buku-pintar-dana-desa Flipbook PDF

buku-pintar-dana-desa
Author:  M

58 downloads 218 Views

Recommend Stories


Porque. PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::
Porque tu hogar empieza desde adentro. www.avilainteriores.com PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com Avila Interi

EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF
Get Instant Access to eBook Empresas Headhunters Chile PDF at Our Huge Library EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF ==> Download: EMPRESAS HEADHUNTERS CHIL

Story Transcript

Tugas Teori dan Konsep Dasar Politik

Oleh

Sebastianus G. Duminggu, S.Pd. Kriswanto, S.IP. Nurfaidah, S.Sos.

1. Apa sajakah ciri utama dari politik sebagai sebuah aktivitas? Menurut Andrey Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturanperaturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama. Dengan definisi tersebut, Andrew Heywood secara tersirat mengungkap bahwa masyarakat politik (polity) dalam proses interaksi pembuatan keputusan publik juga tidak lepas dari konflik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya. Dari pendapat Andrey Heywood diatas sangat berkaitan erat dengan pertanyaan mengenai „ciri utama dari politik sebagai sebuah aktivitas‟. Berkaitan dengan penjelasan Andrey Heywood, dapat penulis simpulkan bahwa, ciri utama dari politik sebagai sebuah aktivitas adalah dengan adanya interaksi terlebih dahulu. Interaksi yang dimaksud, adalah kegiatan berpolitik para aktivis atau partisipan politik. Dalam kegiatan berpolitik timbul dua buah permasalahan diakibatkan interaksi oleh para partisipan Politik, kedua hal tersebut adalah konflik dasn kerja sama. Konflik dan kerja sama dalam suatu proses pembuatan keputusan publik adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan sebagai bagian dari proses interaksi antar kepentingan dalam hal ini, berpolitik. Aspirasi dan kepentingan setiap kelompok dan individu dalam masyarakat tidak selalu sama, melainkan berbeda bahkan dalam banyak hal bertentangan satu sama lain. Oleh sebab itu, sebuah kelaziman apabila dalam realitas sehari-hari sering dijumpai aktivitas politik yang tidak terpuji dilakukan oleh kelompok politik tertentu demi mencapai tujuan yang mereka cita-citakan. 2. Bagaimana „Politik‟ dipahami oleh berbagai pemikir dan ajaran? Politik pada dasarnya merupakan suatu fenomena yang berkaitan dengan manusia yang selalu hidup bermasyarakat. Pada kodratnya ia adalah makhluk sosial yang selalu hidup dinamis dan berkembang. Karena itulah politik selalu merupakan gejala yang mewujudkan diri manusia dalam rangka proses perkembangannya. Karena manusia adalah inti utama dari politik, maka apapun alasannya pengamatan atau telaah politik tidak begitu saja meninggalkan faktor

manusia. Dikemukakan Anton H. Djawamaku (1985: 144) : “bahwa pribadi seseorang manusia adalah unit dasar empiris analisa politik”. Oleh karena itu kata “politik” yang berasal dari kata “politic” (Inggris) menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Secara leksikal, kata asal tersebut diartikan: “acting or judging wisely, well judged, prudent” (A.S. Hornby, 1974: 645). Kata ini sejak dulu dikenal dalam bahasa atau kata Latin dengan “politicus” dan bahasa Yunani (Greek) “politicos yang diartikan: relating to a citizen”. Kedua kata ini berasal dari kata “polis” yang memiliki makna city yaitu kota. Istilah politik berkembang sedemikian rupa sehingga diserap ke dalam bahasa kita (Indonesia) dengan mempunyai 3 (tiga) arti (WJS Poerwadarminta, 183: 763) yaitu: “segala urusan dan tindakan/ kebijaksanaan, siasat dsb) mengenai pemerintahan sesuatu negara terhadap negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin “pengetahuan yaitu ilmu politik”. Dalam kehidupan masyarakat istilah “politik” mula pertamanya dikenal pada masa Plato dalam bukunya yang berjudul “Politeia” yang pula dikenal dengan istilah “Republik” (Deliar Noer, 1982: 11-12), dan selanjutnya berkembang melalui karya Aristoteles, yang dikenal dengan “Politica”. Karya Plato maupun Aristoteles ini dipandang sebagai titik pangkal pemikiran politik dalam sejarah perkembangannya, di mana hal itu dapat diketahui bahwa “politik” merupakan istilah dipergunakan sebagai konsep pengaturan masyarakat, sebab dalam kedua karya itu membahas soal-soal yang berkaitan dengan masalah bagaimana pemerintahan itu dijalankan agar dapat terwujud sebuah kelompok masyarakat politik atau suatu organisasi negara yang baik. Untuk memberikan definisi politik, ada beberapa ahli mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: Menurut Deliar Noer (1983: 6) “politik adalah segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau mempertahankan, suatu macam bentuk susunan masyarakat”. Miriam Budiardjo (1982: 8) “pada umumnya dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu”. 3. Apasajakah pendekatan utama dalam studi politik sebagai sebuah disiplin akademis? Terdapat tiga pendekatan dalam studi politik.

Pertama, pendekatan normatif (normative approach). Pendekatan ini biasanya dipakai oleh ilmuwan politik yang tertarik mempelajari sejarah ide-ide politik dan sosiologi pengetahuan. Pendekatan normatif mewakili kecenderungan tradisional yang berawal sebelum filsafat dipisahkan dari politik. Pendekatan ini memandang nilai-nilai budaya dalam masyarakat yang dianggap sangat penting. Pendekatan ini juga meneliti norma-norma dalam bentuk aturan-aturan atau hak-hak dan kewajiban dengan menjelaskan bagaimana nilai-nilai itu diwujudkan. Para analis normatif biasanya lebih mementingkan pengamatan-pengamatan empirik terhadap kejadian-kejadian dengan mencari makna yang lebih tinggi yang dikaitkan dengan nilai-nilai mereka dengan nilai-nilai masyarakat yang mereka amati. Para analis normatif menggunakan seluruh masyarakat sebagai unit analisis. Mereka juga berasumsi bahwa perubahan dalam masyarakat merupakan konsekuensi dari konflik dialektik antara nilai-nilai dan ideide yang bertentangan. Misalnya, kaum Marxis memandang konflik di kalangan kelas-kelas sosial dalam masyarakat. Kedua, pendekatan struktural (structural approach). Ada lima faktor yang perlu ditekankan dalam pendekatan ini: I. Legal dan formal, biasanya administratif dan institusi-institusi yang menjadi perhatian para spesialis yang mempelajari empirium dan wilayah-wilayah jajahan sebelum Perang Dunia II. II. Strukturstruktur kelembagaan baru (neo-institutional stuctrures), seperti civil service dan partai politik, struktur-struktur legal dan konstitusi. III. kelompok-kelompok (groups), seperti partai politik, gereja, dan militer kelompok-kelompok informal seperti serikat dagang, kelompok bisnis, dan kelompok petani. IV. struktur-struktur dan fungsi-fungsi yang membentuk sebuah sistem dari bagian-bagian yang saling berkaitan V. struktur-struktur dalam bentuk kelompokkelompok dan kelas-kelas, yang dalam analisis kaum neo-Marxis adalah kepentingan ekonomi. Para analis struktur cenderung menyelidiki isuisu mengenai pemeliharaan sistem dan stabilitas. Seluruh masyarakat atau bangsa, unit-unit makro, dipelajari, dan asumsi-asumsi tentang perkembangan berkisar dari tekanan pada pemisahan kekuasaan antar lembaga-lembaga pemerintahan formal, di satu sisi, sampai pada perjuangan antara kelaskelas ekonomi dominan, di sisi lain. Ketiga, pendekatan perilaku (behavioral approach). Pendekatan ini dipengaruhi oleh psikologi Behavioralisme, memfokuskan pada beragam persoalan yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan sosialisasi (the

learning and socialization process). Unit analisis adalah individual dan kelompok kecil. Asumsi behavioral dikaitkan dengan optimisme individu bahwa perubahan adalah sangat penting dan dimungkinkan, dan bahwa perkembangan adalah konsekuensi dari kebutuhan manusia bagi pencapaian. 4. Dapatkah studi politik bersifat ilmiah? Analisis politik yang asli berkembang sejak jaman Yunani kuno. Tradisi untuk mempelajari secara lebih mendalam tentang politik tersebut kemudian disebut sebagai filsafat politik. Pada saat itu, politik lebih menekankan pada aspek normative, sehingga pertanyaan yang muncul adalah “apakah yang seharusnya?” Plato dan Aristoteles merupakan founding fathers dari tradisi ini. Dalam perkembangannya, ilmu politik berusaha memetakan tujuan, menjawab permasalahan yang ada, dan mengevaluasi penemuannya dengan menggunakan framework analisis filsafat ilmu, dalam hal ini tujuan yang ditetapkan merupakan penjelasan dari sebuah fenomena empiris. Namun demikian, ilmu politik mendapatkan kritik karena dianggap telah gagal menyerap standar intelektual karena dalam banyak kasus, sangat mustahil bagi ilmu politik untuk mendekati standar kualitatif seperti yang dikembangkan dalam ilmu alam. Oleh karena itu, terdapat upaya-upaya untuk menyerap prinsip-prinsip dalam ilmu alam ke dalam ilmu politik. Hal ini tidak bertujuan untuk membawa ilmu politik menjadi identik dengan ilmu alam, namun untuk meningkatkan kualitas dan objektifitas dari ilmu politik itu sendiri. Permasalahan yang sering kali timbul adalah pertanyaan apakah ilmu politik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau tidak. Sebagai titik terang setiap ilmu pengetahuan berusaha mambatasi diri pada aspek-aspek yang spesifik terutama mengenai obyek yang menjadi ruang lingkup penelitiannya. Para sarjana ilmu politik pada pertemuan di Paris tahun 1948 berpendapat bahwa ilmu pengetahuan adalah “ keseluruhan dari pengetahuan yang terkoordinasi mengenai pokok pemikiran tertentu.” . Definisi lain yang juga serupa adalah “ilmu adalah pengetahuan yang tersusun, sedangkan penegtahuan adalah pengamatan yang disusun secara sistematis”. Ilmu Politik memberikan tekanan studi pada aspek-aspek : negara/pemerintah, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan pengambilan/alokasi nilai nilai dalam masyarakat, serta berdasarkan pendefinisian ilmu politik dapat pula dikemukakan ruang lingkup ilmu politik yang meliputi : Teori politik, lembagalembaga politik, dinamika politik (kehidupan politik dalam masyarakat/infra struktur politik) dan hubungan Internasional, jadi jika dihadapkan dengan

pertanyaan “dapatkah studi politik bersifat ilmiah?”, jawaban nya adalah, ilmu politik sudah memenuhi kebutuhan dan dikatakan sebagai salah satu cabang ilmu yang suda memiliki ranah studi khusus untuk memenuhi dirinya sebagai cabang ilmu yang ilmiah. 5. Apa sajakah peran dari konsep, model dan teori dalam analisis politik? Ilmu politik adalah salah satu cabang dari ilmu sosial, yang berdampingan dengan cabang ilmu sosial lainnya yakni sosiologi, antropologi, dll. Dengan demikian maka ilmu politik berhubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial tsb yang objeknya adalah manusia sebagai anggota kelompok (group). Ilmu-ilmu tsb mempelajari kelakuan manusia serta caracara manusia hidup serta bekerja sama. Namun walaupun ilmu-ilmu tsb saling berdampingan dan berhubungan erat, tetapi tentu ada batasan-batasan antara ilmu politik dengan ilmu sosial lainnya dengan melihat kepada sifat-sifat dan ruang lingkup ilmu politik itu sendiri. Konsep-konsep yang dibahas dalam teori politik mencakup antara lain, masyarakat, kelas sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban, kemerdekaan, lembaga-lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, modernisasi, dan lain sebagainya. analisis politik bermakna menguraikan tindakan politik atau peristiwa politik (dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, atau berhubunganluar-negeri) kedalam bagian-bagiannya (dapat berupa penyebab beserta akibatnya; indikator beserta kaitan-kaitannya; dst.) untuk ditafsirkan dan kemudian ditemukan solusinya dalam kerangka yang sesuai dengan pendekatan, komponen/alat, atau tolok-ukur yang digunakannya. Dalam pendekatan sistem politik, masyarakat adalah konsep induk oleh sebab sistem politik hanya merupakan salah satu dari struktur yang membangun masyarakat seperti sistem ekonomi, sistem sosial dan budaya, sistem kepercayaan dan lain sebagainya. Sistem politik sendiri merupakan abstraksi (realitas yang diangkat ke alam konsep) seputar pendistribusian nilai di tengah masyarakat. Seperti telah dijelaskan, masyarakat tidak hanya terdiri atas satu struktur (misalnya sistem politik saja), melainkan terdiri atas multi struktur. Sistem yang biasanya dipelajari kinerjanya adalah sistem politik, sistem ekonomi, sistem agama, sistem sosial, atau sistem budaya-psikologi. Dari aneka jenis sistem yang berbeda tersebut, ada persamaan maupun perbedaan. Perbedaan berlingkup pada dimensi ontologis (hal yang dikaji) sementara persamaan berlingkup pada variabel-variabel (konsep yang diukur) yang biasanya sama antara satu sistem dengan lainnya.

Untuk memahami sistem politik Indonesia, layaknya kita memahami sistemsistem lain, maka harus kita ketahui beberapa variabel kunci. Variabel-variabel kunci dalam memahami sebuah sistem adalah adalah struktur, fungsi, aktor, nilai, norma, tujuan, input, output, respon, dan umpan balik. 6. Bagaimana tren global mempengaruhi hubungan antara bidang studi politik dan internasional? Dunia telah berubah dengan cepat. Kondisi ini telah menjadi keyakinan hampir semua pejabat publik, akademisi, dan pegiat LSM. Salah satu faktor penyebabnya adalah globalisasi, yang telah menjadi isu sentral dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial sekarang ini (Chesney, 1998). Globalisasi yang mulai intens didiskusikan banyak pihak dianggap sebagai fenomena baru yang dicirikan oleh penyusutan ruang dan waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mencerminkan peningkatan interkoneksi dan interdependensi ekonomi, politik, sosial, dan budaya dalam skala global (Steger, 2002: vii). Dampak yang ditimbulkannya telah menyentuh ke dalam hampir semua kehidupan manusia, termasuk hubungan antarnegara, bangsa dan politik internasional. Jika politik internasional dimaknai sebagai “a struggle of power” sebagaimana dikemukakan Morgenthau (1993: 29), maka globalisasi telah membuat sarana ataupun instrumen yang digunakan untuk meraihnya mengalami perubahan secara signifikan. Dalam kaitan ini, globalisasi media telah mengubah karakteristik umum diplomasi dan komunikasi internasional. Dov Shinar (2000:83) mengungkapkan bahwa komunikasi internasional pada era 1990-an dikarakteristikkan oleh dua perkembangan pokok, yakni: pertama, bersamaan dengan tuntutan dan gerakan separatisme, iklim pasca-Perang Dingin telah membuat lebih susah usaha-usaha para penjaga dan pembuat perdamaian seperti yang terjadi dalam konflik di Timur Tengah dan Irlandia Utara. Kedua, peran media dalam hubungan internasional telah berubah secara signifikan. Pekerjaan tradisional para jurnalis yang meliputi usaha-usaha mengumpulkan dan menyeleksi fakta, mengkonstruksi, dalam meng-coding dan merepresentasikan realitas telah mengalami perluasan. Para jurnalis tidak hanya berharap menghadirkan fakta secara fair dan tanpa bias dalam bahasa yang dirancang untuk unambiguous, undistorting, dan agreeable (Fowler, 1999; seperti dikutip Shinar, 2000:83). Namun, lebih dari itu, organisasi dan para profesional media berpartisipasi dalam hubungan internasional, yang secara luas

dan dalam peran sebagai katalis dan „broker diplomatik‟. Dalam situasi ini, posisi jurnalis sebagai pewarta dan pelaku dalam politik internasional sering kali menjadi kabur. Saat ini, organisasi media dan para profesional telah turut berpartisipasi dalam hubungan-hubungan internasional, dalam pengertian luas dan dalam perannya sebagai katalis dan “diplomatic broker” (Larson, 1986; Giboa, 1998 seperti dikutip Shinar, 2000). Sebagai broker diplomatik, media melaksanakan dan kadang memprakarsai mediasi internasional dalam suatu cara yang sering kali pembedaannya menjadi kabur antara dirinya sebagai reporter dengan sebagai seorang diplomat (Shinar, 2000:84). Dalam kaitan ini, media global telah mentransformasi politik internasional secara mendasar melalui proses mediasi (mediated international politics), yang membuat politik internasional lebih menekankan pada image politics dibandingkan dengan power politics. Selanjutnya, oleh karena kemampuannya dalam menyebarkan pesan-pesan diplomasi dan politik, media telah memberi kemampuan untuk menjadikannya sebagai salah satu instrumen propaganda paling penting. Jika kontrol terhadap informasi berarti pula kontrol terhadap kekuasaan, dan jika politik internasional dipahami sebagai perjuangan meraih kekuasaan (struggle of power), maka tidak dapat dipungkiri bahwa media yang beroperasi lintas batas negara bangsa sekarang ini mempunyai peran yang hampir tidak ada bandingnya.

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.