Data Loading...
mediaindonesia20210203_06 Flipbook PDF
mediaindonesia20210203_06
99 Views
60 Downloads
FLIP PDF 288.29KB
6
OPINI
RABU, 3 FEBRUARI 2021
Menyelamatkan Demokrasi Lokal Adi Prayitno
Dosen Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta Direktur Eksekutif Parameter Politik
R
ANCANGAN UU Pemilu yang saat ini dibahas di DPR menggabungkan UU Pemilu dan UU Pilkada sekaligus. Banyak isu krusial yang secara substansi diulang, seperti ambang batas presiden dan parlemen serta syarat pencapresan. Namun, ada satu isu baru yang cukup serius menyangkut keberlangsungan demokrasi lokal, yakni soal polemik kepala daerah yang masa kerjanya berakhir pada 2022 dan 2023, apakah daerah tersebut akan dilaksanakan pilkada atau ditunjuk pelaksana tugas. Mengacu pada UU No 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 1/2015 soal Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dalam Pasal 201 ayat 9 disebutkan, untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, bupati, dan wali kota yang masa jabatannya berakhir 2022 dan 2023, diangkat pejabat gubernur, bupati, dan wali kota, sampai terpilihnya kepala daerah baru hasil pilkada serentak nasional pada 2024. Dalam draf UU Pemilu yang sedang dibahas di Senayan, Pasal 731 ayat 2 menyebutkan, pemilihan kepada daerah hasil Pilkada 2017 dilaksanakan pada 2022. Di pasal yang sama ayat 3 juga disebutkan, pemilihan kepada daerah serentak hasil Pilkada 2018 dilaksanakan 2023. Draf ini berbeda secara diametral, dengan UU pilkada soal ketiadaan pilkada serentak yang selanjutnya ditunjuk pelaksana tugas.
Sepintas lalu, peta politik parlemen terlihat mulai terang benderang. Fraksi Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Demokrat, dan PKS setuju pilkada digelar 2022 dan 2023 sebagai upaya normalisasi. Adapun PDIP, PKB, PPP, dan PAN menolak. Gerindra belum menentukan sikap. Sementara itu, pegiat pemilu, aktivis demokrasi, dan civil society menuntut pilkada dinormalisasi kembali. Pilkada serentak nasional yang dijadwalkan digelar 2024 disarankan diundur ke 2027.
Hakikat demokrasi Pasca-Reformasi, bangsa ini susah payah mengembalikan kedaulatan politik ke tangan rakyat dengan memilih kepada daerah secara langsung. Warisan rezim otoriter Orde Baru dihilangkan karena mengebiri suara rakyat. Maka, mulai 2005 dilaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung sesuai selera rakyat. Bukan selera elite oligarki. Pada 2015, mulai diselenggarakan pilkada serentak untuk menata keserentakan pilkada nasional di kemudian hari. Intinya, ingin menyelamatkan demokrasi lokal dengan menjamin rakyat sebagai pemagang mandat utama. Hingga saat ini, publik masih bertanya soal argumentasi mendasar fraksi yang menolak pilkada digelar 2022 dan 2023. Alasan klasiknya, tentu hanya ingin pilkada serentak nasional dihelat 2024 demi efisiensi anggaran dan waktu. Argumentasi semacam ini mudah dipatahkan. Tak ada jaminan, pilkada yang dilaksanakan bersama dengan pilpres dan pileg efektif menekan jumlah anggaran.
J u s t r u s e b a l i k ny a , r e n c a n a keserentakan pemilu dan pilkada di 2024 menjadi beban berat bagi penyelenggara. Terutama, di level pengawasan. Akan begitu banyak dibutuhkan SDM untuk dilibatkan dalam penyelenggaraan pemilu. Belum lagi, soal trauma kematian ratusan petugas Pemilu 2019, lalu makin membuat kengerian keserentakan pemilu semakin menguat. Hal prinsip yang perlu diperhatikan, mengapa ada desakan normalisasi pilkada dengan menggelar pilkada serentak 2022 dan 2023 ialah untuk menyelamatkan demokrasi lokal. Hakikat demokrasi one man one vote dilakukan secara langsung. Dalam demokrasi, rakyat ditakdirkan menjadi subjek politik yang paling determinan dalam memilih pemimpin. Sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi jika dalam kurun waktu 2022 hingga 2024 ada ratusan kepala daerah dipimpin pelaksana tugas hasil penunjukan. Esensi demokrasi langsung akan ambyar total pastinya. Jangan hanya karena alasan kerentakan pemilu dan Pilkada 2024, suara rakyat dikebiri. Jangan hanya soal efesiensi waktu dan anggaran, rakyat disuguhkan praktik politik oligarki. Tak bisa memilih pemimpin mereka sendiri. Demokrasi harganya mahal. Perjuangannya pun tak mudah. Butuh jalan panjang yang berliku dan mendaki. Serupa rimba politik yang penuh rintangan. Dalam konteks inilah, kedewasaan para politisi Senayan diuji untuk menyelamatkan hakikat demokrasi langsung daerah.
Stimulus ekonomi Salah satu alasan mendasar mengapa pilkada perlu dinormalisasi pada 2022 dan 2023 ialah untuk menstimulus ekonomi. Ratusan daerah yang menyelenggarakan pilkada, otomatis kehidupan ekonominya berdenyut kencang. Sejauh ini pilkada bukan hanya suksesi elite lokal, melainkan juga mendatangkan banyak faedah ekonomi.
T e r utama, bagi ra k y a t ke l a s menengah ke bawah. Belanja atribut tim sukses terbukti ampuh menggerakkan industri percetakan, sablon, dan seterusnya. Kebutuhan merekrut relewan dan tim sukses pemenangan efektif menyedot banyak sumber daya bekerja separuh waktu. Setidaknya, rakyat di bawah bisa
beraktivitas yang bisa mendatangkan insentif harian yang mampu menopang kehidupan mereka. Belum lagi, anggaran tak terduga kandidat seperti bantuan sosial dan subsidi logistik, manfaatnya dirasakan langsung rakyat. Mungkin bagi elite, bantuan semacam ini sepele, tapi bagi mereka seperti segepok berkah yang tak ternilai harganya. Di tengah wabah covid-19 yang kian mengganas, rakyat mati gaya. Akses terhadap dunia kerja tersumbat. Bahkan, banyak di antara mereka perlahan mulai menjadi pengangguran terselubung. Masih segar dalam ingatan publik, argumen pemerintah dan anggota dewan yang tetap ngotot menggelar pilkada serentak 2020, yakni alasan stimulus ekonomi. Pertanyaannya kemudian, mengapa alasan menggerakkan roda ekonomi tidak berlaku untuk Pilkada 2022 dan 2023. Bukankah di tahun itu kondisi ekonomi bangsa belum tentu membaik? Mungkin sedang tertatih merintih akibat badai resesi yang tak kunjung usai. Mungkin juga ada motif lain yang tak bisa diendus. Terutama, kelompok kepentingan status quo yang zona nyamannya tak ingin diusik. Salah satunya menolak pilkada dinormalisasi kembali. Persisnya, hanya Tuhan saja yang tahu, tapi setidaknya publik mulai menerka ada kepentingan politik yang tak biasa. Bekerja senyap di balik layar. Bukan hanya alasan normatif seperti menghemat anggaran dan waktu. Jadi, jika ingin mendesain salah satu strategi pemulihan ekonomi di tengah perjuangan melawan wabah pandemi covid-19, jawabannya cuma satu. Laksanakan pilkada serentak 2022 dan 2023. Ingat, politik elektoral memang mahal. Semua perputaran uang dan logistik sangat berdampak langsung terhadap kehidupan rakyat di bawah sebab mereka yang menjadi subjek sekaligus objek dari politik elektoral itu sendiri.
Komitmen Pembangunan Manusia di Masa Pandemi Razali Ritonga
Pemerhati Fenomena Sosial-Kependudukan
P
R E S I D E N J o ko W i d o d o dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Kemitraan Program Bangga Kencana 2021 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (29/1), secara spesifik menyebutkan keinginan beliau agar keluarga Indonesia naik kelas dan mampu membangun ketahanan keluarga. Terutama di bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan anak, dan kebahagiaan keluarga. Secara faktual, keinginan Presiden Jokowi itu merupakan komitmen yang sejalan dengan pembangunan manusia, berdasarkan dimensi umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak untuk mewujudkan kebahagiaan keluarga. Komitmen politik untuk membangun keluarga yang berkualitas dan bahagia itu kiranya patut diapresiasi sekaligus menepis keraguan bahwa pembangunan manusia akan terabaikan dan mengalami kemunduran di masa pandemi. Pasalnya, Program Pembangunan PBB (UNDP) pada 20 Mei 2020 te-
PARTISIPASI OPINI
lah mengingatkan akibat dampak covid-19 pembangunan manusia secara global berpotensi mengalami kemunduran, untuk pertama kalinya sejak dipublikasikan 31 tahun lalu (1990). Namun, patut disyukuri, ancaman kemunduran pembangunan manusia itu tidak terjadi di Tanah Air karena indeks pembangunan manusia masih meningkat meski peningkatannya cukup kecil. Rilis BPS tentang indeks pembangunan manusia (IPM) 15 Desember 2020 menyebutkan nilai IPM hanya naik 0,02 poin, yakni dari 71,92 pada 2019 menjadi 71,94 pada 2020. Sayangnya, meningkatnya nilai IPM secara nasional itu tidak diikuti seluruh daerah. Tercatat, ada 10 provinsi mengalami kemunduran atau penurunan nilai IPM, yaitu Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, DI Yogyakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Papua. Mundurnya pembangunan manusia di 10 provinsi itu, sepatutnya menjadi prioritas pembangunan pada 2021, sembari mengawal pembangunan manusia di provinsi lainnya agar tetap meningkat. Dengan cara itu, diharapkan semua daerah dapat bergerak maju secara
bersamaan sehingga tidak terjadi kesenjangan antardaerah.
Distorsi standar hidup layak Salah satu faktor penyebab mundurnya pembangunan manusia di 10 provinsi itu sehingga memperkecil pencapaian pembangunan manusia secara nasional ialah terdistorsinya standar hidup layak. Berdasarkan ukuran pengeluaran per kapita yang disesuaikan atas dasar harga konstan 2012, standar hidup masyarakat di Tanah Air turun dari Rp11.299 pada 2019 menjadi Rp11.013 pada 2020. Menurunnya standar hidup layak itu tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daya beli masyarakat yang mengalami penurunan pada 2020 atau selama 9 bulan mewabahnya pandemi covid-19. Pembatasan sosial yang diberlakukan pada 2020, antara lain menjadi faktor penyebab turunnya kemampuan daya beli, akibat pendapatan masyarakat yang merosot. Sejumlah pelaku usaha terpaksa membatasi atau menutup usahanya, serta pekerja yang mengalami pemberhentian pekerjaan dan pengurangan jam kerja. Rilis BPS (5/11/2020) tentang ketenagakerjaan menyebutkan,
selama Februari-Agustus 2020 sekitar 29,12 juta orang dari penduduk usia kerja terimbas pandemi covid-19. Sebanyak 2,56 juta orang di antaranya kehilangan pekerjaan atau menganggur. Adapun, imbas terbesar ialah pengurangan jam kerja, menimpa sebanyak 24,03 juta orang dari 29,12 juta orang yang terdampak covid-19. Ditengarai, pekerja dari kelompok pekerja rentan mengalami kondisi terparah akibat dampak covid-19. Menurut badan PBB (2012), pekerja rentan umumnya bekerja tidak formal, tidak memiliki jaminan sosial, dan berisiko kehilangan pekerjaan ketika ekonomi memburuk.
Kapabilitas meningkat Meski standar hidup layak secara nasional menurun, patut disyukuri hal itu tidak berdampak buruk terhadap derajat kesehatan dan pendidikan penduduk. Faktanya, derajat kesehatan yang diukur dengan angka umur harapan hidup meningkat dari 71,34 tahun pada 2019 menjadi 71,47 tahun pada 2020. Sementara itu, derajat pendidikan yang diukur dengan rata-rata lama sekolah, meningkat dari 8,34 tahun pada 2019 menjadi 8,48 tahun pada 2020, dan harapan lama sekolah
meningkat dari 12,95 tahun pada 2019 menjadi 12,98 tahun pada 2020. Kesehatan dan pendidikan merupakan dua aspek penting yang mendasari kapabilitas penduduk. Maka, dengan meningkatnya derajat kesehatan dan pendidikan, hal itu berarti kapabilitas penduduk meningkat meski standar hidup layak menurun. Dengan meningkatnya kapabilitas penduduk sekaligus mengindikasikan masih tingginya kemampuan penduduk untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan. Secara faktual, hal itu memberikan optimisme akan keberhasilan program pemulihan ekonomi nasional (PEN), yang diberlakukan pemerintah pada 2021. Diketahui, pemerintah pada 2021 mengalokasikan anggaran untuk PEN sebesar Rp553,1 triliun. Anggaran sebesar itu diperuntukkan untuk kesehatan sebesar Rp104,7 triliun, perlindungan sosial Rp150,96 triliun, program prioritas Rp141,36 triliun, serta UMKM dan pembiayaan korporasi Rp156,06 triliun. Diharapkan, anggaran untuk kesehatan dan perlindungan sosial itu dapat mengawal bahkan kian meningkatkan kapabilitas dan
kualitas hidup penduduk. Selain itu, anggaran kesehatan dan perlindungan sosial itu juga diharapkan dapat meningkatkan daya beli dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sejatinya, peningkatan daya beli penduduk amat diperlukan agar produk barang dan jasa dari UMKM dan korporasi yang juga memperoleh alokasi anggaran dapat terserap pasar secara optimal. Meski demikian, tingkat keberhasilan penyelenggaraan program masih ditentukan kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Hal ini mengingat penyelenggaraan program PEN memerlukan ruang gerak untuk melakukan berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial. Terwujudnya PEN merupakan instrumen penting untuk meningkatkan standar hidup layak dan kualitas hidup penduduk sehingga dapat kembali mengakselerasi pembangunan manusia, terutama di 10 provinsi yang pada 2020 mengalami kemunduran. Dengan meningkatnya pencapaian pembangunan manusia, hal itu merupakan modal amat penting untuk meraih kemajuan bangsa ke level yang lebih tinggi seperti yang diinginkan Presiden Jokowi.
Kirimkan ke email: [email protected] atau [email protected] atau fax: (021) 5812105, (Maksimal 5.500 karakter tanpa spasi. Sertakan nama, alamat lengkap, nomor telepon, foto kopi KTP, nomor rekening, foto diri, dan NPWP). Setiap materi baik artikel, tulisan, maupun foto, yang telah ditampilkan di harian Media Indonesia dapat dimuat kembali baik dalam format digital maupun nondigital yang tetap merupakan bagian dari harian Media Indonesia.
Pendiri: Drs. H. Teuku Yousli Syah MSi (Alm) Direktur Utama: Firdaus Dayat Direktur Pemberitaan/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi Deputi Direktur Pemberitaan: Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group: Ketua: Usman Kansong (merangkap anggota) Wakil Ketua: Abdul Kohar (merangkap anggota) Sekretaris: Nunung Setiyani (merangkap anggota) Anggota: Elman Saragih, Bambang Eka Wijaya, Suryopratomo, Don Bosco Selamun, Arief Suditomo, Budiyanto, Gaudensius Suhardi, Kania Sutisnawinata, Iskandar Zulkarnain Dewan Pengarah: Lestari Moerdijat, Saur M. Hutabarat, Adrianto Machribie Redaktur Senior: Elman Saragih Kepala Divisi Pemberitaan: Teguh Nirwahyudi Kepala Divisi Multimedia & Artistik: Hariyanto Asisten Kepala Divisi Pemberitaan: Ahmad Punto, Henri Salomo, Jaka Budi Santosa, Mochamad Anwar Surahman, Rosmery C. Sihombing, Sadyo Kristiarto (Nonaktif), Victor J.P. Nababan Kepala Sekretariat Redaksi: Ida Farida Redaktur: Adiyanto, Agus Mulyawan, Agus Triwibowo,
Agus Wahyu Kristianto, Ahmad Maulana, Akhmad Mustain, Anton Kustedja, Aries Wijaksena, Baharman, Basuki Eka P, Bintang Krisanti, Dwi Tupani Gunarwati, Eko Rahmawanto, Eko Suprihatno, Heryadi, Irana Shalindra, Irvan Sihombing, M. Soleh, Mathias S. Brahmana, Mirza Andreas, Raja Suhud V.H.M, Soelistijono, Sitria Hamid, Widhoroso, Windy Dyah Indriantari Staf Redaksi: Abdillah M. Marzuqi, Adam Dwi Putra, Agung Wibowo, Akmal Fauzi, Andhika Prasetyo, Astri Novaria, Budi Ernanto, Cahya Mulyana, Denny Parsaulian Sinaga, Deri Dahuri, Dero Iqbal Mahendra, Dhika Kusuma Winata, Emir Chairullah, Fetry Wuryasti, Gana Buana, Ghani Nurcahyadi, Golda Eksa, Haufan H. Salengke, Indrastuti, Indriyani Astuti, Jonggi Pangihutan M, Mohamad Irfan, Muhamad Fauzi, Nur Aivanni Fatimah, Nurtjahyadi, Panca Syurkani, Permana Pandega Jaya, Putra Ananda, Putri Anisa Yulianti, Putri Rosmalia Octaviyani, Ramdani, Retno Hemawati, Rizki Noor Alam, Rudy Polycarpus, Selamat Saragih, Sidik Pramono, Siswantini Suryandari, Siti Retno Wulandari, Sri Utami, Sugeng Sumariyadi, Sumaryanto, Susanto, Syarief Oebaidillah, Tesa Oktiana Surbakti, Thalatie Yani, Thomas Harming Suwarta, Usman Iskandar, Wisnu Arto Subari, Zubaedah Hanum DIVISI TABLOID, MAJALAH, DAN BUKU (PUBLISHING) Asisten Kepala Divisi: Iis Zatnika Redaktur: Eni Kartinah CONTENT ENRICHMENT Periset: Desi Yasmini S, Gurit Adi Suryo, Ridha Kusuma Perdana, Bahasa: Redaktur: Adang Iskandar, Dony Tjiptonugroho, Suprianto Staf: Farhatun Nurfitriani, Meirisa Isnaeni, Riko Alfonso
ARTISTIK Asisten Kepala Divisi: Rio Okto Waas Redaktur: Annette Natalia, Briyan Bodo Hendro, Budi Setyo Widodo, Donatus Ola Pereda, Gatot Purnomo, Gugun Permana, Marjuki Staf Artistik: Ami Luhur, Ananto Prabowo, Bayu Wicaksono, Dedy, Duta Amarta, Fauzi Zulkarnaen, Haris Imron Armani, Haryadi, Marionsandez G, Muhamad Nasir, Nehemia Nosevy Kristanto, Novi Hernando, Nurkania Ismono, Nurul Arohmat, Pamungkas Bayu Aji, Reza Fitarza Z, Riri Puspa Destianty, Rugadi Tjahjono, Seno Aditya, Swielida Angraita, Tutik Sunarsih Olah Foto: Ade Rian H, Andi Nursandi PENGEMBANGAN BISNIS Deputi Direktur Pengembangan Bisnis: Fitriana Saiful Bachri Deputi Direktur Sales & Marketing: Gustaf Bernhard R Kepala Divisi Iklan: Wendy Rizanto Perwakilan Bandung: Sulaeman Gojali (022) 4210500; Surabaya: (031) 5667359; Yogyakarta: Andi Yudhanto (0274) 523167. KORESPONDEN Banten: Sumantri Handoyo (Tangerang) Jawa Barat: Dede Susianti (Bogor), Eriez M. Rizal, Bayu Anggoro (Bandung), Kisar Rajagukguk (Depok), Benny Bastiandy, SE (Cianjur/Sukabumi), Depi Gunawan (Cimahi), Nurul Hidayah (Cirebon), Reza Sunarya (Purwakarta), Setyabudi Kansil (Cianjur), Kristiadi (Tasikmalaya) Jawa Tengah: Haryanto (Semarang), Akhmad Safuan (Pekalongan), Djoko Sardjono (Klaten),
Widjajadi, Ferdinand (Solo), Liliek Dharmawan (Purwokerto), Tosiani S (Temanggung), Supardji Rasban (Brebes) Yogyakarta: Agus Utantoro, Ardi Teristi Hardi, Furqon Ulya Himawan Jawa Timur: Faishol Taselan (Surabaya), Bagus Suryo Nugroho (Malang), Heri Susetyo (Sidoarjo), Muhammad Ahmad Yakub (Bojonegoro), Muhammad Ghozi (Madura) Aceh: Amiruddin Abdullah (Pidie), Hendra Saputra (Banda Aceh) Sumatra Utara: Yoseph Pencawan, Puji Santoso (Medan), Januari Hutabarat (Taput) Sumatra Barat: Yose Hendra (Padang) Riau: Rudi Kurniawansyah (Pekanbaru) Kepri: Hendry Kremer (Batam) Bangka Belitung: Rendy Ferdiansyah (Pangkalpinang) Bengkulu: Marliansyah Jambi: Solmi Lampung: Eva Pardiana (Bandarlampung) Kalimantan Tengah: Surya Suryanti (Palangkaraya) Kalimantan Selatan: Denny Susanto (Banjarmasin) Sulawesi Utara: Voucke Lontaan (Manado) Sulawesi Tenggara: Abdul Halim Ahmad (Kendari) Sulawesi Selatan: Lina Herlina (Makassar) NTB: Yusuf Riaman (Mataram) Bali: Arnoldus Dhae (Denpasar), Gede Ruta Suryana (Kuta) NTT: Alexander Paulus Taum (Lembata), Palce Amalo (Kupang) Maluku: Hamdi Jempot (Ambon) Papua: Marcelinus Kelen (Jayapura) Telepon Layanan Pembaca: (021) 5821303 Telepon Iklan: (021) 5812113, 5801480 Fax Iklan: (021) 5812107, 5812110 Fax Customer Service: (021) 5820476,
Telepon Sirkulasi: (021) 5812095, Telepon Distribusi: (021) 5812077, Telepon Percetakan: (021) 5812086, Harga Langganan: Rp89.000 per bulan (Jabodetabek), di luar P. Jawa + ongkos kirim, No. Rekening Bank: a.n. PT Citra Media Nusa Purnama Bank Mandiri - Cab. Taman Kebon Jeruk: 117-009-500-9098; BCA - Cab. Sudirman: 035-3065014, Diterbitkan oleh: PT Citra Media Nusa Purnama, Jakarta, Alamat Redaksi/Tata Usaha/Iklan/Sirkulasi: Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat - 11520, Telepon: (021) 5812088 (Hunting), Fax: (021) 5812105 (Redaksi) e-mail: [email protected], Percetakan: Media Indonesia, Jakarta, ISSN: 0215-4935, Website: www.mediaindonesia.com DALAM MELAKSANAKAN TUGAS JURNALISTIK, WARTAWAN MEDIA INDONESIA DILENGKAPI KARTU PERS DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA ATAU MEMINTA IMBALAN DENGAN ALASAN APA PUN