Data Loading...
ICHTIOLOGI SISTEMATIKA Flipbook PDF
ICHTIOLOGI SISTEMATIKA merupakan bahan ajar yang secara khusus membahas terutama tentang metode morfometrik dan meristik
114 Views
87 Downloads
FLIP PDF 1.02MB
Dr. SAHABUDDIN, S.Kel., M.Si
BAHAN AJAR ICHTHYOLOGI SISTEMATIKA
Universitas Muhammadiyah Parepare Tahun 2021
1
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita semua, tak lupa kita kirimkan sholawat dan salam kepada Nabiullah Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah pemberi petunjuk kepada manusia di dunia ini Seperti halnya pada disiplin ilmu yang lainnya, untuk memahami ikhtiologi khususnya taksonomi dan identifikasi, tidak lepas dari keharusan memahami dan mengamati langsung materi-materi yang dipelajari. Buku yang secara khusus membahas ikhtiologi sistematika terutama tentang metode morfometrik dan meristik dalam mengidentifikasi ikan masih sangat sulit untuk ditemukan, sehingga dengan dengan adanya bahan ajar ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum tentang salah satu metode yang digunakan dalam mengidentifikasi ikan. Akhir kata semoga bahan ajar yang kami buat ini dapat memberikan sumbangsih dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang metode dalam mengidentifikasi jenis ikan khususnya dengan menggunakan metode morfometrik dan meristik dalam mengungkap berbagai berbagai keanekaragaman (biodiversity) sumberdaya perairan yang ada di Indonesia.
Pare pare,
Desember 2021
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................. PRAKATA ................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................ I. PENDAHULUAN 1.1. Pentingnya mempelajari Ichthyologi ...................................................... 1 1.2. Sistematika .............................................................................................. 1 1.2. Nomenklatur ........................................................................................... 2
II. IKAN (FISHCES) 2.1. Pengertian Ikan ................................................................................... 4 2.2. Ikan dan Keanekaragaman Habitatnya .............................................. 4 2.3. Ikan dan Pengembangan Studinya ..................................................... 6 2.4. Ikan dan Teori Distribusi Ikan ........................................................... 7
III. TAKSONOMI IKAN 3.1. Pengertian dan Fungsi Taksonomi ..................................................... 10 3.2. Tingkat Taksonomi............................................................................. 11 3.3. Aliran dan Konsepsi Sistematika ....................................................... 12
IV. MORFOLOGI IKAN 4.1. Bagian Bagian Tubuh Ikan ................................................................. 15 4.2. Bentuk Tubuh Ikan ............................................................................. 15 4.3. Bentuk dan Posisi Mulut .................................................................... 15 4.4. Sirip .................................................................................................... 16 V. PENGAWETAN IKAN 3.1. Bahan Pengawet ................................................................................. 18 3.2. Cara Pengawetan Ikan ........................................................................ 18
VI. CIRI MORFOMETRIK DAN MERISTIK 6.1. Ciri morfometrik................................................................................. 20 6.2. Ciri meristik........................................................................................ 24 3
VII. PENUTUP ............................................................................................. 26 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22 LAMPIRAN.................................................................................................. 23
4
I. PENDAHULUAN
Ichthyologi merupakan bagian dari ilmu Biologi (Zoologi) yang mempelajari khusus tentang ikan beserta segala aspek kehidupan yang dimilikinya. Istilah ini berasal dari Ichthyologia (bahasa Latin: Yunani) dimana perkataan Ichthys artinya ikan dan logos artinya ajaran. Ilmu pengetahuan tentang ikan dimunculkan oleh rasa ingin tahu oleh manusia dan kebutuhan akan informasi untuk kepentingan perdagangan dan industry ataupun pariwisata. Keuntungan mempelajari Ichthyologi hampir tak terbatas, orang-orang yang mempelajari ilmu ini adalah para ahli ikan profesional maupun yang bukan.
1.1. Pentingya Mempelajari Ichthyologi Keuntungan mempelajari Ichthyologi hampir tak terbatas, orang-orang yang mempelajari ilmu ini adalah para ahli ikan profesional maupun yang bukan. Banyak kontribusi tentang ikan yang datang dari para ahli filsafat, pemuka agama, dokter, nelayan dan para penggemar hewan air. Keuntungan dalam penelitian juga tidak terhingga dimana aspek tentang ikan , lebih banyak yang belum diketahui dari pada yang sudah diketahui. Tidak banyak yang memilih profesi pengajar pada bidang Ichthyologi ini, mereka yang terjun di bidang ini adalah orang yang memiliki rasa tanggungjawab untuk belajar dan mengajar tentang ikan.
Di bidang ilmu ini peluang untuk bekerja
mengembangkan kepedulian terhadap ikan serta belajar dari koleksi museummuseum cukup besar.
Tugas-tugas orang yang bekerja di museum meliputi,
pengembangan ilmu pengetahuan, studi sejarah, pengadaan koleksi baru, pengawasan terhadap koleksi museum, penerbitan karya ilmiah dan lain-lain.
1.2. Sistematika Istilah “Sistematika” berasal dari perkataan Latin, asal mulanya perkataan Junani yaitu systema yang dipergunakan untuk system klasifikasi yang disusun oleh para ahli pengetahuan alam pada zaman silam, terutama oleh Linnaeus pada tahun 1735 yang dikenal dengan Systema naturae. Istilah sistematika mirip artinya dengan istilah Taxonomi. Taxonomi berasal dari perkataan Junani yaitu Taxis yang berarti susunan atau pengaturan, dan Nomos berarti hukum.
Istilah ini diusulkan oleh
Candolle pada tahun 1813 untuk teori mengklasifikasikan tumbuh-tumbuhan. Dalam 1
penggunaannya dewasa ini, kedua istilah ini dipakai berganti-ganti dalam bidang pengklasifikasian tumbuhtumbuhan dan hewan.
Jadi Sistematika atau Taxonomi
adalah suatu hal yang digunakan untuk mengklasifikasikan jasad.
1.3. Nomenklatur Istilah nomenklatur berasal dari bahasa Latin yaitu Nomenklatural yang berarti tatanama atau penamaan. Pengertian nomenklatur sering disamakan artinya dengan Klasifikasi. Nomenklatur adalah penamaan yang merupakan alat untuk melakukan komunikasi antara para ahli biologi, sedangkan Klasifikasi adalah suatu hal yang berhubungan dengan materi biologi. Agar nomenklatur dapat dipakai secara meluas, maka penerapan harus pula secara luas, oleh sebab itu nomenklatur (utamanya nama ilmiah) harus mempunyai kata-kata dan arti yang sama atau hakekatnya stabil dan seragam. Pada umumnya system penamaan terdapat tiga macam yang sering digunakan yaitu: valid scientific name atau scientific name;
standard common name atau
common name; Vernacular name atau Local common name. a. Valid scientific name atau scientific name : ialah nama ilmiah dari suatu binatang dan nama ilmiah ini merupakan nama yang sah atau diakui, tetapi disamping itu ada pula nama ilmiah yang lainnya (nama tidak sah) atau tidak diakui, dimana nama ilmiah yang lainnyaini disebut “synonyms” atau nama persamaan untuk suatu jenis binatang atau ikan. Contoh : valid scientific name (spesies) : Carassius auratus (Linneus) Synonim
: Cyprinus auratus (Linneus)
b. Standar common name atau Common name : maksudnya ialah nama umum yang lazim dipergunakan untuk nama sesuatu binatang atau ikan. Biasanya setiap Negara mempunyai nama-nama umum tersendiri untuk suatu binatang atau ikan dan pada umumnya tergantung dari bahasa nasional suatu Negara. Namun namanama umum tersebut sering pula berlaku untuk seluruh dunia, terutama namanama umum suatu binatang yang mempergunakan bahasa Inggeris, Amerika, Perancis, Jerman, Kanada, Hawai, Australia dan sebagainya. Contoh : Species Standar common name
: Sarda sarda (Bloch) : Pelamid (Inggeris), Common bonito (Amerika)
2
c. Vernacular name atau lokal common name : maksudnya ialah nama daerah atau nama lokal untuk suatu binatang atau ikan. Biasanya nama lokal suatu mahluk dalam suatu Negara sangat bervariasi, dan tergantung banyak tidaknya variasi bahasa asli (bahasa daerah) yang terdapat dalam satu Negara. Misalnya namanama ikan di Indonesia sering kali banyak nama daerahnya, biasanya tergantung pada lokasi dimana ikan tersebut terdapat. Contoh : nama umum (Indonesia) Nama lokal
: Ikan Mas, Karper : Masmasan, Tombro, Wangkang (Jawa), kumpai, Lauk Mas, Cikeu (Bandung), Rayo, Ameh (Padang)
3
II. IKAN (FISHCES)
2.1. Pengertian Ikan Tentang apa yang dimaksud dengan “Ikan”, para ichthyologist telah banyak memberikan defenisi. Secara umum, bahwa yang dimaksud dengan ikan adalah hewan berdarah dingin (Poikilotherm), ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang, insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium dimana tempat mereka tinggal. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air. Dalam keluarga hewan bertulang belakang/ vertebrata, ikan menempati jumlah terbesar, sampai sekarang terdapat sekitar 25.000 species yang tercatat, walaupun perkiraannya ada pada kisaran 40.000 spesies, yang terdiri dari 483 famili dan 57 ordo. Jenis-jenis ikan ini sebagian besar tersebar di perairan laut yaitu sekitar 58% (13,630 jenis) dan 42% (9870 jenis) dari keseluruhan jenis ikan. Jumlah jenis ikan yang lebih besar di perairan laut, dapat dimengerti karena hampir 70% permukaan bumi ini terdiri dari air laut dan hanya sekitar 1% merupakan perairan tawar. Sangat kontras jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah spesies burung yakni 9000 spesies, mamalia 4000 (manusia termasuk di dalamnya), reptile 5800, dan amphibi 3500 spesies. Mereka bukan hanya dibedakan oleh jumlah spesies yang beragam, tetapi juga berbeda dalam berbagai ukuran dan bentuk. Mulai dari ikan yang berukuran kecil yang disebut Percid dari Amerika (Etheostoma microperca) yang dewasa secara seksual pada ukuran 27 mm. Di samping itu ada juga jenis goby dari Pacifik (Eviota) yang bertelur pada ukuran kurang dari 15 mm.
Ada pula yang
berukuran raksasa seperti Hiu (Rhincodon) yang dapat mencapai panjang 21 meter dengan berat 25 ton atau lebih. Kebanyakan ikan berbentuk terpedo, walaupun beberapa diantaranya berbentuk flat dan bentuk lainnya.
2.2. Ikan dan Keanekaragaman Habitatnya Kehadiran suatu populasi ikan di suatu tempat dan penyebaran (distribusi) spesies ikan tersebut di muka bumi ini, selalu berkaitan dengan masalah habitat dan sumberdayanya. Keberhasilan populasi tersebut untuk dapat hidup dan bertahan pada habitat tertentu, tidak terlepas dengan adanya penyesuaian atau adaptasi yang dimiliki anggota populasi tersebut. Perairan merupakan habitat bagi ikan dalam proses 4
pembentukan struktur tubuh ikan, proses pernafasan, cara pergerakan, memperoleh makanan, reproduksi dan hal-hal lainnya. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa 70 persen dari permukaan bumi ini tertutupi oleh air, sehingga tidak mengherankan jika ditemukan berbagai jenis, morfologi, serta habitat pada ikan.
Ikan-ikan ditemukan di berbagai tempat dan
habitat yang berbeda. Mereka ditemukan di danau tertinggi dunia dari permukaan laut yaitu danau Titicaca, Amerika Selatan (3812 meter), dan pada daerah kedalaman 7000 m di bawah permukaan laut. Beberapa jenis ditemukan pada air tawar dengan salinitas 0.01 ‰ (umumnya danau, 0.05 s/d 1‰) hingga pada salinitas yang sangat tinggi, 100‰ (umumnya 35‰ pada laut terbuka). Mereka juga dapat ditemui pada gua yang sangat gelap seperti ditemukan di Tibet, China, dan India hingga pada daerah yang berarus kuat. Di Afrika ditemukan jenis ikan Tilapia yang hidup di sungai dengan temperature 44°C, sedangkan di Antartika ditemukan hidup pada suhu –2°C. Banyak jenis yang ditemukan memiliki organ pernapasan udara tambahan dan hidup di rawa-rawa pada daerah tropic. Penyebaran secara vertical pun dapat melampaui kemampuan jenis vertebata lainnya (sekitar 5 km diatas permukaan laut sampai 11 km dibawahnya. Spesies yang memiliki toleransi yang luas terhadap suhu biasa disebut eurythermal sedangkan sebaliknya, yang memiliki teloransi yang sempit terhadap suhu disebut stenothermal.
Istilah yang diberikan kepada spesies yang memiliki
tingkat toleransi yang luas terhadapap salinitas yaitu euryhaline dan stenohaline terhadap spesies yang memiliki kisaran sempit terhadap salinitas. Ikan telah mampu bertahan seiring dengan perkembangan variasi dari tempat hidupnya. Mereka hidup di air tawar yang bersih sampai pada air yang bersalinitas lebih tinggi daripada air laut. Mereka ada dalam air gunung yang mengalir deras, di air dalam sunyi dan gelap yang tidak dihuni oleh vertebrata lainnya.
Bagi ikan, air
adalah media komunikasi, tempat beranak, tempat tidur, tempat bermain, toilet sekaligus sebagai kuburan.
Di dalam airlah ikan melakukan respon terhadap
lingkungan, sehingga mereka dapat mempertahankan hidup dan berkembangbiak seperti, respon terhadap jumlah oksigen terlarut, penetrasi cahaya, suhu, zat beracun, konsentrasi organisme pembawa penyakit ikan dan, kesempatan untuk lepas dari musuh. Beberapa ikan mampu bernapas dengan menghirup oksigen secara langsung dari udara melalui paru-paru, walaupun kebanyakan ikan tetap bergantung pada 5
insang yang berperan dalam mengekstrak oksigen dari air. Ikan dapat bertahan lama pada habitat yang kurang oksigen atau yang tidak mencukupi. Rumput atau tumbuhan mikroskopik, diatom dan alga (phytoplankton) yang tumbuh di laut, danau dan aliran sungai memberikan suplai oksigen kepada ikan, dan ini bergantung dari penetrasi cahaya ke dalam air.
Phytoplankton berperan penting dalam permulaan rantai
makanan yang mendorong laju produksi ikan pada umumnya. Mereka menggunakan sinar matahari dalam mengubah CO2 menjadi bahan organik dan menjadi makanan bagi ikan.
Selain dari itu, cahaya matahari juga berpengaruh terhadap pola
reproduksi, pertumbuhan dan perilaku, termasuk dalam kebiasaan makan. Material yang tidak dikehendaki yang bersifat racun diproduksi secara alami dan polusi dari aktifitas manusia manjadi ancaman besar dan serius bagi keberadaan ikan-ikan dan tentunya juga bagi manusia yang mengkonsumsinya. Walaupun ikan dapat mendeteksi zat-zat kimia berbahaya, tetapi kebanyakan dari mereka tidak dapat menghindar dari kontaminasi.
2.3. Ikan dan Perkembangan Studinya Ilmu pengetahuan tentang ikan dimunculkan oleh rasa ingin tahu oleh manusia dan kebutuhan akan informasi untuk kepentingan perdagangan dan industri ataupun pariwisata. Sejak berabad-abad sebelum masehi bangsa China telah berusaha untuk mengetahui tentang ikan dan cukup sukses menyebarluaskannya, begitu juga dengan Mesir kuno, Yunani dan Romawi berhasil merekam variasi, kebiasaan, serta kualitas dari berbagai jenis ikan. Menurut Lagler et. al (1977), sejak abad 18 studi tentang ikan (Ichthyologi) telah berkembang meliputi beberapa cabang utama, antara lain: Klasifikasi, Anatomi, evolusi dan genetika, Natural history dan Ekologi, Fisiologi dan Biokimia, Konservasi/Pelestarian Lingkup kerja di atas dilaksanakan oleh organisasi international, petugas pemerintah, museum, universitas, dan dunia Industri.
Food and Agriculture
Organization (FAO) sebagai organisaasi bentukan PBB yang menangani persoalan makanan dan pertanian mempunyai divisi perikanan yang bergerak secara aktif. Banyak negara yang mempunyai Unit Perikanan yang dibentuk secara terpusat, yang juga berfungsi sebagai pelayanan perikanan dan binatang liar (Fish and Wildlife Service) dan Pusat Pelayanan Kelautan dan Perikanan (National Marine and Fisheries Service) di Amerika Serikat, (di Indonesia dikenal dengan badan pengelola taman 6
nasional seperti BKSDA dan DKP). Museum dan perguruan tinggi dimana dikembangkan secara scientific biasanya mempunyai divisi perikanan seperti British Museum (Natural History), Museum National Amerika, dan Museum Zoology Universitas Michigan USA.
2.4. Ikan dan Teori Distribusi Ikan Distribusi adalah suatu proses atau peristiwa penyebaran atau perpindahan organisme (ikan) pada suatu Tempat ke tempat lain dan Waktu tertentu.
Ikan
Ostracoderms yang ditemukan pertama kali pada zaman Palaezoic, periode Ordovician maupun binatang lainnya tersebar dan terdapat hampir di seluruh pelosok dunia.
Secara teoritis bahwa ikan dan binatang lainnya berasal dari suatu “daerah
tertentu” pada salah satu tempat di belahan bumi kita ini. Dari daerah tertentu tersebut ikan-ikan menyebar ke suluruh bagian bumi kita, baik secara aktif maupun secara pasif.
Sehubungan dengan ini Jordan vide Axelord dan Schultz (1955)
mengemukakan hukum-hukum tentang penyebaran (distribusi) ikan yaitu setiap spesies ikan akan dijumpai di seluruh perairan di muka bumi, terkecuali hal-hal sebagai berikut: a. Individu species tersebut tidak berhasil mencapai daerah yang menjadi tujuannya, dikarenakan dalam tujuan ruaya/ migrasinya aktif terhambat oleh adanya barrier. b. Individu jika seandainya berhasil mencapai daerah tujuan ruayanya, tetapi tidak mampu lagi beradaptasi dengan lingkungan baru (daerah ekologi baru). c. Jika seandainya species tersebut mampu beradaptasi sementara waktu dengan lingkungannya, tetapi dengan adanya proses evolusi, maka tipe asalnya mengalami modifikasi, sehingga terbentuk tipe yang berbeda. a. Teori tentang kemungkinan terjadinya distribusi ikan menurut Axelrod dan Schults (1955) dapat dibagi ke dalam: d. Secara pasif ikan-ikan pelagis dibawah oleh arus laut dari suatu perairan tertentu ke perairan lainnya. e. Secara pasif ikan-ikan dibawa oleh manusia dari suatu perairan tertentu ke perairan yang lainnya. f. Angin dan badai dapat pula memindahkan ikan-ikan dari suatu perairan ke perairan yang lainnya. (mis, Looding). g. Perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan bumi seperti adanya tanahtanah daratan (land masses) yang teggelam dan atau timbulnya.
Misalnya 7
Terusan Panama (Isthmus of Panama), Terusan Suez (Isthmus of Suez), dan penghubung antara Alaska dengan Siberia, dan begitu pula mungkin terjadinya penghubung antara Eropah dan Amerika Utara. Sehingga hal demikian dapat dilalui oleh ikan untuk mencapai daerah lainnya. h. Adanya perubahan dari aliran air, arus, sungai seperti Great Lakes di amerika dimana pada zaman Glacier (zaman es) mendapat aliran air dari sungai Mississipi sedangkan sekarang tidak, melainkan dari “Chicago Sewage Canal”. Demikian pula halnya dengan “Two Ocean Pass” suatu perairan di dekat Yellowstone National Park (di Amerika serikat), dimana didapatkan ikan-ikan dari species yang berasal dari Samudera Atlantik maupun dari Samudera Pasifik, karena dibukanya terusan-terusan baru. i.
Disebabkan kemungkinan lain, misalnya terjadinya “Continental drift” (hanyutan benua) akibat adanya gaya-gaya yang berasal dari dalam lapisan bumi.
2.4.1. Tipe Distribusi Ikan Berdasarkan unsur tempat dan waktu distribusi organisme/binatang dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu: a. Distribusi Geografis (Geographical range) b. Distribusi Ekologis (Ecological range) c. Distribusi Geologis (Geological range) 2.4.2. Faktor Penghalang Distribusi Ikan (Barrier) Barrier adalah faktor-faktor penghalang atau penghambat bagi distribusi species organisme-organisme. Berdasarkan sifat barrier dapat dibagi atas 3 golongan besar yaitu: a. Barrier fisik (physical barriers): Dalam golongan ini misalnya tanah (bagi ikan dan hewan air lainnya), iklim, suhu, kedalaman air, cahaya, arus laut (bagi species ikan tertentu). b. Barrier Kimiawi (chemical barriers): dalam golongan ini termasuk misalnya kadar garam, sifat kimiawi perairan, lainnya (bagi jenis-jenis ikan tertentu). c. Barrier biologis (Biological barriers): Dalam golongan ini termasuk misalnya faktorfaktor makanan, persaingan, predator, penyakit, dan kepadatan populasi (terutama ikan yang biasa schooling).
8
Pada umumnya ketiga macam barrier tersebut diatas (fisik, kimiawi dan biologis) sering disebut dengan istilah “ faktor ekologis ” dan biasanya sangat kompleks dan tidak mudah dipelajari.
2.4.3. Teori Kemusnahan Species Ikan Selanjutnya dijelaskan pula bahwa spesies ikan dapat musnah dari tempat perairan tertentu, hal ini berarti secara teoritis ada beberapa kemungkinan yaitu: a. Kemusnahan yang disebabkan oleh kejadian evolusi lebih lanjut berlangsung, sehingga specimen ikan-ikan tersebut dimana organ-organ tubuhnya mengalami modifikasi menjadi bentuk yang lebih maju tingkatan evolusinya. b. Specimen suatu species tidak dapat mengadaptasikan dirinya dengan keadaan lingkungan, oleh karena lingkungan mengalami perubahan yang jauh lebih cepat daripada kemampuan beradaptasi. c. Kemusnahan yang disebabkan berbagai persaingan yang dialami oleh specimen dalam lingkungan hidupnya. d. Specialisasi yang sangat ekstrim dari suatu species, dimana hanya dapat hidup pada lingkungan yang sangat terbatas pula. e. Populasi
suatu
species
memang
sudah
benar-benar
tidak
mempunyai
kemampuan untuk dapat hidup terus. Dari kelima teori tesebut di atas dapat dikatakan bahwa kemusnahan (kepunahan) suatu species pada suatu tempat atau perairan tertentu, sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan organisme beradaptasi terhadap perubahanperubahan yang terjadi di dalam lingkungan hidupnya.
9
III. TAKSONOMI IKAN
3.1. Pengertian dan Fungsi Taksonomi Taksonomi atau sistematika ialah suatu ilmu mengenai klasifikasi jasad. Istilah taksonomi berasal dari perkataan junani taxis yang berarti susunan atau pengaturan, dan nomos berarti hukum. Istilah ini diusulkan oleh candolle pada tahun 1813 untuk teori mengklasifikasikan tumbuh-tumbuhan. Perkataan sistematika berasal dari perkataan latin, asal mulanya perkataan yunani-systema yang dipergunakan untuk system klasifikasi yang disusun oleh para ahli pengetahuan alam pada zaman silam, terutama oleh Linnaeus (Systema naturae, 1735). Dalam penggunaannya dewasa ini, kedua istilah ini dipakai ganti-berganti dalam bidang pengklasifikasian tumbuhtumbuhan dan hewan. Taksonomi disusun dengan menggunakan berbagai dasar ilmu seperti morfologi, fisiologi, ekologi dan genetika. Sebagaimana halnya dengan ilmu pengetahuan lainnya, taksonomi merupakan sintesis dari bermacam-macam pengetahuan, teori dan metoda, dan dalam hal ini dipergunakan khusus untuk tujuan dan bidang klasifikasi. Oleh karena itu keuntungan dan kelemahan dari taksonomi itu sebagian terbesar adalah keuntungan dan kelemahan dari pengetahuan, teori dan metoda yang dipergunakan sebagai bahan penyusunnya. Tujuan taksonomi hanya dapat dicapai dengan usaha bersama. Disamping itu kemampuan masing masing ahli taksonomi tergantung pula dari pendidikan dan latihan yang telah dimilikinya dan dari bakatnya. Kekompleks-an sistematika modern, ketergantungannya dari bidang ilmu pengetahuan lain yang berhubungan, teknik modern yang lebih teliti dan luasnya pustaka yang tersedia menyebabkan zaman bagi para ahli taksonomi yang kurang terlatih telah berakhir. Para amatir akan tetap dapat memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam mengumpulkan bahan-bahan yang akan diselidiki oleh para ahli taksonomi, akan tetapi apabila mereka ingin dapat memberikan sumbangan taksonomi secara langsung, mereka memerlukan suatu pengetahuan dasar yang sangat luas dan latihan yang sangat mendalam. Informasi yang digunakan dalam mempelajari hubungan evolusioner ikan berawal dari pengetahuan taksonomi terutama deskripsi ikan. Pengetahuan tersebut menjadi dasar dalam iktiologi dan juga bidang bidang lain seperti ekologi, fisiologi dan Genetika. Metode yang digunakan dalam bidang taksonomi terbagi menjadi enam
10
kategori yaitu 1) pengukuran morfometrik, 2) ciri meristik, 3) ciri-ciri anatomi, 4) pola pewarnaan, 5) kariotipe, dan 6) elektroforesis.
3.2. Tingkat Taksonomi Banyak orang menyangka, bahwa pekerjaan para ahli taksonomi hanya mengidentifikasikan contoh jasad-jasad. Mereka menyangka bahwa pekerjaan selanjutnya ialah membuat kertas nama yang baik bagi contoh tersebut dan selanjutnya menyimpan contoh itu dengan baik pula. Sebenarnya pekerjaan para ahli taksonomi tidak terbatas pada hal tersebut diatas. Pekerjaan yang disebut di atas hanya merupakan sebagian kecil dari tugas mereka. Seorang ahli taksonomi yang baik tidak puas hanya mencari keterangan tentang apa jasad itu. Tetapi juga apa sebabnya. Untuk memungkinkan ini mereka memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang biologi dan genetika. Begitu pula pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang pekerjaan di laboratorium. Ada tiga tugas pokok ahli taksonomi yaitu sebagai berikut: 3.2.1. Identifikasi atau tingkat analitis Ahli sistematika ialah mengelompokkan jasad yang begitu beranekaragam dalam alam kedalam berbagai kelompok yang mudah dikenal, dalam menetapkan ciriciri penting dari kelompok ini dan utnuk senantiasa mencari perbedaan yang tetap antara kelompok itu. Disamping itu ahli ini harus memberikan nama ilmiah kepada kelompok itu untuk memungkinkan pemberian pengakuan kepadanya oleh ahli lain di seluruh dunia. 3.2.2. Klasifikasi atau tingkat sintesis Pengenalan dan deskripsi yang seksama dari spesies adalah tugas pertama seorang
ahli
sistematika.
Untuk
menghindari
penumpukan
deskripsi
yang
memungkinkan kebingungan, maka seorang taksonomis harus membuat suatu penyusunan yang teratur dari spesies. Menciptakan klasifikasi adalah tugas kedua dari ahli taksonomi yang hakikatnya sama dengan pekerjaan mengidentifikasi jasad. Ahli taksonomi harus memutuskan, apakah dua jasad yang bentuknya sama dianggap termasuk ke dalam satu spesies atau dua. Ia perlu pula memutuskan apakah persamaan antara dua spesies disebabkan oleh permasalahan dalam bentuk tubuh atau oleh hubungan phylogenetis yang dekat. Semua persoalan ini menyebabkan bahwa seorang ahli sistematika perlu pula mempelajari factor evolusi. 3.2.3. Mempelajari pembentukan spesies dan faktor evolusi 11
Mempelajari pembentukan spesies dan factor evolusi merupakan tugas ketiga dari seorang sistematikus. Di bidang ini diperlukan hubungan yang lebih dekat dengan cabang-cabang lain dari biologi, dengan genetika dan sitologi, dengan biogeografi dan ekologi, dengan anatomi banding dengan paleontology. Ketiga tugas taksonomi ini jarang sekali dapat dilakukan bersamaan. Penyelidikan mengenai evolusi hanya dapat dilakukan jika sudah tersedia klasifikasi yang memuaskan. Klasifikasi ini hanya dapat disusun, jika telah dilahirkan identifikasi dan deskripsi dari spesies. Oleh karena itu taksonomi dari suatu kelompok tertentu dijalankan melalui berbagai tingkat , dan secara informal dinamakan alpha-taksonomi yaitu tingkat dimana ditetapkan cirri-ciri dari spesies dan begitu pula nama ilmiahnya. Beta-taksonomi yaitu penggolongan spesies kedalam kategori yang lebih tinggi, sedang gamma-taksonomi ialah menganalisa variasi intraspesifik dan mempelajari evolusi.
3.3. Aliran dan konsepsi sistematika 3.3.1. Aliran Sistematika Pada prinsipnya aliran sistematika ikan dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu: a. Sistematika lama (old systematics) Aliran ini ditandai oleh posisi yang memusat species, yang bersifat tipologis, morfologis dan bersifat non-dimensional. Pengamatan terhadap keadaan geografis sangat sedikit. Perhatian sangat dicurahkan kepada masalah teknis di bidang nomenklatur atau penamaan dan kepada identifikasi dan deskripsi tipe. Penentuan species hanya diketahui dari satu atau beberapa contoh specimen saja atau individu merupakan unit sistematika dasar. b. Sistematika baru (new systematics) Aliran sistematika baru mempunyai corak yang lain. Defenisi species yang bersifat morfologis diganti dengan defenisi yang bersifat biologis dengan mengikut sertakan faktor ekologis, variasi geografis, genetik dan lain-lain. Pekerjaan ini bersifat multidimensional. Pada sistematika ini populasi merupakan unit sistematika dasar. 3.3.2. Konsepsi Sistematika
12
Dalam memberikan defenisi tentang perubahan revolusioner dalam cara berpikir para ahli taksonomi dapat ditempuh dengan memberikan perbedaan antara konsepsi yang merupakan ciri taksonomi dewasa ini dan konsepsi dari taksonomi zaman dahulu, bentuk konsepsi tersebut berupa. a. Konsepsi Tipe Taksonomi pada permulaan sejarahnya sangat dipengaruhi oleh konsepsi tipe. Konsepsi tipe ini sangat dipengaruhi dan berpangkal pada palsafah Yunani. Konsepsi tipe ini menetapkan bahwa, seluruh anggota dari suatu kategori taksonomi tergolong kedalam suatu tipe. Apakah seorang taksonomis menganut konsepsi tipe ini secara sadar atau tidak, cara kerja dan hasil kerjanya akan tetap dipengaruhi oleh konsepsi itu. Konsepsi ini sangat menonjolkan kemantapan kategori-kategori dan kemantapan peluang (ciri-ciri) yang memisahkan kategori, sedangkan faktor keragaman (variabilitas) ekologi, geografi dianggap persoalan kecil. Para ahli tipologi sering menolak adanya evolusi atau memberikan dalih timbulnya perubahan makromutasi. Dalam melakukan tugasnya para ahli tipologi berdasarkan pengamatan dengan memakai satu atau dua contoh individu (specimen) yang setipe dari suatu species. b. Konsepsi Populasi Berbeda dengan konsepsi tipe, dimana konsepsi populasi ini menetapkan bahwa spesies tersusun dari berbagai populasi yang agak berbeda-beda, jadi tidak mantap. Pada kategori yang lebih tinggi mungkin terdapat penyimpangan yang lebih besar dari peluang atau ciri-ciri tipe pada kategori itu. Oleh sebab itu, dalam konsepsi populasi ini dipergunakan pelukisan, pengukuran, atau penilaian dari berbagai factor keragaman (variabilitas) ekologi, geografi dan genetic. Jadi pada factor variabilitas ini, penganut konsepsi populasi ini menekankan pekerjaan pokoknya. Pekerjaan para ahli yang menganut paham konsepsi ini berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin contoh-contoh specimen dari setiap daerah geografis yang termasuk daerah distribusi suatu spesies. Akibatnya dari konsepsi ini menimbulkan perubahan-perubahan dalam cara bekerja bagi para ahli sistematika. Misalnya mereka harus menggunakan analisa populasi secara statistic (biometrika) untuk membedakan atau menilai contoh-contoh specimen dari yang banyak itu. Jadi dalam pengumpulan data contoh-contoh specimen, pengolahan data, pengujiannya, maka penggunaan metoda statistic sangat memegang peranan penting. 13
Namun demikian harus diakui, walaupun bagaimana pesatnya perkembangan ilmu sistematika dewasa ini, tetapi konsepsi tipe tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena pada umumnya para ahli, masih banyak mempergunakan tipe-tipe (ciri-ciri) morfologi banding (komparatif morfologi) hal ini disebabkan
pula mereka harus
memperoleh gambaran terlebih dahulu, kedalam kategori yang manakah individu tersebut hendak dimasukkan dalam system klasifikasi.
14
IV.
MORFOLOGI IKAN
4.1. Bagian-Bagian Tubuh Ikan Bagian tubuh ikan mulai dari anterior sampai posterior berturut-turut adalah : 1. Kepala (caput): bagian tubuh mulai dari ujung mulut sampai bagian belakang operculum. 2. Tubuh (truncus): bagian tubuh mulai dari Batas akhir operculum sampai anus 3. Ekor (caudal) : dari anus sampai bagian ujung sirip ekor
4.2. Bentuk Tubuh Ikan Kebanyakan ikan memiliki bentuk tubuh streamline dimana tubuh bagian anterior dan posterior mengerucut dan bila dilihat secara transversal, penampang tubuh seperti tetesan air. Penampang tubuh tersebut akan memberikan kemudahan ikan dalam menembus air sebagai media hidup. Bentuk tubuh tersebut biasanya dikatakan sebagai bentuk tubuh ideal (fusiform) Secara umum, bentuk tubuh ikan terbagi atas enam jenis yang terdiri dari : 1. Datar (flat/depressed) Contoh : pari (Dasyatis sp), ikan sebelah (Pseudopleuronectes americanus) 2. Ideal (Fusiform, streamline) Contoh : hiu (Carcharinus leucas), salmon, barracuda, tuna 3. Eel-like (elongated) Contoh : lele (Clarias bathracus), Lamprey 4. Pipih (ke bawah = depressed dan ke samping = compressed) Contoh : angel fish, butterfly fire 5. Bulat (rounded) Contoh : buntal 6. Pita (ribbon) Contoh : layur
4.3. Bentuk dan Posisi Mulut Mulut pada ikan memiliki berbagai bentuk dan posisi yang tergantung dari kebiasaan makan dan kesukaan pada makanannya (feeding dan foot habits). Perbedaan bentuk dan posisi mulut ini juga kadang diikuti dengan keberadaan gigi
15
dan perbedaan bentuk gigi pada ikan. Bentuk mulut pada ikan dapat digolongkan dalam : a. Mulut terminal, yaitu posisi mulut berada di bagian ujung kepala b. Mulut inferior, yaitu posisi mulut berada di bagian agak bawah ujung kepala c. Mulut superior, yaitu posisi mulut berada di bagian agak atas ujung kepala
4.4. Sirip Ikan seperti pada hewan lain, melakukan gerakan dengan dukungan alat gerak. Pada ikan, alat gerak yang utama dalam melakukan manuver di dalam air adalah sirip. Sirip ikan juga dapat digunakan sebagai sumber data untuk identifikasi karena setiap sirip suatu spesies ikan memiliki jumlah yang berbeda dan hal ini disebabkan oleh evolusi. Sirip pada ikan terdiri dari beberapa bagian yang dinamakan sesuai dengan letak sirip tersebut berada pada tubuh ikan, yaitu : 1. Pinna dorsalis (dorsal fin) Adalah sirip yang berada di bagian dorsal tubuh ikan dan berfungsi dalam stabilitas ikan ketika berenang. Bersama-sama dengan pinna analis membantu ikan untuk bergerak memutar. 2. Pinna pectoralis (pectoral fin) Adalah sirip yang terletak di posterior operculum atau pada pertengahan tinggi pada kedua sisi tubuh ikan. Fungsi sirip ini adalah untuk pergerakan maju, ke samping dan diam (mengerem). 3. Pinna ventralis (ventral fin) Adalah sirip yang berada pada bagian perut. ikan dan berfungsi dalam membantu menstabilkan ikan saat berenang. Selain itu, juga berfungsi dalam membantu untuk menetapkan posisi ikan pada suatu kedalaman. 4. Pinna analis (anal fin) Adalah sirip yang berada pada bagian ventral tubuh di daerah posterior anal. Fungsi sirip ini adalah membantu dalam stabilitas berenang ikan. 5. Pinna caudalis (caudal fin) Adalah sirip ikan yang berada di bagian posterior tubuh dan biasanya disebut sebagai ekor. Pada sebagian besar ikan, sirip ini berfungsi sebagai pendorong utama ketika berenang (maju) clan juga sebagai kemudi ketika bermanuver. 6. Adipose fin 16
Adalah sirip yang keberadaannya tidak pada semua jenis ikan. Letak sirip ini adalah pada dorsal tubuh, sedikit di depan pinna caudalis. Sirip ikan terdiri dari tiga jenis jari-jari sirip yang hanya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh spesies ikan, yaitu : 1. Jari-jari sirip keras Merupakan jari jari sirip yang tidak berbuku-buku dan keras. 2. Jari jari sirip lemah Merupakan jari jari sirip yang dapat ditekuk, lemah, dan berbukubuku. 3. Jari jari sirip lemah mengeras Merupakan jari jari sirip yang keras tetapi berbuku-buku.
17
V. PENGAWETAN IKAN
Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pengawetan ikan, baik untuk keperluan penelitian maupun untuk koleksi ialah mengusahakan agar keadaan ikan tetap baik seperti keadaan sebelum diawetkan. Keadaan sisik-sisik dan sirip harus tetap lengkap serta badan ikan itu sendiritidak bengkak atau berkerut, dan sejauh mungkin warna asli ikan bias dipertahankan seperti keadaan sebelum diawetkan. 5.1. Bahan pengawet Kadang-kadang bahan pengawet dapat mengakibatkan kerusakan pada ikan yang diawetkan, oleh karena itu jenis bahan pengawet dan cara pengawetannya harus diperhatikan dengan seksama. Bahan yang biasa digunakan dalam pengawetan ikan ialah formalin dan alcohol. Formalin yang dipergunakan biasanya memiliki kadar 100%. Sedangkan alcohol yang diperdagangkan berkadar 95 – 96 %. Sebelum memilih atau menggunakan salah satu dari bahan pengawet tersebut, terlebih dahulu sifat-sifat bahan pengawet harus diketahui. Formalin yang umum dipergunakan dalam pengawetan ikan ialah formalin yang berkadar 4 – 5%, untuk ikan yang berukuran kecil, kurang lebih 10% untuk ikan yang berukuran besar. Sedangkan alcohol biasanya digunakan dengan konsentrasi 70%. Kelemahan formalin sebagai bahan pengawet menyebabkan ikan menjadi mengkerut, untuk mencegah hal ini ada baiknya formalin dicampurkan dengan borax (5 gram tiap dua liter) Untuk membuat larutan formalin dengan konsentrasi 4 – 5% atau 10% harus dilakukan pengenceran terhadap formalin yang diperdagangkan yang berkadar 100%(Formaldehida 40%) tersebut. Pada prakteknya pengenceran dapat dihitung dengan rumus : V1 x N1 = V2 x N2 Di mana V1 = Volume formalin yang tersedia (ml) N1 = Konsentrasi formalin yang tersedia (%) V2 = Volume formalin setelah pengenceran (ml) N2 = Konsentrasi formalin yang dikehendaki (%)
5.2. Cara pengawetan ikan Cara cara pengawetan secara berurutan yang sebaiknya dilakukan terhadap ikan ; 18
a.
Ikan yang diawetkan adalah ikan yang masih segar
b.
Pengawetan ikan dilakukan dengan mengembangkan semua sirip ikan dengan menggunakan jarum pentul kemudian diolesi dengan formalin hingga siripsiripnya mengeras
c.
Ikan yang telah dikembangkan
siripnya diberikan tanda/tagging
untuk
memudahkan dalam pengelompokan ikan serta identifikasi d.
Tiap specimen ikan yang akan diawetkan harus disimpan dalam wadah yang baik dan dibubuhi label pada wadahnya. Untuk menghilangkan bau formalin pada ikan-ikan yang akan diidentifikasi, ikan
ikan tersebut terlebih dahulu direndam dalam larutan NaHSO 4 selama beberapa menit. Serta dapat pula direndam dalam alcohol setelah dibilas dengan air beberapa menit. Warna asli ikan sering berubah
karena formalin, untuk menghindari hal
tersebut dapat dilakukan pengawetan sebagai berikut, mula-mula ikan direndam didalam spiritus selama sehari, kemudian dimasukkan kedalam larutan yang terdiri dari 100 gram garam dapur murni, 5 gram garam glauber murni, 50 gram gliserin dan satu liter air suling. Kedalam larutan tersebut ditambahkan pula 10 – 15 tetes kamfer spiritus dan kemudian wadahnya ditutup rapat sehingga udara tidak dapat masuk. Dengan cara ini, warna dan kilap sisik tidak akan berubah.
19
VI. MORFOMETRIK DAN MERISTIK
6.1. Ciri Morfometrik Ciri morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan, misalnya panjang total, panjang baku dan sebagainya. 6.1.1. Ukuran Mutlak dan Ukuran Perbandingan Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa ukuran-ukuran ikan merupakan salah satu hal yang dapat digunakan sebagai ciri taksonomik ketika mengidentifikasi ikan. Yang dimaksud dengan ukuran ini adalah jarak antara satu bagian tubuh dengan bagian tubuh yang lain, misalnya jarak antara ujung kepala dengan ujung ekor. Satuan yang digunakan dapat bermacam-macam bergantung keinginan orang yang akan melakukan pengukuran. Di Indonesia biasanya ukuran dinyatakan dengan millimeter atau centimeter. Ukuran ini disebut dengan ukuran mutlak. Tiap spesies ikan mempunyai ukuran mutlak yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh umur, jenis kelamin dan lingkungan hidupnya. Faktor lingkungan yang dimaksudkan disini misalnya makanan, suhu, pH, salinitas, dan sebagainya, yang merupakan factor yang besar sekali pengaruhnya terhadap pertumbuhan. Dengan demikian walaupun umur ikan dari satu spesies sama, ukuran mutlak dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Karena hal tersebut di atas, ukuran mutlak tidak dapat digunakan sebagai patokan (standar) dalam identifikasi; tetapi yang
digunakan ialah ukuran
perbandingannya. Misalnya seekor ikan mempunyai panjang kepala 5 cm, sedangkan panjang total 20 cm, yang digunakan bukan angka-angka tersebut (ukuran mutlak), melainkan ukuran perbandingannya, yaitu panjang kepala sama dengan seperempat panjang total tubuhnya. Hampir selalu ditemukan dalam kunci identifikasi, ukuran perbandingan tersebut berupa suatu kisaran angka, misalnya panjang kepala sama dengan ½ - ¼ panjang total tubuhnya.
6.1.2. Berbagai ukuran bagian tubuh ikan Pengukuran bagian tubuh ikan dapat menggunakan karakter-karakter sebagai berikut: Gambar 1.
20
Gambar 1. Skema Ikan yang Menunjukkan Ciri-ciri Morfometrik dan Ukuran yang Digunakan dalam Identifikasi. (a. PT; b. PB; c. PC; d. PDSPG; e. PDSDD; f. PDSPR; g. PDSDB; h. PBDSPG; i. PBE; j. PBKBMT; k. TB)
a. Panjang total (PT), adalah jarak antara ujung kepala yang terdepan dengan ujungsirip ekor yang paling belakang. b. Panjang baku (PB), adalah jarak antara ujung kepala yang terdepan sampaipelipatan pangkal sirip ekor. c. Panjang cagak (PC), adalah jarak antara ujung kepala terdepan sampai lekukcabang sirip ekor. d. Panjang dasar sirip punggung (PDSPG), adalah jarak antara pangkal jarijaripertama sampai tempat selaput sirip di belakang jari-jari terakhir sirip bertemudengan badan. e. Panjang dasar sirip dada (PDSDD), adalah jarak antara pangkal pertama jarijarisirip pertama sampai sirip di belakang jari-jari terakhir. f. Panjang dasar sirip perut (PDSPR), adalah jarak antara panjang pangkal jarijaripertama sampai selaput tipis di belakang jari-jari terakhir. g. Panjang dasar sirip dubur (PDSDB), adalah jarak antara panjang pangkal jarijaripertama sampai selaput tipis di belakang jari-jari terakhir bertemu dengan badan. h. Panjang bagian di depan sirip punggung (PBDSPG), adalah jarak antara ujungkepala yang terdepan sampai pangkal jari-jari pertama sirip punggung. i.
Panjang batang ekor (PBE), adalah jarak miring antara ujung dasar sirip duburdengan pangkal jari-jari tengah sirip ekor.
21
j.
Panjang bagian kepala belakang mata (PBKBMT), adalah jarak antara sisi belakang rongga mata dengan pinggiran belakang selaput operculum
k. Tinggi badan (TB), diukur pada tempat tertinggi antara bagian dorsal dan ventral.
Gambar 2.
Gambar 2. Skema Ikan yang Menunjukkan Ciri-ciri Morfometrik dan Ukuran yang Digunakan dalam Identifikasi. (a. PJSDDTR; b. PJSPRTR; c. PJKTRSPG; d. PJLTRSPG; e. PJKTRSDB; f. PJLTRSDB; g. PK;h.TBE)
a. Panjang jari-jari sirip dada yang terpanjang (PJSDDTR), diukur mulai dari pangkal jari-jari sirip dada yang terpanjang hingga ke ujung jari-jari sirip. b. Panjang jari-jari sirip perut yang terpanjang (PJSPRTR), diukur mulai dari pangkal jari-jari sirip perut yang terpanjang hingga ke ujung jari-jari sirip. c. Panjang jari-jari keras terpanjang sirip punggung (PJKTRSPG), diukur mulai daripangkal jari-jari keras sirip punggung hingga ke ujung jari-jari sirip keras. d. Panjang jari-jari lemah terpanjang sirip punggung (PJLTRSPG), diukur mulaidari pangkal jari-jari sirip lemah punggung hingga ke ujung jari-jari sirip lemah. e. Panjang jari-jari terpanjang keras sirip dubur (PJKTRSDB), diukur mulai daripangkal jari-jari keras sirip dubur hingga ke ujung jari-jari sirip. f. Panjang jari-jari lemah terpanjang sirip dubur (PJLTRSDB), diukur mulai daripangkal jari-jari sirip lemah sirip dubur hingga ke ujung jari-jari sirip lemah. g. Panjang kepala (PK), adalah jarak antara ujung kepala terdepan sampai ujungterbelakang operculum. h. Tinggi batang ekor (TBE), diukur pada batang ekor yang mempunyai tinggiterkecil. 22
Gambar 3.
i J
Gambar 3. Skema Ikan yang Menunjukkan Ciri-ciri Morfometrik dan Ukuran yang Digunakan dalam Identifikasi. (a. PH; b. PMTSDPRE; c. PRA; d. PRB; h. PRANMT; e. TGKP; f. TP; g. TGBWMT; h. LM).
a. Panjang hidung (PH), adalah jarak antara pinggiran terdepan hidung dengan sisin terdepan rongga mata. b. Panjang antara mata dengan sudut operculum (PMTSDPRE), adalah jarak antarasisi rongga mata dengan sudut operculum. c. Panjang rahang atas (PRA), adalah panjang tulang rahang atas yang diukur dariujung terdepan sampai ujung terbelakang tulang rahang atas. d. Panjang rahang bawah (PRB), adalah panjang tulang rahang bawah yang diukurdari ujung terdepan sampai kepinggiran belakang pelipatan rahang. e. Tinggi
kepala
(TK),
adalah
jarak
antara
pertengahan
pangkal
kepala
denganpertengahan kepala di bagian bawah. f. Tinggi bawah mata (TBM), adalah jarak antara sisi bawah rongga mata dengan rahang atas. g. Tinggi pipi (TP), adalah jarak antara sisi bawah rongga mata dengan sisi bagiandepan preoperculum. h. Panjang ruang antara mata (PRMT), adalah jarak antara kedua pinggiran atasrongga mata. i.
Lebar mata (LM), adalah panjang garis tengan (diameter) rongga mata.
23
j.
Lebar bukaan mulut (LBM), adalah jarak antara kedua sudut mulut jika mulut dibuka selebar-lebarnya.
6.2.
Ciri Meristik Ciri meristik adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tubuh ikan,
misalnya jumlah sisik pada gurat sisi, jumlah jari-jari keras dan jari-jari lemah pada sirif punggung dan sebagainya.
6.2.1. Jenis dan perumusan jari-jari sirip Pada ikan bertulang sejati jari-jari siripnya ada dua macam, yaitu jari jari keras dan jari jari lemah. Jari-jari keras dilambangkan dengan angka romawi, walaupun jarijari itu pendek atau rudimenter. Sebagai contoh pada jari-jari punggung terdapat 10 jari-jari keras, maka ditulis dengan rumus D.X; andaikan terdapat tujuh jari-jari keras maka ditulis D.VII. Perumusan jari-jari lemah dilambangkan dengan angka biasa. Jika suatu jenis ikan mempunyai jari-jari lemah sirip punggung berjumlah maka rumusnya adalah D.6. Jari-jari lemah yang mengeras, seperti terdapat pada ikan mas, Cyprinus carpio harus digambarkan tersendiri. Ikan mas mempunyai tiga jari-jari lemah yang mengeras dan 16 – 22 jari-jari lemah sirip punggung. Keadaan ini digambarkan sebagai D.3. 16-22. Cara perumusan tersebut dapat pula berlaku untuk menggambarkan jumlah cabang jari-jari yang bersatu menjadi satu “jari-jari keras”. Jika pada satu sirip terdapat jari-jari keras dan jari-jari lemah, maka jumlah tiap jenis jari-jari sirip harus digambarkan berdampingan. Misalnya pada sirip punggung terdapat 8 – 10 jari-jari keras dan 13 – 17 jari-jari lemah, maka rumusnya D VIII – X. 13 – 17.
6.2.2. Penghitungan jumlah sisik Karakter meristik yang dihitung pada Gambar 4, yaitu:
24
e
g h f
Gambar 4. Skema Sirip Ikan untuk Perhitungan Ciri-Ciri Meristik (a. Jumlah sisik di atas gurat sisi; b. Jumlah sisik di bawah gurat sisi; c. Jumlah sisik di depan sirip punggung; d. Jumlah sisik pada batang ekor; e. sirip punggung; f. sirif perut; g. sirip dada; dan h. sirip dubur)
a. Jumlah sisik di atas gurat sisi (perhitungan dimulai dari permulaan sirippunggung miring ke bawah sampai ke gurat sisi) (JSAGS). b. Jumlah sisik di bawah gurat sisi (perhitungan dimulai dari permulaan siripdubur miring ke atas ke depan sampai ke gurat sisi) (JSBGS). c. Jumlah sisik pada bagian depan sirip punggung (JSDSP). d. Jumlah sisik pada sekeliling batang ekor (jumlah sisik yang dilalui oleh garisyang menelilingi batang ekor) (JSSBE). e. Jumlah jari-jari sirip punggung (sirip keras dan lemah) (JJKSPG dan JJLSPG). f. Jumlah jari-jari sirip perut (sirip keras dan lemah) (JJKSPR dan JJLSPR). g. Jumlah jari-jari sirip dada (JJSDD). h. Jumlah jari-jari sirip dubur (sirip keras dan lemah) (JJKSDB dan JJLSDB).
25
VII.
PENUTUP
Ichthyologi merupakan salah satu cabang ilmu Biologi (zoologi) yang mempelajari khusus tentang ikan beserta segala aspek kehidupan yang dimilikinya. Studi tentang ikan (Ichthyology) telah berkembang sejak abad ke 18 meliputi beberapa cabang utama, antara lain: Klasifikasi, Anatomi, evolusi dan genetika, Natural history dan Ekologi, Fisiologi dan Biokimia, Konservasi/Pelestarian.
Di bidang ilmu ini
keuntungan mempelajari hampir tak terbatas. orang-orang yang mempelajari ilmu ini adalah para ahli ikan profesional maupun yang bukan. Dalam komunikasi antara para ahli biologi diperlukan sistem penamaan yang disebut nomenclatur. Pada umumnya system penamaan ini terdapat tiga macam yang sering digunakan adalah:Valid Scientific name atau Scientific name; Standard common name atau Common name;Vernacular name atau Local common name. Secara teoritis bahwa ikan dan binatang lainnya berasal dari suatu “daerah tertentu” pada salah satu tempat di belahan bumi kita ini. Dari daerah tertentu tersebut ikan-ikan menyebar ke suluruh bagian bumi kita, baik secara aktif maupun secara pasif. setiap spesies ikan akan dijumpai di seluruh perairan di muka bumi, terkecuali Individu species tersebut tidak berhasil mencapai daerah yang menjadi tujuannya, dikarenakan dalam tujuan ruaya/ migrasinya aktif terhambat oleh adanya barrier atau individu jika seandainya berhasil mencapai daerah tujuan ruayanya, tetapi tidak mampu lagi beradaptasi dengan lingkungan baru (daerah ekologi baru) dan Jika seandainya species tersebut mampu beradaptasi sementara waktu dengan lingkungannya, tetapi dengan adanya proses evolusi, maka tipe asalnya mengalami modifikasi, sehingga terbentuk tipe yang berbeda. Morfometrik dan meristik merupakan metode identifikasi yang sangat penting dilakukan didalam mengidentifikasi suatu jenis ikan. Morfometrik atau pengukuran bagian tubuh dari satu bagian kebagian yang lainnya membutuhkan ketelitian, ketepatan dan konsistensi didalam melakukan pengukuran, begitu pula dengan meristik atau penghitungan bagian-bagian tubuh pada ikan. Hal ini harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam melakukan pengidentifikasian atau sistematika pada ikan.
26
DAFTAR PUSTAKA Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Ikhthyologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor. Alamsjah, S & Ridwan. 1980. Ichthiyologi Sistematika. Fakultas Perikanan, Departemen Biologi Perairan. Institut Pertanian Bogor Allen G.R. (2000). Marine Fish of South-East Asia. Periplus. Singapura. Burhanuddin I.A, Hutomo M., S. Martosewojo S.. & Djamali A. (1979). Ikan-Ikan Laut Berbisa dan Beracun Di Indonesia. LON - LIPI. Jakarta. Burhanuddin I.A., Iwatsuki Y. (2006). The Siganid-Fishes (Siganidae) Of the spermonde. Makassar, South Sulawesi, Indonesia Carpenter K.E. (2001). The Living Marine Resources of The Western Central Pacific. FAO. Roma.Volume 6. hal. 3627-3650. Dinas Kelautan dan Perikanan. (2012). Fasilitasi Inisiasi Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan Malaja (Siganus sp.) Kabupaten Luwu. Seksi Kelautan Dan Konservasi Bidang Kelautan, Pesisir Dan Perikanan Tangkap. Makassar Ghufran, M., & Kordi H. (2005).Budidaya Ikan Baronang. Rineka Cipta. Jakarta. Iwatsuki.Y., Burhanuddin I., Djawad I., Motomura H. & Hidaka K. (2000). A Preliminary List of the Epypelagic and Inshore Fishes of Makassar, South Sulawesi, Indonesia, Collected Mainly from Fish Markets between 23-27 Januari 2000, with Notes on Fishery Catch Characteristics. Buletin of the Faculty of Agriculture, Miyazaki University. Japan. Jalil., Mallawa A., & Ali A.S. (2001). Biologi Populasi Ikan Baronang Lingkis (S. Canaliculatus) di Perairan Kecamatan Bua Kabupaten Kab. Luwu. Sulawesi Selatan Khaeruddin. (2012). Malaja’ Ikan Pavorit datu luwu. Palopo Pos. http://www.palopopos.co.id Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley & Sons, New York Lante S. (2010). Analisis keragaman genetik populasi ikan Baronang (Siganus guttatus) di Selat Makassar dan Teluk Bone. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar. Tesis. Universitas Hasanuddin. Makassar Love, M.S. and G.M. Cailliet (eds.). 1979. Readings in Ichthyology. Prentice-Hall of India Private Limited, New Delhi Moyle, P.B. and J.J. cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Nelson, J.S. 1976. Fishes of the World. John Wiley and Sons, New York. Perikanan, IPB Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan, Fakultas Saanin H. (1995). Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bina Cipta. Bandung. Syakhruddin. (2012). Malaja Ikan Khas Karang karangan. Palopo Pos. http://www.palopopos.co.id/?vi=detail&nid=50631 Yunus M. (2005). Perbedaan Karakter morfometrik dan meristik famili Siganidae pada habitat yang berbeda di perairan spermonde. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar
27
Lampiran Lampiran 1. Alat yang digunakan
Lampiran 2. Penanganan sampel di lapangan
28
Lampiran 3. Cara pengawetan sampel
Lampiran 4. Dokumentasi sampel
29