Ganggguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas Flipbook PDF

Panduan Mengenali Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
Author:  S

87 downloads 305 Views 785KB Size

Recommend Stories

Story Transcript

Omah Lebah Kecil

PANDUAN MENGENALI

GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN & HIPERAKTIVITAS

Omah Lebah Kecil

DAFTAR ISI 1. Daftar Isi ............ II 2. Pengantar ............ III 3. Apa itu ADHD ? ............ 1 4. Mengenali Ciri ADHD ............ 3 5. Tingkatan ADHD ............ 5 6. Faktor Penyebab ADHD ............ 6 7. Penerimaan diri orangtua terhadap anak dengan ADHD ............ 7 8. Referensi ............ 9 9. Tentang Omahlebahkecil ............ 10 10. Tim kecil ............ 10

II

Omah Lebah Kecil

KATA PENGANTAR BUKU GPPH

Edilburga W. Saptandari, M.Psi., Ph.D., Psikolog

Gangguan Pemusatan Perhatiaan dan Hiperaktivitas (GPPH) atau yang lebih dikenal disebut sebagai ADHD (Attetion Deficit and Hyperactivity Disorder) merupakan sebuah gangguan perkembangan yang cukup “populer”. Walaupun belum ada data pasti mengenai jumlah anak Indonesia yang menyandang ADHD, tetapi ADHD adalah salah satu gangguan perkembagan yang cukup tinggi prevalensinya. ADHD menyebabkan seorang anak memiliki tingkat aktivitas motorik yang jauh lebih tinggi dibandingkan anak sebayanya, kesulitan mengelola dorongan atau impulsif, dan/atau terhambat dalam memusatkan perhatian. Penegakan diagnosis ADHD ini perlu dilakukan oleh profesional, seperti dokter atau psikolog. Ketika diagnosis sudah ditegakkan, pendampingan orangtua menjadi hal yang sangat krusial untuk membantu anak mengelola perilakunya. Pengelolaan perilaku yang tepat akan berdampak positif pada aspek sosial, emosi, serta akademik. Pendampingan orangtua juga sangat penting untuk mencegah munculnya permasalahan yang lebih serius di kemudian hari, seperti putus sekolah, kenakalan remaja, bahkan depresi. Buku ini dapat menjadi buku saku bagi orangtua dalam memahami putra-putrinya yang dikaruniai keistimewaan sebagai anak dengan ADHD. Penjelasan yang detil, ilmiah, tetapi mudah dipahami mengenai karakteristik anak dengan ADHD serta faktor penyebabnya dapat menjadi dasar bagi orangtua dalam mendampingi putra-putrinya. Tidak hanya itu, buku ini juga mengulas mengenai aspek psikologis orangtua. Dianugerahi anak dengan ADHD, bukanlah perjalanan yang mudah. Buku ini membantu orangtua untuk dapat memahami dinamika diri dan situasi yang ada. Penerimaan diri menjadi landasan orangtua untuk mampu bersikap ikhlas, sabar, sekaligus tetap penuh sukacita dalam membersamai tumbuh kembang putra-putrinya.

Yogyakarta, 8 Mei 2021

III

1

Omah Lebah Kecil

PANDUAN MENGENALI ADHD Orangtua kadang mengeluhkan anaknya tidak bisa diam dan tidak bisa fokus pada satu hal. Misalnya saat sedang makan lari kesana kemari atau terus bertanya tanpa henti. Semua itu sebenarnya wajar terjadi pada anak di masa “golden age” atau usia emas yaitu sampai umur 5 tahun. Pada umumnya anak punya keingintahuan yang tinggi dan selalu ingin mengeksplorasi hal-hal yang baru. Namun orangtua patut waspada apabila perilaku anak yang tidak bisa fokus atau banyak gerak ini terus berlanjut hingga menganggu aktivitas sehari-harinya, menghambat perkembangan anak, menganggu interaksi sosial, atau mempengaruhi performa belajar dan prestasi sekolahnya. Menurut penelitian, lebih dari enam juta anak-anak dari usia 2 sampai 17 tahun memiliki diagnosa ADHD (Attention Deficit, Hiperactivity Disorder). Ada baiknya orangtua mengenal ADHD, yang merupakan salah satu gangguan psikologi yang dapat dideteksi sejak usia dini. Tidak semua anak yang kita anggap banyak gerak, atau tidak mau diam, bisa kita katakan “hiperaktif”. Pada umumnya anak sampai usia sekitar 5 tahun akan cenderung banyak gerak, selalu ingin bermain, atau banyak bertanya apa ini apa itu. Orangtua bisa melakukan identifikasi awal apabila anak secara konsisten terlihat tidak bisa memusatkan perhatian atau berperilaku hiperaktif selama minimal dalam 6 bulan terakhir. Panduan ini dimaksudkan untuk membantu orangtua mengenali apa itu ADHD, melakukan identifikasi awal apakah anak masuk kriteria ADHD, dan apa langkah awal yang harus dilakukan orangtua apabila anak memiliki ciri-ciri ADHD.

APAKAH ADHD ITU?

Attention Deficit / Hyperactivity Disorder adalah pola yang terus menerus muncul dari ketidakmampuan dalam memusatkan perhatian dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas dan intensitasnya lebih tinggi apabila dibandingkan dengan individu yang sebaya. Gangguan hiperaktifitas-impulsivitas dan ketidakmampuan dalam memusatkan perhatian ini mulai muncul sejak sebelum usia 7 tahun meskipun banyak individu yang baru mendapatkan diagnosa ADHD pada usia yang lebih tua, terutama anak-anak dengan tipe inattentive atau gangguan pemusatan perhatian1 Attention Deficit / Hyperactivity Disorder merupakan kondisi neurobehavioral yang biasanya di diagnosis ketika masa kanakkanak. Mereka menunjukkan karakteristik inattention, hyperactivity, dan impulsivity yang membuat mereka mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian dan mengontrol perilaku mereka

2

Omah Lebah Kecil Anak-anak dengan ADHD dapat menunjukkan beberapa tanda sebelum usia 5 tahun2, diantaranya: 1. Kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap bermacam-macam objek visual dan suara 2. Tidak ada keterlibatan emosional atau hanya menunjukkan ekspresi senang yang singkat dan lemah 3. Tidak ada interaksi atau hanya interaksi bolak-balik yang singkat-singkat dengan sedikit inisiatif 4. Kesulitan untuk memulai dan mempertahankan timbal balik dalam interaksi sosial atau menunjukkan ekspresi emosi yang singkat-singkat 5. Sedikit kata yang diucapkan, atau mengulangulang kata yang sama, atau mengulang kata yang diucapkan oleh orang lain 6. Kata-kata yang diucapkan bersifat acak, tidak ada makna logis yang menghubungkan satu kata dengan kata yang lainnya

MENGENALI CIRI-CIRI ADHD Pada individu dengan usia diatas 5 tahun, ADHD dibedakan menjadi beberapa tipe: 1. Gangguan Pemusatan Perhatian (Attention Deficit) 2. Hiperaktif & Impulsif 3. ADHD (kombinasi kategori 1 & 2)

3

Omah Lebah Kecil

Gangguan Pemusatan Perhatian Anak bisa disebut mengalami gangguan pemusatan perhatian apabila muncul minimal 6 ciri-ciri yang konsisten, minimal selama 6 bulan dan memiliki efek negatif atau mengganggu interaksi sosialnya, misalnya dalam bermain, mengganggu aktivitas akademiknya saat belajar atau sekolah baik secara daring (online) maupun luring (offline). Menurut DSM-5 (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorder) Berikut ciri-cirinya: 1. Sering tidak mampu untuk memberikan perhatian dengan detail, sering membuat kesalahan (tidak akurat, tidak lengkap) dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan rumah atau aktivitas yang lain 2. Kesulitan untuk memberikan perhatian terhadap sesuatu dalam jangka waktu yang lama (cepat berganti-ganti permainan, tidak fokus di kelas atau saat belajar di rumah, cepat beralih perhatian saat bicara, tidak bisa membaca dalam waktu lama) 3. Sering tidak terlihat fokus saat berbicara langsung (terlihat seperti memikirkan hal yang lain, bahkan saat tidak ada hal lain yang menarik perhatian anak) 4. Sering tidak mampu mengikuti aba-aba atau perintah di kelas, tidak selesai mengerjakan tugas baik di sekolah

maupun di rumah (tugas awalnya dikerjakan, namun dengan mudah teralihkan perhatian ke hal yang lain). 5. Sering kesulitan mengelola tugas atau aktivitas (kesulitan mengerjakan tugas yang berurutan, kesulitan merapikan barangbarang pribadi atau mainan, kesulitan mengelola waktu) 6. Sering menghindari, tidak suka, atau menolak mengerjakan tugas-tugas yang memerlukan upaya mental/berpikir (membaca materi belajar, mengerjakan PR, dll) 7. Sering kehilangan barang pribadi (buku pelajaran, mainan, pensil, kacamata, dompet, kunci, dll) 8. Sering terpecah perhatiannya ketika ada stimulus eksternal (misalnya suara, melihat hal lain yang lebih menarik, dll) 9. Sering lupa akan aktivitas harian (mengerjakan PR, tugas sekolah, janji dengan orang lain, dll)

Omah Lebah Kecil

Hiperaktif & Impulsif Anak bisa disebut mengalami gangguan hiperaktif & impulsif apabila muncul minimal 6 ciri-ciri yang konsisten, minimal selama 6 bulan dan memiliki efek negatif atau mengganggu interaksi sosialnya, misalnya dalam bermain, mengganggu aktivitas akademiknya saat belajar atau sekolah baik secara daring (online) maupun luring (offline). Menurut DSM-5 (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorder) Berikut ciri-cirinya: 1. Sering terlihat gelisah, menggerak-gerakkan tangan, mengetuk-ketukkan jari tangan atau kaki. Sering terlihat menggeliat ketika duduk 2. Sering meninggalkan kursi di saat yang tidak tepat (misalnya ketika sedang jam pelajaran, ketika sedang belajar online, atau situasi lain yang mengharuskan tetap duduk) 3. Sering berlarian atau memanjat di saat yang tidak tepat (pada remaja bisa dalam bentuk terus merasa resah) 4. Sering tidak mampu mengikuti permainan atau kegiatan dengan santai dan tenang 5. Selalu merasa “terburu-buru”, merasa selalu siap siaga (tidak nyaman berada dalam situasi yang sama atau duduk diam dalam jangka waktu yang lama, seperti ketika duduk makan di restoran, saat belajar, saat pertemuan, dll) 6. Sering berbicara berlebihan 7. Sering melontarkan jawaban ketika orang lain belum menyelesaikan pertanyaan (memotong pertanyaan, tidak mampu menunggu giliran berbicara) 8. Kesulitan untuk menunggu giliran atau mengantri 9. Sering menginterupsi atau mengganggu orang lain (memotong percakapan atau permainan orang/anak lain, memakai barang pribadi orang/ anak lain tanpa minta ijin)

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan sebagai berikut • Ciri-ciri perilaku gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif di atas sudah muncul sebelum usia 12 tahun • Ciri-ciri tersebut bisa muncul di berbagai lingkungan sosial misalnya di rumah, di sekolah, atau ketika bermain dengan teman. • Ciri-ciri tersebut dipastikan menganggu aktivitas sehari-hari, interaksi sosial, maupun akademik (interaksi saat sekolah baik dengan teman maupun dengan guru) • Ciri-ciri tersebut tetap muncul meskipun tidak disertai dengan gangguan perilaku yang lain

4

5

Omah Lebah Kecil

TINGKATAN ADHD Setiap orang memiliki gejala ADHD dengan kategori yang berbeda-beda. Oleh sebab itu penegakan diagnosa ADHD harus dilakukan oleh tenaga profesional guna menetapkan tingkat keparahan gangguan tersebut. Adapun tingkat keparahan ADHD dalam DSM-5 adalah “ringan”, “sedang” dan “berat”. Tingkatan ini dapat berubah sepanjang rentang hidup seseorang. Artinya, seiring bertambahnya usia, tingkat gejala dapat berubah, atau memiliki bentuk yang berbeda. Berikut adalah perjalanan perkembangan ADHD pada fase tumbuh kembang seseorang3:

Hiperaktif dan impulsif merupakan gejala utama pada usia prasekolah, sedang inatensi tidak begitu terlihat karena belum matangnya perkembangan otak pada usia tersebut. Namun gejala inatensi akan semakin terlihat seiring bertambahnya usia dan menonjol sepanjang siklus hidup, sedangkan gejala hiperaktivitas akan menurun terutama pada usia remaja dan dewasa. Selain itu tingkat komorbiditas (gangguan penyerta lainnya) cenderung meningkat seiring waktu, terutama saat memasuki usia dewasa, namun ini bisa saja terjadi karena komorbiditas pada usia anak cenderung diabaikan atau karena ADHD sulit didiagnosakan pada anak dengan gangguan kecemasan atau gangguan belajar.

6

Omah Lebah Kecil

FAKTOR PENYEBAB ADHD 1. Genetik (keturunan) Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa ADHD diturunkan oleh keluarga. Seseorang yang memiliki orangtua atau saudara kandung yang mengalami ADHD memiliki risiko sekitar lima hingga sepuluh kali lipat untuk mengalami ADHD4. Faktor keturunan berpengaruh sekitar 80%. Artinya, 80% dari anak-anak yang mempunyai gejala ADHD dipengaruhi oleh faktor genetik. Namun demikian belum diketahui gen mana yang menyebabkan ADHD5 2. Fungsi Otak ADHD ditandai dengan adanya hambatan dalam beberapa fungsi otak. Gangguan ini merupakan gangguan biologis pada fungsi otak yang kronis dan dapat mengakibatkan perkembangan pada fungsi kognitif menjadi tidak sesuai dengan usia perkembangannya6. Adanya hambatan tersebut membuat anak yang mengalami ADHD memiliki permasalahan seperti lambat dalam merespon suatu stimulus, kesulitan dalam memberikan respon secara runtut, dan cenderung memberikan respon yang tidak relevan, atau tidak sesuai tujuan7

3. Lingkungan Berdasarkan penelitian, lingkungan berpengaruh terhadap munculnya ADHD. Meskipun penyebab ADHD juga bergantung pada faktor genetik, akan tetapi dapat dikatakan bahwa lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan secara luas, termasuk lingkungan psikologis (relasi dengan orang lain, berbagai peristiwa dan penanganan yang telah diberikan), lingkungan fisik (makanan, obat-obatan, penyinaran), lingkungan biologis (cedera otak, radang otak, komplikasi saat melahirkan). Selain itu faktor risiko lingkungan yang dikaitkan dengan ADHD ialah faktor prenatal dan perinatal, seperti ibu yang merokok dan penggunaan alkohol, berat badan lahir rendah, kelahiran premature dan paparan racun lingkungan, seperti pestisida organofosfat, bifenil poliklorinasi, seng dan timah8 9

7

Omah Lebah Kecil

4. Faktor Perkembangan Proses kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan pada otak anak dan pada gilirannya menyebabkan anak memiliki gejala ADHD. Berdasarkan hasil penelitian mengatakan bahwa ibu yang hamil dalam usia muda dan dengan tingkat edukasi yang rendah serta mengalami masa kehamilan dan kelahiran yang lama dapat menyebabkan anak mengalami ADHD. Pengaruh tersebut memiliki resiko sebesar 42%. Selain itu, Ibu yang stres selama masa kehamilan mempunyai resiko sebesar 22%. Secara biologis Ibu hamil yang terpapar racun dan infeksi juga memiliki resiko. Hambatan dalam proses kehamilan bisa menyebabkan anak mengalami maturational delay (perkembangan otak yang terhambat) dan beresiko mengalami ADHD10.

Penerimaan diri orangtua terhadap anak dengan ADHD Kelahiran anggota baru dalam sebuah keluarga dapat berdampak signifikan terhadap dinamika keluarga. Berbagai perubahan harus dijalani untuk beradaptasi atas kehadiran anggota keluarga baru itu, terlebih pada keluarga yang memiliki anak dengan disabilitas11 Pada orangtua yang memiiki anak dengan disabilitas mengalami tahapan yang sulit untuk sampai pada fase penerimaan. Seperti proses penerimaan saat kehilangan orang yang dicintai. Antara lain kaget, adanya penolakan, kesedihan, kecemasan, marah, dan akhirnya mampu untuk beradaptasi. Orangtua yang memiliki anak dengan ADHD seringkali mengalami putus asa, kesedihan, dan ketidakberdayaan. Hal ini dikarenakan orangtua berjuang untuk mengatasi gejala dan perilaku yang muncul pada anak12.

Orangtua yang memiliki anak dengan ADHD, kehidupan sehari-harinya merupakan suatu hal yang penuh dengan tantangan, penuh tekanan atau stres dalam mengasuh anak13. Dari hasil penelitian terdapat beberapa hal yang membuat orangtua mengalami stres dalam mengasuh anak dengan ADHD : 1. Beban Pengasuhan. Pada orangtua dengan anak ADHD mengalami beban pengasuhan setiap hari dari perilaku anak yang sulit dikendalikan. Beban pengasuhan ini berpengaruh signifikan terhadap kesehatan mental atau kesejahteraan orangtua. Terutama pada orangtua yang anaknya tidak diberikan intervensi psikologi atau pengobatan medis.

8

Omah Lebah Kecil 2. Pengaruh emosi. Orang tua dengan anak ADHD sering merasa marah dan frustrasi. 3. Pengaruh sosial Stigma sosial yang berkembang di masyarakat membuat orangtua seringkali mengalami penolakan dari keluarga sendiri atau lingkungan sekitar terkait dengan perilaku disruptif anak mereka. Hal ini menyebabkan orangtua mengalami stress karena tidak mendapatkan dukungan.

Tantangan yang dihadapi orangtua dapat menyebabkan beban emosi yang berat, seperti marah, frustrasi, keputusasaan, depresi, gangguan sosial, gangguan pada pekerjaan. Respon negative orang tua terhadap tantangan ini dapat berpengaruh terhadap gaya pengasuhan yang pada gilirannya dapat memperburuk gejala anak ADHD dan mengganggu proses pengobatan (treatment) yang sedang berlangsung14. Penerimaan orangtua terhadap anak ADHD merupakan kunci bagi orangtua untuk menurunkan tingkat stres serta memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Sementara pada anak, penerimaan orangtua berpengaruh terhadap penyesuaian psikologi dan kejiwaan anak sehingga meminimalisir resiko depresi, kecemasan, fobia sosial, dan permasalahan perilaku15. Dari hasil penelitian apabila orangtua belum memiliki penerimaan, mereka tidak menunjukkan adanya kehangatan, bahkan lebih banyak muncul perilaku agresi dan pengabaian. Namun demikian pada anak dengan gejala ADHD ringan, orangtua lebih mudah melakukan penerimaan dan memiliki tingkat stress yang cenderung lebih rendah. Para peneliti menekankan adanya intervensi yang ditujukan pada orangtua. Hal ini didasari beberapa

alasan, yaitu fakta bahwa persepsi penerimaan orangtua yang masih rendah dan penyesuaian psikologis yang buruk mempersulit proses pengobatan pada anak ADHD. Sehingga beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orangtua sebagai berikut : 1. Ketika sudah mencurigai anaknya mengalami ADHD, perlu melakukan konsultasi dengan ahlinya (psikolog, psikiater, dokter anak, ahli tumbuh kembang anak) 2. Apabila anak telah mendapatkan diagnosa ADHD, orangtua perlu untuk mengelola emosinya terlebih dahulu serta menemukan support system (dukungan suami/istri/keluarga/komunitas) untuk membantu menguatkan orangtua secara psikologis. 3. Mencari informasi yang memadai dan dapat dipercaya mengenai ADHD a. Apa itu ADHD, ciri-ciri dan penyebabnya b. Cara melakukan perawatan anak dengan ADHD c. Cara berkomunikasi dengan anak ADHD d. Terapi perilaku atau pengobatan yang bisa dilakukan untuk anak ADHD 4. Melakukan proses perawatan dengan konsisten dan sabar

9

Omah Lebah Kecil

Referensi Marsh, A. (2020). Attention Deficit / Hyperactivity Disorder. Retrieved January 26, 2021, from https:// www.verywellmind.com/adhd-overview-4581801

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. (1991). Synopsis of psychiatry. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins.

Greenspan, S., I. Greenspan, J. (2009). Overcoming ADHD: Helping Your Child Become Calm, Engaged, and Focused Without a Pill. Cambridge: Da Capo

Hallahan, D. P., Kauffman, J. M., Pullen, P. C. (2012). Exceptional Learners: An Introduction to Special Education 12th edition. Pearson Education. New Jersey: USA.

1

2

Stahl, S. M., & Mignon, L. (2009). Attention deficit hyperactivity disorder. Stahl’s Illustrated Series, Cambridge University Press, 1 st edition.

10

11

3

Biederman, J., Faraone, S. V., Keenan, K., Knee, D., & Tsuang, M. T. (1990). Family-genetic and psychosocial risk factors in DSM-III attention deficit disorder. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, 29(4), 526–533. https://doi. org/10.1097/00004583-199007000-00004

4

Paternotte, A, & Buitelaar, J. (2010). ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Dirsoder): Gangguan Pemusatan Perhatian dan hiperaktivita. Jakarta: Prenada Media Group, 2010

5

Barkley, R.A. (1997). ADHD and The Nature of Self Control. New York: Guilford 6

Pennington BF, Ozonoff S. Executive functions and developmental psychopathology. Journal of Child Psychology and Psychiatry. 1996;37:51–87.

7

Banerjee, T. D., Middleton, F. & Faraone, S. V. Environmental risk factors for attention-deficit hyperactivity disorder. Acta Pediatr. 96, 1269–1274 (2007)

8

Scassellati, C., Bonvicini, C., Faraone, S. V. & Gennarelli, M. Biomarkers and attention-deficit/ hyperactivity disorder: a systematic review and meta-analyses. J. Am. Acad. Child Adolesc. Psychiatry 51, 1003–1019.e20 (2012)

9

Mofokeng, M & Van der Wath, AE. 2017. Challenges Experienced by Parents Living with A Child Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Journal Child Adolescence Mental Health. 29(2): 137-145.

12

Leitch, S., Sciberras, E., Post, B., Gerner, B., Rinehart, N., Nicholson, j. m., & Evan, S. 2019. Experience of Stress in Parents of Children with ADHD: A Qualitative Study. International Journal of Qualitative Studies on Health and Wellbeing. 14:1. 1690091

13

Fernandes, S. S., Machado, M., & Machado, F. 2015. Parental Acceptance, Parental Stress, and Quality of Life: A Study with Parents of ADHD Children. Italian Journal of Special Education for Inclusion, III(1), 71-83.

14

Guzel, H. S., Guney, E., & Senses-Dinc, G. 2018. Assessment of Perceived Parental AcceptanceRejection and Psychological Adjustment Levels of Children Diagnosed with Attention-Deficit Hyperactivity Disorder. Dusunen Adam The Journal of Psychiatry and Neurological Sciences, 31:50-60.

15

10

Omah Lebah Kecil

Omahlebahkecil Awalnya semua dari mimpi. Kami punya mimpi yang sama, kebetulan kami sama-sama lulusan fakultas psikologi di kampus yang sama. Kami membayangkan bisa memberikan “sesuatu” pada orang lain. Tentu saja yang bermanfaat. Kami punya keyakinan sekecil apapun itu asal diberikan dengan ikhlas dan sungguhsungguh tentu punya manfaat. Umat Muslim diwajibkan menunaikan zakat dan dianjurkan bersedekah. Bersedekah bisa dalam bentuk barang, bisa dalam bentuk uang. Bagaimana kalau bersedekah dalam bentuk ilmu? Menurut kami bisa. Kami selalu berupaya bersedekah barang, bersedekah uang, dan tidak ada salahnya juga bersedekah dalam bentuk ilmu. Dalam hal ini ilmu psikologi Kami sudah punya rumah kecil, @omahlebahkecil. Kami terpesona dengan lebah, dengan ikhtiarnya bermanfaat bagi yang lain, mereka berorganisasi dengan sangat efektif, saling bahu-membahu sesamanya. Mereka juga sejak jutaan tahun membantu makhluk lain, dengan mengangkut benih secara efektif ke organ reproduksi berbagai tumbuhan di tempat yang jauh. Menurut Ann Druyan, dalam bukunya “Cosmos : Possible Worlds”, lebah memiliki kekuatan mengubah dunia. Karl von Frisch, peneliti serangga dari Jerman pemenang hadiah Nobel dalam bidang fisiologi pada 1973 juga menekankan hal ini. Ia menulis buku terkenal “Aus dem Leben der Bienen” atau dalam bahasa inggris “The Dancing Bees”. Frisch mengatakan bahwa gerakan-gerakan atau tarian lebah adalah sebuah kode sandi navigasi yang kompleks. Lebah memiliki kecerdasan untuk menentukan lokasi makanan. Mereka menunjukkan lokasi berdasarkan faktorfaktor koordinat waktu, matematika, dan astronomi. Bahkan dengan presisi yang mencengangkan lebah juga mempertimbangkan kecepatan angin dan perbedaan ketinggian. Sejak awal 2021, dari awalnya hanya saya dan istri. Kemudian 4 orang teman bergabung di dalam rumah kecil kami. Kami ingin “menari” dan bermanfaat seperti lebah yang memulai dengan langkah kecil. Kami ingin terus belajar dan berbagi ilmu. Dalam hal ini ilmu psikologi. Kami memulai dari berdiskusi mengenai anak

berkebutuhan khusus, lebih spesifik lagi mengenai ADHD (Attention Deficit, Hyperactivity Disorder) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Panduan ini ingin kami susun dengan detail dan lengkap untuk bisa kami sebar dengan gratis bagi siapapun yang tertarik membaca. Tentu tidak berhenti disini, kami ingin terus berbagi, berdiskusi, berharap ada umpan balik untuk panduan ini maupun panduan lain setelah ini. Amin ya rabbal alamin… Yogyakarta, Maret 2021

Disusun oleh tim psikolog pendidikan “omahlebahkecil”

Koordinator : Bondhan Kresna Wijaya M.Psi, Psikolog

Tim kecil : Nopi Rosyida M.Psi, Psikolog Fika Anggawati M.Psi, Psikolog Novy Puspitasari M.Psi, Psikolog Istiqomah Yungsiana M.Psi, Ps ikolog Rahmawati Putri Sulekhah S.Psi Instagram @omahlebahkecil http://instagram.com/omahlebahkecil Cp : 087885162808 a.n. Rahmawati Putri (Eha) Cp Email [email protected]

Omahlebahkecil Jl. Apel no.56, Kadisoka, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta https://goo.gl/maps/JosLMyUHdF5Dz2REA

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.