Data Loading...

Kisah_Petualangan_si_Cerdik_Kancil Flipbook PDF

Kisah_Petualangan_si_Cerdik_Kancil


182 Views
69 Downloads
FLIP PDF 11.53MB

DOWNLOAD FLIP

REPORT DMCA

Se r i Ant ol ogi Fa be l Nus a nt a r a

K i s a hPe t u a l a n g a n s i C e r d i kK a n c i l

Pengumpul Data: Atisah, Desi Nurul Anggraini dkk. KKLPPe nge mba nga nSa s t r a Ba da nPe nge mba nga nda nPe mbi na a nBa ha s a , Ke me nt e r i a nPe ndi di k a n, Ke buda y a a n, Ri s e t , da nT e k nol ogi

K a n c i l a d a l a hb i n a t a n gc e r d a sy a n g s e r i n gmu n c u l d a l a mk i s a h k i s a h p e n d i d i k a nu n t u ka n a k a n a k . S i K a n c i l me n c e r mi n k a nk e c e r d a s a n d a ni d ey a n gt i d a kp u t u su n t u kb i s a me l o l o s k a nd i r i d a r i k e s u l i t a n . A k a nt e t a p i , k e c e r d a s a n n y ai t ut i d a k s e l a l ud i g u n a k a nu n t u kh a l y a n g b e n a r . S e p e r t i d a l a mk i s a h k i s a h k a l i i n i , K a n c i l d i g a mb a r k a ns e b a g a i s i p e n i p uy a n gma l a hme n y u s a h k a n h e wa nl a i n .

Kisah Petualangan si Cerdik Kancil Seri Antologi Fabel Nusantara

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara pa­­­­ling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana de­ngan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Kisah Petualangan si Cerdik Kancil Seri Antologi Fabel Nusantara

Pengumpul Data: Atisah, Desi Nurul Anggraini dkk.

KKLP Pengembangan Sastra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Penerbit PT Elex Media Komputindo

Kisah Petualangan si Cerdik Kancil Seri Antologi Fabel Nusantara

Kerja sama PT Elex Media Komputindo dan KKLP Pengembangan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

: Sastri Sunarti Leni Mainora Rosliani Lois

Pengumpul Data: Atisah, Desi Nurul Anggraini, Helmi Fuad, Ibrahim Sembiring, Irawan Syahdi, Leni Mainora, Muawal Panji Handoko, Nurelide Munthe, Nurhaida, Suyadi, Syahril, Riki Fernando, Tri Amanat, Yuli Astuti Asnel, dan Zahriati Ilustrasi Desain Cover Layout

: Kautsar Nadhim Novaldi : Veronica : Divia Permatasari

hak Cipta Terjemahan indonesia ©2021 Penerbit PT elex media Komputindo hak Cipta dilindungi oleh undang-undang diterbitkan pertama kali oleh: Penerbit PT elex media Komputindo Kelompok gramedia-Jakarta Anggota iKAPi, Jakarta

523006900 iSBN: 978-623-00-3037-6

dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. dicetak oleh Percetakan PT gRAmediA, Jakarta isi di luar tanggung jawab percetakan

Kancil dan Siput Lomba Lari....................................................2 Cerita Menjaga Gong Tuan Raja..............................................5 Cerita Menjaga Bola Raja...........................................................8 Cerita Menjaga Lobang Keramat.........................................11 Cerita Kancil dan Ikat Pinggang Raja................................14 Cerita Kancil dan Buaya..........................................................19 Cerita “Seranjang” (Keramat di Dalam Danau Ranau, Cerita Tentang Kijang).........................................23 Burung Haido yang Lupa Diri...............................................26

S

uatu hari Kancil bertemu dengan Siput di ping­gir kali. Melihat Siput merangkak de­ngan lam­batnya, sang Kancil dengan sombong dan angkuhnya berkata, “Hai Siput, beranikah kamu beradu lomba denganku?” Ajakan itu terasa mengejek Siput. Siput berpikir sebentar, lalu menjawab, “Baiklah, aku terima ajakanmu dan jangan malu kalau nanti kamu sendiri yang kalah.” “Tidak bisa. Masa’ jago lari sedunia mau dikalahkan olehmu Siput, binatang perangkak kelas wahid di dunia,” ejek Kancil. Diceritakan kembali oleh Kadisman Desky dan M. Arsyadi Ridha (Penyunting), Cerita Rakyat Asahan, Majapahit Pub­ lishing, Yogyakarta, 2017.

1

2

3

“Baiklah, ayo cepat kita tentukan harinya!” kata Kancil. “Bagaimana kalau hari Minggu besok, agar banyak yang menonton,” kata Siput. “Oke aku setuju,” jawab Kancil. Sambil menunggu hari yang telah ditentukan itu, Siput mengatur taktik. Segera dia kumpul­kan bangsa Siput sebanyak-banyaknya. Dalam per­ temu­an itu, Siput membakar semangat kawankawannya, mereka sangat girang dan ingin mem­ permalukan Kancil di hadapan umum. Dalam mu­sya­warah itu, disepakatilah dengan suara bulat bahwa dalam lomba nanti di setiap Siput di­­­tugasi berdiri di antara rerumputan di pinggir kali. Di­ aturlah tempat mereka masing masing. Bila Kancil memanggil, maka Siput yang di depannya itu yang menjawab. Begitu seterusnya. Sampailah saat yang ditunggu-tunggu itu. Pe­ nonton pun sangat penuh menyaksikan perlom­ baan itu. Para penonton berdatangan dari semua penjuru hutan. Kancil mulai bersiap digaris start. Pemimpin lomba mengangkat bendera, tanda lomba akan segera dimulai. Kancil berlari sangat cepatnya. Semua tenaga dikeluarkannya. Tepuk tangan pe­­ nonton pun menggema memberi semangat pada Kancil. Setelah lari sekian kilometer, berhentilah

Kancil. Dengan napas terengah-engah dia me­ manggil. “Siput!” seru Kancil. Siput yang berada di depannya menjawab, “Ya, aku di sini.” Karena tahu Siput telah ada di depannya, Kancil pun kembali lari sangat cepat sampai tidak ada lagi tenaga yang tersisa. Kemudian dia pun kembali memanggil. “Siput!” teriak Kancil lagi. Siput yang di depannya menjawab, “Ya, aku di sini.” Berkali-kali selalu begitu. Sampai akhirnya Kancil lunglai dan tak dapat berlari lagi. Menye­ rahlah sang Kancil dan mengakui kekalahannya. Penonton terbengong-bengong. Siput menyambut kemenangan itu dengan senyuman saja. Tidak ada loncatan kegirangan seperti pada umumnya pemenang lomba.

4

P

ada zaman dahulu, terutama di zaman nabi Allah Sulaiman As. semua binatang bisa ber­ bicara. Di sebuah tempat di bawah pohon kayu yang tinggi dan besar, Kancil sedang menjaga Gong Tuan Raja. Binatang yang lain tidak mengetahui bahwa Gong Tuan Raja ini sebenar­ nya adalah sarang madu atau sarang tawon. Hal ini menyebabkan binatang lain bertanya-tanya mengapa Kancil selalu menunggui gong ini. Harimau menghampiri Kancil. “Kancil, sedang apa kamu di sana?” “Saya mendapat tugas penting dari Raja untuk menunggui gong ini supaya tidak diganggu oleh orang lain,” jawab Kancil sangat percaya diri. Diceritakan kembali oleh Yaii Beck

2

5

“Kalau begitu bagaimana kalau saya saja yang menunggui gong ini?” pinta Harimau. “Jangan, nanti saya dimarahi raja. Tidak boleh sembarangan yang menunggui gong ini. Gong ini mempunyai khasiat-khasiat tertentu yang tidak boleh diketahui orang banyak,” jawab Kancil. Mendengar penjelasan Kancil, Harimau sema­ kin penasaran. “Kalau begitu lebih baik saya saja, karena saya lebih hebat dari kamu. Saya raja hutan kalau kamu hanya binatang biasa saja. Badanku lebih besar daripada kamu.” “Apa kau benar-benar ingin ditugaskan me­ nung­gu Gong Raja ini. Nanti saya bicarakan dulu dengan Tuan Raja bahwa kamu mau ingin men­ jaga gong ini,” kata Kancil. Kancil berlalu seolah-olah pergi jauh dari Hari­ mau untuk berbicara dengan Raja, padahal dia hanya bersembunyi di balik semak-semak sangat dekat dari tempat Harimau berada. Beberapa menit kemudian, dia datang lagi kepada Harimau. “Harimau, Raja mengizinkan kamu untuk men­ jaga gong ini. Tapi dengan syarat kamu boleh memukul gong ini nanti kalau saya sudah jauh. Kalau belum ada peringatan dari saya jangan kamu pukul dulu gong ini.” 6

7

Kancil berjalan meninggalkan Harimau itu. Baru beberapa saat, harimau yang sudah tidak sabar langsung memanggil Kancil untuk memastikan Kancil sudah pergi jauh. “Kancil….” “Uut….” sahut Kancil. “Kancil…” “Uut…” sahut Kancil kembali. Suara kancil mulai terdengar menjauh dari Harimau. Sebenarnya Kancil tidak pergi jauh. Dia kembali bersembunyi di semak-semak untuk melihat Harimau memukul sarang tawon. “Cil…cil…”Harimau kembali memanggil Kancil. Kancil tidak menjawab lagi. Tanpa pikir panjang harimau mengambil kayu yang sangat besar dan langsung memukul sarang tawon tadi. “Puh puh puh,” sarang tawon dipukul keras sehingga tawon-tawon yang hinggap di sarang itu berkeliaran mengejar Harimau. Tubuh hari­ mau dipenuhi gigit­an tawon yang marah karena sarangnya dipukul. Harimau berusaha lari meng­ hindari serangan tawon-tawon itu sambil ber­ teriak mengumpat kepada Kancil. “Cil, kau ini mau membunuhku ya? Ini bukan gong, ini sarang tawon.”

P

ada suatu pagi, Kancil tampak sibuk menjaga sebuah benda besar berbentuk bola. Para binatang yang menyaksikan hal tersebut men­jadi bertanya-tanya. Di antara binatang yang paling tinggi rasa ingin tahunya adalah Harimau. “Kancil, bagaimana kalau saya saja yang men­ jaga bola itu? Berikan pada saya,” ucap Harimau. “Jangan. Raja menyuruh saya agar menjaga bola ini. Tidak boleh dijaga oleh sembarangan orang.” jawab Kancil. Mendengar jawaban Kancil, Harimau agak ber­ kecil hati. Dia berharap bisa menjaga dan memain­ kan bola itu dengan binatang lainnya. 3

Diceritakan kembali oleh Yaii Beck 8

9

“Bola ini tidak boleh dimainkan. Tidak boleh ditendang karena ini bola raja kita,” Kancil men­ jelaskan. Harimau semakin penasaran. Gajah yang sedari tadi menguping pembicaraan Harimau dengan Kan­cil ternyata juga berminat memainkan bola itu. “Kancil saya juga mau. Saya senang main bola kaki. Tendang sana, tendang sini,” kata si Gajah. “Baiklah, kalau kalian berdua benar-benar mau menjaga atau memiliki bola ini saya akan minta izin kepada Raja,” ujar Kancil.

Kemudian pergilah si Kancil menghadap Raja padahal Kancil hanya bersembunyi dekat dari kedua hewan itu. Setelah satu jam kemudian, si Kancil datang lagi. “Wahai Raja Hutan dan Gajah yang baik, Raja mengizinkan kalian berdua menjaga bola ini.” Harimau dan Gajah senang sekali. Gajah sudah membayangkan bisa bermain dengan bola raja ini. Sementara harimau entah dalam keadaan lapar lebih memilih memakan bola ini. Padahal bola ini adalah sebuah durian. Duri durian langsung menusuk rongga-rongga mulut harimau sehingga sulit untuk berbicara. “Kancil tega sekali kamu menipu saya. Duri durian ini sangat menyakitkan,” ujar harimau ke­­ sakitan.

10

S

uatu hari, Kancil tengah asyik menunggui sebuah lubang di hutan. Puas memandangi lubang itu, ia pun masuk ke dalamnya. Bina­ tang-binatang lain jadi bertanya-tanya dengan apa yang dilakukan kancil. “Apa yang kamu lakukan di dalam lubang itu, Kancil?” ujar Harimau. “Saya ingin mengabarkan kepada kamu semua bahwa ini adalah lubang keramat yang dibuat oleh Tuan Raja. Kalau kita takut mati kita dapat masuk ke lubang ini. Niscaya kita semua akan selamat dari kematian yang menakutkan,” jawab Kancil sambil bernyanyi. “Daun terap, daun teriti, siapa ndak gelak (mau) mati, masuklah ke lubang ini.” Diceritakan kembali oleh Yaii Beck

4

11

12

13

Dia terus bernyanyi sampai banyak binatang berkumpul di dekatnya. “Daun terap, daun teriti, siapa ndak gelak mati, masuklah ke lubang ini. Siapa ndak gelak mati, masuklah ke lubang ini,” Kancil terus bernyanyi. Masuklah Gajah, Macan, dan binatang lainnya ke dalam lubang besar itu. Binatang bertubuh besar seperti Gajah dan Macan tidak dapat keluar lagi dari lubang itu. Ketika binatang-binatang tersebut sudah di dalam lubang, Kancil naik ke punggung salah satu binatang itu dan pergi entah ke mana. “Hahaha… Kalian semua yang masuk ke lubang keramat itu akan mati di situ. Kalian tidak akan bisa keluar lagi dari lubang itu,”ujar Kancil puas. “Aduh, Gajah, bagai­­mana kita bisa keluar dari lubang ini?” tanya Harimau kecewa. “Kita semua sudah di­­tipu Kancil. Kita semua terkurung di lubang ini. Kita akan mati di lubang ini,” ujar Gajah dan binatang lainnya.

D

i pagi hari yang cerah   ketika Kancil sedang asyik tertidur. Tiba-Tiba dia dikagetkan oleh suara keras. “Akhirnya aku bisa makan kali ini. Jangan lari kau, Cil!” tiba-tiba sebuah suara diikuti erangan mengerikan muncul di belakang Kancil. Ternyata itu suara Harimau yang telah berdiri di belakang Kancil, siap untuk memangsanya. “Sebentar… sebentar… sabar dulu, teman. Kamu lihat aku yang kecil dan kurus kering begini pasti­ lah tidak enak untuk dimakan,” dengan sabar Kancil menenangkan Harimau yang merasa kesal itu. “Terus apa maksudmu? Kamu mau menipuku lagi?” tanya Harimau curiga.

5

Diceritakan kembali oleh Zainab 14

15

“Oh… tidak. Bukan begitu maksudku. Tapi boleh aku minta satu permintaan sebelum kamu me­ makanku. Aku ingin makan dulu sebentar. Kalau aku kenyang dagingku pasti lebih enak,” bujuk Kancil terus mengulur waktu sambil berpikir bagaimana caranya bisa meloloskan diri dari ancaman Harimau berbahaya ini. “Baiklah. Aku beri kamu kesempatan. Silakan kamu cari makanan di sekitar sini saja. Aku mengawasi agar kamu tidak lari,” ucap Harimau akhirnya mengalah meski sebenarnya ia sudah sangat lapar. Kancil lalu mencoba mencari umbi-umbian di sekitar tempat itu. Namun langkahnya terhenti ketika melihat seekor ular besar tengah tidur melingkar di bawah semak-semak belukar. Ular itu sepertinya tidak tahu dengan keributan yang baru saja terjadi. Kancil lalu duduk dengan tenang di dekat ular itu. Harimau jadi marah melihatnya. Bukannya mencari makanan seperti permintaannya tadi, Kancil malah duduk-duduk santai dengan malas­ nya. Dengan marah Harimau mendekati Kancil. “Hai, Cil! Bagaimana sih, kamu? Bukannya tadi minta makan? Sudah kuizinkan, malah dudukduduk di sini,” bentak Harimau.

16

 “Ssst… sabar sahabatku. Dan tolong jangan berisik karena aku baru saja menemukan Sabuk Raja yang maha sakti itu,” timpal Kancil. Ia menunjuk ke arah ular besar yang tengah melingkar tidak jauh dari tempatnya duduk. “Hei! Aku itu tidak bodoh, Cil! Ini ‘kan ular, bukan sabuk,” seru Harimau semakin emosi. “Itu sabuk tapi yang terbuat dari kulit ular. Konon siapa saja yang memakainya, ia akan menjadi penguasa binatang di muka bumi ini. Kamu tidak tertarik menjadi rajanya hewan?” jelas Kancil meyakinkan. Terus bagaimana cara memakainya?” tanya Harimau tidak sabar. “Oh, gampang itu. Kamu tinggal pakai saja dengan melingkarkan sabuk itu di perutmu,” jawab Kancil. “Benarkah yang kau ucapkan itu, Cil? Terus boleh­kah saya memakai sabuk ini?” tanya Hari­ mau mulai tertarik dengan penjelasan Kancil. “Nanti dulu, saya tanyakan Raja dulu.” Kancil menjawab, “Nanti kalau diizinkan, saya akan menjeritkan ‘Pakailah.’” Kemudian kancil pergi dan tak lama kemudian dari kejauhan kancil menjerit, “Pakailah.” Harimau lalu meraih ular besar yang sedang tidur itu untuk dijadikan sabuk di perutnya.

Ular besar itu menjadi marah karena tidurnya terganggu. Tubuhnya langsung melilit Harimau. Ular dan Harimau bertarung seru. Harimau akhirnya sadar kalau dia baru saja ditipu Kancil. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Ia berusaha sekuat tenaga melawan ular. Dengan susah payah, Harimau akhirnya bisa meloloskan diri dari lilitan ular. Meski ia juga menderita luka akibat gigitan ular di sekujur tubuhnya.

18

R

asa marah Harimau kepada Kancil semakin menjadi. Harimau terus mencari di mana Kancil berada. Pada suatu hari ia melihat kancil sedang berada di pinggir sungai. Langsung saja Harimau berlari melihat Kancil. Kancil yang melihat Harimau berlari dari kejauhan seketika merasa kaget. Kemudian ketika Harimau hendak menyergap Kancil. Kancil berkata, “Tunggu dulu Harimau, aku masih ada satu tugas terakhir dari Raja. Nanti kalau tugasku selesai bolehlah kau menangkap aku.” Harimau seketika berhenti dan bertanya,”Tugas apa, Cil?” “Aku diminta untuk memimpin barisan pasukan Raja,” jawab Kancil. 6

Diceritakan kembali oleh Zainab 19

20

21

“Ini pasukan buaya di depanku ini sudah rapi berbaris, menunggu arahanku di ujung sungai,“ kata Kancil. “Wah, hebat sekali kau ditunjuk menjadi pe­ mim­­ pin pasukan. Dari dulu aku ingin sekali menjadi pemimpin pasukan,” ujar Harimau. “Nah, kalau kau mau, kau juga bisa bergantian denganku menjadi pemimpin Pasukan Raja,” ujar Kancil. “Ya, aku mau,” jawab Harimau bersemangat. “Nanti, aku duluan yang menyeberang su­ngai ini dengan cara me­naiki punggung buaya. Se­­telah aku sampai di ujung sungai, nanti giliran kamu, Harimau,” ujar Kancil. Kemudian pergilah Kan­­­cil menyeberangi su­­ ngai dengan cara me­­lom­­­­pat di atas punggung buaya. Buaya-buaya tersebut tidak sadar ada Kancil yang melompat di punggungnya karena badan Kancil sangat ringan dan Kancil melompat dengan cepat. Sesampainya Kancil di seberang sungai berteriaklah Kancil, “Giliranmu, Harimau, naiklah.” Namun, baru saja Harimau naik di punggung satu buaya, buaya tersebut marah dan langsung menerkam Harimau, sehingga matilah Harimau diterkam pasukan buaya.

22

D

ahulu di pinggir Danau Ranau, terdapat sebuah pekon (desa) yang bernama Suka Banjar. Desa ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama Seranjang. Raja Seranjang mem­­ punyai seorang permaisuri dan mereka hidup rukun dan damai, masyarakatnya pun makmur dan mempunyai persaudaraan yang kuat. Masya­ rakat desa di sana sebagian besar bermata pen­ carian nelayan. Hingga pada suatu saat, datanglah penjajah Belanda ke Desa Suka Banjar untuk menyerang Raja Seranjang. Peperangan pun tidak terelakkan,

7

Diceritakan kembali oleh Erwin Wibowo 23

24

banyak pasukan dan warga desa Raja Seranjang yang tewas dalam pertempuran itu. Hingga pada akhinya Raja Seranjang dan pasukannya terdesak hingga lari ke hutan Gunung Seminung. Di tengah sengitnya peperangan melawan Be­ landa, Raja Seranjang terdesak dan dia berlari tung­­gang langgang ke hutan gunung Seminung. akan tetapi, pihak Belanda tidak pantang menye­­ rah untuk mengejar Raja Seranjang yang lari ke dalam hutan. Dalam keadaan terdesak oleh kejaran Belanda, tiba-tiba muncul seekor Kijang yang mem­­berita­ hukan agar Raja Seranjang dan pasukannya ber­ lari ke arah pinggir Danau Ranau. Setelah Raja Seranjang dan pasukannya sampai di pinggir Danau Ranau, tiba-tiba Raja dan pasukannya teng­ gelam ke dalam Danau Ranau, hingga tidak dapat menyelamatkan diri. Di dalam Danau Ranau, ternyata Raja Seran­ jang bertemu dengan seekor Kijang yang tadi menye­ lamatkannya, dan sang Kijang pun ber­ ­ pesan, “Wahai Raja Seranjang, engkau telah me­­ ng­­a­­lahkan musuh-musuhmu, dan engkau telah berhasil menumpas para penjajah. Untuk itu, ingatlah pesanku. Mulai saat ini kita (kijang) dan manusia tidak boleh saling mencelakai dan semua keturunan manusia jangan memakan

25

daging kijang sampai kapan pun. Bila perjanji­­an ini dilanggar, saya kutuk keturunan manusia yang memakan daging kijang, seluruh kulitnya akan tumbuh Kurak (eksim).” Maka hingga saat ini masyarakat pekon Suka Banjar dan desa di ping­­­ gir danau Ranau tidak boleh memakan daging kijang, walaupun masyarakatnya itu sedang me­ rantau ke luar desa.

Z

aman dulu ada seekor burung namanya Fofo Haido tidak bisa terbang karena tidak bersayap sehingga setiap hari hidupnya bergantung dengan burung lain dan mengemis kepada burung lain karena tidak bisa mencari makanannya sendiri. Suatu saat Fofo Haido sedang berada di bawah pokok pohon besar ‘Eŵo’ menunggu burung yang lewat, mengemis meminta makanan. Menangis-nangis Fofo Haido di bawah pohon itu karena sudah dua hari belum makan. Di atas pohon itu ada burung Fofo Usö mendengarkan suara burung yang sedang menangis di bawah pokok pohon itu, lalu dia turun dan melihat Fofo Haido sedang menangis, “Mengapa kamu menangis…?”  tanya Fofo Usö. “Saya lapar sudah dua hari saya belum makan,” jawab Fofo Haido. 26

27

Rasa iba dan kasihan dari Fofo Usö, mendorong hatinya memanggil burung-burung lain bekerja bersama menolong Fofo Haido, pergi memanggil burung elang, gagak, beo, dan burung lain dia sampaikan kesulitan yang di alami Fofo Haido. Sehingga burung lain ikut kasihan sehingga mereka terbang bersama mendatangi Pohon Ewo. Sesudah tiba mereka turun ke bawah pokok pohon itu, mereka lihat Fofo Haido sedang me­ nangis kelaparan, mereka membicarakan bagai­ mana menolong Fofo Haido. Salah satu diantara burung itu namanya gagak menyusulkan, “Bagai­ mana kalau semua burung yang sudah berkumpul ini, mencabut satu helai bulu kita lalu kita tempel­ kan di sayap Fofo Haido?” Semua burung yang ada di pertemuan itu menerima usul gagak dan mereka mencabut bulunya satu helai setiap burung lalu mereka tempelkan di sayap Fofo Haido. Setelah Fofo Haido mempunyai sayap pelanpelan mulai belajar terbang, pertama mulai me­­­ lompat di dahan pohon sambil mengepakngepak­­kan sayapnya, sesudah itu sesekali men­ coba terbang. Setelah Fofo Haido kuat dan pintar ter­bang seperti burung lain, akhirnya ia bisa men­ cari makan sendiri tidak lagi mengemis meminta ma­kanan.

Kalau kembali ke atas pohon itu, Fofo Haido tidak mau bertengger di dahan yang rendah, tetapi selalu memilih tenggeran di dahan yang paling tinggi. Saat tiba malam hari, semua jenis-jenis burung kembali di atas Pohon Eŵo yang sudah seperti rumah, tempat tidur mereka. Di dahan pohon itu mereka tidur bersama dan Fofo Haido tidur di dahan paling atas, sehingga saat Fofo Haido berak dari atas, semua terpercik kemana-mana, kotorannya kena semua burung lain yang tidur di dahan yang ada di bawah tenggerannya. Burung lain mulai marah, bahkan ada yang mengutuk-ngutuk perilaku Fofo Haido, sehingga kelompok burung lain yang pernah membantu Fofo Haido bersepakat pindah tempat tidur di pohon lain. Tinggallah Fofo Haido tinggal sendirian di atas pohon besar itu. Lama kelamaan bulu Fofo Haido yang ditempelkan di sayapnya satu-satu mulai lepas hingga semua tercabut dan tidak bisa terbang. Akhirnya Fofo Haido kembali mengemis seperti awal sebelum ada sayapnya.

28