Tanggung Jawab Negara terhadap Sampah Luar Angkasa Flipbook PDF

Tanggung Jawab Negara terhadap Sampah Luar Angkasa
Author:  M

64 downloads 270 Views 210KB Size

Recommend Stories


SENARAI PEJABAT PERWAKILAN MALAYSIA DI LUAR NEGARA
SENARAI PEJABAT PERWAKILAN MALAYSIA DI LUAR NEGARA BIL. 1 NAMA NEGARA AFRIKA SELATAN ALAMAT PERWAKILAN SURUHANJAYA TINGGI MALAYSIA, PRETORIA HIGH CO

Porque. PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::
Porque tu hogar empieza desde adentro. www.avilainteriores.com PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com Avila Interi

Story Transcript

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP SPACE DEBRIS (SAMPAH ANGKASA) Muhammad Yahusafat ABSTRAK Keberadaan benda-benda angkasa di ruang angkasa semakin meningkat. Negara-negara peluncur berlomba-lomba mendominasi ruang angkasa dengan meluncurkan benda-benda tersebut ke ruang angkasa. Peluncuran benda-benda luar angkasa tidak hanya menimbulkan dampak positif, namun juga terkadang menjadi negatif. Benda-benda tersebut dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian di muka bumi apabila tidak lagi berfungsi dan berubah menjadi sampah angkasa. Sampah angkasa itu pula dapat menyebabkan kerusakan pada benda angkasa lainnya yang masih berfungsi dengan baik di ruang angkasa. Sampah angkasa dan benda angkasa merupakan dua hal yang menjadi tanggung jawab negara peluncur, dan apabila menyebabkan kerusakan di ruang angkasa, suatu negara penuntut dapat menuntut ganti rugi terhadap negara peluncur. Namun, disisi lain, apabila negara peluncur telah memberi informasi mengenai sampah luar angkasa, tanggung jawab tersebut tidak lagi sepenuhnya milik negara peluncur. Karena diatur juga mengenai kewajiban untuk menghindar dari kerusakan yang buruk bagi negara penuntut atau negara peluncur yang mempunyai benda angkasa. Oleh karena itu, dalm artikel ini, penulis akan membahas mengenai tanggung jawab negara terhadap sampah angkasa yang menabrak benda atau objek angkasa lainnya di ruang angkasa yang dalam hukum angkasa, peristiwa tersebut dianggap melanggar prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan apabila sampah angkasa tersebut tidak dilaporkan terlebih dahulu oleh negara pembuat sampah luar angkasa. A. PENDAHULUAN Dalam empat dekade kebelakang, hukum luar angkasa merupakan salah satu subjek dalam hukum publik internasional yang sedang berkembang. Hal ini dipicu pertama kali oleh Uni Soviet dengan SPUTNIK I nya pada tahun 1957 dan di ikuti oleh Amerika Serikat dengan EXPLORER 1 pada tahun 1958.1 Penggunaan teknologi luar angkasa semakin meluas, tidak hanya untuk kegunaan militer namun juga untuk kebutuhan masyarakat luas, termasuk satelit untuk berkomunikasi, meteorologi, televisi dan penyiaran radio dan kebutuhan lainnya. Proses pembuatan hukum di kancah hukum ruang angkasa

1

Juajir Sumardi. Hukum Ruang Angkasa (Suatu Pengantar), PT. Pradnya Paramita, Jakarta., 1996,

halaman. 1. 1 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

memiliki beberapa karakteristik spesial. Sejak 1958, segala urusan mengenai ruang angkasa telah di urus oleh salah satu badan internasional spesial yaitu, the United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPOUS) dengan dua bidang dibawahnya yaitu, bidang Teknikal dan Pengetahuan, dan Bidang Hukum. Kantor administratif dari Komite ini adalah Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Ruang Angkasa yang sekarang terletak di Wina, Austria.2 Menurut fungsi dari UNCOPOUS, kerangka institusional dari pembuatan hukum ruang angkasa berkembang dan lebih konsisten dalam membuat hukum di bidang lainnya dalam hukum internasional. Keanggotaan dalam UNCOPOUS hanya seperempat dari anggota perserikatan bangsa-bangsa. Perlu di ketahui bahwa UNCOPOUS bukan lah satu-satunya badan yang membuat hukum mengenai ruang angkasa. Dengan demikian, isu penting mengenai penggunaan militer dalam ruang angkasa dapat dipertimbangkan bahwa hal mengenai penggunaan militer dalam ruang angkasa sudah di luar mandat dari UNCOPOUS. Selain penggunaan militer, UNCOPOUS juga tidak memiliki mandat mengenai kompetensi untuk frekuensi radio dan posisi satelit. Dengan demikian, karena masalah-masalah berkaitan

dengan

ruang

angkasa,

maka

UNCOPOUS

bekerja

sama

dengan

International

Telecommunication Union (ITU), yang keanggotaannya lebih banyak, dan demi menimbulkan kerja sama yang baik di bidang telekomunikasi. Pada kurun tahun 1958-1960an banyak timbul permasalahan dan konflik antar negara mengenai ruang angkasa. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mulai mempelajari permasalahan hukum apa yang terjadi di ruang angkasa pada kurun waktu tahun 1959 and mengadopsi sebuah Resolusi, yaitu resolusi 1721 pada tahun 1961 di bulan Desember. Tujuan dari resolusi ini adalah memberikan petunjuk untuk evolusi selanjutnya dalam hukum ruang angkasa. Hal ini memuncak pada tahun 1963, titik awal lahirnya Declaration of Legal Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space. Hal tersebut di ikuti dengan pengadopsian empat perjanjian internasional yang sangat penting perannya dalam hukum ruang angkasa. Dalam kurun waktu 1967 ke 1975, terdapat empat perjanjian internasional mengenai ruang angkasa yaitu ; (1) the 1967 Treaty on Principles Governing the Activities of States, Including the Moon and Other Celestial Bodies (Outer Space Treaty), the 1968 Agreement on the Rescue of Astronauts and the Return of Objects Launched into Outer Space (Rescue Agreement), the 1972 Convention on Liability for Damage Caused by Objects Launched into Outer Space

2

Peter Malanzcuk, Akehurst’s Modern Introduction to International Law, 7th Edition (Routledge: Taylor &

Francis e-Library, 2002) halaman. 201-202 2 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

(Liability Convention) dan yang terakhir adalah the 1974 Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space (Registration Convention). 3 Terdapat banyak perjanjian yang berkaitan dengan luar angkasa di luar ke empat perjanjian internasional tersebut, namun ke empat perjanjian di percaya sebagai titik permulaan di mana aspek dalam hukum luar angkasa di pandang penting dalam kehidupan manusia ke depannya, agar tidak terjadi kesalahpahaman antar negara. Peristiwa-peristiwa dapat disebut titik permulaan manusia memasuki peradaban angkasa (space age). Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dalam memanfaatkan ruang angkasa haruslah memberikan dampak positif bagi kualitas kehidupan manusia. Contoh, dengan berkembangnya teknologi dan ditemukannya produk ilmu pengetahuan dan teknologi ruang angkasa, yaitu remote sensing4, atau penginderaan jauh yang berfungsi untuk pengelolaan sumber daya alam, untuk pembinaan lingkungan hidup, untuk peningkatan produksi pangan seperti pertanian, perkebunan, dan perikanan, serta perencanaan pemukiman dan tata guna tanah, pemetaan dan lain sebagainya. Selain dampak positif, aktifitas di ruang angkasa juga dapat berbuah negatif. Menurut Resolusi 1348 (XXI) tahun 1958, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menemukan bahwa aktivitas pemanfaatan ruang angkasa menimbulkan berbagai kerugian baik di darat, ruang udara, maupun ruang angkasa itu sendiri.5 Kerugian tersebut dirasakan pada saat diciptakannya satelit mata-mata untuk kegiatan militer yang dapat membahayakan keamanan serta stabilitas nasional dari sebuah negara yang dimata-matai. Selain itu, beberapa satelit juga diciptakan dengan menggunakan bahan radioaktif dan penggunaan senjata nuklir untuk aktifitas di ruang angkasa. Apabila peluncuran satelit tersebut mengalami kegagalan dan jatuh di wilayah negara lain secara otomatis hal tersebut menyebabkan kerugian bagi negara-negara yang kejatuhan benda angkasa yang mengalami kegagalan tersebut. Belum lagi, banyak benda-benda angkasa yang mengalami kegagalan fungsi atau malfunction. Hal tersebut lumrah terjadi dengan satelit bertenaga nuklir, yang pada umumnya satelit tersebut berorbit rendah sehingga satelit tersebut mudah mengalami gagal fungsi.

3 4

Ibid, halaman 202. Agus Pramono, Dasar-Dasar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011,

halaman 141. 5

United Nations General Assembly Resolution 1348 (XXI), 13 Desember 1958.

3 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

Satelit juga memiliki umur (life time) yang apabila telah habis jangka waktunya, maka satelit itu akan menambah banyaknya bahaya bagi benda-benda angkasa yang masih berfungsi, dan menyebabkan ancaman bagi kerusakan apabila jatuh di permukaan bumi. Tidak hanya itu saja, kerugian dapat terjadi apabila benda angkasa yang hendak diluncurkan ke ruang angkasa mengalami kegagalan dalam peluncurannya. Dampak negatifnya dapat dirasakan secara meluas, oleh negara peluncur dan negaranegara lainnya yang terlibat dalam peluncuran benda angkasa tersebut, bahkan dampaknya pun dapat dirasakan oleh negara yang tidak ikut serta dalam kegiatan peluncurannya. Hukum internasional mengakui dalam satu konvensi yaitu Liability Convention pada tahun 1972, yang menyatakan bahawa suatu negara dapat dimintakan pertanggung jawaban apabila benda angkasa milik negara tersebut, telah menjadi sampah angkasa jatuh dan merugikan wilayah negara lain. Dalam konvensi tersebut juga mengatur tanggung jawab negara dalam peluncuran benda angkasa telah diatur sedemikian rupa, sehingga apabila kejadian negara peluncur yang menyebabkan kerugian di wilayah yurisdiksi negara lain, maka negara peluncur tersebut wajib mematuhi prinsip-prinsip dan sistem tanggung jawab negara yang telah diatur dalam konvensi tersebut. Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas serta menganalisa suatu permasalahan yang melatarbelakangi penulisan artikel ini. Banyaknya permasalahan yang timbul akibat benda-benda angkasa menuntut negara peluncur maupun masyarakat internasional untuk cermat menganalisa kepentingan serta akibat yang muncul karena kegiatan negaranya sendiri. Namun, disisi lain, negara lain pun harus cermat untuk menelaah segala informasi mengenai objek-objek ruang angkasa yang tidak berfungsi maupun masih berfungsi. Penulis mengambil satu permasalahan yang

berbeda dengan

insiden-insiden yang pernah terjadi sebelumnya. Insiden tersebut ialah, insiden bertabrakannya benda angkasa aktif dengan sampah angkasa di orbit ruang angkasa. Tabrakan benda angkasa di ruang angkasa itu terjadi pada tahun 2013 dan melibatkan dua benda angkasa milik Rusia dengan sampah angkasa berupa puing-puing yang dihasilkan dari ledakan satelit Fengyun-1C milik Cina. Menurut sumber laporan yang diterima oleh analisa Pusat Standar dan Inovasi Luar Angkasa, atau disebut CSSI (Center fo Space Standards & Innovation), di Colorado Spring, Colorado, bahwa sampah angkasa tersebut merupakan puing-puing satelit yang berasal dari Sate1lit Fengyun-1C milik Cina. Pasca insiden tabrakan tersebut, puing-puing tersebut mengakibatkan kerusakan terhadap satelit

4 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

reflektor Rusia yang di ketahui bernama satelit Ball Lens in the Space (BLITS).6 Satelit Fengyun-1C sengaja dilepas untuk dihancurkan oleh Cina pada tahun 2007 dalam rangka demonstrasi roker penghancur satelit dengan daya jelajah mencapai luar angkasa. Setelah penghancuran, pemerintah Cina melakukan informasi mengenai hal tersebut ke negara-negara seperti Amerika, Jepang dan negara-negara lainnya. Namun, melihat dari sisi lain ternyata, puing-puing Fengyun-1C tetap menjadi ancaman bagi satelit dan kru luar angkasa. Masih belum ada detail jelas bagaimanakah nasib satelit milik Rusia. Apakah hanya “cedera” atau sepenuhnya tidak lagi bisa berfungsi. Hal-hal mengenai sampah angkasa (space debris), NASA dan badan ruang angkasa negara lain menggangap bahwa hal ini merupakan masalah serius dan harus di cari jalan keluarnya.7 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka terdapat beberapa permasalahan pokok yang penulis akan teliti, antara lain sebagai berikut: a) Perkembangan tanggung jawab negara terhadap Space Debris (Sampah Luar Angkasa). b) Prinsip tanggung jawab negara yang tepat untuk diterapkan terhadap Cina sebagai negara peluncur yang sampah angkasanya (Space debris) merugikan Rusia.

6

Ajeng Rizki Pitakasari “Satelit Rusia Tertabrak Sampah Luar Angkasa Cina” diakses dari

http://www.republika.co.id/berita/trendtek/sains/13/03/10/mjeop4-satelit-rusia-tertabrak-sampahluar-angkasa-cina, pada tanggal 26 Mei 2015 pukul 15.05. 7

Orbital Objects. (n.d.). Orbital Objects, Satellites, Space Junk Information, Facts, News, Photos. National

Geographic.

diakses

http://science.nationalgeographic.com/science/space/solar-system/orbital.html

pada tanggal 13 Juni 2015 pukul 14.39.

5 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

C. PEMBAHASAN Karakter dari sebuah tanggung jawab negara terlahir dari beberapa faktor mendasar, yaitu; (1) adanya kewajiban hukum internasional yang sedang berjalan antara dua negara yang saling berhubungan, (2) terjadi sebuah tindakan atau kelalaian yang melanggar kewajiban sehingga lahir sebuah tanggung jawab negara, dan yang terakhir, (3) sebuah kehilangan atau kerusakan yang berasal dari akibat sebuah tindakan atau kelalaian.8 Syarat-Syarat tersebut semakin jelas dan di ikuti dengan beberapa kasus Internasional. Di kasus Spanish Zone of Morocco claims, Hakim Huber menjelaskan bahwa: “Responsibility is the necessary corollary of a right. All rights of an international character involve international responsibility. Responsibility results in the duty to make reparation if the obligation in question is not met.”9 Dan di kasus Chorzow Factory, Permanent Court of International Justice memberi putusan bahwa: “it is a principle of international law, and even a greater conception of law, that any breachof an engagement involves an obligation to make reparation.”10 Dengan berkembangnya suatu paham mengenai tanggung jawab negara, Perserikatan BangsaBangsa membentuk Komisi Hukum Internasional (Internasional Law Commission) untuk membuat rancangan hukum mengenai tanggung jawab negara, dan berhasil di bentuk pada tahun 2001. Rancangan tersebut telah di akui secara luas dan secara hukum sebagai kebiasaan hukum internasional. Prinsip-prinsip dalam rancangan tersebut menyebutkan bahwa, sudah bersifat alamiah bahwa tindakan sebuah negara yang merugikan negara lain, merupakan tanggung jawab penuh negara yang melakukan kesalahan.11

8

Pasal 1-3, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Articles on Responsibility of States on

Internationally Wrongful Acts, 28 January 2002, U.N. Doc. A/RES/56/83. 9

Spanish Zone of Morocco Claims (Great Britain v. Spain), Award ( 1924 ) Arbitral Tribunal, 2 R.I.A.A. 615,

halaman. 641 10

Factory at Chorzow Case, (Germany v. Poland), Judgment (1928) Permanent Court of International

Justice, halaman. 258 11

Malcolm Shaw, International Law, 6th Edition, (New York: Cambridge University Press, 2008), hal. 782.

6 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

Dalam hukum ruang angkasa, tanggung jawab negara sendiri diatur dalam Liability Conventions 1972 apabila terjadi kerusakan yang di maksud dalam Liability Conventions itu sendiri. Arti kerusakan yang diatur dalam Liability Conventions 1972 berbunyi: “The term “damage” means loss of life, personal injury or other impairment of health; or loss of or damage to property of States or of persons, natural or juridical, or property of international intergovernmental organizations.”12 Apabila kerusakan tidak menyebabkan hal-hal yang telah disebut dalam pasal 1 (a) Liability Conventions 1972, maka hal tersebut tidak bisa disebut kerusakan, dan negara peluncur tidak bertanggung jawab penuh atas hal-hal yang merugikan negara lain. Pada Januari 2013, Pusat Luar Angkasa Standar dan Inovasi atau dikenal dengan nama Center for Space Standards and Innovation (CSSI) melaporkan adanya insiden tabrakan yang terjadi di ruang angkasa tepatnya di Low Earth Orbit (LEO), pada ketinggian 832 km. Insiden tersebut melibatkan satelit nanoreflektor milik Rusia yaitu Ball Lens in the Space (BLITS) yang diluncurkan pada tahun 2009 dan sampah angkasa milik Cina yang diperkirakan merupakan pecahan atau puing-puing dari satelit Fengyun1C. Puing satelit tersebut merupakan satelit yang sengaja dihancurkan oleh Cina dalam sebuah demonstrasi anti-satelit pada tahun 2007, yang dikenal dengan nama Chinese Anti Satellite Test.13 Sampah angkasa (space debris) yang berada di Low Earth Orbit mempunya ancaman untuk merusak objek angkasa negara peluncur lainnya, sehingga hal ini di pandang penting untuk negara negara peluncur lainnya untuk mengetahui hal mengenai sampah angkasa.14

12

Pasal 1 (a), the 1972 Convention on Liability for Damage Caused by Objects Launched into Outer Space,

1972. 13

Analysis of the 2007 Chinese ASAT Test and the impact of its Debris on the Space Environment. Author:

T.S. Kelso, Publisher: Center for Space Standars & Innovation [selanjutnya disebut “Chinese ASAT Test Analysis”] 14

Andrew M. Bradley, ”Space Debris: Assesing Risk and Responsibility” (2009), Publisher: Advances in

Space Research. Diakses: http://faculty-gsb.stanford.edu/wein/personal/documents/spacedebris.pdf pada tanggal 13 Juni 2015 pukul 14.33

7 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

Dalam insiden ini Rusia bertindak setelah mengetahui bahwa perubahan signifikan terhadap orbit satelit BLITS. Rusia mencari pendekatan satelit yang dekat dengan BLITS, dan ditemukan bahwa puing Fengyun-1C milik Cina adalah satu-satunya objek angkasa yang ditemukan. Namun, insiden ini tidak segera diperjelas apakah BLITS hanya cedera atau tidak dapat berfungsi sama sekali. Setelah tabrakan, ada bagian BLITS yang cedera dan ada bagian yang terlepas dari BLITS dan menjadi tidak berfungsi, sehingga BLITS menghasilkan pula sampah angkasa (space debris). Diketahui pula bahwa pergerak dari BLITS menjadi melambat dan tidak menentu setelah mengalami tabrakan dengan sampah dari Fengyun1C.15 Namun, Rusia pun disisi lain harus membuktikan dengan penelitian, berapa kecepatan dan besar dari sampah angkasa (space debris) tersebut, karena hanya beberapa ukuran dan kecepatan yang memberikan pengaruh besar terhadap objek angkasa sehingga hampir membuat satelit BLITS tersebut tidak berfungsi.16 Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, Including the Moon and other Celestial Bodies 1967, mencantumkan dan menjelaskan bahwa setiap negara tanpa diskriminasi dapat mengeksplorasi ruang angkasa dengan tujuan baik. Kegiatan-kegiatan di ruang angkasa dapat dilakukan dengan bebas bagi seluruh negara yang telah siap dengan kemajuan teknologi yang dimiliki setiap negara, asalnya dengan tujuan baik dan tidak mendominasi menggunakan militer atau pun politik. Dalam perjanjian internasional tersebut juga disebutkan lebih lanjut, bahwa suatu negara wajib untuk bertanggung jawab secara internasional apabila kegiatannya atau benda angkasanya menyebabkan kerugian di ruang angkasa, di udara, maupun di permukaan bumi. Perjanjian

15

Karl

Tate

“Russian

Satellite

Crash

with

Chinese

ASAT

Debris

Explained”

diakses

http://www.space.com/20145-russian-satellite-chinese-debris-crash-infographic.html pada pukul 19.11 tanggal 12 Juni 2015. 16

Space Debris Legal Research Guide. Author: Irene Atney-Yurdin, Publisher: Pace International Law

Review,

hal.

2-3,

http://digitalcommons.pace.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1019&context=pilr tanggal 13 Juni 2015. 8 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

diakses pada

pukul

13.47

ini mempunyai lanjutan lebih mendetail, yaitu Convention on International Liability for Damage Caused by Space Object 1972. 17 Dalam Convention on International Liability for Damage Caused by Space 1971 dijelaskan bahwa tiap-tiap negara secara internasional bertanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan oleh negara tersebut. Dikaitkan dengan insiden yang penulis bawakan, bahwa Cina dan Rusia tidak terlepas dari tanggung jawab internasional karena telah melakukan suatu kepentingan di ruang angkasa sebagai negara peluncur bagi objek ruang angkasanya masing-masing. Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa insiden tersebut membutuhkan analisa jauh lebih dalam dan lebih lanjut berdasarkan hukum internasional, khususnya hukum angkasa dengan menggunakan dasar hukum, yaitu Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects 1972. Dan dibantu dengan perjanjianperjanjian internasional lainnya, di kaiktkan dengan insiden yang penulis bawakan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bawa tanggung jawab internasional dalam hukum angkasa akan timbul apabila negara peluncur menimbulkan kerusakan seperti yang dijabarkan dalam pasal 1 Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects 1972. Dan dalam pasal 2 dan 3 Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects 1972 terdapat prinsip dasar tanggung jawab secara internasional yang berbunyi sebagai berikut: “A launching State shall be absolutely liable to pay compensation for damage caused by its space object on the surface of the earth or to aircraft in flight.” Prinsip yang terdapat dalam pasal 2 diatas menyebutkan bahwa negara peluncur mutlak memiliki tanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan akibat benda angkasanya. Negara penuntut (claimant state) adalah suatu negara yang merasakan dampak merugikan dari benda angkasa negara peluncur. Negara penuntuk tidak berkewajiban untuk membuktikan kesalahan negara peluncur agar negara peluncur bertanggung jawab. Negara penuntut hanya perlu memberitahukan kerusakan yang ditimbulkan oleh benda angkasa milik negara peluncur. Dalam prinsip ini pula, negara penuntut dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk membuktikan kesalahan si negara peluncur, karena pada umumnya, negara yang terlibat dalam kegiatan pemanfaatan ruang angkasa merupakan negara-negara yang maju dan memilik teknologi tinggi terkait pemanfaatan ruang angkasa. Prinsip ini dapat di gunakan

17

D.J. Harris, Cases and Materials on International Law, Fifth Edition, (London: Sweet and Maxwell,

1998), hal. 205 9 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

pada kerusakan-kerusakan yang timbul akibat benda angkasa milik negara peluncur yang jatuh ke permukaan bumi, atau pun terhadap pesawat udara dalam penerbangan. Prinsip kedua dalam Convention on International Liability for Damage caused by Space Object 1972 ialah tanggung jawab negara peluncur atas dasar kesalahan yang terdapat dalam pasal 3. Dalam perjanjian internasional ini tanggung jawab karena kesalahan disebut sebagai liability based on fault. Pasal 3 berbunyi: “In the event of damage being caused elsewhere than on the surface of the earth to a space object of one launching state or to persons or property on board such a space object by a space of another launching state, the latter shall be liable only of the damage is due to its fault or the fault of persons for whom it is responsible.” Prinsip tanggung jawab dalam pasal 3 ini mewajibkan suatu negara yang mengalami kerusakan yang disebabkan objek angkasa milik negara peluncur untuk membuktikan kesalahan yang disebabkan oleh negara peluncur. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat berupa kerusakan, sama halnya dengan prinsip tanggung jawab mutlak. Namun, negara penuntut diwajibkan untuk memiliku bukti serta membuktikan terlebih dahulu kesalahan yang dituntutkan kepada negara peluncur. Artinya, apabila suatu negara penuntut mengalami kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh benda angkasa negara peluncur, maka negara penuntut tersebut wajib membuktikan bahwa kerusakan tersebut memang benar disebabkan oleh benda angkasa negara peluncur. Dalam prinsip ini, negara yang melibatkan diri dalam kegiatan pemanfaatan ruang angkasa dinilai telah memahami bahaya yang timbul akibat kegiatannya. Oleh sebab itu, maka negara yang merasa dirugikan harus segera membuktikan kesalahan yang di lakukan oleh negara peluncur. Namun, selain itu, perlu juga penjelasan bahwa prinsip ini ditekankan pada negara peluncur serta kerusakan-kerusakan yang terjadi di mana saja selain di permukaan bumi. Dapat ditarik kesimpulan prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan dapat berlaku bagi negara penuntut dan negara yang juga ikut serta dalam pemanfaatan ruang angkasa, atau dengan kata lain negara penuntut merupakan negara peluncur yang meluncurkan juga benda angkasanya, dan benda angkasanya mengalami kerusakan akibat benda angkasa milik negara lain, dan kerusakan tersebut tidak berdampak di atas permukaan bumi, namun hanya sebatas ruang angkasa.

10 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

Namun disisi lain, negara peluncur yang telah memberikan pemberi tahuan mengenai kegiatankegiatan di ruang angkasa (Duty to Inform)18 seperti yang dilakukan oleh Cina, tidak bisa dengan mudah di minta kan pertanggung jawaban, karena negara peluncur seperti Cina sudah memberikan informasi terkait sampah angkasa yang dihasilkan oleh Chinese Anti Satellite Test pada tahun 2007 terhadap Fengyun-1C. Program Chinese Anti Satellite Test di gunakan dalam rangka perkembangan pertahanan negara Cina. Setelah melakukan penghancuran terhadap Fengyun-1C, Cina langsung melaporkan ke Aviation Week & Space Technology dan juga memberi tahu negara-negara adidaya seperti Amerika, Jepang, dan negara negara lainnya yang juga memiliki teknologi tinggi dalam ruang angkasa.19 Selain itu, setelah sudah di lakukan pemberitahuan mengenai kegiatan-kegiatan di ruang angkasa, negara-negara peluncur lain harus menghindari sampah angkasa (space debris) agar tidak terjadi kehancuran yang berlebih, sebagaimana diatur dalam Space Debris Mitigation Guidelines of the Committee on the Peaceful Uses of Outer Space.20 Karena Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait pemanfaatan ruang angkasa percaya, bahwa apabila informasi mengenai sampah angkasa (space debris) yang dihasilkan negara peluncur telah di sampaikan dan di sebarkan, maka negara peluncur lainnya dapat menghindari sampah ruang angkasa tersebut agar terhindar dari ancaman yang dapat mengganggu aktifitas ruang angkasa negara lainnya.21

Namun, dalam artikel ini penulis akan menitikberatkan tanggung jawab sebuah negara yang menghasilkan sampah angkasa (space debris) dan merugikan negara peluncur lainnya. Sehingga, pembahasan tanggung jawab negara akan lebih jelas dan tidak kemana-mana. Prinsip tanggung jawab negara atas dasar kesalahan (Liabilities based on fault) merupakan prinsip yang penulis pandang sebagai prinsip yang paling tepat dan di implementasikan ke dalam insiden tabrakan benda angkasa milik Cina

18

Pasal 11, Treaty on Principles Governing the Activities of States, Including the Moon and Other

Celestial Bodies, 1967; liat juga: Gerardine Meishan, Dispute Settlement in International Space Law, (Leiden: Boston, 2007), hal. 24. 19

Op.cit, Chinese ASAT Test Analysis.

20

Endorsed by the Committee on the Peaceful Uses of Outer Space at its fiftieth session and

contained in A/62/20, annex. 21

Ibid, panduan ke empat.

11 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

dan Rusia, karena insiden tersebut terjadi antara dua benda angkasa yang berada di ruang angkasa, bukan di atas permukaan bumi. Sampah angkasa hasil percobaan Chinese anti Satellite Test yang menghasilnya pecahan puing puing satelit dari Fengyun-1C menyebar di ruang angkasa dan ikut berotasi pada orbit bumi dan sangat berbahaya bagi benda-benda angkasa lainnya yang telah di luncurkan oleh negara peluncur dengan maksud eksplorasi dan eksploitasi dengan maksud perdamaian dan pemanfaatan seluruh umat manusia. Sehingga, Rusia sebagai negara yang di rugikan dapat menuntut tanggung jawab Cina atas kerusakan satelit nya yang di sebabkan oleh sampah angkasa (space debris) dari ledakan Fengyun-1C. Namun, Rusia haruslah terlebih dahulu membuktikan bahwa kerusakan yang dialami oleh BLITS merupakan benar-benar kesalahan dari Cina dan di akibatkan oleh benda angksa milik Cina, yaitu puing-puing satelit Fengyun-1C bekas Chinese anti Satellite Test. Sejalan dengan prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (Liabilities based on fault), proses pembuktian telah terlebih dahulu dilakukan oleh parah ilmuwan Rusia, yang di lakukan oleh IPIE (Institute for Precision Instrunment Engineering). Mereka telah mendeteksi adanya perubahan signifikan pada BLITS. Perubahan tersebut adalah perubahan sumbu putar dan kecepatan satelit dalam berputar. Dari hasil penyelidikan dan pendeteksian, tim dari IPIE menemukan kemungkinan bahwa satelit BLITS mengalami kerusakan di orbitnya. Sehingga, mereka melaporkan peristiwa tersebut ke CSSI. CSSI melakukan penyelidikan pada orbit dan mencari tahu insiden apa yang menjadi kemungkinan yang dapat menyebabkan perubahan fungsi pada satelit BLITS. Dari hasil penyelidikan CSSI, ditemukan bahwa perkiraan waktu berfungsinya satelit BLITS dengan normal hingga waktu dinyatakannya BLITS mengalami perubahan, pada 22 Januari 2013, CSSI menemukan bahwa satusatunya benda angkasa yang melintas di orbit rendah bumi, tempat mengorbitnya BLITS ialah sampah angkasa yang berasal dari puing-puing hasil ledakan satelit yang di ketahui adalah milik Cina, yaitu Fengyun-1C. Puing-puing tersebut di kategorikan sebagai sampah angkasa karena sudah tidak berfungsi lagi. Puing-puing tersebut dihasilkan pada demonstrasi anti satelit pada tahun 2007 atau dikenal dengan demonstrasi Chinese anti Satellite Test yang sudah berlangsung dari tahun 1968. Dari hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan, bahwa Rusia tela memenuhi unsur-unsur untuk berhak menuntut dalam prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan untuk menuntut ganti rugi terhadap Cina. Unsur-unsur tersebut yaitu insiden tersebut terjadi di ruang angkasa, bukan di atas permukaan bumi, Rusia menderita kerugian dengan rusaknya satelit BLITS, Rusia berhasil membuktikan kesalahan Cina yaitu puing-puing ledakan Fengyun-1C yang ikut berotasi di orbit menyerupai awan telah menabrak BLITS pada tahun 2013.

12 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (Liabilities based on fault) dapat digunakan untuk menuntut Cina karena insiden tabrakan antara sampah angkasa (space debris) puing-puing satelit Fengyun-1C milik Cina telah merusak satelit BLITS milik Rusia dan menyebabkan kerugian yang mengganggu kegunaan satelit tersebut. Insiden tersebut juga dapat dimintakan tanggung jawab karena terdapat unsur kesengajaan Cina yang meledakan satelit cuaca Fengyun-1C dalam demonstrasi anti satelitnya pada tahun 2007 tersebut di lakukan tanpa adanya perhitungan dampak kepada masyarakat internasional yang timbul apabila kegiatan tersebut dilakukan. Dalam hal ini, Rusia dapat menuntut dan meminta ganti rugi pada Cina dengan mendasarkan tuntutannya pada pasal 3 Convention on International Liability for Damage caused by Space Objects 1972 yang merupakan dasar-dasar prinsip dari tanggung jawab atas dasar kesalahan (Liabilities based on fault). Rusia telah memiliki beberapa bukti kuat atas kesalahan-kesalahan yang Cina lakukan dalam misi demonstrasi anti satelitnya, yang ternyata memiliki dampak buruk dan mengakibatkan insiden yang membuat satelit BLITS tidak lagu berfungsi secara normal. Selain itu, Rusia dapat melakukan tuntutannya dengan menggunakan alasan bahwa Cina telah dengan sengaja melanggar ketentuan-ketentuan dalam perjanjian internasional mengenai penggunaan ruang angkasa yaitu Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, Including the Moon and other Celestial Bodies, mengingat dalam konvensi dan kesepakatan kesepakatan yang di setujui oleh berbagai negara negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah dijelaskan bahwa setiap negara peluncur yang menggunakan dan mengeksplorasi ruang angkasa dengan tujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.22 Rusia telah dan dapat membuktikan bahwa Cina telah bersalah sesuai dengan pasal 3 Convention on International Liability for Damage caused by Space Objects 1972 sehingga Cina wajib dan harus memenuhi tanggung secara internasional untuk memberikan ganti rugi sesuai dengan kerusakan yang ditimbulkan akibat sampah angkasanya. Rusia berhak menerima ganti rugi berupa kompensasi. Mengenai kompensasi tersebut dapat ditemukan dalam perjanjian internasional yaitu Convention on International Liability for Damage caused by Space Objects 1972 pasal ke 8 (1) yang berbunyi: “A State which suffers damage, or whose natural or juridical persons suffer damage, may present to a launching State a claim for compensation for such damage.”

22

Detlev Wolter, Common Security in Outer Space and International Law, (Geneva: United Nations

Institute for Disarmament Research, 2005), hal. 9-10. 13 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

Berdasarkan pasal 8 (1) Convention on International Liability for Damage caused by Space Objects 1972 tersebut, dapat di interpretasikan bahwa suatu negara yang menderita kerugian atau kerusakan yang di sebabkan oleh benda angkasa negara peluncur lainnya, maka negara tersebut dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada negara peluncur tersebut. Dalam insiden ini, dapat disimpulkan bahwa Rusia mempunyai hak untuk memperoleh ganti rugi yang ditujukan kepada Cina sesuai dengan kerugian yang di derita oleh Rusia, yaitu kerusakan dan kegagalan beberapa fungsi dari satelit BLITS. Ganti rugi yang dapat diterima oleh Rusia ialah kompensasi. Kompensasi dapat diterima sesuai dengan besarnya biaya untuk mengganti kerusakan satelit BLITS. Pasal 9 Convention on International Liability for Damage caused bye Space Objects 1972 mencantumkan bahwa: “A claim for compensation for damage shall be presented to a launching State through diplomatic channels. If a State does not maintain diplomatic relations with the launching State concerned, it may request another State to present its claim to that launching State or otherwise represent its interests under this Convention. It may also present its claim through the Secretary General of the United Nations, provided the claimant State and the launching State are both Members of the United Nations.” Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 9 tersebut, suatu tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh negara penuntut (claimant state) kepada negara peluncur (launcher state) dapat dilakukan melalui jalur diplomatik. Berdasarkan ketentuan tersebutlah, Rusia dan Cina ada baiknya mengutamakan jalur diplomatik untuk memutuskan besarnya kompensasi yang dapat disetujui oleh kedua belah pihak. Karena, dalam masalah ini jalur diplomatik dipakai untuk mencegah pihak merasa dirugikan atau diberatkan, karena dengan menggunakan jalur diplomatik dan menggunakan cara negosiasi merupakan cara menyelesaikan konflik dengan cara yang damai.23 Namun, apabila Rusia sebagai negara penuntut tidak mempertahankan atau tidak memiliki hubungan diplomatik (diplomatic channel) dengan Cina sebelumnya, maka Rusia dapat meminta negara lain yang memiliki hubungan diplomatik dengan Cina untuk mewakili tuntutan ganti rugi Rusia terhadap Cina (Mediation or Intervention by Third Party). Selain kompensasi, hukum internasional memiliki 2 pilihan lain mengenai kesalahan yang dilakukan oleh tindakan negara, yaitu; (1) reparation dan, (2) satisfaction.24 Reparation yang dimaksud adalah negara yang bersalah (wrongful state), harus memperbaiki segala kerugian yang diterima oleh negara yang

23 24

Pasal 33, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1945; liat juga: Op.cit, Gerardine Meishan, hal. 26. Pasal 34, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Articles on Responsibility of States on

Internationally Wrongful Acts, 28 Januari 2002, U.N. Doc. A/RES/56/83.

14 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

mengalami kerugian (Injured State). Sedangkan Satisfaction mewajibkan negara untuk melakukan segala cara tanggung jawab sehingga negara yang merugi puas dengan tindakan negara yang bersalah. Apabila menggunakan kompensasi, maka kompensasi yang harus dibayarkan oleh Cina kepada Rusia hendaklah dibayarkan dengan menggunakan mata uang Rusia. Namun, apabila dalam negosiasi atau mediasi yang dilakukan kedua belah pihak yaitu Rusia dan Cina disetujui untuk menggunakan mata uang Cina, maka hal tersebut tidak dianggap melanggar hukum internasional. Selain dapat meminta kompensasi, Rusia pun berhak atas perbaikan dan pemulihan pada satelit BLITS sehingga satelit BLITS dapat berfungsi secara normal, atau dengan kata satelit BLITS dikembalikan kepada kondisi yang semula sebelum insiden tabrakan dengan puing-puing Fengyun-1C terjadi. Sesuai dengan hal tersebut, Convention on International Liability for Damage caused by Space Objects 1972 telah memberikan ketentuan-ketentuan serupa terkait dengan berbagai cara untuk menyelesaikan tuntutan ganti rugi. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 21 yang menjelaskan hal tersebut sebagi berikut: “The compensation which the launching State shall be liable to pay for damage under this Convention shall be determined in accordance with international law and the principles of justice and equity, in order to provide such reparation in respect of the damage as will restore the person, natural or juridical, State or international organization on whose behalf the claim is presented to the condition which would have existed if the damage had not occured.” Salah satu cara untuk menyelesaikan tuntutan ganti rugi yang terdapat dalam pasal 21 di atas adalah kompensasi yang wajib dibayarkan oleh negara peluncur (launching state) haruslah sesuai dengan prinsip keadilan dan kesetaraan. Maksudnya, negara peluncur tidak merasa diberatkan oleh negara penuntut mengenai kesalahannya, dan negara penuntut tidah boleh melebih-lebihkan tuntutannya dan tidak sesuai dengan kerugian yang di derita oleh negara penuntut itu sendiri. Dalam insiden ini, Rusia hanya berhak atas kompensasi yang sesuai dengan kerusakan yang di alami oleh sateli BLITS nya. Disisi lain pun, Cina tidak boleh mengurang-ngurangi kompensasi yang seharusnya ia bayarkan. Dengan demikian, kesempatan untuk terjadi nya konflik akan berkurang dengan adanya kompensasi yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kesetaraan. Diatur pula sebelum nya pada pasal 9 Convention on International Liablity for Damage caused by Space Objects 1972, bahwa apabila tidak terjadinya kesepakatan mengenai kompensasi antara kedua belah pihak yang bersengketa (dalam hal ini antara Rusia dan Cina), maka negara penuntut (claimant state) dapat menyalurkan keluh kesah atau tuntutannya melalui Sekretaris Jendral Perserikatan BangsaBangsa. Namun dalam hal ini, kedua belah pihak yang bersengketa haruslah anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa itu sendiri. Dalam hal ini, Rusia dan Cina adalah anggota dari Perserikatan BangsaBangsa. Dengan demikian, hal tersebut yaitu penyaluran tuntutan melalui Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan jalan terakhir, apabila dengan cara negosiasi kedua belah pihak dan juga mediasi atau intervensi oleh pihak ketiga masih juga belum mencapai kesempatan mengenai besarnya kompensasi yang harus dibayarkan oleh Cina. Namun penting bagi negara-negara yang

15 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

bersengketa untuk menyelesaikan sengketa dengan menjunjung tinggi asas perdamaian dan persahabatan, yang di atur dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.25

25

Op.cit, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pasal 1(1).

16 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

D. PENUTUP a) Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pembahasan permasalahan mengenai prisip tanggung jawab yang tepat digunakan dalam insiden tabrakan sampah angkasa Fengyun-1C milik Cina dengan benda angkasa atau satelit BLITS milik Rusia, menurut Convention on International Liability for Damage caused by Space Objects 1972, dapat di tarik kesimpulan bahwa: 1. Prinsip tanggung jawab yang tepat untuk digunakan dalam insiden tabrakan antara sampah angkasa (space debris) bekas peledakan satelit cuaca milik Cina yaitu Fengyun-1C dengan satelit Ball Lens in the Space (BLITS) milik rusia adalah prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (Liabilities Based on Fault). 2. Sesuai dengan prinsip di atas, maka Rusia dapat menuntut ganti rugi kepada Cina, sebagai negara yang terkena dampak buruk (Injured State) dari sampah angkasa yang dihasilkan oleh Cina. Rusia berhak mendapat ganti rugi berupa kompensasi yang di sepakati dan di selesaikan dalam jalur diplomatik. Kompensasi dapat diselesaikan dengan menggunakan mata uang Rusia (RUB) atau apabila di sepakati oleh Rusia dan Cina, kompensasi pun dapat dibayarkan menggunakan mata uang Cina (CYN). Bentuk kompensasi lain yang dapat diberikan oleh Cina terhadap Rusia yaitu dengan cara perbaikan dan pemulihan (reparation) satelih Ball Lens in the Space (BLITS) milik Rusia ke kondisi semula sebelum insiden tabrakan kedua benda angkasa tersebut terjadi. b) Saran Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam insiden tabrakan sampah angkasa bekas puing-puing satelit cuaca Fengyun-1C milik Cina dengan satelit BLITS milik Rusia, hal tersebut disebabkan dengan meningkatnya jumlah sampah angkasa (space debris) di Low Earth Orbit (LEO) yang terdapat banyak satelit yang mengorbit di dalamnya. Dengan demikian penulis memberikan saran antara lain: 1. Setiap negara peluncur yang bertindak dan menghasilkan sampah-sampah di angkasa wajib melaporkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa agar hal-hal tersebut 17 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

dapat disebarkan dan dihindari negara-negara lain. Selain itu, negara peluncur pun dapat melempar sampah angkasanya keluar Low Earth Orbit. 2. Cina memiliki tanggung jawab penuh terhadap kesalahannya dengan membayar ganti rugi kepada Rusia. selain itu, Cina harus bertanggung jawab pula dengan tindakannya yaitu meledakan satelit dalam demonstrasi anti satelitnya pada tahun 2007 yaitu Chinese Anti Satellite Test yang menghasilkan puing-puing yang dapat dikategorikan sebagai sampah angkasa karena tidak lagi memiliki fungsi. Puing tersebut mencapai 3000 lebih puing puing di angkasa, dan tindakannya tersebut melanggar eksploitasi dengan maksud perdamaian, seperti yang telah di atur dalam Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, Including the Moon and other Celestial Bodies. 3. Beberapa sumber lain menyatakan bahwa insiden-insiden berkaitan dengan sampah angkasa (space debris) sudah sangat banyak. Dan hal tersebut tidak langsung di tuntut oleh negara yang dirugikan. Penulis memberikan saran kepada negara-negara yang dirugikan untuk meminta pertanggung jawaban terhadap negara peluncur yang menghasilkan sampah angkasa, demi menghindari konflik antar negara, demi terciptanya perdamaian di muka bumi.

18 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

Daftar Pustaka Buku 1. Harris, D.J.. 1998. Cases and Materials on International Law, Fifth Edition. London. Sweet and Maxwell. 2. Malanzcuk, Peter. 2002. Akehurst’s Modern Introduction to International Law, 7th Edition. Routledge. Taylor & Francis e-Library. 3. Meishan, Gerardine. 2007. Dispute Settlement in International Space Law. Leiden. Boston. 4. Pramono, Agus. 2011. Dasar-Dasar Hukum Udara dan Ruang Angkasa. Bogor. Ghalia Indonesia. 5. Shaw, Malcolm. 2008. International Law, 6th Edition. New York. Cambridge University Press.. 6. Sumardi, Juajir. 1996. Hukum Ruang Angkasa (Suatu Pengantar). Jakarta. Pradanya Paramita. 7. Wolter, Detlev. 2005. Common Security in Outer Space and International Law. Geneva. United Nations Institute for Disarmement Research. Dokumen Lain 1. Ajeng Rizki Pitakasari “Satelit Rusia Tertabrak Sampah Luar Angkasa Cina” diakses dari http://www.republika.co.id/berita/trendtek/sains/13/03/10/mjeop4-satelit-rusia-tertabraksampah-luar-angkasa-cina, pada tanggal 26 Mei 2015 pukul 15.05. 2. Analysis of the 2007 Chinese ASAT Test and the impact of its Debris on the Space Environment. Author: T.S. Kelso, Publisher: Center for Space Standars & Innovation 3. Andrew M. Bradley, ”Space Debris: Assesing Risk and Responsibility” (2009), Publisher: Advances in Space Research. Diakses: http://facultygsb.stanford.edu/wein/personal/documents/spacedebris.pdf pada tanggal 13 Juni 2015 pukul 14.33 4. Karl Tate “Russian Satellite Crash with Chinese ASAT Debris Explained” diakses http://www.space.com/20145-russian-satellite-chinese-debris-crash-infographic.html

pada

pukul 19.11 tanggal 12 Juni 2015. 5. Orbital Objects. (n.d.). Orbital Objects, Satellites, Space Junk Information, Facts, News, Photos. National

Geographic.

diakses

http://science.nationalgeographic.com/science/space/solar-

system/orbital.html pada tanggal 13 Juni 2015 pukul 14.39. 6. Space Debris Legal Research Guide. Author: Irene Atney-Yurdin, Publisher: Pace International Law Review, hal. 2-3, diakses 19 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

http://digitalcommons.pace.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1019&context=pilr pada pukul 13.47 tanggal 13 Juni 2015. Dokumen Hukum 1. the 1972 Convention on Liability for Damage Caused by Objects Launched into Outer Space. 2. Committee on the Peaceful Uses of Outer Space at its fiftieth session and contained in A/62/20, annex. 3. Factory at Chorzow Case, (Germany v. Poland), Judgment (1928) Permanent Court of International Justice. 4. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Articles on Responsibility of States on Internationally Wrongful Acts, 28 January 2002, U.N. Doc. A/RES/56/83. 5. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1945. 6. Spanish Zone of Morocco Claims (Great Britain v. Spain), Award ( 1924 ) Arbitral Tribunal, 2 R.I.A.A. 615. 7. Treaty on Principles Governing the Activities of States, Including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967. 8. United Nations General Assembly Resolution 1348 (XXI), 13 Desember 1958.

20 |Tanggung Jawab Negara Terhadap Space Debris

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.