-Nya serta menampakkan DzatNya Sendiri pada si hamba itu. Ya, kadang-kadang sebuah kalam turun semata-mata sebagai ujian, tidak sempurna dan tidak mengandung unsur-unsur beberkat. Dalam keadaan demikian hamba Allah itu diuji pada tingkat permulaan. Yakni apakah dengan mencicipi secuil ilham itu ia benar-benar akan memperlihatkan keadaan dan ucapan-ucapannya seperti para Mulham (penerima Ilham) sejati atau akan tergelincir. Jadi apabila ia tidak memilih kebenaran hakiki seperti halnya para shadiq (orang-orang yang lurus hati) maka ia akan luput dari kesempurnaan nikmat itu dan di tangannya hanya terdapat kata-kata yang hampa dan sia-sia belaka. Ilham terus menerus turun kepada jutaan hamba Allah yang shalih akan tetapi derajat mereka di sisi Allah tidak sama. Bahkan para nabi suci Allah sebagai penerima Ilham yang paling utama dan paling bersih sekali pun tidak sama derajat mereka. Allah Ta’ala berfirman: [234]

Yakni, dari antara para nabi, sebagian Kami berikan karunia keunggulan di atas sebagian nabi yang lainnya. Hal itu menunjukkan bahwa Ilham adalah semata-mata merupakan karunia ilahi dan bukan bukti keunggulan. Karunia ilahi tersebut dianugerahkan sesuai dengan kadar ketulusan, keikhlasan, dan kesetiaan si penerima karunia yang hanya diketahui oleh Allahs.w.t. saja. Jika Ilham yang diterimanya memiliki berkah bagi segala keadaan, maka itu juga merupakan buah dari kualitas si penerima Ilham. Dalam hal ini tidak ________________ [234]

“Inilah rasul-rasul yang telah Kami lebihkan beberapa dari mereka di atas yang lain.”(QS.Al-Baqarah, 2:254).

202

Masalah Kelima

diragukan lagi jika ilham turun dalam corak demikian –yakni sang hamba bertanya dan Allah menjawabnya, dengan cara itu terjadi tanya-jawab dalam suatu pola tertentu, dan di dalam ilham tersebut terdapat keperkasaan dan Nur (cahaya) Ilahi serta mengandung ilmu-ilmu gaib atau makrifat-makrifat sejati– maka itu adalah ilham Ilahi. Di dalam ilham Ilahi adalah mutlak bahwa seperti halnya seorang sahabat yang bertemu dengan sahabatnya lalu bercakapcakap, maka demikian pulalah hendaknya percakapan yang berlangsung antara Rabb (Tuhan) dan hamba-Nya. Dan tatkala sang hamba bertanya tentang suatu hal maka ia akan mendengar jawaban dari Allah Ta’ala berupa suatu Kalam yang lezat lagi fasih. Di dalamnya sedikit pun tidak ada campurtangan nafsu, pemikiran dan renungan sang hamba, melainkan mukalamah serta mukhatabah tersebut benar-benar dipahami sebagai Kalam Ilahi. Hamba yang dianugerahi karunia seperti demikian itu sungguh adalah hamba yang terhormat di sisi Allah. Derajat yang sanggat tinggi karena menjadi penerima Kalam Ilahi ini adalah sebuah karunia khusus dari Allah, melalui Kalam mana Allah menjalin suatu hubungan dengan hamba-Nya melalui ilham yang benar-benar jernih dan suci yang tidak dianugerahkan kepada siapa pun kecuali mereka yang maju dalam keimanan, keikhlasan, dan amal-amal shalih, serta hal-hal extra tertentu lainnya dari sifat-sifat kerohanian yang di luar kemampuan kita untuk menjelaskannya. Ilham yang sejati dan suci menampakkan keajaibankeajaiban agung Ketuhanan. Acap kali terbit suatu sinar yang amat berkilauan dan bersamaan dengan itu turun suatu ilham yang penuh dengan keperkasaan serta kecemerlangan. Adakah suatu kemuliaan lebih besar dari yang diperoleh seorang mulham

203

Filsafat Ajaran Islam

(penerima ilham), yaitu bercakap-cakap dengan Pencipta langit dan bumi? Di dunia ini peluang untuk melihat Allah ialah bercakapcakap dengan-Nya. Akan tetapi dalam uraian kami ini yang dimaksudkan bukanlah keadaan seorang manusia yang dari lidahnya mengalir suatu kata atau suatu kalimat atau syair tanpa dasar tetapi tidak disertai peristiwa mukalamah dan mukhatabah. Bahkan orang demikian itu terperangkap dalam ujian Allah. Sebab Allah dengan cara itu juga menguji hamba-hamba yang malas dan lalai. Yakni, ada kalanya Dia mencetuskan suatu kalimat atau ungkapan di dalam hati atau lidah seseorang maka orang itu pun menjadi buta. Ia tidak tahu dari mana kalimat itu datang, apakah dari Tuhan atau dari syaitan? Jadi, adalah wajib ber-istighfar terhadap kalimat-kalimat semacam itu. Akan tetapi apabila seorang hamba yang shalih lagi baik mulai memperoleh percakapan dengan Allah tanpa tabir, dan sebagai mukhatabah dan mukalamah ia mendengar suatu Kalam yang bersinar-sinar, lezat, penuh makna, penuh hikmah serta penuh keperkasaan, dan sedikitnya ia sering mengalami peristiwa di mana terjadi 10 kali soal-jawab di antara Tuhan dengan ia dalam keadaan sadar –ia bertanya dan Tuhan menjawab– kemudian dalam keadaan sadar itu juga ia menyampaikan suatu hal lain dan Tuhan pun menjawabnya, lalu ia memohon dengan rendah hati Tuhan menjawabnya pula, demikian pula sampai 10 kali terus berlangsung percakapan antara Tuhan dengan ia, dan Tuhan telah berkali-kali mengabulkan doa-doanya di dalam percakapanpercakapan itu, membukakan kepadanya makrifat-makrifat yang tinggi, mengabarkan kepadanya peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, dan di dalam soal-jawab itu berkali- kali Allah menganugerahkan kepadanya percakapan secara terbuka, maka orang yang seperti itu hendaknya banyak bersyukur kepada Allah Ta’ala dan hendaknya paling banyak berkorban di jalan 204

Masalah Kelima

Allah. Sebab semata-mata karena kemurahan-Nya Allah telah memilih orang itu di antara sekalian hamba-Nya dan menjadikan dia sebagai pewaris para shiddiq yang telah mendahului dia. Nikmat ini sangat jarang terjadi dan merupakan suatu keberuntungan. Barangsiapa memperolehnya maka segala sesuatu selain itu akan menjadi tidak berarti sama sekali.

Keistimewaan Islam Di dalam Islam orang-orang yang memiliki martabat dan derajat tersebut senantiasa ada, dan hanya di dalam Islam sajalah Tuhan mendekati sang hamba dan bercakap-cakap dengannya. Tuhan berbicara di dalam dirinya, dan di dalam hatinya Dia mendirikan singgasana-Nya, dan dari dalam diri orang itulah Dia menariknya ke Langit serta melimpahkan kepada orang itu segala nikmat yang pernah diberikan-Nya kepada orang-orang terdahulu. Sungguh sayang sekali dunia yang buta ini tidak mengetahui ke mana manusia akan sampai setelah setapak demi setapak mendekati Tuhan. Mereka sendiri tidak melangkahkan kaki ke arah itu, sedangkan orang –orang yang melangkahkan kaki ke arah sana mereka dinyatakan kafir, atau sebaliknya dianggap sembahan dan diberi kedudukan sebagai tuhan. Kedua sikap itu adalah aniaya, yang satu karena terlalu melebih-lebihkan, dan yang kedua karena mengecilkan. Akan tetapi hendaknya orang-orang bijak jangan putus-asa serta jangan mengingkari martabat dan derajat itu, dan jangan menghinakan orang yang telah memperoleh martabat tersebut, serta jangan pula mulai menyembahnya. Pada martabat ini Allah Ta’ala memperlihatkan hubungan-hubungan dengan hamba itu sedemikian rupa, seakan-akan jubah Ketuhanan telah dikenakan kepadanya, dan orang semacam itu menjadi cermin 205

Filsafat Ajaran Islam

untuk melihat Tuhan. Inilah rahasia yang telah disabdakan oleh Nabi kita Muhammads.a.w.: “Barangsiapa yang melihatku ia telah melihat Tuhan”. Ringkasnya, ini merupakan peringatan keras bagi para hamba dan di situlah berakhir seluruh suluk (perjalanan menuju kesempurnaan rohani) dan di situlah ketentraman sempurna diraih.

Penceramah Memperoleh Anugerah Mukalamah dan Mukhatabah Ilahiyah Saya akan merasa berbuat aniaya terhadap umat manusia seandainya pada saat ini saya (kami) tidak menyatakan bahwa derajat yang definisi-definisinya telah saya uraian dan martabat mukalamah dan mukhatabah yang baru saja saya terangkan secara rinci itu, anugerah Ilahi telah melimpahkannya kepada saya, supaya saya memberi penglihatan kepada orang-orang yang buta, dan kepada para pencari memberitahukan alamat sesuatu yang telah hilang itu, dan memperdengarkan kabar suka kepada mereka yang mengakui kebenaran mengenai mata air suci yang disebut-sebut oleh banyak orang namun sedikit yang menemukannya. Saya ingin meyakinkan para pendengar bahwa Tuhan –yang dengan menemukan-Nya timbul keselamatan dan kebahagiaan abadi bagi manusia– sama sekali tidak akan dapat ditemukan tanpa mengikuti ajaran Al-Quran Syarif. Ah, seandainya orang-orang melihat apa yang telah saya lihat, mendengar apa yang telah saya dengar, dan meninggalkan dongengan-dongengan serta berlari ke arah kebenaran. Sarana ilmu sempurna yang melaluinya Tuhan akan tampak, air pembilas kotoran yang melaluinya segenap keraguan akan lenyap, dan cermin yang melaluinya akan tampak Wujud Maha 206

Masalah Kelima

Agung itu adalah mukalamah dan mukhatabah Ilahiyah yang baru saja saya uraian. Siapa saja yang di dalam ruhnya terdapat kedambaan untuk meraih kebenaran, bangkit dan carilah. Saya mengatakan dengan sebenarnya, jika di dalam ruh timbul gejolak pencarian sejati dan di dalam hati timbul kehausan hakiki maka orang-orang hendaknya mencari jalan ini dan sibuk dalam upaya untuk menemukannya. Akan tetapi dari arah mana jalan ini akan terbuka, dan dengan obat apa tirai ini akan tersingkap? Saya pastikan kepada para pencari kebenaran bahwa hanya Islam sajalah yang memberikan kabar suka tentang jalan itu, sedangkan umat-umat lainnya sejak lama telah memasang segel penutup ilham Ilahi. Jadi, pahamilah dengan seyakin-yakinnya bahwa segel ini bukanlah berasal dari Tuhan melainkan suatu dalih yang diciptakan oleh manusia karena dia sendiri tidak menerimanya. Dan pahamilah dengan seyakin-yakinnya, bahwa sebagaimana kita tidak mungkin dapat melihat tanpa mata, atau mendegar tanpa telinga, atau berbicara tanpa lidah, demikian pula kita tidak mungkin dapat melihat Wajah Sang Kekasih Tersayang itu tanpa Al-Quran Syarif. Dahulu saya muda, sekarang sudah tua, namun saya tidak menemukan seorang pun yang telah berhasil meneguk minuman dari mangkuk makrifat yang nyata itu tanpa melalui mata air suci ini.

Sarana Untuk Memperoleh Ilmu Sempurna Adalah Ilham Allah Ta’ala Wahai saudara-saudara yang saya cintai! Tidak ada seorang manusia pun yang dapat melawan kehendak Tuhan. Pahamilah dengan seyakin-yakinnya bahwa sarana untuk memperoleh ilmu sempurna adalah ilham Allah Ta’ala yang telah diperoleh

207

Filsafat Ajaran Islam

para nabi suci Allah Ta’ala. Kemudian sesudah itu Tuhan yang merupakan sungai karunia sama sekali tidak berkehendak memasang segel penutup pada ilham itu selanjutnya guna membinasakan dunia dengan cara demikian, melainkan pintupintu ilham dan mukalamah dan mukhatabah senantiasa terbuka. Ya, carilah pintu-pintu itu melalui jalannya masing-masing, barulah kalian akan menemukannya dengan mudah. Air kehidupan itu turun dari Langit dan menetap pada tempatnya yang layak. Sekarang, apa yang seharusnya kalian lakukan agar kalian dapat meminum air itu? Yang seharusnya kalian lakukan adalah, capailah mata-air itu dengan jatuh bangun, kemudian letakkanlah mulut kalian pada mata air itu supaya kalian diminumkan air kehidupan tersebut. Segala keberuntungan manusia adalah, di mana pun terlihat cahaya maka dia berlari ke arah itu. dan di mana pun nampak jejak sahabatnya yang hilang, ia akan menempuh jalan itu. Kalian menyaksikan bahwa cahaya selamanya turun dari langit dan menerpa bumi. Demikian pula cahaya hakiki petunjuk turun dari Langit juga. Ucapan-ucapan dan dugaan-dugaan manusia sendiri tidak dapat memberikan makrifat sejati kepadanya. Apakah kalian dapat menemukan Tuhan tanpa adanya penampakkan Ilahiyah? Apakah kalian dapat melihat dalam kegelapan tanpa adanya cahaya langit? Seandainya dapat, maka mungkin di tempat ini pun kalian akan dapat melihat. Akan tetapi walau pun mata kita dapat melihat tetapi kita tetap saja memerlukan cahaya langit. Dan walaupun kita dapat mendengar, kita tetap saja memerlukan udara yang bergerak dari arah Tuhan. Tuhan yang diam dan membiarkan segala sesuatu bergantung pada dugaan-dugaan kita, bukanlah Tuhan yang sejati. Justru Tuhan yang sempurna dan hidup adalah Tuhan yang memberitahukan sendiri tentang keberadaan Wujud-Nya. Jendela-jendela langit sedang akan terbuka, fajar 208

Masalah Kelima

shidiq hampir menyingsing. Beberkatlah mereka yang bangkit duduk dan kini mencari Tuhan yang sejati. Itulah Tuhan yang tidak mengenal perubahan dan tidak pernah tertimpa musibah, yang cahaya keperkasaan-Nya tidak pernah pudar. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran Syarif: [235]

Yakni, Tuhan-lah Yang setiap saat merupakan cahaya langit dan cahaya bumi. Cahaya dari-Nya menerpa semua tempat. Dia-lah Matahari bagi matahari, Dia-lah Nyawa bagi seluruh makhluk bernyawa yang ada di dunia. Dia-lah Tuhan yang sejati dan yang hidup. Beberkatlah orang yang menerimanya. Sarana ketiga untuk memperoleh ilmu ialah hal-hal yang terdapat dalam martabat Haqqul-Yaqin, yaitu segala penderitaan, musibah dan kesusahan yang dialami para nabi serta orang-orang shalih di tangan musuh, atau atas keputusan samawi. Akibat penderitaan-penderitaan dan kesusahankesusahan semacam ini maka semua petunjuk syariat yang tadinya ada dalam hati manusia hanya secara ilmu belaka akan berlaku padanya dan berubah ke dalam bentuk amalan. Kemudian, setelah tumbuh dan berkembang dari lahan amal sampailah petunjuk-petunjuk syariat ke taraf kesempurnaan total, dan wujud si pelaku amal itu sendiri menjadi suatu penjelmaan sempurna petunjuk-petunjuk Tuhan. Semua akhlak: kepemaafan, pembalasan (balas dendam), kesabaran, dan kasih-sayang –yang tadinya memenuhi otak dan hati, kini seluruh bagian tubuh memperoleh jatah dari akhlakakhlak itu berkat penerapan secara amal, dan menggoreskan gambaran serta jejak– jejaknya setelah berlaku pada seluruh ________________ [235]

“Allah adalah Nur seluruh langit dan bumi.”(QS.An-Nur, 24:36).

209

Filsafat Ajaran Islam

tubuh, sebagaimana Allahs.w.t. berfirman:

[236]

[237]

Yakni, Kami akan menguji kalian dengan ketakutan dan kelaparan dan kerugian harta dan kehilangan jiwa dan kegagalan usaha dan kematian anak keturunan. Yakni semua penderitaan ini akan menimpa kalian sebagai keputusan takdir atau karena perbuatan tangan musuh. Adalah kabar suka bagi orang-orang yang pada waktu tertimpa musibah hanya berkata, “Kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah-lah kami akan kembali.” Bagi mereka terdapat berkat dan rahmat dari Allah, dan mereka inilah orang-orang yang telah mencapai kesempurnaan petunjuk. ________________ [236]

“Dan, sesungguhnya akan Kami beri kamu cobaan dengan sedikit ketakutan

dan kelaparan, dan kekurangan dalam harta-benda dan jiwa dan buah-buahan; tetapi, hai Rasul, berikanlah kabar suka kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa suatu musibah tidak gelisah, bahkan mereka berkata, “Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali. Mereka inilah yang dilimpahi berkat dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka pula-lah yang mendapat petunjuk.”(QS.Al-Baqarah, 2:156158). [237] “Kamu pasti akan dicobai dalam harta-bendamu dan jiwamu, dan niscaya kamu akan mendengar banyak hal yang menyakitkan hati dari orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu dan juga dari orang-orang musyrik. Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, maka hal demikian sungguh merupakan urusan ketetapan hati..”(QS.Ali-Imran, 3:187).

210

Masalah Kelima

Yakni, sekedar memiliki ilmu yang memenuhi hati dan otak tidaklah berarti apa-apa. Justru pada hakikatnya ilmu adalah sesuatu yang turun dari otak lalu memberikan budaya serta warna kepada segenap bagian tubuh, dan mewujudkan seluruh ingatan dalam bentuk amal. Jadi, sarana untuk memperkokoh ilmu dan untuk mengembangkannya ialah menuangkan ilmu itu ke dalam seluruh bagian tubuh dalam bentuk amalan. Tidak ada ilmu yang paling rendah sekali pun dapat mencapai kesempurnaannya tanpa penerapan secara amal. Misalnya, sejak lama kita berpendapat bahwa memasak roti itu adalah pekerjaan yang sangat mudah dan tidak pelik. Pekerjaan itu hanya sekedar membuat adonan tepung gandum, dan dari adonan itu diambil sekepal cukup untuk sepotong roti, lalu dileberkan dengan menghimpitnya pada kedua telapak tangan, kemudian ditaruh di atas loyang, lalu dibolak-balik di atas api supaya bakarannya merata maka roti pun akan matang. Itu hanya teori ilmu kita saja. Tetapi apabila kita tanpa pengalaman mulai memasak, maka pertama-tama kesulitan yang akan kita hadapi ialah membuat adonan yang bagus, karena jika tidak maka bisa keras seperti batu atau terlalu lembek sehingga tidak dapat digunakan dengan semestinya. Dan andaikata sesudah dipukul-pukul dan dibanting-banting kita berhasil juga menyiapkan adonan maka roti itu ada sebagian yang hangus dan sebagian lagi masih mentah. Di bagian tengah tebal dan di bagian pinggir tidak merata, padahal sudah 50 tahun kita selalu menyaksikan roti dimasak. Ringkasnya, hanya dengan bekal ilmu saja yang belum pernah dipraktekkan kita akan menyia-nyiakan berkilo-kilo tepung gandum. Jadi, tatkala dalam hal-hal kecil saja pun sudah demikian keadaan ilmu kita, maka bagaimana mungkin kita dapat bertumpu sepenuhnya pada ilmu semata dalam perkara-

211

Filsafat Ajaran Islam

perkara besar tanpa penerapan dan praktek secara amalan. Jadi, di dalam ayat-ayat ini Allah Ta’ala mengajarkan bahwa, “Musibah-musibah yang Aku timpakan kepada kalian itu pun merupakan sarana ilmu dan pengalaman. Yakni dengan itu ilmu kalian akan menjadi sempurna.” Dan kemudian lebih lanjut Dia berfirman, “Kalian akan diuji juga dalam harta dan jiwa kalian. Orang-orang akan merampas harta kalian, akan membunuh kalian dan kalian akan sangat diganggu melalui tangan orang-orang Yahudi, Nashrani dan orang-orang musyrik. Mereka akan melontarkan kata-kata yang sangat menghina mengenai kalian. Jadi, apabila kalian sabar dan menghindari hal-hal yang bukan-bukan maka sikap demikian itu merupakan suatu keteguhan dan kesatriaan. Makna keseluruhan ayat ini ialah, ilmu yang beberkat yaitu ilmu yang memperlihatkan kecemerlangannya sampai ke taraf amal terapan. Sedangkan ilmu yang sia-sia ialah yang tetap terkurung dalam batas ilmu saja namun tidak pernah mencapai taraf penerapan secara amalan. Hendaknya diketahui bahwa seperti halnya harta bertambah dan berlipat-ganda melalui perniagaan, demikian pula ilmu akan mencapai kesempuraan rohaniahnya melalui terapan amal. Jadi, terapan amal merupakan sarana utama untuk menyampaikan ilmu ke taraf sempurna. Melalui terapan di dalam ilmu akan timbul cahaya. Dan pahamilah, sarana apa lagi untuk mencapai taraf Haqqul-Yaqin ilmu? Tidak lain adalah menguji segala sisinya (seginya) secara amal terapan. Demikianlah yang telah berlaku dalam Islam. Segala sesuatu yang telah diajarkan Allah Ta’ala kepada manusia dengan perantaraan Al-Quran Syarif, kepada mereka diberi kesempatan untuk mencemerlangkan ajaran tersebut dalam bentuk amal terapan serta memperoleh cahaya sepenuhnya dari itu.

212

Masalah Kelima

Dua Periode Kehidupan Rasulullahs.a.w. Untuk tujuan itulah Allah Ta’ala membagi kehidupan Nabi kitas.a.w. dalam dua bagian. Bagian pertama adalah periode penderitaan, kesulitan, dan kesusahan. Sedangkan bagian kedua merupakan periode kemenangan, supaya pada masa-masa sulit dapat tampil akhlak-akhlak yang memang biasa tampil pada saat-saat kesulitan, dan supaya pada masa-masa kemenangan serta kekuasaan dapat terbukti akhlak-akhlak yang memang tidak dapat dibuktikan tanpa adanya kekuasaan. Maka demikianlah bahwa kedua jenis akhlak RasulullahS.a.w. telah terbukti sempurna dan jelas sehubungan dengan berlakunya kedua periode serta kedua kondisi tersebut. Zaman-zaman penderitaan yang dialami selama 13 tahun oleh Nabi kita Muhammads.a.w. di Mekkah Mu’azzamah, dengan membaca riwayat beliau pada periode itu maka dengan jelas akan diketahui bahwa Rasulullahs.a.w. telah memperlihatkan akhlak-akhlak yang memang seharusnya diperlihatkan oleh seorang shalih sempurna pada saat-saat sulit –yaitu tetap tawakkal kepada Allah, tidak berkeluh-kesah, tidak memperlihatkan kemalasan dalam tugas, dan tidak takut terhadap sosok seseorang– sedemikian rupa sehingga orang-orang kafir menjadi beriman karena menyaksikan istiqamah (keteguhan) yang demikian itu dan memberi kesaksian bahwa istiqamah (keteguhan) dan ketabahan dalam penderitaaan seperti itu tidak dapat dilakukan oleh seseorang sebelum dia bergantung sepenuhnya kepada Allah. Dan kemudian tatkala periode kedua datang, yaitu zaman kemenangan, kekuasaan dan kemakmuran, pada zaman itu pun akhlak-akhlak luhur Rasulullahs.a.w. –sifat pemaaf, kedermawanan, dan keberanian– tampil sedemikian rupa sempurnanya sehingga segolongan besar orang kafir menjadi beriman setelah menyaksikan akhlak-akhlak tersebut. 213

Filsafat Ajaran Islam

Beliau memaafkan orang-orang yang menyakiti beliau dan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang mengusir beliau dari Mekkah. Beliau melimpahkan harta kepada orangorang yang memerlukan dari kalangan mereka. Dan setelah memperoleh kekuasaan beliau mengampuni musuh-musuh besar beliau. Demikianlah banyak sekali orang-orang yang menyaksikan akhlak beliaus.a.w. lalu memberikan kesaksian bahwa selama seseorang bukan berasal dari Allah dan benarbenar shalih, sama sekali dia tidak akan dapat memperlihatkan akhlak tersebut. Itulah sebabnya mengapa kedengkian para musuh beliau yang sudah lama berkobar langsung lenyap. Akhlak paling utama beliau yang telah beliaus.a.w., buktikan adalah akhlak yang telah diuraikan dalam Al-Quran Syarif, yaitu: [238]

Yakni, katakanlah kepada mereka, “Ibadahku dan pengorbananku, dan matiku serta hidupku ada di jalan Allah”. Yakni, ”untuk menzahirkan keperkasaan-Nya dan kemudian untuk memberikan ketentraman kepada hamba-hamba-Nya sehingga dengan kematianku mereka memperoleh kehidupan.” Di sini yang telah disinggung adalah mati di jalan Allah dan demi kebaikan umat manusia. Jangan pula ada yang berpendapat dari itu bahwa beliaus.a.w., na’udzubillah, seperti halnya orang-orang yang bodoh dan gila, beliau sungguhsungguh telah berniat melakukan bunuh diri. Yaitu dengan pemahaman bahwa membunuh diri sendiri melalui suatu alat akan memberikan manfaat kepada orang lain. Justru beliau ________________ [238]

“Katakanlah, “Sesungguhnya sembahyangku dan pengorbananku dan kehidupanku serta kematianku adalah semata-mata untuk Allah, Tuhan semesta alam.”(QS.Al-An’am, 6:163).

214

Masalah Kelima

sangat menentang hal-hal yang sia-sia itu. Dan Al-Quran Syarif telah menetapkan perbuatan bunuh diri itu sebagai suatu dosa besar dan patut dihukum. Sebagaimana Dia berfirman: [239]

Yakni, janganlah kamu bunuh diri, dan janganlah kematian kamu terjadi karena tangan kamu sendiri. Jelaslah, misalnya jika perut si Khalid sakit –dan karena kasihan kepadanya– lalu si Zaid memecahkan kepalanya sendiri maka berarti Zaid tidak melakukan kebaikan kepada Khalid, melainkan ia telah melakukan perbuatan konyol memecahkan kepalanya sendiri dengan batu. Barulah akan merupakan amal shalih apabila Zaid berusaha keras dengan jalan yang tepat dan bermanfaat bagi si Khalid yaitu menyediakan obat-obat mujarab baginya, merawatnya sesuai dengan kaidah-kaidah kedokteran. Akan tetapi dengan memecahkan kepalanya sendiri tidak ada satu manfaat apa pun yang sampai kepada Zaid. Ia dengan siasia telah menyakiti salah satu anggota badannya yang amat berharga. Ringkasnya, maksud ayat ini adalah Rasulullahs.a.w. telah mewakafkan jiwa untuk kebahagiaan umat manusia melalui solidaritas yang hakiki dan kerja keras. Dan dengan doa, dengan jalan tabligh, dengan memikul beban penderitaan mereka, dan dengan cara yang tepat serta bijak, beliau telah mengorbankan jiwa dan ketentraman beliau di jalan itu, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: [240]

________________ “Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu dengan tanganmu sendiri ke dalam kebinasaan.”(QS.Al-Baqarah, 2:196). [240] “Boleh jadi engkau akan membinasakan dirimu sendiri dari dukacita, karena mereka tidak mau beriman.”(QS.As-Syu’ara, 26:4). [239]

215

Filsafat Ajaran Islam [241]

Apakah engkau akan membinasakan diri engkau dalam kesedihan dan kerjakeras yang engkau lakukan untuk orangorang? Dan apakah engkau akan melepas nyawa engkau dengan penuh penyesalan bagi orang-orang yang tidak menerima kebenaran itu? Jadi, cara bijaksana untuk mengorbankan jiwa demi kaum adalah menimpakan kerja keras atas jiwa untuk kebaikan kaum, sesuai dengan cara-cara bermanfaat hukum kudrat, mengorbankan jiwa demi mereka dengan menempuh upayaupaya yang tepat, tidak memukulkan batu ke kepala sendiri setelah menyaksikan kaum itu berada di dalam bencana besar atau kesesatan serta mendapatkannya dalam kondisi yang fatal, atau tidak menelan 2 atau 3 butir strychnine agar mati meninggalkan dunia, dan kemudian beranggapan bahwa, “Kami telah menyelamatkan kaum melalui sikap kami yang sia-sia ini.” Ini bukanlah sikap jantan melainkan perangai perempuan. Cara yang senantiasa ditempuh oleh orang-orang yang tidak mempunyai semangat adalah, tatkala mereka mendapatkan bencana itu tidak sanggup untuk dihadapi maka mereka segera mengambil sikap bunuh diri. Perbuatan bunuh diri demikian, walaupun di kemudian hari diberi penafsiran macam-macam, namun tidak diragukan lagi bahwa sikap itu merupakan aib bagi akal dan bagi orang-orang yang berakal. Akan tetapi jelas bahwa seseorang yang tidak mempunyai kesempatan untuk membalas, kesabarannya serta sikapnya yang tidak melawan musuh tidaklah dapat dipercaya. Sebab ________________ [241]

“Maka janganlah engkau membinasakan diri engkau karena kesedihan mengenai mereka.”(QS.Al-Fathir, 35:9).

216

Masalah Kelima

siapa yang tahu seandainya dia kuasa untuk membalas maka apa saja yang dia lakukan. Selama manusia belum menjalani kedua zaman tersebut – pertama-tama zaman penderitaan dan kedua zaman kekuasaan dan pemerintahan serta kemakmuran– selama itu pula akhlakakhlaknya yang asli tidak dapat tampil sama sekali. Sangat jelas bahwa seseorang yang terus menerus mengalami serangan dari pihak lain hanya ketika berada dalam kondisi lemah, tidak punya apa-apa dan tidak berkuasa, serta tidak memperoleh zaman kekuasaan dan pemerintahan serta kemakmuran, maka sedikit pun tidak ada yang dapat dibuktikan dari akhlakakhlaknya. Dan jika seseorang tidak pernah turun ke medan perang, maka ini pun tidak akan terbukti apakah dia seorang pemberani atau pengecut. Kita tidak dapat mengatakan apa pun berkenaan dengan akhlaknya, sebab kita tidak tahu. Kita tidak mengetahui seandainya dia meraih kekuasan atas musuhmusuhnya, apa saja sikap yang akan diambil terhadap mereka. Dan andaikata dia kaya-raya, apakah dia menimbun harta itu atau membagi-bagikannya kepada orang? Dan seandainya ia turun ke suatu medan pertempuran apakah dia melarikan diri tunggang-langgang atau memperlihatkan kejantanannya seperti para ksatria? Akan tetapi anugerah serta karunia Ilahi telah memberikan kesempatan kepada Nabi kitas.a.w. untuk memperlihatkan akhlak-akhlak tersebut. Demikianlah bahwa sifat-sifat beliau yang pemurah, pemberani, lemah-lembut, pemaaf dan adil, telah tampil pada kesempatannya masingmasing dengan begitu sempurnanya sehingga tidak dapat dicari bandingannya di dalam lembaran sejarah dunia. Di dalam kedua periode kehidupan beliau –zaman ketika masih lemah dan ketika berkuasa, zaman ketika tidak memiliki apa-apa dan ketika dipenuhi oleh kemakmuran– beliau telah memperlihatkan kepada seluruh dunia bahwa wujud suci 217

Filsafat Ajaran Islam

beliau itu merupakan himpunan akhlak yang bertaraf sangat mulia. Dari antara akhlak fadhilah, tidak ada satu akhlak manusia pun yang untuk menzahirkannya Allah Ta’ala tidak memberikan suatu peluang kepada beliau. Segenap akhlak fadhilah –keberanian, kemurahan hati, keteguhan, kepemaafan, kelemah-lembutan dan sebagainya– telah terbukti sedemikian rupa, sehingga mustahil mencari bandingannya di dunia. Ya, memang benar, barangsiapa telah berbuat aniaya sampai melampaui batas dan ingin menghancurkan Islam mereka pun tidak dibiarkan oleh Allah Ta’ala tanpa hukuman, sebab membiarkan mereka tanpa hukuman berarti seolah-olah menghancurkan orang-orang shalih di bawah kaki mereka.

Tujuan Peperangan Rasulullahs.a.w. Tujuan peperangan Rasulullahs.a.w. sekali-kali bukanlah untuk sekedar membunuhi orang-orang tanpa sebab. Mereka telah diusir dari tanah leluhur mereka, dan banyak sekali kaum pria dan wanita Muslim yang tidak berdosa telah dibunuh, sedangkan orang-orang zalim (aniaya) belum juga berhenti dari berbuat zalim, dan mereka menghambat ajaran Islam. Untuk itu hukum Tuhan berkenaan dengan keamanan menghendaki untuk menyelamatkan orang-orang yang teraniaya dari kehancuran total. Jadi, pihak yang telah menghunus pedang, dengan merekalah telah dilakukan perlawanan dengan pedang. Ringkasnya, untuk mematahkan ancaman para pembunuh, peperangan-peperangan itu telah dilangsungkan sebagai upaya menangkal kejahatan, dan telah dilangsungkan pada saat orangorang zalim berkeinginan menghancurkan orang-orang benar. Dalam kondisi itu, jika Islam tidak menerapkan aksi pembelaan diri maka ribuan anak dan kaum wanita tidak berdosa akan 218

Masalah Kelima

terbunuh sehingga akhirnya Islam menjadi hancur.Hendaknya diingat, ini merupakan kebengisan besar para penentang kami, mereka beranggapan bahwa petunjuk ilhamiyah hendaknya tidak mengandung ajaran untuk melawan para musuh pada tempat dan kesempatan apa pun serta sennatiasa memperlihatkan kecintaan dan kasih-sayang dalam bentuk kehalusan dan kelemah-lembutan. Orang-orang ini di dalam benak mereka beranggapan bahwa dengan membatasi segenap sifat sempurna Allah Ta’ala hanya pada kehalusan dan kelemah-lembutan saja berarti mereka sedang menjunjung tinggi Allah Ta’ala. Akan tetapi orang-orang yang menelaah dan merenungkan masalah ini, dengan mudah dapat terbuka kepada mereka bahwa orang-orang tersebut sedang terperangkap di dalam suatu kekeliruan besar dan nyata. Dengan menelaah hukum kudrat Allah Ta’ala akan terbukti dengan jelas bahwa Dia memang satu-satunya Rahmat bagi dunia, akan tetapi rahmat itu tidak selamanya dan tidak dalam setiap kondisi tampil dengan corak kehalusan dan kelembutan. Justru semata-mata karena dorongan rahmat-Nya Dia –bagai seorang dokter ahli– kadang-kadang memberikan syrup yang manis kepada kita dan kadang-kadang memberikan obat yang pahit. Rahmat-Nya menerpa seluruh umat manusia seperti seorang di antara kita yang menyayangi seluruh bagian tubuhnya. Tidak diragukan lagi bahwa tiap orang di antara kita menyayangi seluruh bagian wujudnya. Dan kalau ada yang ingin mencabut sehelai saja rambut kita maka kita akan sangat marah kepadanya. Akan tetapi kendati pun kita menyayangi tubuh kita, rasa sayang itu terbagi-bagi di dalam segenap tubuh kita. Dan seluruh bagian tubuh kita itu terasa sayang oleh kita, kita tidak ingin satu pun di antaranya cedera. Akan tetapi walaupun demikian, jelas terbukti bahwa kita tidak menyayangi bagianbagian tubuh kita pada taraf dan kadar yang sama, melainkan 219

Filsafat Ajaran Islam

rasa sayang terhadap anggota-anggota badan yang pokok serta penting –yang sedikit banyak merupakan tumpuan bagi tujuan kita– menguasai kita. Demikian pula pada pandangan kita rasa sayang terhadap tubuh seutuhnya adalah lebih besar dibandingkan dengan rasa sayang terhadap salah satu anggota. Jadi, apabila kita menghadapi keadaan bahwa keselamatan suatu bagian tubuh bertumpu pada upaya penyayatan atau pembedahan atau pemotongan bagian tubuh yang kurang penting, maka untuk menyelamatkan jiwa tanpa ragu kita siap untuk membedah atau memotong bagian tubuh tersebut. Dan walaupun pada saat itu di dalam hati kita juga timbul rasa sedih –bahwa kita membedah atau memotong satu bagian tubuh kita yang disayang– akan tetapi kita tetap terpaksa melakukan pemotongan dengan pemikiran: jangan-jangan peradangan pada bagian tubuh tersebut dapat merusak bagian tubuh penting lainnya. Jadi, melalui tamsil ini hendaknya dipahami bahwa Allah pun tatkala melihat hamba-hamba shalih-Nya sedang dibinasakan oleh para pemuja kebatilan, dan kerusuhan pun merebak, maka Dia akan melakukan upaya yang tepat untuk menyelamatkan nyawa orang-orang shalih dan untuk menumpas kerusuhan –tidak peduli apakah dari langit maupun dari bumi– sebab Dia adalah Ar-Rahĩm ............, Maha Pengasih dan juga Al-Hakĩm ...................., Maha Bijaksana. ........................ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

220

Indeks

A Akhlak, Akhlaki, 3; 4; 5; 6; 8; 9; 10; 19; 21; 22; 24; 25; 27; 28; 29; 30; 31; 32; 33; 34; 41; 44; 45; 46; 50; 52; 53; 54; 59; 60; 62; 64; 66; 67; 68; 71; 78; 80; 83; 84; 85; 92; 107; 109; 136; 159; 179; 209; 213; 214; 217; 218. Al-Quran, 2; 3; 5; 6; 7; 8; 10; 11; 12; 18; 25; 26; 27; 28; 31; 34; 39; 41; 44; 50; 64; 65; 66; 71; 83; 85; 87; 92; 93; 94; 97; 98; 107; 108; 109; 115; 131; 134; 135; 141; 144; 145; 148; 149; 155; 156; 163; 166; 170; 191; 193; 194; 199; 206; 207; 209; 212; 214; 215. Anak Yatim, 27; 38; 55; 56; 57; 72; 74; 75; 77.

B Babi, 37; 40; 42. Bahasa Arab, 42; 45; 52; 59; 61; 75; 85; 123; 124; 126; 148; 149. Bangsa Arab, 56. Barzakh, 147; 148; 149; 151; 152;

153; 155; 157. Buah, 24; 29; 42; 130; 131; 136; 142; 143; 151; 180; 182; 186; 202.

D Doa, 14; 49; 69; 106; 114; 115; 117; 134; 135; 137; 169; 171; 174; 204; 214.

H Hari Akhirat, 14. Hidup, 5; 7; 8; 19; 23; 24; 34; 46; 49; 60; 62; 101; 106; 116; 119; 129; 134; 151; 152; 153; 154; 165; 168; 170; 182; 198; 208; 209. Hukum Alam, 13; 17; 43; 189.

I Ibadah, 8; 110; 117. Ilham, 91; 135; 173; 176; 177; 185; 186; 187; 188; 189; 190; 198; 199; 200; 201; 202; 203; 207. Ilmu, 27; 94; 113; 125; 147; 149; 150; 172; 179; 185; 186; 191;

221

Filsafat Ajaran Islam

193; 196; 197; 198; 206; 207; 209; 211; 212; Iman, 129; 131; 142; 161; 175; 180. Islam, 1; 19; 20; 21; 43; 50; 52; 93; 108; 116; 129; 134; 135; 151; 163; 166; 167; 174; 186; 205; 207; 212; 218; 219. Istighfar, 162; 163; 204.

J Jahe, 125. Jalan tengah, 10; 76; 107; 108; 109. Jiwa, 4; 5; 6; 7; 9; 44; 62; 80; 82; 84; 110; 121; 134; 172; 181; 182; 183; 184; 186; 210; 212; 215; 216; 220.

K Keadaan Alami, 28; 80. Kebangkitan, 147; 148; 153; 155; 157; 158. Keberanian, 9; 32; 33; 77; 78; 79; 213; 218. Kejahatan, 4; 22; 23; 44; 45; 53; 59; 62; 64; 65; 218. Kejujuran, 53; 54; 57; 59; 80; 110. Kesabaran, 79; 83; 174; 209. Kesucian, 8; 45; 46; 48; 49; 50; 66; 113. Konferensi Agama-agama, 1. M Ma’rifat Ilahi, 31; 75; 87; 93; 167. Makanan, 7; 9; 10; 18; 40; 43; 75; 110; 125; 141; 143; 152; 153; 182.

222

Manusia, 3; 4; 5; 8; 11; 12; 18; 19; 21; 22; 23; 24; 26; 27; 28; 29; 30; 31; 32; 33; 34; 41; 43; 44; 45; 49; 50; 51; 54; 59; 60; 71; 77; 79; 80; 82; 84; 86; 87; 88; 89; 90; 92; 93; 94; 101; 102; 103; 107; 109; 110; 111; 113; 116; 117; 120; 121; 124; 125; 126; 127; 129; 130; 131; 133; 134; 135; 139; 140; 141; 145; 148; 149; 150; 151; 152; 154; 155; 156; 157; 158; 163; 165; 166; 167; 168; 171; 173; 176; 179; 180; 181; 182; 183; 184; 185; 186; 189; 192; 193; 194; 196; 199; 204; 205; 206; 207; 208; 209; 212; 214; 215; 217; 218; 219. Mati, 7; 10; 23; 26; 40; 43; 53; 85; 90; 106; 119; 134; 136; 139; 151; 152; 153; 155; 169; 170; 198; 214; 216.

N Nabi, 25; 33; 91; 92; 141; 163; 174; 176; 186; 188; 193; 202; 206; 208; 209; 213; 217. Nabi Isa, 188. Nabi MuhammadS.a.w., 33; 91; 141. Neraka, 132; 133; 147; 148; 153; 155; 156; 157; 158; 163; 192; 196.

P Pemaaf, 213; 217. Pemurah, 106; 217.

Indeks

Pengorbanan, 93; 125; 134. Peperangan, 218. Plato, 186.

R Rasulullahs.a.w., 25; 41; 91; 186; 189; 213; 215; 218. Rohani, 6; 8; 9; 10; 22; 86; 109; 113; 121; 122; 124; 125; 133; 140; 141; 143; 144; 152; 157; 180; 206. Ruh, 8; 9; 10; 11; 12; 17; 18; 43; 97; 105; 111; 125; 136; 141; 143; 149; 150; 151; 153; 175; 207.

S

Sedekah, 69; 74; 76. Sifat-sifat Allah, 98; 107. Solidaritas, 84; 85; 86; 179; 215. Sumpah, 183; 184; 187; 188. Surah Al-Fatihah, 108; 115; 134; 170. Surga, 6; 7; 75; 110; 122; 123; 129; 131; 132; 133; 141; 142; 146; 155; 156; 159; 160; 161; 162; 163; 180; 199.

W Wahyu, 26; 149; 185; 186; 187; 188; 199. Wujud Yang Maha Agung, 86; 180; 185.

Sabar, 33; 79; 82; 84; 109; 212.

223